Anda di halaman 1dari 65

R E F E R AT

IMUNOLOGI PADA ANAK


ALERGI SUSU SAPI
ALERGI SUSU SAPI
P E M B I M B I N G : D R . S U R A N T I , S PA

O L E H : W E N N Y D A M AYA N T I
406181044
PENDAHULUAN

• Alergi susu sapi (ASS) mengenai 2-6% anak-anak diseluruh dunia, 50% terjadi
pada tahun pertama kehidupannya
• Alergi susu sapi memiliki onset pada bayi yang diberikan susu sapi (formula) dan
biasanya terjadi pada minggu pertama setelah susu sapi diberikan.
• Presentasinya bervariasi; tidak ada gejala yang patognomonik. Manifestasi
tersering terjadi pada saluran pencernaan (50-60%), kulit (50-60%), dan saluran
pernapasan (20-30%).2
• Angka kejadian alergi susu sapi di Indonesia sekitar 2-7,5% (IDAI)
DEFINISI

• Alergi Susu Sapi (ASS) merupakan salah satu jenis alergi makanan yang
merupakan reaksi yang tidak diinginkan (reaksi yang berlebihan) yang
diperantarai secara imunologis terhadap protein susu sapi. Peran reaksi
imunologi pada ASS disebut sebagai reaksi hipersensitivitas. tipe 1 yang
diperantaraii oleh Immunoglobulin E (IgE), tetapi ASS dapat diakibatkan
oleh reaksi imunologis yang tidak non IgE mediated ataupun proses gabungan
antara keduanya.
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

• Bahan makanan tersering yang menjadi penyebab alergi adalah kacang-kacangan


(35%), ikan (50%), kerang (75%), gandum (20%), susu hewani (90%).
• Reaksi alergi yang bervariasi, dengan tingkat keparahan ringan sampai berat.
• dapat terjadi reaksi silang terhadap alergen dengan komposisi antigen protein
yang serupa.
• Faktor resiko penyebab alergi adalah jenis kelamin, umur, lingkungan dan yang
paling penting adalah genetik.
PATOFISIOLOGI

• Hipersensitivitas tipe 1 = IgE mediated –> reaksi cepat (dalam hitungan menit)
• 2 tahap: paparan pertama (sensitisasi) dan paparan kedua (subsequent exposure; gejala klinis
lebih berat)
• Pengetahuan tentang mekanisme imunologi yang tidak diperantarai IgE pada alergi susu sapi
masih kurang. Terdapat beberapa mekanisme yang diduga termasuk reaksi diperantarai Th1 yang
terbentuk dari kompleks imun yang mengaktivasi komplemen, atau sel T/ sel mast/ interaksi
neuron termasuk perubahan fungsi dalam otot polos dan motilitas usus.
KLASIFIKASI
• IgE mediated, Gejala klinis timbul dalam waktu 30 menit sampai 1 jam (sangat jarang
> 2 jam) setelah mengkonsumsi protein susu sapi.
• Manifestasi klinis: urtikaria, angioedema, ruam kulit, dermatitis atopik, muntah, nyeri
perut, diare, rinokonjungtivitis, bronkospasme, dan anafilaksis. Dapat dibuktikan dengan
kadar IgE susu sapi yang positif (uji tusuk kulit atau uji RAST)
• Non-IgE mediated, diperantarai oleh IgG dan IgM. Gejala klinis timbul lebih lambat
(1-3 jam) setelah mengkonsumsi protein susu sapi.
• Manifestasi klinis: allergic eosinophilic gastroenteropathy, kolik, enterokolitis, proktokolitis,
anemia, dan gagal tumbuh.
MANIFESTASI KLINIS

• Pencernaan (50-60%), kulit (50-60%) dan sistem respirasi (20-30%)


• Manifestasi pada sistem pencernaan merupakan bentuk alergi pertama yang
dapat di alami bayi dan anak (50-60%).
• Gejala yang tipikal adalah iritabilitas, muntah atau “spitting-up”, diare dan gagal
tumbuh.
• Gejala tersebut diperantarai sel dan tidak melibatkan IgE, sehingga pemeriksaan
uji tusuk dan uji in vitro memiliki nilai diagnosis yang kecil.
• Food protein-induced enterocolitis syndrome (FPIES) biasa timbul pada beberapa
bulan kehidupaan dengan manifestasi iritabilitas, intermiten vomiting dan
protracted diarrhea, dan dehidrasi. Muntah biasanya timbul 1-3 jam setelah
konsumsi susu sapi atau allergen lain seperti susu kedelai, dan apabila
dilanjutkan akan menyebabkan distesi abdominal, diare berdarah, anemia dan
gagal tumbuh.
• Manifestasi yang tersering pada kulit: dermatitis atopik.
• Karekteristik: pruritus, urtikaria akut dan angioedema dan biasanya timbul
bersama asma dan rinitis alergi.
• Onset terjadi sangat cepat yaitu dalam hitungan menit setelah konsumsi susu
sapi.
• Gejala timbul akibat aktivasi IgE pda sel mast oleh karena allergen yang
terserap dan bersirkulasi dalam darah.
• Selain itu perioral dermatitis juga dapat timbul akibat kontak langsung dengan
alergen.
• Manifestasi pada sistem pernapasan sangat jarang timbul sendiri, dan biasanya
muncul bersamaan dengan maifestasi pada organ lain.
• Gejala dapat berupa pruritus periocular, keluar air mata, hidung tersumbat,
bersin, dan rhinorrhea. Selain itu wheezing juga dapat terjadi pada sekitar 25%
dari kasus reaksi alergi yang diperantarai IgE.
Target Organ Gejala respon cepat Gejala respon lambat
Kulit Eritema Eritema
Pruritus Flushing
Urtikaria Pruritus
Morbiliform eruption Morbiliform eruption
Angiodema Angiodema
Ruam eczematous
Mata Pruritus Pruritus
Eritema konjungtiva Eritema konjungtiva
Tearing Tearing
Edema periorbital Edema periorbital
Saluran pernapasan atas Hidung tersumbat
Pruritus
Rhinorrhea
Bersin
Edema laring
Serak
Batuk kering
Target Organ Gejala respon cepat Gejala respon lambat
Saluran pernapasan bawah Batuk Batuk, dyspnea, wheezing
Sesak
Dyspnea
Wheezing
Retraksi intercostal
Penggunan otot pernapasan

