Anda di halaman 1dari 65

Bagian Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin


Makassar
Epilepsi  sering dijumpai di Indonesia
Angka kejadian di negara berkembang msh tinggi :
insidensi 114 (70-190)/100.000 penduduk per
tahun
Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220juta,
maka jumlah penyandang epilepsi 250.000 per
tahun.
Grafik prevalensi Epilepsi : bimodal
(bayi – anak : , dewasa muda – pertengahan : ,
usia lanjut : )
Epilepsi pada hakekatnya adalah suatu
diagnosa klinis :
1. Bila tampil klasik : MUDAH
DIDIAGNOSIS
2. Sebagian kasus : MISDIAGNOSIS
3. Sebagian lainnya : LUPUT
Penyebab 2 dan 3 :
- Riwayat penyakit tak lengkap
- Terdapat kondisi medik perancu
 Epilepsi
suatu keadaan yg ditandai oleh bangkitan
epilepsi berulang, berselang lebih dari 24 jam
yg timbul tanpa provokasi.

 Bangkitan epilepsi (epileptic seizure)


manifestasi klinik yg disebabkan oleh aktivitas
listrik otak yg abnormal dan berlebihan dari
sekelompok neuron. Manifestasi klinik ini terjadi
secara tiba-tiba dan sementara perubahan
perilaku yg stereotipik, dpt menimbulkan
gangguan kesadaran, motorik, sensorik, otonom,
ataupun psikik.
 Sindroma epilepsi
kumpulan gejala dan tanda klinik yg unik utk suatu
epilepsi (mencakup tipe bangkitan, etiologi,
anatomi, faktor presipitasi, usia, awitan, berat dan
kronisitas, siklus diurnal dan sirkadian, bahkan
(kadang2) prognosis.
KEGAGALAN INTRACTABLE
PENANGANAN EPILEPSI EPILEPSI

DIAGNOSE < TEPAT

PENANGANAN TIDAK OPTIMAL


Seizures

Partial Generalized

Simple Partial

Complex Partial

Secondarily Generalized
Seizures

Partial Generalized

Absence

Myoclonic

Atonic

Tonic

Tonic-Clonic
Klasifikasi Epilepsi berdasarkan ILAE 1981
Klasifikasi Epilepsi berdasarkan ILAE 1989
 Idiopatik: etiologi tdk diketahui, tdk terdapat
lesi struktural di otak, tdk ada defisit
neurologik. Diperkirakan: genetik.
 Simptomatik: bangkitan epilepsi disebabkan
oleh lesi struktural otak, mis: cedera kepala,
infeksi SSP, tumor otak, dll
 Kriptogenik: dianggap simptomatik, tetapi
belum diketahui penyebabnya, ct: West
Syndrome, Lennox-Gestaut Syndrome.
ETIOLOGY OF EPILEPSY BY AGE
(ADAPTED FROM NASHEF)

Tumors, sporadic infections & metabolic dis.

Malignant tumours

Congenital & genetic conditions

HS, trauma, genetic


predisposition
alcohol/drug abuse
CVD

0 20 40 60 80
Age (years)
P
A
T
O
F
I
S
I
O
L
O
G
I

Silbernagl/Lang, Color Atlas of Pathophysiology © 2000 Thieme


Excitation
Inhibition

glutamate,
GABA
aspartate

Modified from White, 2001


glutamate, Inhibition
aspartate

GABA

Excitation
Modified from White, 2001
A. Bangkitan Parsial B. Bangkitan parsial berkembang
menjadi umum

