Anda di halaman 1dari 8

Islam Nusantara dan Islamis Jihadis:

Sejumlah Tantangan Bagi


Pengembangan Islam Rahmatan Lil
Alamiin

M. Zaki Mubarak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2017
Islam Nusantara
• Saya memahami islam Nusantara sebagai praktik dan pemikiran islam
yang berinteraksi serta mengakomodasi budaya-budaya lokal nusantara
• Meski interaksi antara kerajaan di nusantara (Sriwijaya) dengan pusat
kekuasaan Islam diperkirakan telah berlangsung sejak abad 7 (SQ.
Fatimi, 1963), tetapi perkembangan Islam secara massif ke bumi
nusantara baru mulai berlangung sekitar abad 13-14 (Michael Laffan,
2011)
• Islam masuk dan berkembang di kerajaan-kerajaan nusantara melalui
proses yang relatif damai, dan tumbuh secara efektif terutama melalui
hubungan dengan kekuasaan (mengingatkan kepada adagium, agama
raja adalah agama rakyat)
Islam Nusantara
• Masuknya Islam diterima baik dan menyebar cepat pada ditingkat masyarakat
antara lain karena karakteristik ajaran dan praktiknya yang terbuka, lentur dan
akomodatif, melalui perantaraan tarekat/ sufisme. Praktik tarekat menyediakan
mekanisme sosial kultural bagi akulturasi dan perpindahan dari keyakinan lama
kepada agama baru.
• Islam Nusantara yang dengan tepat digambarkan dalam konsep “islam yang
mempribumi” ini yang ternyata mengandung daya tahan yang kuat dari penetrasi
“agama-agama Barat” yang diusung oleh missionaris. Islam telah menyatu kuat
dengan identitas kenusantaraan.
• Seiring menguatnya identitas Islam dan solidaritas Islam nusantara, sejak abad 17-
18, aksi perlawanan rakyat mulai memunculkan idiom “jihad” dan “kafir” sebagai
bahasa perlawanan terhadap kolonialisme Padri, Perang Jawa, Aceh). Para
pejuang Aceh menyebut perlawanan mereka sebagai sebuah Perang Sabil. Motif
solidaritas Islam juga mendasari ekpedisi Jepara (Ratu Kalinyamat) ke Malaka,
Aceh dan Maluku, melawan Portugis.
Islam Nusantara dan Puritanisme Kekerasan

