Anda di halaman 1dari 160

PEMICU 1

BLOOK PENGINDERAAN
Novitasari
405150160
Kelompok 15
LI 1.
MENJELASKAN ANATOMI MATA
Orbita
- Adalah cavitas bertulang pada skeleton wajah
yang menyerupai pyramid segi4 berongga dengan
dasar mengarah ke anterolateral dan apeks ke
posteromedial.
- Mengisi dan melindungi bola mata dan struktur2
visual asesoris;
 Palpebra, mengontrol pajanan bola mata anterior
 Otot2 ektraokuler, menentukan posisi bola mata
dan menaikkan palpebra superior
 Saraf dan PD
 Fascia orbitalis yang mengelilingi bola mata dan
otot
 Conjunctiva, yang melapisi palpebral dan aspek
ante. Bola mata dan apparatus lacrimaaslis
1. Basis orbita
- Dibentuk oleh margo orbitalis superior dan margo
orbitalis inferior
2. Dinding superior
- Dibentuk o/ pars orbitalis ossis frontalis
- Di dekat apex orbita, terbentuk o/ ala minr ossis
spenoidales
3. Dinding medial
- Terbentuk o/ os ethmoidales, dan kontribusi os
frontale, lacrimale, dan spenoidales.
4. Dinding inferior
- Terutama terbentuk o/ os maxilla dan sbgian o/
os zygomaticus dan palatinus
5. Dinding lateral
- o/ proc. Frontalis os zygomaicus dan ala mayor
ossis spenoidales
6. Apex orbita
- Berada pada canalis opticus
Periorbita
Adalah lapisan yang melapisi tulang2 yang mbntuk orbita

Palpebra
- u/ melindungi mata daerah anterior dari cedera dan cahaya berlebih ketika tertutup.
- u/ menjaga kornea agar tetap lembab dengan menyebarkan cairan lakrimal.
- Diluar dilapisi o/ kulit tipis dan dalam o/ selaput lendir transparan conjunctiva tarsal
- pada palpebral terdapat;
 Glandula siliaris, glandula sebasea besar yg dihub. Dengan alis mata
 M. orbicularis oculi
 M. tarsus superior dan inferior
 M. conjunctiva tarsal
 Bulu mata
3 macam conjunctiva
- Conjunctiva palpebralis
- Conjunctiva bulbaris
- Conjunctiva fornix
Apparatus lacrimalis
Terdiri dari,
- Glandula lacrimalis: sekresi
cairan lakrimal
- Ductus lakrimalis: mmbwa
cairan lakrimal dari
glandula lakrimalis ke
saccus conjunctivalis
- Punctum lacrimalis:
terdapat papil lacrimalis
- Canaliculus lacrimalis
- Ductus nasolacrimalis: ke
meatus nasalis inferior
Bola mata
3 lapisan bola mata:
- Lapisan fibrosa (lap.
Luar) : kornea dan
sclera
- Lap. Vaskular :
choroidea, corpus
ciliare, dan iris
- Lap. Dalam : retina
yang memiliki bag.
Optik dan nonvisual
lap fibrosa bola mata
- sclera, menutupi 5/6 post bola mata.
- Kornea, bagian transparan lap. Fibrosa yang
menutupi 1/6 anterior boleh mata
Lap. Vaskular bola mata
- choroid, suatu lap. Diantar sclera dan retina,
banyak PD
- Corpus siliaris, bersifat muscular serta vascular
meghub. Choroid dengan sirkumferensia iris,
mmberikan pelekatan u/ lensa, kontraksi dan
relaksasi otot polos corpus siliaris mengontrol
ketebalan lensa, Proc. Siliaris, sekresi humor
aquous yang mengisi coa dan cop
- Iris, terletak didepan lensa, mengatur banyaknya
sinar yang masuk ke mata (rx pupil) melalui
kerja otot m. spinchter pupil  miosis, m.
dilator pupil  midriasis
 lap. Dalam bola mata
- Lap dalam bola mata adalah retina
- Mengandung foto reseptor ( sel batang dan
kerucut)
- Fundus (bag. Post bola mata) terdiri;
 Discus nervi optici, serat dan pemb. Sensorik
di bawa o/ n. opticus masuk bola mata,
disebut blind spot karena tidak sensitive
trhadap cahaya
 Macula lutea, khusus u/ ketajaman
penglihatan
 Fovea centralis, bag. Cekungan dari macula
lutea merupakan area penglihatan paling
akut
 Media refraktif bola mata
- Kornea
 Adalah area sirkuler pars ante lap. Fibrosa bola mata
 Berperan pada refraksi cahaya yang masuk ke dalam mata
 Sensitif terhadap sentuhan
- Humor aquous
 Dihasilkan o/ proc siliaris corpus ciliare
- Lensa
 Terletak di post iris dan anterior vitreus
 Berbentuk cairan bikonveks, transparan yang tertutup dalam kapsul (capsula lensa)
 Capsula lensa yang sangat elastic dikaitkan o/ zonula fibrae ke corpus ciliare dan
dilingkari o/ proc siliaris, berakomodasi yang diatur o/ m. ciliaris
- Humor vitreus
 Cairan yang berada pada corpus vitreum
 u/ mentransmisi cahaya, menahan retina agar tetap di tempat, dan menopang lensa.
 Otot-otot ekstraokuler
 Vaskularisasi orbita
LI 2.
MENJELASKAN HISTOLOGI MATA
Bola Mata
 D = 24 mm, terletak di dalam tulang orbita
 Merupakan organ sensoris untuk cahaya  photosensory
organs
 Cahaya melintas melalui kornea, lensa dan beberapa struktur
refraksi bola mata  difokuskan oleh lensa pada bagian
tunika neuralis (retina) yang mengandung sel batang dan sel
kerucut  ditransmisikan oleh nervus optikus ke otak
 Disusun oleh 3 tunika :
 Tunika fibrosa
 Tunika vaskularis
 Tunika neuralis
Tunika Fibrosa
 Dibagi menjadi sklera dan kornea
SKLERA
 Padat, berwarna putih melingkupi 5/6 belakang bola mata
 Tidak mengandung PD
 Disusun oleh serat kolagen tipe 1 yang diselang selingi oleh jala serat
elastin  memberikan bentuk untuk bola mata yang dijaga oleh tekanan
intraokular dari aqueous humor (depan lensa) dan vitreous body
(belakang lensa)
 Terdapat melanosit
 Terdapat kapsul Tenon (capsule of tenon) = pembungkus fasia yang
membungkus nervus optikus dan bola mata hingga pada daerah siliaris
 Kapsul Tenon memisahkan bola mata dari lemak sekitar, dihubungkan ke
sklera oleh episklera
Tunika Fibrosa
KORNEA
 Merupakan struktur yang menonjol, jernih, terletak pad abagian depan bola mata
 Tidak mengandung pembuluh darah
 Disusun oleh :
 Epitel kornea :
 Epitel gepeng berlapis tidak berkeratin
 Menutupi permukaan depan kornea
 Sel yang lebih besar punya mikrovili dan menunjukkan ada hubungan antar sel  zonula occludens
 Sel lain yang membentuk kornea tersusun saling bersilangan seperti jari-jari satu sama lain  desmosom
 Membran Bowman
 Lebih dalam dari epitel kornea
 Merupakan lapisan fibrilar
 Dibentuk oleh epitel kornea dan sel stroma
 Stroma
 Paling tebal dan jernih
 Limbus (taut sklerokornea) : lekuk sklera yang sisi dalamnya pada stroma mengalami depresi dan terdapat ruang yang dilapisi endotel
disebut jaring trabekula (trabecular meshwork) yang mengarah ke kanal Schlemm
 Membran Descement
 Membran basa tebal yang terletak diantara stroma dan endotel dibawahnya
 Endotel kornea
 Melapisi permukaan dalam (belakang) kornea  epitel selapis gepeng
 Untuk mensintesa protein yang diperlukan untuk mensekresi dan memilihara membran descement
Tunika Vaskulosa (Uvea)
 Lapis tengah bola mata yang kaya akan PD :
 Dibagi menjadi 3 :
KOROID
 Lapisan posterior dinding bola mata yang berpigmen dan mendapat pendarahan yang baik, melekat secara longgar
ke tunika fibrosa
 Warna hitam  melanosit
 Jumlah PD kecil sangat banyak pada permukaan dalam koroid  koriokapiler (choriocapillary layer) 
memberikan nutrisi ke retina
 Dipisahkan dari retina oleh membran Bruch (Bruch’s membrane)
KORPUS SILIAR
 Merupakan bagian koroid berbentuk baji (wedge-shaped portion), terletak di dalam lumen orbita antara iris dan
korpus vitreus, diproyeksikan menuju lensa
 Sisi luar melekatkan ke sklera  sklerokornea (sclerocorneal junction), sisi dalam melekat ke korpus vitreous,
bagian tengah menonjol ke arah lensa membentuk tonjolan mirip jari  prosesus siliar (ciliary processes)
 Sisi dalam dilapisi oleh bagian siliar retina (pars ciliaris of retina)  lapisan pigmen retina yang terdiri atas 2 lapis
sel :
 Lapis sel luar : menghadap ruang bola mata  epitel selapis silindris tidak berpigmen (nonpigmented ciliary
epithelium)
 Lapis sel dalam : epitel selapis silindris berpigmen (pigmented ciliary epithelium)  kaya akan melanin
Tunika Vaskulosa (Uvea)
 Serat disusun oleh fibrilin (zonule fibers)  menyebar dari prosesus siliar untuk masuk melekar
pada kapsul lensa  membentuk ligamentum suspensorium lensa (suspensory ligaments of the
lens) yang menambatkan lensa pada tempatnya
 Korpus siliar ditutupi oleh 2 lapis epitel yang sama yang menutupi badan siliar
 Sel lapis dalam tidak berpigmen membawa aqueous humor ke dalam COP
 Aqueous humor mengalir dari COP ke COA melalui celah pupil (pupilary aperture) antara iris dan
lensa, keluar dari COA melintasi jejaring trabekular (trabecular meshwork) dekat limbus, masuk ke
kanal Schlemm, masuk ke sistem vena sistemik memberikan nutrisi dan oksigen untuk lensa dan
kornea
 Disusun oleh 3 ikat otot polos  otot siliar
 Satu ikat karena arahnya akan meregangkan koroid  membuka kanal Schlemm untuk mengalirkan
aqueous humor
 Dua ikat otot lainnya melekat ke skleral spur (scleral spur)  mengurangi tekanan pada zonula 
kontraksi dimediasi oleh serat-serat parasimpatis nervus okulomotorius (NIII) akan meregangkan
koroid, karenanya melepaskan tekanan pada ligamentum suspensorium lensa  lensa jadi lebih
tebal dan cembung  fokus objek dekat  akomodasi
 Relaksasi dari ketiga otot  meningkatkan tekanan pada zonula karenanya memipihkan lensa
sehingga dapat fokus pada benda jarak dekat
Tunika Vaskulosa (Uvea)
IRIS
 Struktur berwarna yang merupakan perluasan koroid ke arah depan, merupakan diafrgma yang
mampu berkontraksi yang mengontrol lubang apertura pupil (pupillary aperture)
 Terletak antara COA dan COP yang menutupi lensa kecuali apertura pupil yang di kenal sebagai
pupil
 Bagian tengah akan menebal dan akan menipis ke arah hubungannya dengan korpus siliar dan pada
daerah dekat pupil (pupilary zone) yang terletak sangat dekat dengan pupil dan pada daerah siliar
yang lebih lebar
 Permukaan yang menghadap lensa disusun oleh banyak sel pigmen yang menghalangi cahaya
melintas melalui iris kecuali melalui pupil
 Sel epitel yang berhadapan dengan stroma iris meluas membentuk otot dilatator pupil  mioepitel
 Otot lain  otot sfingter pupil terletak melingkari pupil
 Kontraksi otot mengubah diameter pupil, berubah tergantung pada banyaknya cahaya yang
melintasinya  cahaya terang : kontriksi, cahaya gelap : dilatasi
 Otot dilatator pupil dipersarafi oleh sistem saraf simpatis  melebarkan pupil
 Otot sfingter pupil dipersarafi oleh serat parasimpatis nervus okulomotorius (NIII)  pupil
kontriksi
Lensa dan Badan Vitreus
Badan Vitreus (Vitreous
Lensa Body)
 Struktur bikonveks jernih yang terletak  Merupakan gel yang jernih dan
di belakang pupil yang memfokuskan kenyal yang mengisi rongga mata
cahaya pada retina (vitreus cavity) di belakang lensa
 Disusun oleh 3 bagian :  Disusun oleh 99% air yang
 Kapsul lensa  lamina basal, mengandung elektrolit, serat
mengandung kolagen tipe IV dan
glikoprotein yang menutupi sel epitel kolagen dan asam hialuronat
dan membungkus keseluruhan lensa  Menempel keseluruh permukaan
 Epitel subkapsul  permukaan bagian retina khususnya pada ora serata
depan dan samping lensa terletak
persis dibawah kapsul lensa, disusun  Sel makrofag dan hialosit dapat
oleh selapis sel kuboid terlihat pada pinggir badan vitreus
 Serat lensa :  Diduga akan mensintesa kolagen
 Badan lensa disusun oleh sel silindris  dan asam hialuronat
serat lensa (lens fibers)
 Sel epitel subkapsul akan kehilangan inti
dan organel memanjang  maturasi
Retina / Tunika Neuralis
 Bagian neuralnya mengandung sel-sel fotoreseptor yaitu sel batang dan kerucut
 Retina dibentuk oleh lapisan luar  lapisan pigmen :
 Berkembang dari dinding luar cangkir optic
 Bagian saraf retina berkembang dari lapisan dalam sungkup optic  retina sebenarnya (retina proper)

