Anda di halaman 1dari 56

TINJAUAN PUSTAKA

(Clinical Science Session)


KUSTA (Morbus Hansen)
Preseptor : Lina Damayanti, dr. Sp.KK
Kelompok LIII-G dan L-B

Presentan :
Trias Nyandika Agung Prasetya (4151161409)
Nurul Aliyah (4151161493)
Fahmi Nur Hidayatullah (4151161520)
Nidya Aryanda Kusumawati (4151161524)
Chikara Maulita (4151151007)
Partisipan :
Hasbi Abdul Rozak (4151161414)
Nurunnisa (4151161489)
Dianti Nursafitri Sundarti (4151161513)
Nengah Subagia (4151141002)
Definisi

Kusta adalah penyakit infeksi kronik yang


disebabkan oleh Mycobacterium leprae suatu
bakteri gram positif, tahan asam dan intraselular
obligat.

Sinonim : Lepra, Morbus Hansen


Epidemiologi
• Kusta menyerang semua umur, dengan
frekuensi tertinggi usia 25-35 tahun.
• Makin rendah sosial ekonomi makin banyak
penyakit kusta.
• Jumlah kasus terbanyak terdapat di Brazil,
India, Bangladesh, dan Indonesia.
• Di Indonesia tercatat pada tahun 2009 ada
21.538 masyarakat mengidap kusta
Etiologi
• Mycobacterium leprae
• Basil ini berbentuk batang gram positif,
bersifat tahan asam (BTA) dan alkohol , non-
motil , tidak berspora, membelah diri 12-13
hari, menyerang sel Schwann, dapat tersebar
atau dalam berbagai ukuran bentuk
kelompok, termasuk massa irreguler besar
yang disebut sebagai globi.
Etiologi
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Upaordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacteriacea
Genus : Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium leprae
Etiologi
Cara penularan (1)
• Sumber penularannya adalah penderita kusta
yang banyak mengandung kuman (Tipe
Multibasiler) yang belum diobati, ada
syaratnya yaitu prolonged contact dan
intimate yang artinya bisa menular jika
terdapat kontak dengan keluarga dekat yang
lama dan kontak yang lama (minimal 3
bulan).
Cara penularan (2)
Patofisiologi
M.Leprae

Basil masuk ke sel Schwann

Aktivasi makrofag

Respon tergantung sistem imun individu

Sist. Imun baik Sist. Imun buruk

Makrofag memfagosit basil Makrofag memfagosit basil

Makrofag mengaktifkan Basil tdk mati dan


makrofag lain (kemotaktik) berkembang biak
Bakteri lisis

Manifestasi PB Membentuk epiteloid


Membentuk Basil tdk mati dan
epiteloid/granuloma berkembang biak

Mendesak sel Makrofag lisis


schwan

Basil keluar dari makrofag dan ditangkap


oleh makrofag lain
Mielin rusak

Nekrosis sel saraf Membentuk granul Virchcow (basil


dlm makrofag)

Manifestasi MB
Gejala Klinis
•Diagnosis penyakit kusta didasarkan
gambaran klinis, bakterioskopis,
histopatologis, dan serologis.
•Pemeriksaan bakterioskopis memerlukan
waktu sekitar 15-30 menit untuk
mendapatkan hasilnya, histopatologis 10-14
hari, dan jika memungkinkan tes lepromin
(Mitsuda).
•Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem
imunitas seluler penderita. Sistem imun
seluler (SIS) yang baik akan tampak gambaran
klinis ke arah tuberkuloid, sebaliknya sistem
imun seluler yang rendah akan memberikan
gambaran lepromatosa.
Zona spektrum kusta menurut macam-macam klasifikasi

Klasifikasi Zona Spektrum Kusta

TT BT BB BL LL
Ridley &
(Tuberkuloid (Borderline (Mid (Borderline (Lepramatosa
Jopling
polar) tuberculoid) borderline) lepromatosa) polar)

Madrid Tuberkuloid Borderline Lepromatosa

WHO Pausibasilar (PB) Multibasilar (MB)