C. Bangkitan Umum D. Lokasi Bangkitan


PEDOMAN UMUM  3 langkah:
1. Memastikan apakah kejadian yg bersifat
parosksismal adalah mrpk bangkitan
epilepsi
2. Apabila BENAR terdpt bangkitan
epilepsi, tentukan Tipe Bangkitan
(klasifikasi ILAE 1981)
3. Tentukan Etiologi dan sindroma
epilepsi, atau penyakit epilepsi apa yg
diderita pasien (klasifikasi ILAE 1989)
Langkah pertama (lihat slide sebelumnya),
ditempuh melalui: ANAMNESIS
a. Gejala sebelum, selama, dan pasca bangkitan
b. Ada tidaknya penyakit yg diderita yg mungkin
menjadi penyebab
c. Usia awitan, durasi, frekuensi, interval
terpanjang antar bangkitan
d. Riwayat epilepsi sebelumnya dan respons
terhadap terapi (dosis, kadar OAE, kombinasi
terapi)
e. Riwayat epilepsi dlm keluarga
f. Riwayat keluarga dgn penyakit neurologik lain,
psikiatrik, atau sistemik
g. Riwayat saat dlm kandungan, kelahiran, dan
perkembangan bayi/anak.
h. Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam
i. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP, dll
1. P. FISIS UMUM
Amati tanda2 gangguan yg berhub dgn epilepsi, mis:
trauma kepala, infeksi telinga, kongenital,
kecanduan alkohol, kelainan kulit
(neurofakomatosis), dll
2. P. FISIS NEUROLOGIS
Amati adanya gejala neurologik fokal atau difus,
Todd’s paralysis, dll
1. EEG
Rekaman EEG paling berguna pada dugaan
suatu bangkitan.
EEG membantu menunjang diagnosis dan
penentuan jenis bangkitan maupun sindroma
epilepsi, dan kadang2 dpt membantu
menentukan prognosis dan penentuan
perlu/tidaknya pengobatan AED.
2. Brain Imaging: CT Scan kepala, MRI, PET,
SPECT
3. Laboratorium
Sindroma Epilepsi meliputi :(Klasifikasi ILAE,1989)
 Seizure type
 Onset umur
 Penemuan neurologis/EEG/Neuroimejing

Pendekatan terbaik :
 Seleksi pengobatan
 Prognosa
 Penilaian resiko genetik
(Generalized Tonic-clonic Seizure)
(Bangkitan Umum Tonik-klonik)
(Grand Mal Epilepsy)
 Dapat didahului prodromal seperti
jeritan, sentakan, mioklonik
 Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase
tonik) selama 10 – 30 detik, diikuti
gerakan kejang tersentak-sentak pada
kedua lengan dan tungkai (fase klonik)
selama 30 – 60 detik, dapat disertai
mulut berbusa
 Setelah bangkitan berakhir, pasien
menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak
bingung
 Pasien sering tidur setelah bangkitan
selesai
A. Tonic phase B. Clonic phase C. Post-ictal
confusional fatigue
Incontinence Cyanosis
Epileptic cry

Clonic jerks of
Cyanosis Generalised stiffening Eyes limbs, body Limbs and body limp
of body and limbs, blinking and head
back arched
Salivary
frothing
(Bangkitan Absans)
(Bangkitan Lena)
(Petit Mal Epilepsy)
 Gangguan kesadaran mendadak (‘absence’),
berlangsung beberapa detik.
 Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti
dan pasien diam tanpa reaksi
 Mata memandang jauh ke depan
 Mungkin terdapat automatisme
 Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa
perasaan bingung
 Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas
semula
AUTOMATISM
 Miripepileptic seizure
 Kadang-kadang bentuk aneh
 Cetusan emosi
 Jarang melukai diri
 Jarang terjadi pd waktu tidur
Psychogenic seizure Epileptic seizure
Remaja atau dewasa Semua umur
Tidak terjadi serangan pada waktu tidur serangan waktu malam dapat terjadi, penderita
tidak merasa / tidak tahu
Gigitan lidah jarang dijumpai, bila ada di pipi Sering dijumpai gigitan lidah
atau di ujung lidah
Tidak ngompol Sering ngompol
Tidak dijumpai luka di tubuh sering dijumpai luka-luka di tubuh
Aura macam-macam pembauan dan “perasaan aneh” dan sensasi di abdomen
penglihatan
Ada konflik yang mendasarinya dan penderita Penderita sadar bahwa konflik dapat
tidak menyadarinya mencetuskan kejang
EEG normal EEG abnormal
Tidak sembuh dengan OAE Sembuh dengan OAE
(Nonepileptic events simulating epileptic seizures)
A. Breath-holding spells Classic Pallid
B. Reflex syncope (postural, psychogenic, carotid sinus
syncope, micturition, valsava)
C. Cardiac syncope [ Dysrhytmias (heart blocks,
tachycardias)], valvular disease, (especially aortic
stenosis), cardio-myopathies, shunts
D. Perfusion failure (hypovalemia, autonomic failure)
E. Migraine, especially acute confusional
F. Benign paroxysmal vertigo
G.Tics
Nonepileptic events simulating epileptic seizures

H. Paroxysmal choreoathetosis / dystonia


I. Shuddering spells
J. Sleep disorders
K. Psychogenic attacks (pseudoseizures, panic attacks,
hyperventilation, night terrors)
L. Transient ischemic attacks
M. Narcolepsy
N. Hypoglycemia
O. Other neurological disorders :
Brainstem distortion (Amold Chiari), Third ventricle
tumors
 Tujuan pengobatan : membebaskan penderita
dari serangan epilepsi dengan dosis yang
memadai tanpa menimbulkan gejala toksik
 Terdapat minimum 2 bangkitan dlm setahun
 Pengobatan epilepsi : sifat individual dan
berlangsung lama, minimal 2-4 thn bebas
serangan
 Sekitar 75% kasus dapat ditanggulangi baik
dengan satu / kombinasi obat
 Dianjurkan pengobatan dengan satu jenis
obat.
 Faktor penderita :
ketidak mampuan dalam :
 Minum obat
 Hidup teratur akibat faktor :
 keluarga
 lingkungan
 pendidikan
 Cegah faktor provokasi
 Jenis epilepsi
 Jenis / dosis obat yg tak tepat / optimal
TYPE OF SEIZURES AND FIRST-LINE DRUG SECOND-LINE DRUG
EPILEPTIC SYNDROME
Primary generalized
Absence seizures * Ethosuximide, valproic acid Lamotrigine
Myoclonic seizures * Valproic acid  Acetazolamide, clonazepam,
lamotrigine primidone
Tonic-clonic seizures Valproic acid , Lamotrigine,
carbamazepine, phenytoin phenobarbital,primidone
Absence (Childhood) Ethozuximide Valproic acid , lamotrigine
Absence (adolescence) Valproic acid  Ethozuximide, clonazepam,
Juvenile myoclonic epilepsy Valproic acid  Primidone, lamotrigine
Infantil spasms (West’s Corticotropin  Clonazepam, Valproic acid 
syndrome)
Lennox-gastaut syndr. Valproic acid , lamotrigine Carbamazepine 
Partial
Simple partial seizures, Carbamazepine, phenytoin Gabapentin, lamotrigine,
Complex partial seizures phenobarbital, primidone,
SGTC, and partial epileptic tiagabine, topiramate,
syndrome Valproic acid 

* Carbamazepine and phenytoin contraindicated


 Divalproex sodium may be better tolerated than valproic acid
 Vigabatrin may be an alternative first-line drug where available
 Clonazepam, felbamate, phenobarbital, primidone, or vigabatrin may be used alternatively
 Methsuximide may be used alternatively for any of the partial seizures or partial epilepsy syndrome.
OBAT Dosis Kadar waktu Peng- waktu u/
mg/Kg BB terapeutik paruh ikatan pemcapai
per hari mikrogram jam protein kadar
per mil tetap
Difenil H D:3-5 10 - 20 24 + 12 90% 5 - 10
Phenytoin A : 5 - 10
Fenobarbital D : 2 - 3 15 - 40 96 + 12 40- 14 - 21
A:3-5 50%
Karbamazepin 10 - 20 5 - 12 12 + 3 70% 2-4

As.Valproat 20 - 60 40 12 + 6 90% 2-4


Etosuksimid 20 - 40 40 30 + 6 0% 5-8
 Kadar terapeutik :
Kadar obat dalam darah / plasma efek terapeutik

 Waktu paruh
Waktu yg dibutuhkan tubuh untuk menyingkirkan obat dari darah
sehingga menjadi separuh dari kadar puncaknya

 Obat dianggap habis tersingkirkan


10 x waktu paruh

 Obat mencapai kadar tetap dalam


5 x waktu paruh
 Phenytoin: blok Na-channel dan inhibisi aksi
konduktan kalsium dan klorida dan
neurotransmitter yg voltage gate dependent
 Carbamazepine: blok sodium channel konduktan
pada neuron, bekerja juga pd reseptor NMDA,
monoamine dan Ach
 Phenobarbital: meningkatkan aktivitas reseptor
GABA, menurunkan eksitabilitas glutamat,
menurunkan konduktan Na, K, dan Ca
 Valproate: diduga aktivitas GABA glutaminergik,
menurunkan ambang konduktan Ca (T) dan
Kalium.
 Gabapentin: modulasi Ca-channel tipe N,
aktivitas GABAergik.
 Penghentian OAE didiskusikan dgn
penyandang epilepsi dan keluarganya
setelah bebas bangkitan minimal 2 tahun
 Gambaran EEG normal
 Harus dilakukan bertahap, umumnya 25%
dari dosis semula, setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6 bulan
 Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka
penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.
Penutup :
 Ketepatan diagnosa sangat menunjang
keberhasilan pengobatan epilepsi
 Setiap seizure harus dapat dibedakan :
 Epileptic seizure/ non epileptic seizure
 Epilepsi
 Psychogenic seizure
 Provoked epileptic seizure seyogyanya tidak
didiagnose epilepsi.
 Pemeriksaan tambahan awal EEG
Pemeriksaan CT/ MRI bila ada indikasi.
 Kemungkinandiagnose intractable epilepsy
menjadi meningkat bila penegakan diagnose tak
tepat.
STATUS EPILEPTIKUS
Bangkitan yang berlangsung lebih
dari 30 menit
Atau adanya dua bangkitan atau
lebih di mana diantaranya tidak
ada pemulihan kesadaran
Akan tetapi penanganan bangkitan
konvulsif harus dimulai bila
konvulsf sudah berlangsung lebih
5-10 menit
SE merupakan
kegawatdaruratan
Perlu penanganan segera:
menghentikan bangkitan dalam
waktu 30 menit
SE dikatakan pasti (established)
bila pemberian benzodiazepin
awal tidak efektif dalam
menghentikan bangkitan
SE konvulsif (bangkitan umum
tonik klonik)
SE non-konvulsif (bangkitan
bukan tonik klonik)
pemberian benzodiazepine
rektal merupakan terapi yang
utama selama di perjalanan
menuju rumah sakit
Stadium I (0-10 menit)
Memperbaiki fungsi kardio-
respirasi
Memperbaiki jalan napas,
pemberian oksigen, resusitasi
bila perlu
Stadium II (1-60 menit)
 Pemeriksaan status neurologik
 Pengukuran TD, nadi dan suhu
 Monitor status metabolik, AGD dan
status hematologi
 Pemeriksaan EKG
 Pasang infus, beri Nacl 0,9%
 Ambil darah 50-100 cc darah untuk lab:
AGD, glukosa, fungsi ginjal dan hati,
kalsium, magnesium, hematologi, wkt
pembekuan dan kadar AED
 Pemberian OAE emergensi; diazepam 0.2
mg/kg dengan kecepatan pemberian 5
mg/mnt IV, bila kejang masih berlangsung
dapat diulang setelah 5 menit
 Masukkan glukosa 50% 50cc pada keadaan
hipoglikemia
 Pemberian thiamin 250 mg iv pada
penyandang alkoholisme
 Menangani asidosis dengan bikarbonat
Stadium III (0-60/90 menit)
 Menentukan etiologi
 Bila masih kejang setelah diberi
lorazepam/diazepam, beri phenytoin iv 15-20
mg/kg dgn kecepatan < mg/menit montor TD dan
EKG pada saat pemberian)
 Bila masih kejang beri phenytoin tambahan 5-10
mg/kgbb
 Bila masih kejang beri phenobarbital 20 mg/kgbb
dengan kecepatan 50-75 mg/menit (monitor
respirasi pada saat pemberian). Dapat diulang 5-
10 mg/kgbb
 Mulai terapi vasopressor (dopamin) bila perlu
 Koreksi komplikasi
Stadium IV (30-90 menit)
 Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60
menit, pindahkan ke ICU
 Beri propofol (2 mg/kgbb bolus iv, diulang bila
perlu
 Atau midazolam 0,1 mg/kgbb dengan
kecepatan 4 mg/menit
 Atau tiopentone 100-250 mg bolus iv dalam 20
menit, dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap
2-3 mnt. Dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah
bangkitan klinik atau EEG terakhir lalu
tapering of
 Monitor bangkitan dan EEG, TIK, memulai OAE
dosis rumatan

Anda mungkin juga menyukai