 Lempeng optic (optic disk)


 Terletak pada dinding posterior bola mata, merupakan pintu keluar saraf optik
 Tidak mengandung sel fotoreseptor, tidak sensitif terhadap cahaya  blind spot

 Makula lutea (bintik kuning/yellow spot)


 Daerah berpigmen kuning
 Di bagian tengah  cekungan oval : fovea sentralis, tempat aktivitas visual terbesar

 Disusun oleh :
1. Epitel pigmen
2. Lapis batang dan kerucut
3. Membran limitans luar
4. Lapis inti luar
5. Lapis pleksiform luar
6. Lapis inti dalam
7. Lapis pleksiform dalam
8. Lapis sel ganglion
9. Lapis serat nervus optikus
10. Membran limitan dalam
Epitel Pigmen
 Disusun oleh sel silindris
 Melekat pada membran Bruch yang terletak di antara korid dan sel pigmen
 Desmosom, zonula occluden dan zonula adherens terdapat pada sisi lateral
membran yang membentuk sawar darah-retina (blood retina barrier)
 Gambaran yang sangat khas : granula pigmen dalam jumlah sangat banyak pada
bagian apikal sel
 Fungsi :
 Sel pigmen menyerap sisa cahaya setelah cahaya melintasi retina dan menstimulus
fotoreseptor  mecegah pantulan cahaya yang dapat mempengaruhi fokus
 Memfagosit lempeng membran yang sudah tidak terpakai dari ujung sel batang
 Berperan aktif dalam penglihatan dengan esterifikasi turunan vitamin A pada
SERnya
Lapis Batang dan Kerucut
 Sel yang mempunyai juluran pada bagian apikalnya  segmen luar yang
merupakan dendrite yang khusus
 Segmen luar sel batang dan kerucut dikelilingi oleh sel epitel pigmen
 Dasar sel batang dan kerucut membentuk sinaps dengan sel bipolar yang
terdapat dibawahnya
 Sel batang :
 Reseptor khusus untuk cahaya redup
 Hanya menerima cahaya
 Sel kerucut :
 Reseptor untuk cahaya terang
 Beradaptasi dengan penglihatan warna
 Banyak terdapat di fovea  tempat dengan ketajaman penglihatan yang
tinggi
Sel Batang
 Hanya teraktivasi oleh cahaya redup
 Tidak dapat memediasi sinyal pada cahaya terang dan tidak sensitif terhadap warna
 Disusun oleh :
 Segmen luar
 Segmen dalam
 Daerah inti
 Daerah sinaps
 Segmen luar sel batang :
 Mengandung rodopsin : suatu pigmen yang sensitif terhadap cahaya
 Bereaksi lebih lambat
 Segmen dalam sel batang :
 Dipisahkan dari segmen luar oleh suatu penyempitan yang dikenal sebagai tangkai
penghubung (connecting stalk)
 Daerah dekat tangkai penghubung mengandung banyak mitokondria dan granul glikogen
 menghasilkan energi yang dibuuhkan pada proses penglihatan
Sel Kerucut (Cones)
 Diaktivasi pada cahaya terang dan menghasilkan ketajaman
visual yang lebih besar
 Ada 3 jenis sel kerucut yang masing2 mengandung
fotopigmen iodopsin yang berbeda  setiap iodopsin
mempunyai sensitivitas yang maksimum untuk 1 dari 3
spektrum warna  merah, hijau dan biru
Lapisan Retina
Membran Limitan Luar Lapisan Inti Luar
 Bukanlah suatu membran  Suatu lapisan tempat
 Mikroskop elektron : terdapatnya inti sel batang
daerah zonula adheren dan kerucut
antara sel Muller  Inti sel batang tampak lebih
(modifikasi sel glia) dan
kecil, lebih bulat dan
fotoreseptor
berwarna lebih gelap
 Di bagian distal terdapat
dibanding inti sel kerucut
mikrovili yang terletak
antara segmen dalam sel
batang dan sel kerucut
Lapisan Pleksiform Luar
 Sinaps aksodentritik antara sel fotoreseptor dan dendrit sel
bipola dan horizontal terletak pada lapisan pleksiform luar
 Ada 2 jenis sinaps :
 Sinaps datar  sinap biasa
 Sinap invaginasi : unik :
 Terdiri dari 1 dendrit dari 1 sel bipolar dan 1 dendrit dari setiap 2 sel
horisontal  membentuk triad
 Terletak lamel seperti pita (ribbon like lamella / synaptic ribbon) yang
mengandung neurotransmitter  menangkap dan membantu penyebaran
neurotransmitter
Lapisan Inti Dalam
 Dibentuk oleh :
 Sel saraf bipolar  terletak diantara sel fotoreseptor dan sel ganglion
 Sel horisontal  bersinaps dengan hubungan sinaps antara sel
fotoreseptor dan sel bipolar, berfungsi untuk modulasi aktivitas sinaps
 Sel Amakrin  terletak pada batas dalam, bersinaps pada sel
interpleksiform yang berhubungan dnegan sel bipolar; berfungsi
sebagai suatu mekanisme umoan balik debfan mentransfer informasi
saraf yang diturunkan dari kompleks sinaps sel bipolar-ganglion ke sel
iterpleksiform
 Sel Muller  sel neuroglia yang membentang antara badan vitreus
dan segmen dalam sel batang dan kerucut, berfungsi sebafai sel
suportid untuk retina saraf
Lapisan Pleksiform Dalam
 Dibentuk oleh  prosesus sel amakrin, bipolar dan ganglion
 Sinaps aksodentritik antara akson sel bipolar dan dendrit sel
ganglion dan amakrin
 Mempunyai 2 jenis sinaps  datar dan invaginasi
 Sinaps invaginasi terdiri dari sebuah akson dari satu sel
bipolar dengan 2 dendrit sel amakrin atau sel ganglion atau
satu dendrit dari setiap 2 sel yang berbeda  bentuk sebuah
diad, juga terdapat pita sinaps yang mengandung
neurotransmitter
Lapisan Retina
Lapisan Serabut Saraf
Lapisan Sel Ganglion Optik
 Badan sel dari sel saraf  Serat saraf yang sibentuk oleh
multipolar besar yang disebut akson tak bermielin dari sel
sel ganglion
ganglion terletak di dalam
 Akson dari sel saraf ini akan
melintas menuju ke otak lapisan serat saraf
 Hiperpolarisasi sel batang dan  Menjadi bermielin sebagai
kerucut akan mengaktivasi sel saraf yang menembus sklera
sel ganglion dan selanjutnya
menghasilkan suatu potensial MEMBRAN LIMITAN DALAM
aksi yang melinasi akson  Disusun oleh lamina basal sel
menuju ke otak melalui suatu Muller
sistem relai visual
Konjungtiva
 Membran mukosa
 Melapisi permukaan dalam kelopak mata (konjungtiva palpebra)
dan menutupi sklera pada bagian depan mata (konjungtiva bulbi)
 Disusun oleh sebuah epitel berlapis silindris yang mengandung sel
goblet yang terletak di atas lamina basal dan suatu lamina propia
yang disusun dari jaringan ikat longgar
 Sekret dari sel goblet  pembentuk tirai air mata (tear film) yang
membantu dalam pelumasan dan perlindungan epitel yang terletak
pada mata bagian depan
 Pada hubungan kornea sklera (corneoscleral junction) konjungtiva
melanjutkan diri sebagai epitel berlapis gepeng kornea dan tidak
mengandung sel goblet
Kelopak Mata
 Dibentuk sebagai suatu lipatan kulit yang menutupi
permukaan depan mata  epitel berlapis gepeng kulit
 Pada fisura palpebra konjungtiva palpebra menutupi
permukaan dalam palpebra
 Kelopak mata didukung oleh kerangka lempeng tarsal
 Batas kelopak mata mengandung bola mata tanpa muskulus
arektor pili
 Kelenjar keringat modifikasi  kelenjar Moll