Sistem pencernaan atas Angiodema pada bibir, lidah dan palatum


Oral pruritus
Bengkak pada lidah

Sistem pencernaan bawah Mual Mual


Nyeri kolik Nyeri abdomen
Refluks Refluks
Muntah Muntah
Diare Diare
Hematoskezia
Iritabilitas, tidak nafsu makan dan penurunan
berat badan
DIAGNOSIS:ANAMNESA

1. Makanan yang menjadi sumber alergen dan kuantitas yang dimakan atau diminum
2. Jangka waktu antara konsumsi dan timbulnya gejala
3. Tipe gejala yang timbul
4. Riwayat konsumsi alergen yang sama dan reaksinya
5. Apakah ada faktor lain yang dapat menimbulkan tanda dan gejala yang menyerupai
6. Lama gejala berlangsung setelah konsumsi susu sapi.
7. Selanjutnya yang penting adalah menanyakan riwayat atopik pada keluarga
PEMERIKSAAN FISIK

• Perlu dilakukan pemeriksaan komprehensif dari ujung kepala sampai ke ujung


kaki
• keadaan umum pasien: tampak iritabilitas dan rewel.
• Kemudian tanda-tanda vital perlu diperiksa untuk mengetahui adanya kegagalan
vaskular atau tidak.
• Diperhatikan dengan seksama adalah PF pada tiga target organ utama yaitu
kulit, pencernaan dan pernapasan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Pemeriksaan IgE spesifik dapat dilakukan dengan cara IgE RAST (Radio Allergo Sorbent
Test)
• Uji IgE RAST (Radio Allergo Sorbent Test) yang dinyatakan positif bila nilainya ≥ 1.
• Uji IgE RAST positif mempunyai korelasi yang baik dengan uji kulit.
• Uji ini dilakukan apabila uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan antara lain karena adanya lesi kulit
yang luas di daerah pemeriksaan dan bila penderita tidak bisa lepas minum obat antihistamin.
• Bila hasil pemeriksaan kadar serum IgE spesifik untuk susu sapi > 5 kIU/L pada anak usia ≤ 2
tahun atau > 15 kIU/L pada anak usia > 2 tahun maka hasil ini mempunyai nilai duga positif 53%,
nilai duga negatif 95%, sensitivitas 57%, dan spesifisitas 94%.12
• Uji ini mudah dilakukan, tidak mahal, dan hasilnya dapat langsung dilihat.
• Sebelum dilakukan uji tusuk kulit, pasien tidak boleh mengkonsumsi
antihistamin minimal 3 hari untuk antihistamin generasi 1 dan minimal 1 minggu
untuk antihistamin generasi 2.
• Uji tusuk kulit dilakukan di volar lengan bawah atau bagian punggung (jika
didapatkan lesi kulit luas di lengan bawah atau lengan terlalu kecil).
• Batasan usia terendah untuk uji tusuk kulit adalah 4 bulan.12
• Bila hasil uji kulit positif kemungkinan diagnosa alergi susu sapi adalah 50%
karena prediksi positif akurasinya <50%, sedangkan bila hasil uji kulit negatif
berarti alergi susu sapi yang diperantarai oleh IgE dapat disingkirkan karena
prediksi negatif akurasinya 95%.
• Uji kulit pada usia < 1 tahun sering memberikan hasil negatif palsu, tetapi
bila hasilnya positif maka sangat mungkin menderita alergi susu sapi.
• Penilaian besar indurasi berbeda antara anak usia < 2 tahun dan anak > 2
tahun.
• Hasil positif apabila indurasi > 8 mm pada usia > 2 tahun dan indurasi > 6
m pada usia < 2 tahun. Batasan usia terendah untuk uji tusuk kulit adalah
4 bulan.12
• Bila salah satu uji kulit atau kadar IgE total atau IgE spesifik positif dan disertai
pada anamnesis dan pemeriksaan fisis mengarah pada dugaan alergi susu sapi
>>> dilanjutkan dengan uji eliminasi dan provokasi susu sapi.
• Jika hasil negatif, maka dapat diberikan kembali minuman dan makanan yang
mengandung protein susu sapi.
UJI ELIMINASI DAN PROVOKASI

• Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC) merupakan


uji baku emas untuk menegakkan diagnosis alergi makanan.
• Uji ini dilakukan berdasarkan riwayat alergi makanan, dan hasil positif uji tusuk
kulit atau uji RAST. Uji ini memerlukan waktu dan biaya.
• Eliminasi makanan dan minuman yang mengandung susu sapi harus dilakukan
minimal selama 2 minggu dan bisa sampai 4 minggu jika pernah ada riwayat
dermatitis atopik atau allergic collitis.
• Kemudian diobservasi hilangnya gejala. Jika gejala sudah menghilang, uji
provokosi susu sapi dapat dilakukan.
• Pada menit pertama, anak diberikan setetes susu sapi pada mulut kemudian
dilihat reaksi alergi yang muncul.
• Bila tidak muncul alergi, berikan susu sapi sebanyak 1 ml pada 20 menit
selanjutnya, 5 ml pada 20 menit kedua, 10 ml pada 20 menit ketiga, dan
seterusnya sampai total sehari 160 ml.
• Lalu, diobservasi sampai 2 jam setelah provokasi.10
Persyaratan Uji Provokasi Oral
Penghindaran makanan yang mengandung susu sapi minimal 2 minggu

Penghindaran obat anti histamin selama 3-7 hari


Penghindaran obat bronkodilator, kromolin, nedokromil, dan steroid
inhalasi 6-12 jam sebelum provokasi
Tersedia obat untuk mengatasi reaksi anafilaksis yang mungkin terjadi

Pasien dipuasakan 2-3 jam sebelum provokasi


Pasien harus diawasi sampai 2 jam setelah provokasi selesai, bila reaksi
IgE mediated, bila timbul lebih lama maka observasi harus disesuaikan
• Pada anak yang mendapatkan ASI, ibu harus melakukan diet eliminasi makanan
dan minuman yang mengandung susu sapi selama 2-4 minggu.
• (Ibu akan membutuhkan suplemen kalsium (1000 mg/hari) selama diet
eliminasi)
• Jika diet eliminasi gagal untuk mengurangi gejala pada anak, ibu dapat kembali
mengonsumsi makanan seperti biasa dan kemudian dirujuk ke dokter spesialis
untuk penanganan lebih lanjut.
• Jika gejala menghilang atau berkurang selama diet eliminasi, maka ibu dapat
mencoba makanan dan minuman yang mengandung susu sapi kemudian diihat
gejala pada anak. Bila muncul gejala kembali, eliminasi diet susu sapi harus terus
dilakukan kepada ibu selama menyusui.
• Pada anak yang mendapatkan susu formula, diet eliminasi dilakukan dengan
mengganti susu sapi dengan susu terhidrosilat ekstensif minimal 2-4 minggu.
• Bila terdapat perbaikan gejala maka dilakukan uji provokasi terbuka dengan
pengawasan yang ketat.
• Jika gejala kembali muncul, maka harus dilakukan eliminasi protein susu sapi
pada minuman dan makanan selama 9-12 bulan dan minimal selama 6 bulan,
setelah itu uji provokasi dapat diulang.
• Apabila setelah dilakukan pergantian susu sapi dengan susu terhidrosilat
ekstensif ternyata gejala tidak ada perbaikan, maka diet eliminasi diganti dengan
formula asam amino minimal 2-4 minggu atau ada kemungkinan anak mengalami
alergi makanan selain susu sapi atau anak mengalami alergi susu sapi dan alergi
makanan.10
TATALAKSANA
• Bila diagnosis alergi susu sapi sudah ditegakkan >>> susu sapi harus
dihindarkan
• Eliminasi susu sapi direncanakan selama 6-18 bulan.
• Bila gejala menghilang, dapat dicoba provokasi setelah eliminasi 6 bulan. Jika
gejala tidak timbul lagi berarti anak sudah toleran dan susu sapi dapat diberikan
kembali.
• Namun, jika gejala kembali muncul maka eliminasi dilanjutkan sampai 1 tahun
dan seterusnya.
• Umumnya bayi akan toleran sekitar umur 3 tahun.
• 50% akan toleran pada usia 2 tahun, 60% pada usia 4 tahun dan 80% pada usia 6
tahun.
Label Makanan yang Mengandung Susu Sapi

Artifisial butter Es Krim

Butter Susu kambing

Buttermilk Laktalbumin

Casein Laktoglobulin

Keju Laktose

Cream Laktulosa

Keju cottage Sour cream

Yogurt Whey
TATALAKSANA NUTRISI

• Untuk bayi dengan ASI eksklusif yang alergi susu sapi, ibu dapat melanjutkan pemberian
ASI dengan menghindari protein susu sapi dan produk makanan yang mengandung
susu sapi pada diet ibu. ASI tetap merupakan pilihan terbaik pada bayi dengan alergi
susu sapi. Suplementasi kalsium perlu dipertimbangkan pada ibu menyusui yang
membatasi protein susu sapi dan produk makanan yang mengandung susu sapi.
• Untuk bayi yang mengkonsumsi susu formula pilihan utama susu formula pada bayi
dengan alergi susu sapi adalah susu hipoalergenik. Susu hipoalergenik adalah susu yang
tidak menimbulkan reaksi alergi pada 90% bayi atau anak dengan diagnosis alergi susu
sapi.
• Pada alergi susu sapi berat yang tidak membaik dengan susu formula
terhidrolisat ekstensif maka perlu diberikan susu formula asam amino. Apabila
susu formula terhidrolisat ekstensif tidak tersedia atau terdapat kendala biaya,
maka pada bayi di atas 6 bulan dapat diberikan formula kedelai dengan
penjelasan kepada orangtua mengenai kemungkinan reaksi silang alergi terhadap
protein kedelai. Angka kejadian alergi kedelai pada pasien dengan alergi susu
sapi berkisar 10-35% (tipe IgE 12-18%, tipe non IgE 30-60%).
MEDIKAMENTOSA
• Anafilaksis merupakan kedaruratan medis yang memerlukan intervensi agresif
melibatkan pemberian epinefrin intramuskular atau intravena H1 dan H2
antihistamin antagonis, oksigen cairan intravena, β-agonist inhalasi dan
kortikosteroid.
• Prinsipnya pada anafilaksis adalah ABC (airway, breathing, circulation).
• Epinefrin diberikan secara intramuskular pada paha lateral dengan dosis
pengenceran 1:1000, 0,01 mg/kg; maks 0,5 mg).
• Pada anak ≥12 tahun, dosis yang direkomendasikan adalah 0,5 mg
intramuskular.
• Dosis dapat diulang 2 sampai 3 kali dengan interval 5-15 menit apa bila
epinefrin intravena belum di berikan dan gejala masih berlangsung.
KOMPLIKASI

• Anafilaksis adalah reaksi alergi yang berat dengan onset sangat cepat dan
mengakibatkan kematian.
• Anafilaksis terjadi karena produksi mediator oleh sel mast dan basophil secara
tiba-tiba sehingga menyebabkan gejala alergi pada kulit (urtikaria, angioedema,
flushing), pernapasan (bronkospasme, laryngeal edema), kardiovaskular
(hipotensi, disritmia, myocardial ischemia) dan gastrointestinal (mual, nyeri kolik
abdomen, muntah, diare).
PROGNOSIS

• Prognosis bayi dengan alergi susu sapi umumnya baik, dengan


angka remisi 45-55% pada tahun pertama, 60-75% pada tahun
kedua dan 90% pada tahun ketiga.
• Namun, terjadinya alergi terhadap makanan lain juga meningkat
hingga 50% terutama pada jenis: telur, kedelai, kacang, sitrus,
ikan dan sereal serta alergi inhalan meningkat 50-80% sebelum
pubertas.10
PENCEGAHAN:PRIMER
Pencegahan Penyakit Alergi pada Anak
1. Penentuan risiko alergi pada anak dilakukan dengan identifikasi penyakit alergi (asma,dermatitis atopik,rinitis alergi) pada kedua
orangtua maupun saudara kandung. Kartu deteksi dini alergi dapat digunakan untuk menentukan risiko penyakit aergi pada anak

1. Restriksi diet pada ibu hamil dan menyusui untuk mencegah terjadinya penyakit alergi pada anak tidak diperlukan

1. Suplementasi minyak ikan pada ibu hamil dan menyusui tidak direkomendasikan

1. Pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan


1. Pada bayi yang tidak memungkinkan diberi ASI, direkomendasikan pemberian formula hidrolisat parsial atau ekstensif sampai usia
4-6 bulan. Formula hidrolisat tidak dapat menggantikan kedudukan ASI sebagai pilihan nutrisi pertama pada bayi

1. Formula susu kedelai tidak direkomendasikan untuk pencegahan penyakit alergi pada anak

1. Penambahan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik pada makanan bayi tidak direkomendasikan untuk pencegahan penyakit alergi pada
anak
1. Makanan padat direkomendasikan diberikan mulai usia 4-6 bulan secara bertahap. Retriksi diet terhadap makanan tertentu tidak
diperlukan
1. Penghindaran pajanan asap rokok saat kehamilan maupun sesudah kelahiran
1. Penghindaran tungau debu rumah dan hewan peliharaan tidak direkomendasikan untuk pencegahan primer alergi pada anak
PENCEGAHAN:SEKUNDER
• Penghindaran susu sapi dengan cara pemberian susu sapi non alergenik, yaitu
susu sapi yang dihidrolisis sempurna, atau pengganti susu sapi misalnya susu
kacang kedelai supaya tidak terjadi sensitisasi lebih lanjut hingga terjadi
manifestasi alergi.
• Susu formula ini dibuat dari isolat protein kedelai yang mengandung
fitoestrogen dari golongan isoflavon.
• Bayi mendapat asupan fitoestrogen dari susu formula sekitar 32-47 mg/dl,
sedangkan dari ASI sekitar 5,6 µg/l.
• Paparan terhadap fitoestrogen pada usia dini dapat mencegah terjadinya
gangguan hormon jangka panjang.
PENCEGAHAN TERSIER