Puskesmas PB MB
Gambaran Klinis, Bakteriologi, dan imunologik kusta
multibasilar

Sifat Leprametosa (LL) Borderline Mid Borderline


Lepromatosa (BL) (BB)
Lesi
-Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome-Shape
(kubah)
Papul Papul Punched-out
Nodus
-Jumlah Tidak terhitung, prktis tidak Sukar dihitung, Dapat dihitung, Kulit
ada kulit sehat masih ada kulit sehat jelas ada
sehat
-Distribus Simetris Hampir simetris Asimetris
-Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak
berkilat
-Anestesia Biasanya tidak jelas Tak jelas Lebih jelas
Sifat Leprametosa Borderline Mid Borderline
(LL) Lepromatosa (BB)
(BL)
BTA
-Lesi Kulit Banyak (ada Banyak Agak Banyak
Globus)
-Sekret Hidung Banyak (ada Biasanya Negatif Negatif
Glubus)
Tes lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif
Gambaran klinis, bakteriologi, dan
imunologi kusta pausibasilar (PB)
Sifat Tuberkuloid (TT) Borderline Intermedinate (I)
Tuberkulosa (BT)
Lesi
-Bentuk Makula saja; Makula dibatasi Hanya infiltrat
makula dibatasi infiltrat; infiltrat
infiltrat saja
-jumlah Satu, dapat Beberapa atau Satu atau beberapa
beberapa satu dengan
satelit
-Distribusi Asimetris Masih asimetris Variasi
-Permukaan Kering bersisik Kering bersisik Halus, agak berkilat
-Batas Jelas Jelas Dapat jelas atau dapat
tidak jelas

-Anestesia Jelas Jelas Tidak ada sampai tak


jelas
Sifat Tuberkuloid (TT) Borderline Intermedinate (I)
Tuberkulosa
(BT)
BTA
-Lesi Kulit Hampir Selalu Negatif atau Biasanya negatif
negatif hanya 1+
Tes lepromin Positif Kuat (3+) Positif Lemah Dapat positif
lemah atau
negatif
Klasifikasi WHO (1995)
Kusta Tipe BL
Kusta Tipe BB
Kusta Tipe Tuberkuloid (TT)
Kusta Tipe BB dan PB
Kusta Tipe Lepromatosa (LL)
Diagnosis
• Tanda dan Gejala
1. Bercak hipopigmentasi atau eritema dgn
hiperstesia/anestesia
2. Pembesaran atau penebalan saraf perifer
dengan hilangnya fungsi sensorik dan atau
motorik
3. BTA + atau pemeriksa histopatalogi khas
Pemeriksaan Status Neurologis
• Pada penderita kusta umumnya terdapat lima
kelainan sistem saraf tepi yang sering terjadi yaitu
1. penebalan (pembesaran saraf)
2. hilangnya sensasi pada kulit yang mengalami lesi
3. gangguan motorik pada saraf perifer
4. Stocking-golve pattern sensory impairment
5. gangguan fungsi saraf otonom berupa telapak
tangan dan kaki yang tidak berkeringat,
DEFORMITAS KUSTA
• Deformitas primer → akibat langsung oleh
granuloma yang terbentuk sebagai reaksi
terhadap M.leprae yang mendesak dan
merusak jaringan sekitarnya, yaitu kulit,
mukosa traktus respiratorius atas, tulang-
tulang jari, dan wajah.
• Deformitas sekunder →terjadi sebagai akibat
adanya deformitas primer, terutama
kerusakan saraf (sensorik, motorik, otonom),
antara lain kontraktur sendi, mutilasi tangan
dan kaki.
GEJALA KERUSAKAN SARAF
Gejala Kerusakan Saraf
N. Ulnaris
• Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari
manis
• Clawing kelingking dan jari manis
• Atrofi hipotenar dan otot intraoseus serta kedua
otot lumbrikalis medial
Gejala Kerusakan Saraf
N. Medianus
• Anestesia pada ujung jari ( anterior ibu jari,
telunjuk, dan jari tengah)
• Tidak mampu adduksi ibu jari
• Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah.
• Ibu jari kontraktur.
• Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis
lateral.
Gejala Kerusakan Saraf
N. Radialis
• Anestesia dorsum manus serta ujung proximal
jari telunjuk.
• Tangan gantung ( wrist drop )
• Tidak mampu ekstensi jari-jari atau
pergelangan tangan.
Gejala Kerusakan Saraf
N. Peroneus Communis
• Anestesia tungkai bawah, bagian lateral, dan dorsum
pedis.
• Kaki gantung (foot drop)
• Kelemahan otot peroneus

N. Tibialis posterior
• Anestesia telapak kaki
• Claw toes
• Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis
Gejala Kerusakan Saraf
N. Fasialis
• Cab. Temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus
• Cab. Bucal, mandibular, dan servikal menyebabkan
kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan
bibir.