 Kelenjar sebasea modifikasi  kelenjar Meibom, yang lebih
kecil  kelenjar Zeis yang berhubungan dengan bulu mata
dan mengeluarkan produknya ke dalam folikel bulu mata
Apparatus Lakrimal
 Terdiri atas :
 Kelenjar lakrimal  sekresi cairan lakrimal
 Kanalikuli lakrimal  membawa cairan lakrimal meninggal
permukaan bola mata
 Sakus lakrimal  sistem duktus yang melebar
 Duktus nasolakrimal  mengirimkan cairan lakrimal ke rongga
hidung
LI 3.
MENJELASKAN FISIOLOGI
PENGLIHATAN
Anatomi mata
Dinding bola mata
 Lapisan luar / tunika eksterna / tunika fibrosa
 Kornea
 Sklera
 Lapisan tengah / tunika media / tunika vaskulosa
 Koroid
 Korpus siliare
 Iris
 Lapisan dalam / tunika interna / tunika nervosa atau retina
 Lapisan epitel pigmen
 Lapisan batang dan kerucut
 Membran limitan eksterna
 Lapisan nukelus eksterna
 Lapisan pleksiformis eksterna
 Lapisan nukelus interna
 Lapisan pleksiformis interna
 Lapisan sel ganglion
 Lapisan serabut saraf
 Membran limitan interna
Cairan intraokular
 Bertanggung jawab atas pemeliharaan bentuk bola mata
 Dua tipe cairan:
 Vitreous humor
 Akueous humor
Vitreous humor
 Cairan viskous yang terdapat di belakang lensa dalam ruang
antara lensa dan retina
 Berupa zat gelatinosa yang sangat viskous
 Zat utama: albumin dan asam hialuronat
Akueous humor
 Mengisi ruang antara lensa dan kornea
 Ruang tersebut dibagi menjadi kamera okuli anterior dan
posterior oleh iris, dan keduanya berhubungan melalui pupil
 Sifat humor akueous:
 Vol: 0,13 mL
 Reaksi dan pH: alkalis dengan pH 7,5
 Viskositas: 1,029
 Indeks refraktori: 1,34
 Komposisi humor akueous:
 Air 98,7%
 Zat padat 1,3% (albumin, globulin, glukosa, piruvat, laktat, ureum,
natrium, kalsium, kalium, magnesium, klorida, fosfat, bikarbonat)
Aliran humor akueous
 Dibentuk oleh prosesus siliaris (dibentuk dari plasma di
dalam jalinan kapiler prosesus siliaris melalui difusi,
ultrafiltrasi, dan transpor aktif lewat sel epitel) 
ligamentum suspensorium  kamera okuli posterior 
pupil  kamera okuli anterior  sudut antara kornea dan
iris  trabekula yang berada di dekat sambungan iris dan
kornea  Kanalis Schlemm  vena
Refraksi
Gangguan refraksi
Refleks akomodasi
 Akomodasi: penyesuaian mata untuk dapat melihat obyek
yang dekat atau jauh sama jelasnya  proses untuk membuat
sinar cahaya dari obyek yang dekat atau yang jauh ke sebuah
fokus pada bagian retina yang sesnsitif
 Mekanisme: sinar cahaya dari obyek yang jauh letaknya
kurang lebih sejajar dan tidak begitu dibiaskan ketika
difokuskan ke retina, tetapi sinar cahaya dari obyek yang
dekat bersifat divergen, sehingga cahaya harus dibiaskan
dengan intensitas yang besar  caranya dengan mengubah
kecembungan lensa mata sehingga daya refraksi lensa berubah
menurut kebutuhan
 Refleks akomodasi:
 Konvergensi bola mata akibat kontraksi muskulus rektus
medialis
 Konstriksi pupil akibat kontraksi muskulus konstriktor pupilae
iris
 Peningkatan kurvatura anterior lensa akibat kontraksi muskulus
siliaris
Refleks cahaya
 Refleks terjadinya konstriksi pupil ketika cahaya disorotkan
ke dalam mata
 Tdd:
 Refleks cahaya langsung
 Refleks cahaya tidak langsung
Lintasan untuk refleks cahaya
 Cahaya  mata  reseptor visual  impuls aferen menuju
nervus optikus  kiasma optikum  traktus optikus  serabut
saraf memisahkan diri dari traktus optikus  bersinaps pada
neuron nukelus pretektalis (pusat refleks cahaya)  Nukelus
Edinger-Westphal (nervus kranialis III)  serabut preganglionik
berjalan lewat nervus okulomotorius  ganglion siliaris 
serabut postaganglionik melintas lewat nervus siliaris brevis 
bola mata  kontraksi muskulus konstrikor pupilae pada iris
 Refleks cahaya tidak langsung: sebagian serabut saraf dari nukelus
pretektalis pada salah satu sisi menyilang ke sisi kontralateral dan
berakhir pada nukleus Edinger-Westphal sisi kontralateral
Lapisan retina
Proses visual
 Retina mengandung reseptor visual
(fotoreseptor): sel batang dan
kerucut
 Distribusinya bervariasi pada
berbagai daerah retina  fovea
hanya memiliki sel kerucut dan
tidak mempunyai sel batang,
sedangkan ketika berlanjut dari
fovea menuju bagian perifer retina,
jumlah sel batang semakin
bertambah sementara jumlah sel
kerucut semakin berkurang
Pigmen fotosensitif pada sel batang
RODOPSIN
 Rodopsin dibentuk dari sebuah protein yang disebut opsin
dan kromofor
 Opsin dalam rodopsin: skotopsin
 Kromofor di dalam sel batang: retinal (berasal dari sumber
makanan dan tidak disintesis dalam tubuh, berasal dari zat
karotenoid seperti β karoten di dalam wortel)
 Retinal terdapat dalam bentuk senyawa 11-cis retinal
(retinin1)  dalam bentuk inilah senyawa tersebut berikatan
dengan skotospin untuk mensintesis rodopsin
Pigmen fotosensitif dalam sel kerucut
 3 tipe:
 Fotopigmen ini juga dibentuk oleh sebuah protein dan
kromofor
 Protein dalam pigmen ini disebut fotopsin
 Kromofor dalam pigmen ini adalah retinal (yang terdapat
juga dalam rodopsin)
Fototransduksi
Lintasan visual
 Cahaya  reseptor visual dalam retina  neuron urutan
pertama: sel bipolar dalam lapisan nukelus interna  neuron
urutan kedua: sel ganglion dalam lapisan sel ganglion 
nervus optikus  kiasma optikum  traktus optikus 
neuron urutan ketiga: korpus genikulatum lateralis 
radiasio optika  korteks visual
LI 4.
MENJELASKAN KELAINAN PADA MATA
KERATOKONUS
XEROPHTALMIA
Dry eyes
 Dry eyes occurs when there is inadequte tear volume or
function resulting in an unstable tear film and ocular surface
disease
 It is an extremely common condition, particularly in
postmenopausal women and the elderly
 Xerophthalmia: a dry eye associated with vitamin A
deficiency
Classification
AQUEOUS-DEFICIENT EFFECT OF ENVIRONMENTAL
 Sjorgen syndrome dry eye FACTORS
 Non-sjorgen syndrome dry eye  Can be both internal, such as age,
 Lacrimal deficiency hormonal status and behaviour
 Lacrimal gland duct obstruction patterns, and external, such as the
exacerbation of evaporative factors in
 Reflex hyposecretion
an atmosphere with low relative
humidity
EVAPORATIVE
 Intrinsic
 Meibomian gland deficiency
 Disorders of lid aperture
 Low blink rate
 Drug action
 Extrinsic
 Vitamin A deficiency
 Topical drugs including the effect of
preservatives
 Contact lens wear
 Ocular surface disease such as allergic
conjuctivitis
Signs and symptoms
Signs Symptoms
Posterior (seborrhoeic) blepharitis with

meibomian gland dysfunction
 Feeling of dryness,
 Conjuctiva: redness, staining with grittiness, and burning that
fluorescein and rose Bengal, keratinization,
conjunctivochalasis
charactersitically worsen
 Tear film: over the course of the day
 In the normal eye, as the tear film breaks
down the mucin layer becomes contaminated  Stringy discharge, transient
with lipid but is washed away
blurring of cision, redness
 In the dry eye, the lipid-contaminated mucin
accumulates in the tear film as particles and and crusting of the lids is
debris that move with each blink
 Cornea: punctate epithelial erosions that
also common
stain well with fluorescein, filaments consist
of strands of mucus and debris, mucus
plaques with similar constituents may occur
in severe dry eye
Treatment
LEVEL 1
 Education and environmental/dietary modifications
 Systemic medication review
 Artificial tear substitutes including gels and ointments
 Eyelid therapy

LEVEL 2
 Non-preserved tear substitutes
 Anti-inflammatory agents (topical steroid, oral omega fatty acids)
 Tetarcyclines (for meibomianitis, rosacea)
 Punctal plugs
 Secretagogues
 Moisture chamber spectacles and spectacle side shields
LEVEL 3
 Serum eye drops
 Contact lenses
 Permanent punctal occlusion

LEVEL 4
 Systemic anti-inflammatory agents
 Surgery:
 Eyelid surgery
 Salivary gland autotransplantation
 Mucous membrane or amniotic membrane transplantation for
corneal complication
KATARAK
KATARAK
- Adalah kekeruhan pada lensa
- Patogenesis :
 Pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat2 protein yang
menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya, perubahan
protein jg akan mengakibatkan perubahan warna lensa mnji kuning atau cokelat
 Adanya vesikel di antara serat2 lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel2
epitel yang menyimpang
 Faktor yang berperan : keruskan oksidatif, sinar ultraviolet, dan mal nutrisi
- Katarak matur  seluruh protein telah mengalami kekeruhan, immature 
sebagian protein transparan
 Katarak terkait usia
- Proses kondensasi normal dalam nucleus lensa menyebabkan terjadinya sclerosis
nuclear setelah usia pertengahan
- Gejala yang paling dini adalah membaiknya penglihatan dkat dengan kacamata 
akibat meningkatnya kekuatan focus lensa bag sentral mnyebabkan refraksi bergeser
ke myopia, gejala lain dapat berupa diskriminasi warna yg buruk atau diplopia
monocular
- Katarak kortikal adalah kekeruhan pada korteks lensa. Perubahan hidrasi serat lensa
menyebbkan terbntuknya celah2 dalam pola radial disekliling daerah ekuator, katarak
ini cenderung bilateral. Erajat ganggun fungsi penglihatan bergantung seberapa dekat
kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan
- Katarak subkapsular posterior,
 terdapat pada korteks didekat kapsul post. Bag sentral.
 Katarak ini cenderung menimbulkan g3 penglihatan karena adanya keterlibatan
sumbu penglihatan,
 gejala nya ialah ‘glare’ dan penurunan penglihatan pada kondisi pencahayaan yang
terang
 Kekeruhan lensa dapat timbul akibat trauma, penggunaan kortikosretoid,
peradangan, atau pajanan radiasi pengion
 Katarak anak-anak
a. Katarak konegnital
- Katarak sejak lahir atau segera sesudahnya
- Kekeruhan parsial atau kekeruhan diluar sumbu penglihatan (tdk cukup padat u/
mggu transmisi cahaya)
- Katarak kongenital yang menyebabkan g3 penglihatan yang bermakna harus
dideteksi secara dini, sebaiknya diruang bayi lahir o/ dokter anak atau dokter
keluarga
- Katarak putih yang padat dan besar bisa tampak sebagai leukokoria, yang dapat
dilihat o/ orangtua; namun, banyak katarak padat yang tdk terlihat pada orangtua
- Katarak infantilis unilateral yang padat, terletak ditengah, dan garis tengahnya >
2mm akan menimbulkan ambliopia deprivasi permanen bila tdk diterapi dalam 2
bulan pertama kehidupan shga memerlukan tindakan bedah segera mungkin.
- Katarak bilateral simetrik mgkin memerlukan penatalaksanaan yang tidak terlalu
segera, namun bsa trjdi amblyopia deprivasi bilateral bila penanganan terus
tertnda.
b. Katarak didapat
- Katarak didapat memerlukan penanganan segera (u/ mencegah ambliopia) , karena
usia anak sudah lebih tua dan system penglihatannya sudah lebih matang

