Anda di halaman 1dari 35

PENILAIAN STATUS GIZI

Disusun Oleh :
Kelompok 12
Widhi Sarwestri Firmaningrum (4401416079)
Diajeng Ayu Septiani ( 4401416103)
Muhamad Helmi Eka Nugraha (4411417066)
Wirasta Driya Wahyu Arifian (4411417067)
KAJIAN PUSTAKA

Cara Konsumsi Pangan


 Penilaian konsumsi pangan merupakan cara menilai
keadaan/status gizi masyarakat secara tidak langsung.
 Informasi tentang konsumsi pangan dapat dilakukan dengan
cara survey dan akan menghasilkan data yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif.
Data bersifat kuantitatif
Secara kuantitatif akan diketahui jumlah dan jenis
pangan yang dikonsumsi. Metode pengumpulan data yang
dapat digunakan adalah metode recall 24 jam, food records, dan
weighing method. Berdasarkan kandungan gizi yang terdapat
dalam DKBM maka dapat diketahui jumlah konsumsi zat gizi
dari berbagai jenis dan kelompok pangan.
Data bersifat kualitatif
Secara kualitatif akan diketahui frekuensi makan
maupun cara memperoleh pangan. Metode pengumpulan
data yang dapat digunakan adalah food frequency questionnaire
dan dietary history.
Metode recall 24 jam
Digunakan untuk estimasi jumlah pangan dan minuman
yang dimakan oleh seseorang selama 24 jam yang lalu atau
sehari sebelum wawancara dilakukan. Dengan metode ini
akan diketahui besarnya porsi pangan berdasarkan ukuran
rumah tangga (urt), kemudian dikonversi ke ukuran metric
(g).
Foods records
Responden mencatat semua pangan dan minuman yang
dikonsumsi selama seminggu. Pencatatan dilakukan oleh
seorang responden dengan menggunakan ukuran rumah
tangga (urt/estimated food records) atau menimbang langsung
berat pangan yang dimakan (weighed food records).
Weighing method
Metode penimbangan mengukur secara langsung berat
setiap jenis pangan/pangan yang dikonsumsi oleh seseorang
pada hari wawancara.
Food frequency questionaire
Metode ini dikenal sebagai metode frekuensi pangan,
dimaksudkan untuk memperoleh informasi pola konsumsi
pangan seseorang. Untuk itu, diperlukan kuesioner yang
teridri dari 2 komponen, yaitu daftar jenis pangan dan
frekuensi konsumsi pangan.
Dietary history
Metode ini dikenal sebagai metode riwayat pangan.
Tujuannya adalah untuk menemukan pola inti pangan sehari-
hari pada jangka waktu lama serta untuk melihat kaitan antara
intake pangan dan kejadian penyakit tertentu. Metode ini
meliputi 3 komponen dasar yaitu wawancara mendalami pola
makan sehari-hari (termasuk recall 24 jam), checklist frekuensi
pangan, dan pencatatan pangan 2-3 hari, yang dimaksud
sebagai teknik cross-checking (pemeriksaan silang)
Cara Biokimia
 Cara biokimia dapat digunakan untuk mendeteksi keadaan
defisiensi subklinis yang semakin penting dalam era
pengobatan preventif. Metode ini bersifat sangat objektif,
bebas dari faktor emosi dan subyektif lain sehingga digunakan
untuk melengkapi cara penilaian status gizi lainnya. Seacara
teoritis, keadaan defisiensi subklinis dapat diidentifikasi
melalui pengukuran kadar zat gizi/metabolitnya dalam suatu
bahan biopsy. Metode ini mampu merefleksikan kadar zat gizi
tubuh total atau besarnya simpanan di jaringan yang paling
sensitif terhadap deplesi sehingga disebut uji biokimia statis.
 Cara lain untuk mengukur keadaan defisiensi subklinis adalah
uji gangguan fungsional. Uji ini mempunyai makna biologi
yang lebih besar daripada uji biokimia statis karena mengukur
besarnya konsekuensi fungsional dari zat gizi spesifik. Uji
fungsional adalah pengukuran perubahan dalam aktivitas
enzim spesifik atau kadar komponen darah spesifik
tergantung pada zat gizi yang diberikan, pengukuran produksi
metabolit abnormal, pengukuran fungsi fisiologi dan perilaku
yang tergantung pada zat gizi spesifik (misalnya taste aquty
untuk Zn; fungsi kognitif untuk besi).
 Kedua uji ini sering dipengaruhi oleh faktor teknis dan faktor
biologi, yaitu ragulasi, homeostatis, variasi diurnal,
kontaminasi contoh, keadaan fisiologi, infeksi, status
hormonal, latihan fisik, kelompok umur, jenis kelamin, dan
etnik, accuracy dan precision metode analisis, intik pangan
yang baru dilakukan, hemolisis (ukuran serum/plasma),
obat-obatan, keadaan penyakit, stress, peradangan, kehilangan
berat badan, prosedur sampling dan pengumpulan data,
sensitivitas dan spesifisitas metode analisis yang dapat
mengganggu interpretasi hasil. Sebaiknya dilakukan
kombinasi uji biokimia statis fungsional dariapada uji tunggal
untuk setiap zat gizi.
Kelebihan Antopometri
 Pengukuran, aman, dan tidak menciderai dapat untuk sampel
yang besar.
 Peralatan yang digunakan tidak mahal, portable, tahan lama,
dan dapat dibuat atau dibeli secara lokal.
 Tdak harus dilakuan oleh tenaga ahli.
 Dapat diperoleh informasi tentang riwayat gizi masa lampau,
 Dapat digunakan untuk mengidentifikasi keadaan gizi ringan,
sedang, dan buruk.
 Dapat digunakan untuk melakukan pemantauan status gizi
dari waktu ke waktu.
 Dapat digunakan untuk melakuakn screening test dalam rangka
mengidentifikasi individu yang beresko terhadap malnutrisi.
Kelmahan Antopometri
 Kurang sensitive apabila dibandingkan dengan cara lainnya
 Dapat mendeteksi gangguan status gizi yang teradi dalam
periode waktu yang singkat, tetapi tidak dapat
mengidentifikasi definisi zat gizi khusus.
 Tidak dapat memebdakan gangguan pertumbuhan atau
komposisi tubuh disebabkan oleh defisinsi tertentu dengan
defisiansi yang disebabkan oleh gangguan intik energy dan
protein.
 Faktor-faktor non gizi dapat mengurangi spesifisitas dan
sensitivitas pengukuran antropometri, tetapi efek ini dapat
dihilangkan atau dipertimbangkan melalui desain percobaan
dan sampling yang baik.
Kategori status gizi pada berbagai
ukuran Antromometri
gejala gangguan akibat kekurangan
gizi
 Kurang energy protein
1. Kwashiokor
gejala  pembengkakakn kaki dan tangan, wajah sembab, otot
kendur, rambut kemerahan dan mudah putus, muka seperti
bulan.
2. Marasmus
Gejala  berat badan kurang menurut umurnya, muka seperti
orang dewasa, kulit kriput, rambut kemerahan dan jarang,
kelihan sangat kurus dan dehidrasi.
 Kurang vitamin A, buta senja, xerophalmia
 Kurang besi (anemia) : cepat lelah, napas pendek, denyut
jantung kencang, susah buang air besar, nafsu makan kurag,
kepala pusing, mata berunang-kunang, serta pucat pada
wajah, bibir, telapak tangan, telapak kaki, kuku, dan lipatan
pelupuk mata sebelah dalam.
 Kurang iodium : pemebsaran kelenjar gondok, gangguan
pertumbuhan fisik, hambatan mental, bisu/tuli. Kurang
vitamin C : gusi membengkak, kemerahan, mudah berdarah
bla ditekan.
 Kurang vitamin B12 : bbir pecah-pecah. Sudut bibir luka
sobek, kulit sekitar hidung kering, kasar dan berbintik.
Kornea mata banyak terdapat urat darah halus.
METODE
•Membagikan angket kepada responden
•Responden diminta mencatat berat badan dan tinggi badan selama 7 hari
•Menganalisis hasil dari data yang diperoleh menggunakan rumus perhitungan IMT
IMT=berat badan (kg)tinggi badan ((m)2 )
•Mengkategorikan IMT berdasarkan WHO 2000
Sumber : WHO, 1995, WHO, 2000 dan 2004,
Klasifikasi BMI (kg/(m)2)
Underweight <18,50
- Severe thinness <16,00
- Moderate thinness 16,00-16,99
- Mild thinness 17,00-18,49