N. Trigeminus
• Anestesia kulit wajah, kornea, dan konjungtiva mata
• Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral.
Pemeriksaan Fungsi Motorik
• Pemeriksaan dilakukan pada beberapa saraf
superficial yaitu N.Facialis, N. Aurikularis magnus, N.
Radialis, N.ulnaris, N. Medianus, N. Poplitea lateralis
atau N. Peroneus komunis dan N. Tibialis posterior,
dari semua saraf yang wajib dilakukan pemeriksaan
yaitu saraf ulnaris, N. Tibialis Posterior dan N.
Peroneus komunis
Pemeriksaan Fungsi Motorik
• Pemeriksaan saraf ulnaris dilakukan dengan cara
pasien diminta mengaduksikan jari ke 5 sambil
pemeriksa menahan jari kedua hingga 4 sehingga
yang digerakan oleh pasien hanya jari kelima.
Pemeriksaan Fungsi Motorik
• Pemeriksaan saraf medianus pasien diminta untuk
menggerakan ibu jari secara menyilang ke arah jari
ke lima, jika pasien bisa maka tes dilakukan dengan
cara memberi sedikit tekanan pada sisi ibu jari dan
pasien diminta untuk menggerakan ibu jari
melawan tahanan tersebut.
Pemeriksaan Fungsi Motorik
• Saraf radialis diperiksa dengan cara pasien diminta
melakukan hiperekstensi dorsum manus yang
diberikan tahanan oleh lengan pemeriksa
• Saraf peroneus komunis diperiksa dengan cara
memberi tahanan pada kaki pasien dan pasien
diminta melakukan fleksi dan ekstensi dorsum
pedis.
Pemeriksaan Fungsi Motorik
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Bakteriologis
Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau
usapan dan kerokan mukosa hidung yang
diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil
tahan asam, antara lain Ziehl-Neilsen.
Pemeriksaan Bakteriologis dapat meliputi
pemeriksaan indeks bakteri dan indeks
morfologi.
• Pemeriksaan indeks bakteri : untuk
mengetahui kepadatan BTA tanpa
membedakan solid / non solid.

Skor Keterangan
1+ 1- 10 BTA dalam 100 LP
2+ 1 – 10 BTA dalam 10 LP
3+ 1 – 10 BTA rata-rata dalam 1LP
4+ 11 – 100 BTA rata-rata dalam 1LP
5+ 101 – 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
6+ >1000 BTA rata-rata dalam 1LP

Pemeriksaan Histopatologik
• Makrofag dalam jaringan mempunyai fungsi
fagositosis. Jika ada kuman (M. leprae) masuk,
akibatnya akan bergantung pada Sistem Imunitas
Selular (SIS) seseorang.
• Apabila SIS tinggi, makrofag akan mampu
memfagositosit M. leprae. Datangnya histiosit ke
tempat kuman disebabkan karena proses
imunologi dengan adanya faktor kemotaktik.
Kalau datangnya berlebihan dan tidak ada lagi
yang harus difagosit, makrofag akan berubah
bentuk menjadi sel epiteloid yang tidak dapat
bergerak dan kemudian akan dapat berubah
menjadi sel datia Langhans.
Pemeriksaan Serologis
• Pemeriksaan serologik dapat membantu
menegakkan diagnosis kusta yang meragukan
karena tanda klinis dan bakteriologi tidak
jelas.
• Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle
Aglutination)
• Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent
Assay)
• ML dipstick (Mycobacterium Leprae dispstick)
• ML flow test (Mycobacterium leparea flow
test)
Penatalaksanaan
MDT Untuk PB MDT untuk MB
Hari ke-1  Rifampisin 600 mg  Rifampisin 600 mg
(2 kapsul @ 300 mg). (2 kapsul @ 300 mg)
 DDS/dapson 100 mg.  Lamprene 300 mg
(3 tablet @ 200 mg).
 DDS/dapson 100 mg.

Hari ke-2 DDS 100 mg Lamprene 50 mg


s/d 28 DDS 100 mg

Jumlah 6 Blister 12 Blister

Waktu 6-9 Bulan 12-18 Bulan


WHO Ecpert Committee th 1998
PB 1 lesi Rifampisin 600 mg Dosis tunggal
Ofloksasin 400 mg
Minosiklin 100 mg
MB resisten Klofazimin 50 mg, ofloksasin Setiap hari
400 mg, minosiklin 100 mg Selama 6 bulan
rifampisin
Klofazimin 50 mg Setiap hari
Ofloksasin 400 mg / Selama 8 bulan
Minosiklin 100 mg
MB, Rifampisin 600 mg 1 bulan / kali
Ofloksasin 400 mg 24 bulan
menolak Minosiklin 100 mg
klofazimin
MB, Rifampisin 600 Hari I
menolak Ofloksasin 400 mg/
Minoksiklin 100 mg
klofazimin Dapson 100 mg
Ofloksasin 400 mg/ Hari ke 2 - 28
Minoksiklin 100 mg
Dapson 50 mg
Reaksi Kusta