Therapy katarak
- Terapi bedah u/ katarak infantilis dan katrak pada masa kanak2 awal adalah ekstraksi
lensa melalui insisi limbus kecil dengan menggunakan alat irigasi aspirasi mekanis.
- Berbeda dengan prosedur ekstraksi lensa dewasa, banyak ahli bedah mengangkat
kapsul post dan korpus vitreus anterior dengan menggunakan alat mekanis pemotong
penyedot vitreus.
- Hal ini mencegah pembentukan kekeruhan kapsul sekunder, atau afterkatarak
- Koreksi optic dapat berupa pemakaian kacamata
- Koreksi optic dapat berupa pemakaian kacamat pada anak afakia bilateral yang usianya
lebih tua, tetapi kebnyakan operasi katarak pada anak akan diikuti o/ koreksi dengan
lensa kontak
Prognosis
- Prognosis penglihatan ps katarak anak2 yang memerluka pembedahan tidak sebaik
prognosis ps katarak terkait usia
- Prognosis u/ perbaikan ketajaman penglihatan pascaoprasi paling buruk pada katarak
kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongnital bilateral inkomplit yang
progresif
 katarak traumatic
- Paling sering disebabkan o/ trauma benda asing pada lensa atau trauma tumpul
pada bola mata
- Penyebab ; Peluru senapan angina dan petasan, anak panah, batu, pajanan
berlebih terhadap panas dan radiasi pengion
- Lensa menjdi putih segera setalah masuknya benda asing krna lubang pada
kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang2 vitreus masuk ke dalam
struktur lensa
- Ps yg sering adalah pekerja industry yang memukulkan baja ke baja yang lain,
cth: potongan pal baja dapat menembus kornea dan lensa dengan kecepatan yang
sangt tinggi tersangkut di vitreus atau retina
 Katarak sekunder akibat penyakit intraokuler
- Katarak dapat terbntuk akibat efek langsung penyakit intraokuler yang
mmpengaruhi fisiologis lensa (mis. Uveitis rekuren yang prah)
- Penyakit intraocular yang dpat mnyebabkan katarak  uveitis kronik atau
rekuren, glaucoma, retinitis pgmentosa, dan ablastio retina
 Katarak akibat penyakit sistemik
- Diabetes mellitus, hipokalsemi, distrofi miotonik, dermatitis atopic,
galaktosemia, sindorma lowe, werner, dan down
 Katarak terinduksi obat
- Kortikosteroid yang diberikan dlam waktu yang lama, baik secara sistemik
maupun dalam bentuk obat tetes, dapat mnyebabkn kekeruhan lensa
- Obat lain : phenothiazine, amiodarone, obat tetes miotik kuat (phospholine
iodide)
HIPERMETROPIA RINGAN
HIPEROPIA (FARSIGHTEDNESS)
- Adalah keadaan dimana mata tak berakomodasi yang memfokuskan bayangan di
belakang retina
- Dapat dikarenakan o/
 berkurangnya panjang sumbu  hyperopia aksial
 Akibat kelainan kongenital tertentu, atau menurunya indeks refraksi 
hyperopia refraktif
 Atau akibat kelengkungan kornea atau lensa lemah shga byanan difokuskan di
belakang retina  hipermetropia kurvatura
- Jika hyperopia tdk terlalu berat, usia muda dapat melihat objek jauh dengan tajam
dengan akomodasi, dan dapat melihat objek dekat dengan melakukan akomodasi
lebih banyak  kelelahan mata yang lebih parah.
- Hiperopia 3 D mgkin dapat di toleransi o/ seorng remaja, tpi jika usia lanjut
memerlukan kacamata
- Apabila hyperopia terlalu tinggi, sulit mengoreksi bayangan dengan akomodasi 
hyperopia menifes
- Derajat hyperopia yang dapat diatasi dengan akomodasi  hyperopia laten
- Orang dengan farsighted derajat sedang dapat melihat objek dekat dan jauh
dengan baik sewaktu muda, namun seiring dengan datangnya presbiopi, ps
hyperopia mula2 akan menemui kesulitan dalam melihat dekat  tidak dapat
melihat dekat dan jauh  dikoreksi dengan kacamata u/ peglihatan dekat dan
jauh
- Gejala: penglihatan dekat dan jauh kabur, sakit kepala, silau, kadang rasa juling
dan lihat ganda
- Koreksi: lensa positif mksimal yang mmberikan ketajaman 6/6, cth bila ps
dengan +3,00 aa dengan +3,25 mmberikna ketajamn penglihatan 6/6 maka
sebaiknya diberikan adalah +3,25 u/ mmberikan istirahat pada mata
- Penyulit: esotropia dan glaukoma
MIOPIA RINGAN
MIOPI (NEARSIGHTED)
- Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan didepan retina
o/ mata yg tidak berakomodasi
- Bila mata berukuran lebih panjang (> 24 mm)  myopia aksial
- Bila unsur2 pembias lebih refraktif dibandingkan dengan rata2 
miopi kurvatura atau myopia refraktif, sperti pada katarak
intumesen dimana lensa menjdi lebih cembung shga pembiasan
lebih kuat, myopia indeks/bias dimana pembiasan media
penglihatan kornea terlalu kuat
- Keluhan utama : ps akan menyatakan melihat jelas bila melihat
dekat, sdangkan melihat jauh buram, sakit kepala, sering disertai
dengan juling dan celah kelopak yang sempit
- Penyulit: ablasi retina dan juling esotropia
- Koreksi: sferis konkaf (minus) terkecil, cth: jika dengan -3,00
sudah mmberikan visus 6/6 dan kemudian juga diberi -3,25 sama
maka sbiaknya diberikan minus terkecil, u/ mmberikan istirahat
pada mata sesudah dikoreksi
ASTIGMATISMA RINGAN
ASTIGMATISME
- Pada astigmatisme berkas sinar tidak difokuskan pada
satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi 2 garis
titik api yang saling tegak lurus
- Astigmatisme regular : terdapat dua meridian utama,
dengan orientasi dan kekuatan konstan di sepanjang
lubang pupil shga terbntuk dua garis focus
- Astigmatisme irregular : meridian2 utamanya
berubah di sepanjang lubang pupil
- Penyebab astigmatisme: kelainan bentuk kornea
- Koreksi : dengna lensa silindris dengan kombinasi
sferis
- astigmatisme with rule : daya bias yang lebih besar terletak
dimeridian vertical
- Astigmatisme against the rule : daya bias yang lebih besar
terletak dimeridian horizontal
PRESBIOPIA
PRESBIOPIA
- Adalah hilangnya daya akomodasi yang terjadi
bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang
- Seseorang dengan mata emetrop akan mulai
merasakan ketidakmamuan membaca huruf kecil atau
mmbedkan benda2 kecil yang terletak berdekatan
pada usis sekitar 44-46 th
- Makin buruk dengan cahaya temaram dan lebih nyata
pada pagi hari atau saat objek lelah
- Dikoreksi dengan lensa plus
- Kaca mata bentuknya lebih tebal pada bagian
bawahnya (konveks) untuk penglihatan jarak dekat
dan datar atau biasa pada bagian atasnya untuk
penglihatan jarak jauh.
ANISOMETROPIA PADA DEWASA
Anisometropia
 Anisometropia is a difference in refractive error between the
two eyes
 major cause of amblyopia because the eyes cannot
accommodate independently and the more hyperopic eye is
chronically blurred
 Refractive correction of anisometropia is complicated by
differences in size of the retinal images (aniseikonia)
 Correction
 Spectacle  difference in retinal image size of approximately
25%, which is rarely tolerable
 Contact lens  difference in image size to approximately 6%,
which can be tolerated
 Intraocular lens  difference of less than 1%
ANISOMETROPIA PADA ANAK
Anisometropia
 Anisometropia is a difference in refractive error between the two
eyes
 Major cause of amblyopia because the eyes cannot accommodate
independently and the more hyperopic eye is chronically blurred
 Refractive correction of anisometropia is complicated by
differences in size of the retinal images (aniseikonia)
 Correction
 Spectacle  difference in retinal image size of approximately 25%,
which is rarely tolerable
 Contact lens  difference in image size to approximately 6%,
which can be tolerated
 Intraocular lens  difference of less than 1%

Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology 18th edition


AMBLIOPIA
Ambliopia
 Pengalaman visual abnormal berkepanjangan yang dialami
oleh anak berusia kurang dari 7 tahun  ambliopia
 Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan tanpa
adanya penyakit organik pada 1 mata yang dapat dideteksi
 Penyebab :
 Deprivasi penglihatan (misalnya katarak kongenital atau
hipoplasia nervus opticus)
 Strabismus
 Kelainan refraksi yang tidak setara (anisometropia)
Mata Tenang Visus Turun Mendadak
1. Retinal detachment
2. Amourosis fugaks
3. Vitreous hemorrhage
4. Central retinal artery occlusion (CRAO)
5. Central retinal vein occlusion (CRVO)
6. Neuritis optik
7. Papil edema
8. Central cerous chorioretinopathy (CSCR)
DIPOPLIA BINOKULER
Dipoplia
 Keadaan melihat sebuah benda ganda bila dilihat dengan 1
atau 2 mata
 Terjadi akibat penglihatan kedua mata serentak pada daerah
retina yang tidak sekoresponden yang terjadi karena
gangguan kedudukan kedua sumbu bola mata yang tidak
sejajar  dipoplia binokular
 Dipoplia binokular ini terjadi bila kedua mata melihat
bersama tetapi tidak terfokus baik
 Dapat terjadi pada penyakit bola mata, kerusakan kepala,
penyakit serebelum, serebrum, meningen, dan tidak adanya
keseimbangan otot penggerak mata
Bentuk-bentuk dipoplia
DIPOPLIA HOMONIM
 Keadaan pada mata dengan juling ke dalam atau esodeviasi, dimana
bayangan terlihat oleh mata yang juling ke dalam terletak di bagian
luar sisi yang sama benda aslinya
 Disebut dipoplia tidak bersilang

DIPOPLIA HETERONIM
 Terjadi pada mata dengan juling ke luar atau eksodeviasi, dimana
benda yang dilihat oleh mata kanan terletak di sebelah kiri,
sedangkan benda yang dilihat oleh mata kiri seakan-akan terletak di
sebelah kanan
 Disebut dipoplia bersilang
DIPOPLIA MONOKULAR
 Dipoplia bila melihat dengan satu mata yang dapat dikeluhkan
seseorang dengan histeria, astigmat, pupil ganda, lensa
subluksasi, dan permulaan katarak
Uji dipoplia
 Pasien memakai kacamata dengan filter merah pada mata
kanan dan filter hijau pada mata kiri
 Pasien diminta melihat satu sumber cahaya dan akan
menyatakan letak lampu merah dan hijau yang terlihat
 Normalnya: bayangan difokuskan pada makula  lampu
terlihat 1
 Dipoplia bersilang: letak bayangan lampu merah terletak di
sebelah kiri bayangan biru
 Dipoplia tidak bersilang: letak lampu merah di sebelah kanan
lampu hijau
BUTA SENJA
Buta senja / niktalopia / skotopik
 Gangguan penglihatan ketika cahaya dalam lingkungan
menjadi redup
 Etiologi:
 Defisiensi vitamin A yang menjadi unsur esensial untuk fungsi
sel batang
 Miopia progresif
 Refraksi
 Galukoma lanjut
 Atrofi papil berat
 Pupil kecil (akibat miotika)
 Retinitis pigmentosa
 Defisiensi vitamin A terjadi karena makanan yang kurang
mengandung vitamin A dalam jumlah yang cukup atau
berkurangnya absorpsi vitamin A dari dalam usus
 Defisiensi vitamin A menyebabkan cacat fungsi sel kerucut
 Defisiensi berlanjut  perubahan anatomis pada sel batang
dan kerucut  degenerasi lapisan retina yang lain
 Fungsi retina masih dapat dipulihkan jika diberikan terapi
vitamin A sebelum reseptor visual mulai mengalami
degenerasi
GANGGUAN LAPANG PANDANG
Gangguan lapang pandang
 Jalur penglihatan merupakan saluran saraf dari retina ke pusat
penglihatan pada daerah oksipital otak
 Gangguan pada jalur penglihatan  gangguan fungsi
Bentuk gangguan lapang pandang
 Skotoma busur: dapat terlihat pada glaukoma, iskemia papil saraf optik,
dan oklusi arteri retina sentral
 Skotoma sentral yang terlihat pada retinitis sentral
 Hemianopsia bitemporal: hilangnya setengah lapang pandang temporal
kedua mata yang merupakan tanda khusus kelainan kiasma optik, dapat
juga akibat meningitis basal, kelainan sfenoid dan trauma kiasma
 Hemianopsia binasal: defek lapang pandang setengah nasal yang dapat
terjadi akibat tekanan bagian temporal kiasma optik kedua mata atau
atrofi papil saraf optik sekunder akibat tekanan intrakranial yang
meninggi
 Hemianopsia heteronim: hemianopsia bersilang yang dapat binasal atau
bitemporal
 Hemianopsia homonim: hilangnya lapang pandang pada sisi yang sama
pada kedua mata yang dapat terlihat pada lesi temporal
 Hemianopsia altitudinal: hilangnya lapang pandang sebagian atas atau
bawah
Pengujian lapang pandang
UJI KONFRONTASI
 Merupakan uji pemeriksaan lapang pandang paling sederhana karena tidak
memerlukan alat tambahan
 Lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa
 Pasien dan pemeriksa atau dokter berdiri berhadapan dengan bertatap mata
pada jarak 60 m
 Mata kanan pemeriksa dan mata kiri pasien ditutup
 Mata kiri pemeriksa menatap mata kanan pasien
 Pemeriksa menggerakkan jari dari arah temporalnya dengan jarak yang sama
dengan mata pasien ke arah sentral
 Bila pemeriksa telah melihat benda atau jari di dalam lapang pandangannya,
maka bila lapang pandang pasien normal, ia juga melihat jari tersebut
 Bila lapang pandang pasien tidak normal, maka ia akan melihat jari tersebut bila
telah berada lebih ke tengah
UJI PERIMETER ATAU KAMPIMETER
 Merupakan uji lapang pandang dengan memakai bidang
parabola yang terletak 30 cm di depan pasien
 Pasien diminta untuk terus menatap titik pusat alat dan
kemudian benda digerakkan dari perifer ke sentral
 Bila ia melihat benda atau sumber cahaya tersebut, maka
dapat ditentukan setiap batas luar lapang pandangannya
ABLASIO RETINA
Ablasio Retina (retinal detachment)
 Merupakan pemisahan retina sensorik, yaitu lapisan
fotoreseptor dan jaringan bagian dalam,dari epitel pigmen
retina di bawahnya
 Jenis-jenis:
 Ablasi regmatogenosa
 Ablasi traksi
 Ablasi serosa atau hemoragik
 Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen
epitel  titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis
 Lepasnya retina  gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah
koroid  berlangsung lama  ganguan fungsi yang menetap
 Penyebab:
 Penipisan retina
 Trauma
 Tanda dini:
 Floater
 Pijaran kilat terang
 Turunnya penglihatan
Ablatio retinae regmatogenosa
 Bentuk tersering
 Ditandai dengan pemutusan total retina sensorik, traksi
vitreus dengan derajat bervariasi, dan mengalirnya vitreus
cair melalui robekan ke daam ruang subretina
 Biasa didahului atau disertai oleh pelepasan vitreus posterior
dan berhubungan dengan miopia, afakia, degenerasi lattice,
dan trauma mata
 Faktor predisposisi:
 Miopia tinggi
 Pasca retinitis
 Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer
Tanda & gejala
 Gangguan penglihatan
 Adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan
 Bila lepasnya mengenai makula lutea  penglihatan turun
mendadak (ablasi retina di daerah superotemporal sangat
beresiko untuk mengangkat makula)
Pemeriksaan
 Funduskopi: retina yang terangkat berwarna pucat dengan
pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah
Tatalaksana
 Tujuan:
 Menemukan dan memperbaiki semua robekan retina
 Digunakan krioterapi atau laser  adhesi antara epitel pigmen
dan retina sensorik  cegah influks cairan lebih lanjut ke dalam
ruang subretina
 Mengalirkan cairan subretina ke dalam dan ke luar
 Meredakan traksi vitreoretina
 Teknik bedah:
 Retinopeksi pneumatik
 Scleral bucking
 Vitrektomi pars plana
Prognosis
 Tergantung dari status praoperasi makula
 Jika makula lepas  pengembalian penglihatan sentral
biasanya tidak sempurna  bedah harus segera dilakukan
selagi makula melekat
Ablatio retina akibat traksi
 Jenis tersering pada retinopati diabetik proliferatif
 Lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada badan kaca yang akan mengakibatan ablasi retina dan
penglihatan turun tanpa rasa sakit
 Terdapatnya jaringan fibrosis pada badan kaca yang dapat
disebabkan DM proliferatif, trauma, dan perdarahan badan
kaca akibat bedah atau infeksi
Tatalaksana
 Melepaskan tarikan jaringan parut atau fibrosis di dalam
badan kaca dengan vitrektomi
Ablatio retinae serosa & hemoragik
 Ablasi yang terjadi akibat adanya penimbunan cairan di bawah
retina sensorik dan terutama disebabkan oleh penyakit epitel
pigmen retina dan koroid.
 Etiologi lain:
 Penyakit degeneratif
 Inflamasi
 Infeksi
 Neovaskularisasi subretina
 Cairan subretina timbul sebagai akibat keluarnya cairan dari
pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi)
 Penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat

DEGENERASI LATTICE
 Degenerasi vitreoretina yang paling sering dijumpai
 Sering dijumpai pada mata miopia dengan sediki kecenderungan
familial
 Degenerasi  penipisan retina berbentuk daerah-daerah bundar,
oval, atau linier yang disertai pigmentasi, gars-garis putih
bercabang, dan bintik-bintik kuning keputihan, dan perlekatan erat
vitreoretina pada tepinya
 Menimbulkan ablatio retinae hanya sejumlah kecil mata, tetapi 20-
30% ablatio retinae disertai dengan degenerasi ini
 Terapi: cryosurgery (profilaktik)
DEGENERASI MAKULA KARENA USIA
Degenerasi makula (age-related
macular degeneration)
 Kelainan mata yng berhubungan dengan usia yang
mengakibatkan gangguan penglihatan
 Merupakan degenerasi menahun yang merupakan kelainan
progresif yang mengenai bagian sentral retina atau macula
lutea  berkurangnya kemampuan melihat
 Degenerasi makula mengakibatkan perlahan-lahan
berkurangnya tajam penglihatan atau penglihatan sentral
 Bertambah dengan bertambahnya usia (terutama 70-80 th)
Degenerasi makula kering (dry)
 90%
 Biasanya mengenai kedua mata, kadang mulai pada satu mata
dan perjalanannya lambat
 Gejala: Drusen (bintuk kuning atau timbunan dibawah retina
yang ditemukan pada usia 60 th)
 Bila terdapat banyak Drusen ini dapat mengakibatkan
terjadinya resiko terbentuknya dry AMD atau wet AMD
lanjut
Degenerasi makula basah (wet)
 10%
 Mengakibatkan 90% kebutaan akibat AMD
 Degenerasi makula kering berlanjut  penumbuhan
pembuluh darah baru dan cairan dibawah makula lutea 
AMD wet  kerusakan makula lute  gangguan
penglihatan sentral nyata pada waktu singkat
RETINOPATI (DIABETIK, HIPERTENSI,
PREMATUR)
Risk factor & epidemiology
 Chronic hyperglycemia, hypertension, hypercholesterolemia,
and smoking
 Young people with type I (insulin-dependent) diabetes do not
develop retinopathy for at least 3–5 years after the onset of
the systemic disease
 Type II (non–insulin-dependent) diabetics may have
retinopathy at the time of diagnosis
Screening
 should be performed within 3 years from diagnosis in type I
diabetes, on diagnosis in type II diabetes  annually thereafter in
both types
 Digital fundal photography has been proven to be an effective and
sensitive method for screening
 Seven-field photography is the gold standard
 Mydriasis is necessary for best quality photographs, especially if
there is cataract
 Diabetic retinopathy can progress rapidly during pregnancy
 pregnant diabetic woman should be examined by an ophthalmologist
or digital fundal photography in the first trimester and at least every 3
months until delivery
Classification
 Nonproliferative Retinopathy
small-vessel damage and occlusion
 Thickening of the capillary endothelial basement membrane and
reduction of the number of pericytes  microaneurysm
 Mild nonproliferative retinopathy  1 microaneurysm
 moderate nonproliferative retinopathy  extensive
microaneurysms, intraretinal hemorrhages, venous beading,
and/or cotton wool spots
 Severe nonproliferative retinopathy  cotton-wool spots, venous
beading, and intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
 Diagnose  intraretinal hemorrhages in four quadrants, venous
beading in two quadrants, or severe intraretinal microvascular
abnormalities in one quadrant
 Maculopathy
 breakdown of the inner blood–retinal barrier at the level of the
retinal capillary endothelium  leakage of fluid and plasma
constituents into the surrounding retina  focal or diffuse
retinal thickening or edema
 common in type II diabetes and requires treatment once it
becomes clinically significant
 Proliferative Retinopathy
 most severe ocular complications of diabetes mellitus
 Progressive retinal ischemia  formation of delicate new
vessels that leak serum proteins (and fluorescein) profusely
 Early  presence of any new vessels on the optic disk or
elsewhere in the retina
 High risk characteristic
 new vessels on the optic disc extending more than one-third disk
diameter,
 any new vessels on the optic disk with associated vitreous hemorrhage,
 new vessels elsewhere in the retina extending more than one-half disk
diameter with associated vitreous hemorrhage
Treatment
 good control of hyperglycemia, systemic hypertension, and
hypercholesterolemia
 Intravitreal injections of triamcinolone or anti-VEGF agents
 pan-retinal laser photocoagulation (PRP)
 inducing regression of new vessels
 Vitrectomy is able to clear vitreous hemorrhage and relieve
vitreoretinal traction
NEURITIS OPTIK
Neuritis Optik
 Etiologi
 Idiopatik
 Sklerosis multipel sedang pada anak o/ morbili, cacar air,
parotitis
  Dapat merupakan gejala dini penyakit multipel sklerosis