Normal 18,50-24,49
Overweight ≥25,00
- Pre-obesitas 25,00-29,99

Obesitas ≥30,00
- Obesitas kelas 1 30,00-34,99
- Obesitas kelas 2 35,00-39,99
- Obesitas kelas 3 ≥40,00
HASIL
No. Nama Berat Badan (kg) Tinggi Badan (m) BMI (kg/(m)2) Kategori

1. Nindita 55 1,56 22,60 Normal


2. Rizal 50 1,76 16,14 Moderate thinness

3. Sifa 45 1,57 18,26 Mild thinness

4. Anisa 53 1,64 19,70 Normal


5. Puspita 57 1,65 20,93 Normal
6. Doa 95 1,61 36,65 Obesitas kelas 2

7. Roni 80 1,68 28,34 Pre-obesitas


8. Dyas 47 1,62 17,90 Mild thinness

9. Puspa 40 1,5 17,78 Mild thinness

10. Sani 37 1,5 16,44 Moderate thinness

11. Nisa 50 1,64 18,59 Normal


12. Asmini 50 1,62 19,05 Normal
13. Novikantia 53 1,63 19,95 Normal
14. Fahmi 56 1,73 18,71 Normal
15. Rahayu 48 1,62 18,29 Mild thinness

16. Sabrina 45 1,52 19,48 Normal


17. Anik 43 1,48 19,63 Normal
18. Salsabila 62 1,62 23,62 Normal
19. Juharoh 49 1,53 20,93 Normal
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI
DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK SEKOLAH DASAR DAERAH
ENDMIS GAKI

Fithia Dyah Puspitasari, Toto Sudargo


dan Indria Laksmi Gamayanti
Latar Belakang
 Saat ini bangsa indonesia berjuang memerangi penyakit dan
kurang gizi salah satunya adalah untuk penderita GAKI
(Gangguan Akibat KekuranganYodium)
 Kurangnya interaksi dan pengasuhan terhadap perkembangan
kognitif anak
 Kurangnya pengetahuan berakibat langsung pada rendahnya
stimulasi kognitif yang diterima anak.
Tujuan Penelitian
 Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kemampuan
kognitif anak sekolah dasar di daerah endemis GAKI..

Manfaat Penelitian
 Dengan diketahuainya faktor status gizi dan sosio demografi
yang memengaruhi perkembangan kemampuan kognitif
seorang anak akan dapat mengembangkan kemampuan
kognitifnya secara maksimal sehingga kualitas hidupnya akan
menjadi lebih baik.
Metode Penelitian
 Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian
observasional/analitik dengan rancangan cross-sectional yang
digunakan untuk menentukan hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat.
 Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Kismantoro Kabupaten
Wonogiri Jawa Tengah pada September 2007.
 Subyek dalam penelitian ini adalah anak berusia 9 hingga 12
tahun yang duduk di kelas 4 hingga kelas 6 Sekolah Dasar di
Wonogiri Jawa Tengah. Dengan rumus loss to follow up
didapatkan 69 subyek untuk survey yang sesuai kriteria
inklusi dan eksklusi
Metode Penelitian
 Variabel yang diteliti yaitu sebagai berikut:
status gizi, faktor sosiodemografi (meliputi pola asuh, lama
pendidikan orangtua, struktur keluarga dan jumlah anak) dan
kemampuan kognitif anak sekolah dasar.
 Instrumen penelitian:
Untuk fakto sosiodemografi digunakan angket pola asuh yang
terdiri dari 30 item pertanyaan dan kuisioner. Status gizi anak
didapatkan melalui pengukuran tinggi badan anak secara
langsung untuk kemudian dibandingkan dengan standar status
gizi anak. Nilai IQ subyek diuji menggunakan 10 sub test
WISC-R yang dilakukan oleh tenaga psikolog
Metode Penelitian
 Analisis data:
Analisis statistik dilakukan menggunakan analisis bivariat dan
multivariat.
Hasil Penelitian
Hasil Penelitian
Pembahasan
 PoinYang dibahas
1. Hubungan Antara Status Gizi Anak dengan
Kemampuan Kognitif Anak Usia Sekolah Dasar Yang
Tinggal Di Daerah Endemis GAKI
Terdapat hubungan positif dan signifikan antara tinggi badan
dengan tinggi badan dengan nilai IQ. (anak yang mengalami
malnutrisu resiko 1,9 kali lebih besar untuk mengalami
hambatan pertumbuhan dan anak malnutrisi memiliki IQ
22,6 poin)
Pembahasan
2. Hubungan Antara Pola Asuh Ibu dengan
Kemampuan Kognitif Anak Usia Sekolah DasarYang
Tinggal di Daerah Endemis GAKI
berdasarkan hasil uji bivariat nenunjukkan hasil yang tidak
signifikan hal ini dikarenakan karena angket pola asuh yang
digunakan dalam penelitian ini kurang dapat menggambarkan
pola asuh yang sebenarnya diterapkan oleh ibu kepada anak-
anaknya.
Pembahasan
3. Hubungan Antara Lama Pendidikan Orangtua
dengan Kemampuan Kognitif Anak Usia Sekolah
Dasar Yang Tinggal Di Daerah Endemis GAKY
berdasarkan data bahwa menunjukkan hubungan yang
signifikan. Anak yang diasuh oleh ibu yang berpendidikan
memiliki IQ yang tinggi
4. Hubungan Antara Struktur Keluarga dengan
Kemampuan Kognitif Anak Usia Sekolah Dasar Yang
Tinggal Di Daerah Endemis GAKY
Struktur keluarga yang nulear-lah yang menguntungkan bagi
perkembangan kognitif anak.
Pembahasan
5. Hubungan Antara Jumlah Anak dengan
Kemampuan Kognitif Anak Usia Sekolah Dasar Yang
Tinggal Di Daerah Endemis GAKY
berdasarkan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara
jumlah anak yang dimiliki dengan kognitif anak, dikarenakan
dalam variabel jumlah anak tidak menggambarka jarak
kelahiran antar saudara.
Kesimpulan
1. Terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi anak dengan
kemampuan kognitif anak sekolah dasar di daerah endemis GAKI.
2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan
kemampuan kognitif anak sekolah dasar di daerah endemis GAKI.
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara lama pendidikan
orangtua dengan kemampuan kognitif anak sekolah dasar di daerah
endemis GAKI.
4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara struktur keluarga
dengan kemampuan kognitif anak sekolah dasar di daerah endemis
GAKI.
5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak dengan
kemampuan kognitif anak sekolah dasar di daerah endemis GAKI.

Anda mungkin juga menyukai