• Tantangan bagi Islam Nusantara muncul seiring dengan masuknya arus baru
Islam yang menekankan aspek puritanisme wahabbi. Ortodoksi baru ini
mengusung slogan “kembali ke syariat”, kembali hanya pada ‘qur’an dan
hadits”.
• Praktik sufisme dan tarekat, serta akulturasi Islam dengan adat serta budaya
lokal dinilai sebagai praktik kekufuran yang harus dibasmi. Sebagian kelompok
puritan ini, antara lain yang dikenal sebagai Gerakan Padri, mengedepankan
persekusi-kekerasan sebagai mekanisme “memurnikan Islam” (Dobbin, 1979).
• Dalam aksi-aksi puritanisme Padri, jihad dan perang Sabil tidak hanya
ditujukan kepada kafir Belanda tetapi lebih banyak menyasar unsur-unsur
Islam yang memiliki kedekatan dengan tradisi lokal dan sufisme.
Salafi-Jihadist
• Term salafy sendiri berasal dari ungkapan al salaf al shalih yang merujuk kepada
generasi awal masyarakat muslim (kehidupan Nabi Muhammad dan para shabatnya)
yang dianggap merefleksikan perilaku yang saleh dan cermin dari ajaran islam yang
sebenarnya.
• Genealogi Salafi Jihadist kontemporer dapat ditelusui akarnya pada ide dan pemikiran :
Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Hasan al –Banna, Abul a’la al Maududi,
Sayyid Quthb, Abdullah Azzam, Ayman al Zawahiri, al Zarqawi, hingga Abu Muhammad
al Maqdisi
• Wictorowicz menyebut ada tiga kelompok aliran salafy yang utama, yakni: (1) salafy-
murni (purist) yang menghindari keterlibatan politik atau berisfat non politik; (2) salafy
politik (politico-salafy), sering juga disebut sebagai salafy haraki, yang memiliki orientasi
politik atau kekuasaan, dan (3) salafy jihadist, yang berjuang dengan konfrontasi
kekerasan.
Doktrin dan Praktik Salafi Jihadist
• Terdapat lima konsep utama doktrin yang dianut oleh kelompok salafi-jihadist ini,
yakni: (1) tawhid, (2) aqidah, (3) takfir, al wala wal- bara, dan (5) jihad (Brachman,
2007)
• Kelompok Islamis yang mengamalkan konsep jihadist semacam itu antara lain: al
Jihad Islam/Takfir wal Hijra di Mesir, al Qaeda, Boko Haram, al Shabab di Somalia,
ISIS (Daesh), Jemaah Islamiyah dan Jamaah Anshorut Daulah di Indonesia.
• Pandangan jihadist tentang dunia Islam saat ini tercerminkan dalam pandangan
Abd Salam al Faraj (pimipinan Jihad Islam Mesir ): Masyarakat Islam pasca
runtuhnya kekhilafahan 1924 situasinya mirip dengan saat dunia Islam dikuasai
Mongol. Para penguasa Mongol meskipun memeluk Islam, tetapi oleh Ibnu
Taimiyyah divonis kafir karena enggan menerapkan hukum Islam. Diktum ini
berlaku bagi umat islam dan penguasa Islam saat ini.
Jihadnya Para Jihadist
• Jihad merupakan salah satu konsep kunci dalam perjuangan kelompok Jihadist.
Pengertian dan cakupan jihad mengalami evolusi, semakin radikal dan
cakupannya semakin meluas.
• 1. Jihad Deffensif (membela diri melawan penjajahan, kolonialisme, dsb)
berkembang menjadi jihad offensive (melawan musuh-musuh Islam dimana saja)
• 2. Jihad menghadapi musuh dekat (near enemies) menjadi jihad mencakup
musuh jauh (far enemies), atau yang disebut sebagai jihad global
• 3. Jihad semakin diyakini secara kaku sebagai qital atau perang
• 4. Musuh jihad tidak hanya musuh eksternal yang nyata tetapi juga musuh
internal (seperti syi’ah, sufi, dsb). Ini yang mendasari pembantaian terhadap
ratusan Jemaah tarekat di Mesir pada 11/2017 oleh jaringan al-Qaeda, bom
bunuh diri ISIS di masjid-masjid Syi’ah di Irak, Arab Saudi, dan Syiria.
What Next?
• Bagi Islam Moderat, kebangkitan Islamis Jihadis menjadi tantangan yang perlu
direspons tidak hanya secara teologis dengan menyebarkan ide-ide Islam Nusantara
yang moderat dan rahmatan lil alamin, tetapi juga sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Islam Nusantara memerlukan medium dakwah yang lebih canggih, dengan
memanfaatkan media social, supaya gampang diakses oleh masyarakat.
• Realitas Indonesia yang mejemuk dan plural tidak menerima kehadiran aliran-aliran
agama yang bersifat ekstrim yang mengabaikan adanya keanekaragaman. Secara
historis dan sosio kultural, keberadaan kelompok ekstrim ini juga tidak akan mengakar.
• Akar kemunculan kelompok jihadist pro kekerasan bersifat kompleks, sebagian melihat
sebagai akibat kekecewaan social dan ekonomi (deprivation), dari pada soal teologi
atau keyakinan agama. Karenanya membendung mereka perlu pendekatan yang lebih
variatif, kerjasama dengan kelompok social kemasyarakatan lain dan juga melibatkan
peran serta negara.

Anda mungkin juga menyukai