• Dilakukan pada anak yang sudah mengalami sensitisasi dan menunjukkan


manifestasi penyakit alergi yang masih dini misalnya dermatitis atopik atau
rinitis tetapi belum menunjukkan gejala alergi yang lebih berat misalnya asma.
• Penghindaran juga dengan pemberian susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau
pengganti susu sapi, serta tindakan lain pemberian obat pencegahan misalnya
cetirizine, imunoterapi, imunomodulator serta penghindaran asap rokok.16
• Saat tindakan yang optimal adalah pada usia 6 bulan sampai 4 tahun.
REKAM MEDIS KASUS
• IDENTITAS PASIEN
• Nama lengkap : An. ANA
• Usia : Kronologis : 9 bulan 24 hari
Koreksi : 8 bulan 28 hari
• No RM : 192860
• Jenis kelamin : Laki- laki
• Tempat, Tanggal Lahir : Pati, 23 Maret 2018
• Pendidikan : Belum sekolah
• Pekerjaan : Belum bekerja
• Status Perkawinan : Belum Menikah
• Agama : Islam
• Suku : Jawa
• Alamat : Sumbersoko 5/1 Sukolilo,Pati, Jawa Tengah
• ANAMNESA
• Dilakukan alloanamnesa dengan ibu pasien pada tanggal 15 Januari 2019 pukul
14.00 di ruang Poli tumbuh Kembang RSUD RAA Soewondo Pati dengan RM
192860
• Keluhan Utama :
• Tidak ada keluhan
• Riwayat Penyakit Sekarang :
• Pasien datang ke poli tumbang untuk kontrol rutin bayi dengan ibu HIV/AIDS.
Tidak ada keluhan. Nafsu makan baik. Pasien makan makanan padat yang
dilunakan 3 kali sehari dan minum susu formula sekitar 4-5 kali. BAK lebih dari
5 kali sehari. Warna kuning jernih tidak ada darah. BAB 1x sehari warna coklat
kekuningan, konsistensi lunak tidak ada lendir dan darah.
• Riwayat Penyakit Dahulu:
• Pasien mempunyai riwayat alergi susu sapi dengan kronologis sebagai berikut: karena ibu pasien
adalah ODHA, pasien diberikan susu formula dengan bahan dasar susu sapi sejak lahir.
Kemudian 1 minggu setelah mengonsumsi susu sapi, Ibu pasien mengaku timbul ruam
makulopapular berwarna kemerahan diseluruh badan. Keluhan lain seperti demam, mata merah,
pilek, batuk, sesak, diare dan konstipasi, disangkal. Kemudian Ibu pasien memeriksakan pasien
ke poli tumbuh kembang di RSUD RAA Soewondo Pati kemudian didiagnosis alergi susu sapi.
Kemudian Dokter menyarankan untuk mengganti susu formula susu sapi dengan susu formula
yang terbuat dari sari kedelai. Kemudian setelah 3 bulan mengonsumsi susuformula soya, pasien
mengalami gejala yang sama dengan 3 bulan yang lalu ketika mengonsumsi susu sapi, namun
lebih parah yaitu disertai kulit terkelupas di seluruh badan. Kemudian Ibu pasien memeriksakan
pasien ke Dokter dan direkomendasikan untuk mengganti susu formula terhidrolisa ekstensif.
Semenjak diberikan susu tersebut, gejala tidak muncul kembali dan berat badan pasien naik
perlahan setiap bulan walaupun sedikit-sedikit dan belum memenuhi kriteria kurva KMS. Saat
pasien berusia 8 bulan, Ibu pasien kehabisan susu terhidrolisa ekstensif dan berdasarkan
rekomendasi Dokter, Ibu pasien mencoba untuk memberikan susu formula berbahan dasar susu
sapi. Setelah pemberian, tidak timbul gejala alergi seperti sebelumnya.
• Riwayat Penyakit Keluarga :
• Riwayat anak sebelumnya seperti ini disangkal
• Riwayat alergi pada anak sebelumnya maupun pada orang tua disangkal.
• Riwayat hipertensi disangkal
• Riwayat DM disangkal
• Riwayat asma disangkal
• Riwayat keganasan disangkal
• Riwayat penyakit paru disangkal
• Riwayat penyakit jantung disangkal
• Riwayat Perinatal :
• Ante natal :
• Selama kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan kandungan, penyulit selama
kehamilan tidak ada.
• Natal :
• Pasien adalah anak ke 3 dari 3 bersaudara, lahir caesar karena ibu merupakan
ODHA, umur kehamilan 37minggu, berat badan lahir 2600 gr, langsung menangis
+
• Post natal :
• Riwayat dirawat di RS -, asfiksia berat -, kejang –, kuning –
• Riwayat Imunisasi :
• HepB : 0,2,3,4
• Polio : 1,2,3,4
• BCG : 1
• DTP : 2,3,4
• Hib : 2,3,4
• Campak : 9
• Kesan: imunisasi dasar lengkap sampai usia 9 bulan
• Riwayat Pertumbuhan
• BB = 6,15 kg, PB = 77cm
• BB/U: z < -3 gizi buruk
• PB/U: z > 2 tinggi normal
• BB/TB: < -3 sangat kurus
• Kesan: status gizi buruk perawakan normal
• Perkembangan :
• Ps dapat mempertahankan lehernya secara kaku saat posisi terlentang
• Ps dapat memindahkan mainan atau kue kering dari satu tangan ke tangan yang lain
• Ps dapat mencari benda yang dijatuhkan ke lantai
• Ps dapat memungut 2 benda atau mainan atau kue masing-masing pada satu tangan
• Bayi dapat menyangga dengan kedua kaki saat diangkat melalui ketiaknya
• Ps dapat memungut dengan tangannya benda kecil seperti kacang-kacangan, manik-manik
• Ps dapat duduk sendiri tanpa disangga selama 60 detik
• Ps dapat makan kue kering sendiri
• Ps dapat menoleh saat mendengar kedatangan ibunya dari belakang
• Ps mencoba mendapatkan botol susu yang diletakan 1 meter di depannya dengan cara
merangkak
• Kesan: perkembangan pasien sesuai dengan usia berdasarkan KPSP
• Riwayat Asupan Nutrisi :
• 0-6 bulan: Susu formula susu sapi 1 minggu, susu formula soya 3 bulan, susu
terhidrolisat ekstensif seterusnya.
• 6-8 bulan: Susu formula terhidrolisat ekstensif dan susu formula susu sapi
diberikan 4-5 kali sehari dan bubur lumat instan dan bubur nasi , sayur dan
daging; sawi, wortel, buncis, tomat dan ikan, ayam. Diberikan 3 kali 1 mangkok
bayi sehari.
• Kesan: Kuantitas dan kualitas cukup
PEMERIKSAAN FISIK
• Dilakukan tanggal 15 Januari 2019 jam 14:00
• Pemeriksaan Umum
• Keadaan Umum : Tampak baik dan aktif,
• Kesadaran: compos mentis GCS 15 (E4M6V5)

