Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP LAUT

DAN PESISIR
KELOMPOK
RANIA NISRINA HANIFAH (1807527 )
NADILA CHAIRUNNISA ( 1807443 )
BELLA DINDA RAHAYU ( 1807684 )
WIDYASARI AZAHRA ( 1807563 )
SYIFA FADIA AZRIEL
LIO YONANTO
Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca secara statistik
sepanjang periode waktu mulai dasawarsa hingga jutaan tahun. Istilah ini bisa juga berarti perubahan keadaan
cuaca rata-rata atau perubahan distribusi peristiwa cuaca rata-rata, contohnya, jumlah peristiwa cuaca ekstrem
yang semakin banyak atau sedikit. Perubahan iklim terbatas hingga regional tertentu atau dapat terjadi di
seluruh wilayah Bumi.

sekitar 70 persen permukaan bumi tertutup oleh laut dan samudera. Dengan luasannya tersebut,
tentunya laut dan samudera mempunyai peranan penting dalam kehidupan di muka bumi. Laut dan
samudera turut berperan penting dalam mengatur iklim bumi.

wilayah pesisir dan laut akan menerima dampak kenaikan permukaan air laut, berupa hilangnya
wilayah daratan dan perubahan garis pantai. Di samping itu, akibat perubahan iklim telah terjadi
peningkatan intensitas hujan, frekuensi badai, banjir, kekeringan, dan tanah longsor, serta kondisi
lingkungan yang semakin memburuk sehingga dapat meningkatkan kerentanan wilayah. "Oleh
karena itu, ke depan perlu dilakukan analisis risiko secara kuantitatif sebagai akibat dari perubahan
iklim di Indonesia sehingga dapat dilakukan prioritas penanganannya dalam rangka mengurangi
dampak perubahan iklim di berbagai sektor kehidupan
Karena akibat dari perubahan tersebut dapat terjadi perubahan signifikan pada suhu
air laut yang dapat berdampak buruk terhadap terumbu karang. ... Seperti yang telah
dibahas sebelumnya yaitu bertambahnya suhu permukaan laut dan keadaan cuaca yang
berubah-ubah merupakan dampak dari kerusakan ekosistem
• Dampak perubahan iklim yang
diakibatkan meningkatnya suhu udara di
bumi tentu cukup menguatirkan bagi
kehidupan manusia. Selama 50 tahun
terakhir, suhu atmosfir bumi dan
konsentrasi CO2 terus meningkat, yang
secara langsung kondisi ini juga
menaikkan suhu bumi termasuk
komponen akuatik, yaitu sungai, danau
dan laut (Gambar 1). Dampak naiknya
suhu air laut memberikan pengaruh yang
sangat kompleks terhadap berbagai aspek
kelautan termasuk perikanan. Dampak
tersebut dapat terjadi secara langsung
maupun tidak langsung, yang efeknya
muncul dalam variasi waktu yang
berbeda.
Fenomena perubahan iklim terhadap perikanan. Belum banyak riset tentang
dampak perikanan kaitannya dengan perubahan iklim global, namun lebih banyak
terkait dengan kondisi tangkap lebih (overfishing). Padahal kemungkinan kondisi
perikanan yang menurun bisa saja terjadi karena migrasi jenis ikan target (bernilai
ekonomis) akibat perubahan iklim. Diperkirakan beberapa lokasi di daerah beriklim
sedang (sub-tropis) akan menjadi lokasi ruaya tetap dari ikan-ikan yang biasanya
hidup di wilayah tropis. Akibat dari kejadian ini, maka stok perikanan akan
menurun, namun dilain pihak pola migrasi tetap ini sekaligus juga akan
memindahkan tingkat keanekaragaman biota laut dari tropis ke sub-tropis.
Keanekaragaman hayati laut Indonesia dapat saja terancam dampak perubahan
iklim global, karena posisi Indonesia di wilayah tropis, sehingga dikuatirkan
Indonesia dapat kehilangan status sebagai negara maritim dengan mega-
biodiversitas laut. Perubahan iklim akan sangat berpengaruh terhadap fisiologi dan
tingkah laku individu, populasi maupun komunitas. Kondisi ekstrim dengan
menaiknya suhu air, rendahnya konsentrasi oksigen terlarut dan pH air dapat
mengakibatkan kematian pada ikan
Dampak tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, yang
efeknya muncul dalam variasi waktu yang berbeda. Kadang-kadang dampaknya
tidak terdeteksi pada awal perubahan, dan baru disadari setelah ada pihakpihak
yang merasa dirugikan. Terkait permasalahan perikanan, riset menjadi ujung
tombak untuk mengungkap semua gejala perubahan iklim dan dampak yang
ditimbulkan. Naiknya suhu udara akan berdampak pada meningkatnya suhu air, dan
secara tidak langsung menambah volume air di samudera, yang berimplikasi pada
semakin tinggi paras laut (sea level). Dalam 10 tahun terakhir, paras laut meningkat
setinggi 0,1-0,3 m, sedangkan lewat model prediksi diperkirakan ada perubahan
paras laut antara 0,3-0,5 m, dan kemungkinan menutupi area seluas 1 juta km2
(ROESSIG et al., 2004). Jika hal ini berlangsung terus menerus, maka hutan
mangrove, estuari dan daerah rawa yang terdapat di kawasan pesisir akan semakin
berkurang luasnya, sehingga tingkat produktifitas perairan juga semakin menurun.
Pada akhirnya, kondisi tersebut akan sangat mempengaruhi kehidupan biota laut
yang berasosiasi dengan ekosistem pesisir
Perubahan iklim dan naiknya paras laut akan
juga mempengaruhi formasi tekanan udara di
atmosfer dan juga pola sirkulasi global air
laut. Seperti di belahan bumi utara dikenal
dengan North Atlantic Deep Water (NADW)
Sedangkan di Samudera Pasifik,
meningkatnya stratifikasi air laut akan
meningkatkan frekuensi kejadian El Niño /
Southern Oscillation (ENSO) dan variasi
iklim menjadi lebih ekstrim (ROESSIG et
al., 2004). ENSO atau lebih dikenal dengan
istilah El Niño, didefinisikan sebagai
fenomena interaksi global laut – atmosfir.
Akibat dari fenomena ini yaitu adanya
fluktuasi suhu permukaan air laut di daerah
tropis Samudera Pasifik bagian timur,
sehingga fenomena ini juga memberikan
dampak yang nyata pada iklim di belahan
selatan bumi. Dampak dari El Nino pertama
kali diungkapkan pada tahun 1923 oleh Sir
Gilbert Thomas Walker, sehingga fenomena
terpenting dari ENSO di Samudera Pasifik
dinamakan sirkulasi Walker
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai