dan Muntah Lailaturrahmi, M.Farm., Apt. Program studi Farmasi Universitas Mohammad Natsir Bukittinggi outline
Istilah Etiologi Patofisiologi Presentasi klinis Penatalaksanaan Istilah
Mual : kecenderungan muntah; perasaan di
kerongkongan/daerah epigastrik yang memberitahukan kepada seseorang bahwa ia akan segera muntah
Muntah: keluarnya isi lambung melalui mulut,
seringkali dengan kekuatan yang besar Etiologi dan patofisiologi
Mekanisme GI Penyakit kardiovaskular
Obstruksi mekanis (di Infark miokard akut, lambung/usus Gagal jantung kongestif Gangguan fungsi sal. GI (dispepsia non tukak, Proses neurologis irritable bowel syndrome) Peningkatan tekanan Gangguan organ GI intrakranial (tukak peptik, pankreatitis, Migrain hepatitis, kolesistitis) Gangguan vestibular Gastroenteritis akut Gangguan metabolik DM, penyakit Addison, uremia Penyebab psikiatrik Muntah psikogenik, gangguan kecemasan, anoreksia nervosa Terapi Kemoterapi sitotoksik, terapi radiasi, sediaan teofilin, sediaan antikonvulsan, digitalis, opiat, antibiotik, anestesi umum volatil Penghentian obat Opiat, benzodiazepin Penyebab lainnya Kehamilan, bau tertentu, prosedur operasi Kemoterapi berisiko emetik tinggi Kemoterapi berisiko emetik moderat Kemoterapi berisiko emetik rendah Kemoterapi berisiko emetik minimal Hal-hal lain yang mempengaruhi respons mual dan muntah terhadap obat sitotoksik: Kombinasi obat Dosis tinggi Pengalaman terapi sebelumnya Kondisi psikologis Latar klinis Stimulus tidak biasa terhadap penglihatan, penciuman, dan rasa Patofisiologi
Tahapan dalam emesis: nausea, retching, vomiting.
Nausea: desakan untuk muntah terkait dengan terhentinya pergerakan lambung Retching: gerakan otot abdomen dan toraks sebelum muntah Muntah: dipicu oleh impuls aferen di pusat muntah. Impuls diterima dari pusat sensorik, seperti dari chemoreceptor trigger zone (CTZ), korteks serebral, dan aferen viseral dari faring dan saluran cerna Patofisiologi (cont.)
Ketika tereksitasi, impuls-impuls aferen dikumpulkan
oleh pusat muntah, menghasilkan impuls-impuls eferen menuju pusat salivasi, pusat pernapasan, dan otot faring, otot gastrointestinal, dan otot abdomen, menyebabkan muntah Presentasi klinis
Keadaan umum: bergantung pada keparahan gejala
Gejala: Sederhana: dapat hilang dengan sendirinya, hanya membutuhkan terapi simptomatis Kompleks: tidak hilang setelah pemberian antiemetik, dapat memburuk dengan cepat akibat ketidakseimbangan elektrolit Tanda: Sederhana: pasien mengeluh tidak nyaman Kompleks: penurunan berat badan, demam, nyeri abdomen Pemeriksaan laboratorium: Sederhana: tidak diperlukan Kompleks: pemeriksaan elektrolit serum, pemeriksaan saluran cerna bagian atas/bawah Informasi lain: pemasukan dan pengeluaran cairan Riwayat pengobatan Riwayat keluarga Riwayat perubahan perilaku atau perubahan penglihatan, nyeri kepala, stres Penatalaksanaan Tujuan terapi
Tujuan terapi: Mencegah atau meredakan mual/muntah
Yang idealnya dicapai tanpa efek samping atau
dengan efek samping yang masih dapat diterima secara klinis Pendekatan umum
Opsi terapi: terapi non farmakologis dan terapi farmakologis,
bergantung pada kondisi medis terkait Bagi pasien dengan keluhan sederhana (terkait konsumsi makanan/minuman tertentu), hindari atau batasi makanan/minuman pencetus Keadaan mual/muntah pd pasien dengan penyakit sistemis tertentu akan membaik seiring perbaikan kondisi klinis Pada pasien yang mengalami mual/muntah karena gangguan keseimbangan akibat berada di dalam kendaraan (misalnya), dapat disarankan untuk mencari posisi yang stabil Muntah psikogenik dapat diberikan intervensi psikologis Terapi farmakologis
Sebagian besar kondisi mual/muntah dapat ditangani
dengan 1 jenis obat Keluhan mual/muntah sederhana ditangani dengan pemberian obat seminimal mungkin Pasien yang tidak merespons terapi tunggal atau menerima kemoterapi yang sangat emetogenik biasanya membutuhkan regimen kombinasi obat Antasida Dapat berupa antasida tunggal/kombinasi Mg hidroksida, Al hidroksida, dan/atau Ca karbonat MK: netralisasi asam lambung Dosis: 15-30 mL, 1 kali atau lebih Antagonis reseptor H2 Cimetidine, famotidine, nizatidine, ranitidine Dosis rendah Indikasi: mual dan muntah akibat refluks gastroesofageal Antihistamin-antikolinergik Indikasi: mual dan muntah akibat mabuk perjalanan ES: mengantuk, kebingungan, pandangan kabur, mulut kering, retensi urin, takikardia (utamanya pada lansia) Benzodiazepin Efek antiemetik relatif lemah Umumnya digunakan sebagai obat penenang (antiansietas) pada mual/muntah terkait kecemasan Alprazolam dan lorazepam dikombinasikan dengan antiemetik lain pada pasien yang menerima regimen kemoterapi mengandung cisplatin Fenotiazin Bermanfaat pada keluhan mual/muntah sederhana Dapat diberikan melalui rute rektal jika rute oral/parenteral tidak memungkinkan ES: gejala ekstrapiramidal, reaksi hipersensitivitas (mungkin terjadi disfungsi hati), aplasia sumsum tulang belakang, sedasi yang berlebihan Kortikosteroid Deksametason paling sering digunakan dalam penanganan chemotherapy induced nausea and vomiting (CINV) maupun penanganan mual dan muntah pascaoperasi, baik tunggal, maupun kombinasi dengan antagonis reseptor 5HT 3 Untuk CINV, deksametason efektif digunakan pada pencegahan emesis akut maupun mual dan muntah tertunda pada pasien yang menerima cisplatin Metoklopramid Digunakan sebagai antiemetik pada pasien gastroparesis diabetik Kombinasi dengan deksametason digunakan untuk pencegahan mual dan muntah tertunda pada pemberian kemoterapi Antagonis reseptor 5-HT3 Dolasetron, granisetron, ondansetron, palonosetron merupakan terapi standar untuk mual dan muntah terkait pemberiak kemoterapi, pascaoperasi, atau setelah radiasi ES: konstipasi, nyeri kepala, astenia Kanabinoid Nabilon (oral) dan dronabinol (oral) Dapat diberikan jika CINV tidak merespons terhadap antiemetik lain Substansi P/ antagonis reseptor neurokinin 1 Substansi P merupakan neurotransmitter peptida diyakini merupakan mediator utama fase tertunda CINV Juga merupakan salah satu dari 2 mediator fase akut CINV Aprepitan dan fosaprepitan IO: kontrasepsi oral, warfarin, deksametason oral Chemotherapy induced nausea and vomiting (CINV) Akut: terjadi dalam waktu 24 jam setelah pemberian kemoterapi Tertunda: terjadi setelah 24 jam Pertimbangkan potensi emetogenik obat Profilaksis bagi pasien yang menerima kemoterapi berisiko tinggi emetogenik, berikan regimen 3 obat: antagonis reseptor 5-HT3, deksametason, dan aprepitan/fosaprepitan Bagi pasien yang menerima kemoterapi berisiko moderat emetogenik, berikan antagonis reseptor 5-HT3 + Deksametason (hari I), dan deksametason (hari 2 dan 3), Untuk profilaksis mual muntah tertunda pada risiko tinggi emetogenik, aprepitan + deksametason (hari 2 dan 3), deksametason dengan/tanpa lorazepam (hari 4) Risiko moderat: aprepitan atau deksametason; atau 5-HT 3 dengan/tanpa lorazepam, dan/atau antagonis H 2 atau PPI pada hari 2 dan 3 Postoperative Nausea and Vomiting
Pada dewasa, terjadi pada 25-30% pasien, dalam 24
jam setelah anestesia
Risiko rendah: tidak memerlukan antiemetik
Risiko moderat: 1-2 antiemetik profilaksis Risiko tinggi: 2 antiemetik profilaksis dari 2 golongan berbeda Gangguan keseimbangan
Berikan antihistamin-antikolinergik (misalnya
skopolamin) Mual dan muntah selama kehamilan
Modifikasi pola makan dan/atau pola hidup
Terapi lini pertama: piridoksin 10-25 mg 1-4 kali sehari dengan atau tanpa doksilamin (12,5-20 mg 1-4 kali sehari) Jika tidak memberikan respons yang baik atau pasien mengalami dehidrasi, dapat diberikan terapi penggantian cairan dan tiamin Ondansetron 2-8 mg po/iv setiap 8 jam jika diperlukan juga dapat digunakan Antiemetik pada anak-anak
Pada anak-anak yang menerima kemoterapi berisiko
tinggi emetogenik: kortikosteroid + antagonis reseptor 5-HT3 Pada anak-anak yang mengalami muntah karena gastroenteritis, terapi yang disarankan adalah terapi rehidrasi dibandingkan pemberian antiemetik. Terima kasih