• Tanda Vital
• Tekanan Darah : -
• SpO2: 99%
• Frekuensi Nadi : 112x/m reguler, kuat angkat, isi cukup
• Frekuensi Nafas : 24x/menit, ireguler
• Suhu : 37,1˚C

• Data Antropometri
• BB : 6150 gr
• PB : 70 cm

• Pemeriksaan Sistem
• Kepala : bentuk normal, UUB tidak menonjol, sudah menutup, caput succedaneum -, cephal hematom -, sutura
melebar –
• Mata : bola mata ODS +, tidak cekung, CA-/-,SI-/-, pupil bulat, isokor, RC langsung dan tidak langsung +,
katarak kongenital -/-, injeksi konjungtiva -/-
• Hidung : bentuk normal, deviasi septum -, pernafasan cuping hidung -, sekret -/-, hiperemis -/-, darah -/-
• Telinga : bentuk normal, liang telinga +/+, sekret -/-, daun telinga recoil cepat +
• Mulut : sianosis -, mukosa merah muda, lidah normal, tidak ada hipersalivasi
• Leher : pembesaran KGB -, letak trakea di tengah
• Pulmo : inspeksi : dada simetris, pergerakan dada kanan dan kiri simetris statis dan dinamis, retraksi -
• palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama kuat, pergerakan simetris
auskultasi : SDV +/+, Rh -/-, Wh -/-
• Cor : inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
• palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra, thrill –
• auskultasi : BJ I-II reguler, murmur -, gallop –
• Abdomen : inspeksi : tampak datar, tidak ada benjolan
auskulatasi : Bu +
palpasi : supel, tidak terdapat hepatosplenomegaly
• Ekstremitas dan tulang belakang : akral hangat +, edema -, CRT < 2 detik,
tidak ada skoliosis, lordosis, kifosis, spina bifida
• Kulit : turgor kulit baik, ikterik –
• Anus dan genitalia :
• Anus : tidak terdapat anus imperforate/ atresia ani/ fistula/ ekskoriasi
• Genital : bentuk penis normal, epispadia -, hipospadia -, testis di skrotum
• PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
• RESUME
• Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 8 bulan 24 hari dengan riwayat timbul ruam
makulopapular kemerahan diseluruh tubuh setelah mengonsumsi susu sapi formula saat berumur
satu minggu dan gejala yang sama timbul ditambah kulit yang mengelupas saat berumur 3 bulan
setelah mengonsumsi susu soya formula. Kemudian pasien mengonsumsi susu terhidrolisat ekstensif
dan tidak timbul gejala. Pada saat umur 8 bulan, pasien sudah dapat mentoleransi susu sapi.
• Keadaan umum baik dan aktif, GCS 15 (E4M6V5), compos mentisTanda-tanda vital yang didapat
adalah SpO2: 99% HR: 112x/menit, RR:24x/menit, Suhu: 37,10C. Berat badan 6150 gram, panjang
badan: 77 cm. Pada pemeriksaan fisik saat ini tidak didapatkan kelainan. Tidak dilakukan pemeriksaan
penunjang terkait alergi susu sapi.
• DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA
• Diagnosa kerja : Alergi susu sapi toleran
• PENGKAJIAN
• Clinical reasoning:
• Anamnesis: 1 minggu setelah minum susu formula sapi timbul ruam makuopapular seluruh tubuh. 3
bulan mengonsumsi susu formula soya, timbul gejala serupa dan kulit terkelupas serta pasien gagal
tumbuh. Setelah diganti susu terhidrolisat ekstensif, gejala tidak muncul kembali dan berat badan
perlahan meningkat.
• PF: tidak ditemukan kelainan pada kulit sistem pernapasan dan pencernaan walaupun setelah
mengonsumsi susu sapi karena pasien sudah toleran.
• PP: tidak dilakukan
• Diagnosa Banding :
• Asma bronkial
• Gastroenteritis
• Dermatitis atopic
• Rencana Diagnostik :
• Skin prick test
• Uji IgE-RAST
• Uji eliminasi dan provokasi
• Rencana Terapi Farmakologis :
• Cetirizine hydrochloride sirup 2,5 mg/kg (1/2 sendok teh) 1 kali sehari selama gejala alergi
masih ada.

• Rencana Terapi Non-Farmakologis :


• Terus memberikan susu sapi secara berkala
• Mengenalkan bahan makanan lain yang berpotensi tinggi menjadi alergen sejak dini dengan
pengawasan.
• Rencana evaluasi :
• Evaluasi setiap 6 bulan untuk pengawasan terhadap reaksi alergi pada susu sapi dan makanan
yang mengandung susu sapi serta mengawasi bila terjadi reaksi silang antara susu sapi dengan
susu kedelai maupun bahan makanan lain yang berpotensi tinggi menjadi alergen seperti telur,
kacang, gandum, ikan, dan sitrus.
• Pemantauan kecukupan gizi dan peningkatan berat badan.
• Waspada tanda-tanda alergi reaksi cepat dan tanda dan gejala anafilaksis.
• Edukasi :
• Menjelaskan mengenai penyakit yang diderita (definisi, etiologi, faktor resiko, komplikasi,
tatalaksana, prognosis)
• Menjelaskan kepada Ibu untuk mengenalkan bahan makanan yang berpotensi tinggi menjadi
alergen sejak usia dini.
• Menjelaskan kepada ibu untuk waspada terhadap kekambuhan gejala alergi akibat dari
pemberian susu sapi maupun alergen lain.
• Menjelaskan kepada Ibu tanda-tanda bahaya timbulnya alergi reaksi cepat dan untuk segera
membawa pasien ke IGD.
• PROGNOSIS
• Ad vitam : bonam
• Ad sanationam : bonam
• Ad functionam : bonam
• KESIMPULAN
• Telah diperiksa seorang bayi laki-laki berusia 8 bulan 28 hari dengan riwayat alergi susu sapi.
Berdasarkan hasil alloanamnesa riwayat pasien dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosa alergi
susu sapi toleran.
ANALISIS KASUS
TEORI KASUS
Definisi
Alergi Susu Sapi (ASS) merupakan salah satu jenis alergi makanan yang merupakan reaksi yang tidak diinginkan
(reaksi yang berlebihan) yang diperantarai secara imunologis terhadap protein susu sapi. Peran reaksi imunologi pada
ASS disebut sebagai reaksi hipersensitivitas. tipe 1 yang diperani oleh Immunoglobulin E (IgE), tetapi ASS dapat
diakibatkan oleh reaksi imunologis yang tidak diperantarai oleh IgE ataupun proses gabungan antara keduanya.3
Epidemiologi
-Prevalensi alergi 40-50%. Penelitian Pasien adalah bayi laki-laki berumur 28 bulan 24 hari memiliki
-Prevalensi alergi makanan pada anak dibawah lima riwayat alergi susu sapi.
tahun adalah antara 5-10% pada negara-negara barat,
dan 7% di negara-negara Asia.
-Penelitian lain yang dilakukan di Australia juga
melaporkan 10% dari bayi berusia kurang 12 bulan,
menderita alergi makanan.
-Bahan makanan yang menjadi allergen diantaranya
adalah telur (8,8%) kacang (3%) dan paling tinggi adalah
susu sapi (2,7%).
Faktor Resiko

Faktor resiko penyebab alergi adalah jenis Pasien adalah laki-laki berumur 9 bulan. Orang tua tidak
kelamin, umur, lingkungan dan yang paling penting memiliki riwayat alergi maupun asma. Ibu pasien mengaku
adalah genetik. Anak yang lahir dari orang tua pasien tidak terkena paparan rokok.
dengan riwayat alergi, kemungkinan besar akan
memiliki alergi terhadap alergen tertentu dengan
manifestasi klinis yang bervariasi. Jenis kelamin
juga berpengaruh pada faktor resiko alergi.
Disebutkan bahwa perempuan 20% lebih banyak
mengalami asma dari pada laki-laki. Selain itu
alergi juga leih sering dialami anak (0-17 tahun)
dari pada orang dewasa. Faktor lingkungan yang
berpengaruh adalah paparan asap rokok dan polusi
yang dapat meningkatkan risiko alergi.
Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Kulit: Eritema, Flushing, Pruritus, Riwayat timbul ruam makulopapular di seluruh
Morbiliform eruption, Angiodema, Ruam tubuh disertai kulit terkelupas. Tidak ada keluhan
eczematous lain.
Pernapasan: Hidung tersumbat, Pruritus,
Rhinorrhea, Bersin, Edema laring, Serak,
Batuk kering, Sesak, Dyspnea, Wheezing,
Retraksi intercostal, Penggunaan otot
pernapasan
Pencernaan: Angiodema pada bibir, lidah
dan palatum, Oral pruritus, Bengkak
pada lidah, Mual, Nyeri kolik, Refluks,
Muntah, Diare
Tatalaksana
Bila diagnosis alergi susu sapi sudah ditegakkan maka susu sapi harus
dihindarkan dengan ketat supaya toleran dapat cepat tercapai. Eliminasi
Pada pasien, dilakukan tatalaksana yaitu eliminasi
susu sapi direncanakan selama 6-18 bulan. Bila gejala menghilang, dapat
susu sapi formula dan diganti dengan susu soya
dicoba provokasi setelah eliminasi 6 bulan. Jika gejala tidak timbul lagi
berarti anak sudah toleran dan susu sapi dapat diberikan kembali. formula. Namun terjadi reaksi silang dan diganti
Untuk bayi yang mengkonsumsi susu formula pilihan utama susu
formula pada bayi dengan alergi susu sapi adalah susu hipoalergenik. Susu dengan susu terhidrolisat ekstensif.
hipoalergenik adalah susu yang tidak menimbulkan reaksi alergi pada 90%
bayi atau anak dengan diagnosis alergi susu sapi. Susu tersebut mempunyai
peptida dengan berat molekul < 1500 kDa. Susu yang memenuhi kriteria
tersebut ialah susu terhidrolisat ekstensif dan susu formula asam amino.
Formula susu terhidrolisat ekstensif merupakan susu yang
dianjurkan pada alergi susu sapi dengan gejala klinis ringan atau sedang.
Pada alergi susu sapi berat yang tidak membaik dengan susu formula
terhidrolisat ekstensif maka perlu diberikan susu formula asam amino.
Apabila susu formula terhidrolisat ekstensif tidak tersedia atau terdapat
kendala biaya, maka pada bayi di atas 6 bulan dapat diberikan formula
kedelai dengan penjelasan kepada orangtua mengenai kemungkinan reaksi
silang alergi terhadap protein kedelai. Angka kejadian alergi kedelai pada
pasien dengan alergi susu sapi berkisar 10-35% (tipe IgE 12-18%, tipe non
IgE 30-60%).8
Pada bayi dengan alergi susu sapi, pemberian makanan padat perlu
menghindari adanya protein susu sapi dalam makanan pendamping ASI
(MP-ASI).
Komplikasi
Anafilaksis merupakan komplikasi dari alergi Berdasarkan alloanamnesis, pasien tidak mengalami
makanan. Anafilaksis adalah reaksi alergi yang gejala komplikasi
berat dengan onset sangat cepat dan
mengakibatkan kematian. Anafilaksis terjadi karena
produksi mediator oleh sel mast dan basophil
secara tiba-tiba sehingga menyebabkan gejala
alergi pada kulit (urtikaria, angioedema, flushing),
pernapasan (bronkospasme, laryngeal edema),
kardiovaskular (hipotensi, disritmia, myocardial
ischemia) dan gastrointestinal (mual, nyeri kolik
abdomen, muntah, diare). Dilaporkan bahwa
setengah dari penyebab anafilaksis adalah alergi
makanan, sisanya dikarenakan alergi lateks atau
alergi obat.
Prognosis
Prognosis bayi dengan alergi susu sapi Pasien ini toleran dengan susu sapi saat berusia 8
umumnya baik, dengan angka remisi 45- bulan.
55% pada tahun pertama, 60-75% pada Ad vitam : bonam
tahun kedua dan 90% pada tahun ketiga. Ad sanationam : bonam
Namun, terjadinya alergi terhadap Ad functionam : bonam
makanan lain juga meningkat hingga
50% terutama pada jenis: telur, kedelai,
kacang, sitrus, ikan dan sereal serta
alergi inhalan meningkat 50-80%
sebelum pubertas.8
KESIMPULAN
• Alergi Susu Sapi (ASS) merupakan salah satu jenis alergi makanan
yang merupakan reaksi yang tidak diinginkan (reaksi yang
berlebihan) yang diperantarai secara imunologis terhadap protein
susu sapi.
• Peran reaksi imunologi pada ASS disebut sebagai reaksi
hipersensitivitas tipe 1 yang diperani oleh Immunoglobulin E (IgE),
tetapi ASS dapat diakibatkan oleh reaksi imunologis yang tidak
diperantarai oleh IgE ataupun proses gabungan antara keduanya.
• Manifestasi klinis pada ASS dibagi berdasarkan predominan target organ dan
mekanisme imun yang terlibat yaitu sistem pencernaan, kulit dan sistem
respirasi.
• Beberapa hal yang perlu diketahui dari pasien adalah: (1) makanan yang menjadi
sumber alergen dan kuantitas yang dimakan atau diminum, (2) jangka waktu
antara konsumsi dan timbulnya gejala, (3) tipe gejala yang timbul, (4) riwayat
konsumsi alergen yang sama dan reaksinya, (5) apakah ada faktor lain yang
dapat menimbulkan tanda dan gejala yang menyerupai (6) lama gejala
berlangsung setelah konsumsi susu sapi (alergen). (7) riwayat atopik pada
keluarga.
• Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk pendekatan diagnosis
terdiri dari pemeriksaan IgE spesifik, uji kulit, uji eliminasi dan provokasi, serta
pemeriksaan darah pada tinja.
• Tatalaksana: Eliminasi susu sapi direncanakan selama 6-18 bulan. Bila
gejala menghilang, dapat dicoba provokasi setelah eliminasi 6 bulan.
Jika gejala tidak timbul lagi berarti anak sudah toleran dan susu sapi
dapat diberikan kembali.
• Namun, jika gejala kembali muncul maka eliminasi dilanjutkan sampai
1 tahun dan seterusnya. Umumnya bayi akan toleran sekitar umur 3
tahun. Lima puluh persen akan toleran pada usia 2 tahun, 60% pada
usia 4 tahun dan 80% pada usia 6 tahun.
• Prognosis bayi dengan alergi susu sapi umumnya baik, dengan angka
remisi 45-55% pada tahun pertama, 60-75% pada tahun kedua dan
90% pada tahun ketiga.
SARAN
• Saran penulis untuk ASS adalah agar menerapkan pencegahan primer pada
bayi yang belum terdiagnosia alergi yaitu dengan pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan dan tidak membatasi makanan apapun pada ibu yang
sedang menyusui.

• Saat anak sudah dapat makan, diperkenalkan makanan-makanan yang


berpotensi tinggi menjadi alergen dengan pemberian perlahan-lahan dan
dengan pengawasan.
• Apabila sudah terjadi alergi, diterapkan pencegahan sekunder dan tersier yaitu
dengan pemberian susu terhidrolisat ekstensif sampai minimal 6 bulan
kemudian dapat dilakukan provokasi terhadap susu sapi kembali.

Anda mungkin juga menyukai