Anda di halaman 1dari 16

JOURNAL REVIEW

PERCEPTOR
DR. M GALIH IRIANTO, SP.F

Disusun Oleh
Ayu Wulan Sari
Chania Forcepta
Putu Arya Laksmi Amrita Kirana
Sekar Mentari
Sitti Hazrina

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA POLDA LAMPUNG
2018
JURNAL 1

JURNAL 2
KARAKTERISTIK JURNAL 1 JURNAL 2

Metode Case report Case report


Jumlah sampel - -

Lokasi India India


Jumlah Dosis Isoniazid (9 gram) Isoniazid (12 gram)
Tertelan Rifampisin (6,75 gram) Rifampisin (18 gram)

Usia Pasien 31 tahun, Laki-laki 25 tahun, Laki-laki


Durasi tertelan 32 jam 36 jam
sampai ke IGD

Pengobatan Dibawa ke 1 rumah sakit Dibawa ke 2 rumah sakit


sebelumnya sebelumnya sebelumnya
Pemeriksaan Tidak ada Tidak ada
kadar Isoniazid
dan Rifampisin

Penyakit Spondilitis TB Spondilitis TB


mendasar
FATAL POISONING BY ISONIAZID AND
RIFAMPICIN
(JURNAL 1)
 Manifestasi Klinis : Syok, gagal napas, koma, perubahan status
mental, kejang tonik-klonik . Pasien lalu di tatalaksana dengan
intubasi, cairan intravena, dan vasopressor untuk keadaan syok
nya.
 Evaluasi pengobatan awal : Urine kemerahan (tanpa ada “redman
syndrome” dan orange, asidosis metabolik dengan anion gap yang
tinggi 53 mg/dL (normal <18 mg/dL), rabdomiolisis, gangguan
renal dan hepar.
 Pasien tidak dilakukan pengecekan kadar isoniazid dan
rifampisin dalam darah karena pemeriksaan tidak ada di
rumah sakit tersebut. Awalnya pasien mendapatkan terapi
dialisis melalui peritoneal selama 28 jam sejak mengalami
syok, karena tekanan darah meningkat maka dirubah ke
dialisis efisiensi rendah. Pasien mendapatkan terapi
pyridoxine oral sebagai antidotum, yang dosisnya setara
dengan dosis isoniazid yang tertelan yakni 9 gram. Setelah 4
hari pasien dinyatakan meninggal
NEAR FATAL POISONING BY ISONIAZID AND
RIFAMPICIN
(JURNAL 2)
 Manifestasi Klinis : Pasien mengalami mual, muntah, sesak
napas, kejang tonik klonik, perubahan status mental setelah
menelan isoniazid dan rifampisin. Kejadian muncul 2 jam
setelah kejadian. Pemeriksaan Fisik : takikardi, suhu afebris,
hipertensi, ikterik, GCS E2V2M4, ekstensor plantar positif, ronki
basah kasar di basal paru (+).
 Evaluasi pengobatan : Urine kemerahan (tanpa ada sindrom
“red man” dan urin orange, asidosis metabolik dengan anion
gap tinggi, rabdomiolisis (CPK meningkat), gagal hepar.
Tatalaksana berupa:
1. Oral pyridoxine
2. Hemodialisis
3. Torsemide
4. Anti epilepsi
5. Bilas lambung
Selama 2 hari setelahnya keadaan umum pasien membaik.
DISKUSI

Toksisitas pada Isoniazid sebesar : 1 ,5 – 2 gram. Apabila


dikonsumsi 10-15 gram maka bisa menyebabkan akibat yang
lebih fatal.

10-30 mg/kg = Toksisitas akut seperti mual, muntah,


pandangan kabur, pembicaraan kacau.
>20mg/kg = Halusinasi, kejang, asidosis metabolik,
hipotensi dan koma.
 50mg/kg = Kematian

Manifestasi keracunan isoniazid biasanya muncul pada 30


menit pertama, ada juga yang muncul saat 2 jam. Antidotum
pyridoxine harus segera diberikan, sesuai jumlah Isoniazid yang
tertelan. Apabila tidak diketahui jumlahnya maka diberikan 5
gram pyridoxine intravena
DISKUSI

 Manifestasi yang timbul dari toksisitas Rifampisin berupa


gangguan pada gastrointestinal, hepar, renal, hematologi, dan
sistem saraf. Pada laboratorium sering terjadi asidosis
metabolik, kejang, trombositopeni, ikterik, oligouria, redman
syndrome.
 Toksisitas timbul pada dosis 9-12 gram dan 14-15 gram
rifampisin tergantung dari situasinya.
 Metabolit yang bisa ditemukan pada keracunan rifampisin 25-
desacetyl rifampicin and 3-formylrifamycin.
 Secara umum, manusia dapat mentoleransi rifampisin dalam
dosis tinggi sekalipun, namun apabila seseorang mempunyai
penyakit pada hepar, maka fungsi hepar menjadi tidak
memadai dalam memetabolisme rifampisin. Akibatnya
akumulasi rifampisin dapat menyebabkan keracunan yang
fatal.
JURNAL 1 JURNAL 2
Jurnal 1 Jurnal 2
Pasien meninggal Pasien pulih pada 48 jam

Tidak dilakukan bilas lambung Dilakukan bilas lambung

Tidak diberikan Anti-epilepsi Diberikan Anti-epilepsi


 Perbedaan kedua jurnal ini terletak pada keadaan akhir
pasien, pada pasien Jurnal 1 , laki-laki 31 tahun dibandingkan
dengan pasien laki-laki 25 tahun di jurnal kedua.
 Pada pasien jurnal 1 tatalaksana tidak berhasil, sehingga
pasien meninggal, pada pasien kedua tatalaksana berhasil
sehingga pasien bertahan pada pengobatan setelah 48 jam.
Mekanisme Kejang?
MEKANISME KEJANG?

 Isoniazid (INH) merupakan derivat hydrazide dari asam


isonikotinik dan mudah dicerna di saluran
gastrointestinal. Metabolite hydrazone isoniazid dapat
menghambat pembentukan pyridoxal-5 phosphate dari
pyridoxine dengan cara menghambat kompetitor
pyridoxine phosphokinase. Akibat dari defisiensi
pyridoxine yang diinduksi oleh Isoniazide berlebihan,
maka terjadi penurunan Gamma Amino Butyric Acid
(GABA), akibatnya menjadi Kejang
 Kejang terus-menerus dapat mengakibatkan kematian
dan berakibat lebih fatal
KESIMPULAN

 Kedua jurnal sama-sama menyebutkan tatalaksana umum


untuk kasus keracunan izoniazid + rifampisin
1. Amankan jalan napas
2. Bilas lambung
3. Koreksi asidosis metabolik dengan Bicnat
4. Koreksi hiperkalemia (Penyebab atrial fibrilasi)
5. Koreksi defisiensi GABA dengan pyridoxine
6. Atasi kejang dengan Anti-epilepsi
REFERENCE
WASSALAMUALAIKUM WR.WB

ADA PERTANYAAN?

Anda mungkin juga menyukai