 Epidemiologi
 Perempuan >, 20-40 thn bersifat unilateral
Neuritis Optik
Klasifikasi
 Neuritis unilateral
 e/ Multipel sklerosis; th/ steroid (< peradangan &
memperpendek periode akut penyakit)
 Dapat sembuh spontan dalam 4-6 mg
 Neuritis bilateral
 e/ tidak diketahui pasti, penyakit Devic, atrofi papil herediter
Leber, keracunan alkohol/tembakau, kelainan metabolik (DM),
neuropati tropik, kurang gizi, neuritis optik bilateral pd anak
Neuritis Optik
Tanda & gejala
 Rasa sakit sekitar mata terutama bila mata digerakkan
 Pegal & sakit bila dilakukan perabaan pd mata yg sakit
 Kehilangan penglihatan beberapa jam – hari pd 1/kedua mata pd usia khusus
18-45 thn
 Sakit pd rongga orbita terutama pd pergerakan mata
 Penglihatan warna terganggu
 Tanda Uhthoff (penglihatan < setelah olahraga atau suhu >)
 Perjalanan penyakit
 Turunnya tajam pengllihatan mendadak intermiten (maksimal 2 minggu) & sembuh
kembali dgn sempurna  atrofi papil saraf optik parsial/total
 Pada 1 mata terlihat defek pupil aferen relatif (Marcus Gunn pupil)
 Terdapat sel dalam badan kaca
 Edem papil dengan perdarahan lidah api (anak & pemuda)
 Papil normal pada proses retrobulbar
Neuritis Optik
DD
 Iskemik otak neuropati (tidak sakit, skotoma altitudinal)
 Edema papil akut
 Hipertensi berat
 Toksik neuropati
Neuritis Optik
Tatalaksana
 Pengobatan sesuai kausa
 Kortikosteroid / ACTH
 + antibiotik
 Vasidiltasia & vitamin

 Will Eye Manual


 keadaan akut
 Visus >= 20/40  observasi
 Visus <= 20/50 
 Observasi
 Metilprednisolon 250 mg IV  prednison tablet
GLAUKOMA
Glaukoma
 Neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan
pandang, biasa disertai peningkatan TIO
 Peningkatan TIO ini disebabkan karena bertambahnya
produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya
pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil
 Pada glaukoma akan terdapat melemahya fungsi mata dengan
terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi
berupa ekskavasi serta degenerasi papil saraf optik 
kebutaan
Klasifikasi
 Glaukoma primer
 Glaukoma kongenital
 Glaukoma sekunder
 Glaukoma absolut
( Glaukoma primer )
glaukoma sudut terbuka primer
 Gambaran patologik: adanya proses degeneratif anyaman
trabekular, termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam
anyaman dan di bawah lapisan endotel kanal Schlemm 
peningkatan TIO  kelainan diskus optikus dan lapang pandang
 TIO merupakan fokus terapi
 Diagnosis  tonometri berulang
 Ditemukan kelainan-kelainan glaukomatosa pada diskus optikus dan
lapang pandang yang disertai dengan peningkatan TIO
 Sudut bilik mata depan terbuka dan tampak normal
 Tidak terdapat sebab lain
 Perjalanan penyakit:
 Tanpa pengobatan  dapat berkembang secara perlahan  kebutaan
total
Glaukoma tekanan normal
 Beberapa pasien dengan kelainan glaukomatosa pada diskus
optikus atau lapang pandang memiliki TIO <21 mmHg
 Patogenesis: mungkin adanya kepekaan yang abnormal
terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau
mekanis di caput nervi optici atau karena penyakit vaskular
 Perdarahan diskus lebih sering dijumpai  progresivitas
penurunan lapangan pandang
 Terapi: penurunan TIO bermanfaat bagi pasien dengan
penurunan lapangan pandang yang progresif, tetapi dicapai
dengan tindakan bedah drainase glakoma disertai suatu
antimetabolit
Hipertensi okular
 Peningkatan TIO tanpa kelainan diskus optikus atau lapangan
pandang
 Resiko terjadinya glaukoma pada pasien ini:
 Peningkatan TIO
 Bertambahnya usia
 Beratnya “cupping” diskus optikus
 Riwayat glaukoma dalam keluarga
 Riwayat miopia
 DM
 Penyakit kardiovaskular dlm keluarga
 Terapi:
 Pemantauan teratur tekanan intraokular, diskus optikus, dan lapang
pandang
Glaukoma sudut tertutup primer
 Terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa disertai
kelainan lain
 Patogenesis: adanya oklusi anyaman trabekluar oleh iris
perifer  sumbatan aliran keluar aqueous  peningkatan
TIO
 Diagnosis: pemeriksaan segmen anterior dan gonioskopi
Glaukoma kongenital
 Jarang ditemukan
 Dibagi menjadi:
 Glaukoma kongenital primer, menunjukkan kelainan
perkembangan yang terbatas pada sudut bilik mata depan
 Anomali perkembangan segmen anterior sindrom Axenfeld-
Reiger dan anomali Peters, keduanya disertai kelainan
perkembangan iris dan kornea
 Kelainan lain: aniridia, sindrom Struge-Weber,
neurofibromatosis-1, sindrom Lowe, dan rubela kongenital
(anomali perkembangan sudut disertai dengan kelainan okular
dan ekstraokular lain)
Tanda & gejala
 Bermanifestasi sejak lahir (50%)  70% terdiagnosis dalam
6 bulan pertama,dan 80% terdiagnosis di akhir tahun
pertama
 Gejala dini: epifora
 Dapat dijumpai fotofobia dan berkurangnya kilau kornea
 Tanda utama: peningkatan TIO
 Pencekungan diskus optikus
Perjalanan penyakit & prognosis
 Tidak diobati  kebutaan dini
 Mata mengalami peregangan hebat dan bahkan dapat ruptur
hanya karena trauma ringan
 Pencekungan diskus optikus khas glaukoma timbul relatif
cepat  terapi segera
Tatalaksana
 Tindakan bedah: goniotomi atau trabekulektomi
Glaukoma sekunder
 Glaukoma pigmentasi
 Sindrom eksfoliasi
 Akibat kelainan lensa
 Akibat kelainan traktus uvea
 Sindrom iridokorneoendotelial
 Trauma
 Pascaoperasi
 Galukoma neovaskular
 Peningkatan tekanan vena episklera
 Akibat steroid
Glaukoma absolut
 Hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol: mata yang
keras, tidak dapat melihat, dan sering nyeri
STRABISMUS
Strabismus
 A disorder which both eyes do not line up in the same direction, more
commonly known as "crossed eyes."
 Six different muscles surround each eye and work together  in
strabismus, these muscles do not work together  one eye looks at one
object, while the other eye turns in a different direction to focus on
another object  2 different images are sent to the brain.
 In children, the brain may learn to ignore the image from the weaker eye
 if not treated, the eye that the brain ignores will never see well
(amblyopia). Sometimes amblyopia is present first, and it causes
strabismus.
 In most children with strabismus, the cause is unknown.
 Most of the time, the problem has to do with muscle control, and not
with muscle strength.
 A family history of strabismus is a risk factor. Farsightedness may be a
contributing factor, especially in children.
Strabismus

 Disorders associated with strabismus in  Strabismus that develops in


children :
 Apert syndrome
adults can be caused by:
 Cerebral palsy  Botulism
 Congenital rubella  Diabetes
 Hemangioma near the eye during  Graves' disease
infancy
 Incontinentia pigmenti syndrome  Guillain-Barré syndrome
 Noonan syndrome  Injury to the eye
 Prader-Willi syndrome  Shellfish poisoning
 Retinopathy of prematurity  Stroke
 Retinoblastoma
 Traumatic brain injury  Traumatic brain injury
 Trisomy 18  Vision loss from any eye
disease or injury
Strabismus
 Symptoms :  Test :
 Crossed eyes  Corneal light reflex
 Double vision  Cover/uncover test
 Eyes that do not align in  Retinal exam
the same direction  Standard ophthalmic exam
 Uncoordinated eye  Visual acuity
movements (eyes do not
move together)
 Loss of vision or depth
perception
Strabismus
 Treatment
 Prescribe glasses, if needed.
 A patch is placed over the better eye (ablyopia treatment)
 Eye muscle surgery.
 Adults with mild strabismus  glasses and eye muscle
exercises. Severe  surgery

Anda mungkin juga menyukai