Reaksi kusta merupakan interupsi episode akut pada


perjalanan penyakit yang sangat kronik  Perubahan
sistem kekebalan tubuh.
•Dapat timbul sebelum, selama & sesudah pengobatan.
•Ditandai adanya peradangan akut pada kulit, saraf,
organ lain dan dapat disertai gejala konstitusi.
Klasifikasi reaksi kusta dapat bermacam-
macam, namun yang paling banyak dianut pada
akhir-akhir ini, yaitu ENL (eritema nodusum
leprosum) dan reaksi reversal atau reaksi upgrading.
•ENL timbul terutama pada tipe lepromatosa polar
dan dapat pada BL (Borderline Lepromatous) .
•Reaksi reversal hanya terjadi pada tipe borderline
(Li, BL, BB, BT, Ti), sehingga disebut reaksi
borderline.
Reaksi Kusta
RINGAN BERAT
• TIPE I • TIPE I
- Lesi kulit tambah aktif, menebal - Lesi kulit merah, teraba
- Nyeri tekan saraf (-) panas
- Gangguan fungsi saraf (-) - Sendi sakit
- Nyeri tekan
• TIPE II - Gangguan fungsi saraf (+)
- Nodul nyeri tekan, hilang dalam 2-3 hari
- Demam ringan • TIPE II
- Nyeri tekan saraf (-) - Nodul nyeri tekan, jumlah
- Gangguan fungsi saraf (-) >>, ulkus (+)
- Gangguan organ tubuh (-) - Demam berat
- Nyeri tekan saraf (+)
- Gangguan fungsi saraf (+)
- Peradangan organ tubuh (+)
Pengobatan Reaksi
REAKSI RINGAN :
1.BEROBAT JALAN , ISTIRAHAT DIRUMAH
2.BERI ANALGETIK , ANTIPIRETIK
3.CARI FAKTOR PENCETUS
4.MDT DITERUSKAN

REAKSI BERAT :
1.ISTIRAHAT / IMMOBILISASI
2.PEMBERIAN ANALGETIK , ANTIPIRETIK
3.CARI FAKTOR PENCETUS
4.MDT DITERUSKAN DENGAN DOSIS SAMA
5.PEMBERIAN OBAT ANTI REAKSI
Klasifikasi Kecacatan menurut WHO Expert Comitte
on Leprosy (1997)
Cacat pada tangan dan kaki
Tingkat 0: Tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan
atau deformitas yang terlihat
Tingkat 1: Ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau
deformitas yang terlihat
Tingkat 2: Terdapat kerusakan atau deformitas
Cacat pada mata
Tingkat 0: Tidak ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada
gangguan penglihatan

Tingkat 1: Ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada


gangguan yang berat pada penglihatan. Visus 6/60 atau
lebih baik (dapat menghitung jari pada jarak 6 meter)
Gangguan penglihatan berat (visus kurang dari 6/60;
Tingkat 2: tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 meter)
Cara terbaik untuk melakukan pencegahan cacat
atau prevention of disabilities (POD), yaitu:
–Diagnosis dini kusta → pemberian pengobatan MDT
cepat dan tepat
–Mengenali gejala dan tanda reaksi kusta →
kortikosteroid sesegera mungkin
–Gangguan sensibilitas → diberi petunjuk sederhana +
diajarkan cara perawatan kulit sehari-hari, misalnya:
memakai sepatu untuk melindungi kaki yang telah
terkena, memakai sarung tangan bila bekerja dengan
benda yang tajam atau panas, dan memakai kacamata
untuk melindungi matanya.
Rehabilitasi
•Operasi
•Fisioterapi
•Kekaryaan  memberi lapangan pekerjaan
yang sesuai cacat tubuhnya, sehingga dapat
berprestasi dan dapat meningkatkan rasa
percaya diri
•Terapi psikologi (kejiwaan)
Prognosis

•Dengan adanya obat-obatan kombinasi,


pengobatan menjadi lebih sederhana dan
lebih singkat, serta prognosis menjadi
lebih baik.
•Jika sudah ada kontraktur dan ulkus
kronis, prognosis menjadi kurang baik.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai