kekuasaan, ancaman atau perlakuan kasar dengan mengakibatkan kematian, trauma, meninggalkan kerusakan, menyebabkan luka, atau pengambilan hak. Kekuatan fisik dan penggunaaan kekuasaan termasuk kekerasan meliputi penyiksaan fisik, penelantaran, dan seksual (Makhmudi, 2009). Child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang merugikan (Wong, 2013). FAKTOR BIOLOGIS FAKTOR PSIKOLOGI FAKTOR LINGKUNGAN FAKTOR SOSIAL SEKSUAL ABUSE DRUG ABUSE PHSYCAL ABUSE VERBAL ABUSE Childabuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orang tua atau orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik, perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum Cedera kulit merupakan tanda CA yang paling umum dan mudah ditemukan. Bekas gigitan manusia tampak sebagai daerah lonjong dengan bekas gigi, tanda hisapan, atau tanda dorongan lidah. Kerontokan rambut traumatik terjadi ketika rambut anak ditarik, atau dipakai untuk menyeret, atau menyentak anak. Gangguan Perilaku Gangguan Kognisi Gangguan Emosional 1. Aspek kedaruratan dalam kasus child abuse Kedaruratan dalam kasus child abuse berbeda dengan kedaruratan pada penyakit atau masalah kesehatan lainnya. Apabila pada penyakit atau masalah kesehatan anak lebih difokuskan untuk upaya penanganan yang bersifat kuratif, sedangkan untuk kasus child abuse selain kedaruratan untuk aspek kuratif, terdapat pula aspek kedaruratan dalam deteksi dini, diagnosis, dan tentunya penanganan kegawatdaruratan. 2. Kedaruratan dalam deteksi kasus child abuse Deteksi dini adanya kasus child abuse memegang peran sangat penting, karena dengan kita perhatian dan memikirkan adanya kecurigaan kasus child abuse, akan diupayakan untuk melakukan penanganan secara menyeluruh. Untuk deteksi dini kejadian child abuse harus dilakukan segera mungkin pada saat kasus datang beberapa cedera yang harus dicurigai adanya child abuse adalah: 1. memar pada bayi 2. fraktur multipel 3. cedera kepala berat pada bayi dan balita 4. fraktur iga 5. hematom subdural dan perdarahan retina 6. patah tulang pada anak 7. luka bakar multipel atau memiliki bentuk tertentu 1. Faktor masyarakat di antaranya adalah tingkat kriminalitas, kemiskinan, dan pengangguran yang tinggi, perumahan yang padat dan kumuh, adat-istiadat mengenai pola asuh anak, pengaruh media massa. 2. Faktor orang tua atau keluarga di antaranya adalah riwayat orang tua dengan kekerasan fisik atau seksual pada masa kecil, orang tua remaja, orang tua dengan imaturitas emosi, adanya kekerasan dalam rumah tangga, riwayat depresi atau masalah kesehatan mental lainnya, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat penggunaan zat dan obat-obatan terlarang atau alkohol. 3. Faktor anak adalah adanya “vulnerable children,” yaitu anak dengan cacat fisik, cacat mental, anak yang tidak diinginkan, anak yang memiliki riwayat kekerasan sebelumnya, anak dari orang tua tunggal, anak dari orang tua pecandu obat-obatan terlarang, anak kandung sendiri, dan anak dengan kepercayaan diri serta prestasi yang rendah. 1. mendapatkan informasi selengkap mungkin baik dari anak maupun orangtua, perhatikan cara mendapatkan informasi tersebut jangan sampai menyebabkan anak mengalami trauma kembali 2. catat semua gejala yang ada pada saat pemeriksaan (perdarahan vagina, adanya sekret, luka atau memar di sekitar genetalia) 3. lakukan pemeriksaan pediatrik secara umum 4. identifikasi juga adanya masalah perilaku pada anak 5. masalah kesehatan lainnya yang dikeluhkan oleh anak. Penyebab kematian terbanyak pada kasus kekerasan fisik adalah trauma kepala berulang, atau sufokasi. Dua puluh sembilan persen kasus child abuse mengalami trauma pada kepala, muka atau bagian lain dari kepala. Pada trauma kepala yang berulang terjadi dalam 1 tahun pertama, 95% akan mengalami trauma intrakranial yang serius. Gejala yang dapat menyertai adalah kesadaran menurun, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, bahkan apnea. Pada mata dapat terjadi perdarahan retina. CT-SCAN MRI ULTRASONOGRAFI PEMERIKSAAN KOLOSKOPI The dynamics of sexual abuse (Dinamika pelecehan seksual) Protective behaviors counseling (Konseling perilaku protektif) Survivor atau self-esteem counseling (Korban selamat atau harga diri) Cognitif terapy (Terapy kognitif)