hewan termasuk pada manusia (Zoonosis) • Berbahaya pada manusia karena dapat menimbulkan keguguran, kematian bayi saat lahir, gangguan otak, cacat fisik,dll Toxoplasmosis Parasit Toxoplasma gondii Rubella Famili : Sarcocystidae Antigen : Virus Rubella Tachyzoite 2-4 & 4-8 mm Famili : Togaviridae Oocyst 12,1 x 11 mm Ukuran : 60 - 70 nm Cyst 200 mm
TORCH
Cytomegalovirus Herpes Genitalis
Antigen : Virus Cytomegalo Antigen : Virus Herpes Famili : Herpesviridae Simpleks-2 Ukuran : 180 - 200 nm Famili : Herpesviridae Ukuran : 180 - 200 nm TOKSOPLASMA GONDII Toksoplasmosis pada kehamilan dapat menyebabkan infeksi janin kongenital. Janin yang terinfeksi kongenital tersebut mengalami kerusakan organ/struktur hidrosefalus, korioretinitis dan kalsifikasi serebralis. Hidrosefalus Pelebaran ventrikel lateral, dimana lebar atrial lebih dari 15 mm pada trimester II dan III DIAGNOSIS TOKSOPLASMOSIS PADA KEHAMILAN Kehamilan dengan seropositif ditemukan adanya antibodi IgG anti toksoplasma dengan titer 1/20-1/1000. Kehamilan dengan antibodi IgG atau IgM spesifik titer tinggi ibu hamil seropositif memperoleh ulangan infeksi (reinfeksi). Kehamilan dengan seronegatif darah ibu tidak mengandung antibodi spesifik mengulangi uji serologik tiap trimester (3 bulan) sekali. Kehamilan dengan serokonversi adanya perubahan dari seronegatif menjadi seropositif selama kehamilan. Penderita memiliki resiko tinggi untuk terjadinya transmisi vertikal dari maternal ke janin serta mengakibatkan infeksi janin (toksoplasmosis kongenital). DIAGNOSTIK PRENATAL Diagnosis prenatal dilakukan usia kehamilan 14-27 minggu (trimester II). Infeksi pd bumil, Trimester I → 20% janin terinfeksi toksoplasma atau kematian janin Trimester III → 65% janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat berlangsung selama kehamilan. Risiko bayi lahir memperoleh infeksi congenital adalah sebesar 4-7/1.000 ibu hamil. Risiko meningkat menjadi 50/1.000 ibu hamil bila ibu tidak mempunyai antibodi spesifik. Diagnosis prenatal umumnya dilakukan pada usia kehamilan 14-27 minggu (trimester II). Kordosentesis (pengambilan sampel darah janin melalui tali pusat) ataupun amniosentesis (aspirasi cairan ketuban) dengan tuntunan ultrasonografi. PRINSIP ULTRASONOGRAFI CHORDOCYNTHESIS AMNIOSENTESIS Pemeriksaan dengan teknik P.C.R guna mengidentifikasi DNA T.oxoplasma gondii pada darah janin atau cairan ketuban. Pemeriksaan dengan teknik ELISA pada darah janin guna mendeteksi antibodi IgM janin spesifik (anti toksoplasma). Diagnosis toksoplasmosis kongenital ditegakkan berdasar Hasil pemeriksaan yang menunjukkan adanya IgM janin spesifik (anti toksoplasma) dari darah janin, dan D.N.A dari T. gondii dengan P.C.R darah janin ataupun cairan ketuban. Diagnostik prenatal yang berdasarkan amniosentesis (aspirasi cairan ketuban), saat ini paling sering dilakukan guna mendeteksi adanya infeksi janin kongenital. Dengan tindakan diagnostik prenatal ini akan diperoleh deteksi DNA (Deoxyribonucleic acid) T.gondii dalam cairan ketuban melalui metode PCR (Polymerase Chain Reaction) secara akurat dan cepat. TOXOPLASMA Terapi diberikan terhadap 3 kelompok penderita berikut: I. Kehamilan dengan infeksi akut Spiramisin (dewasa) 2-4g/hari per oral dibagi dalam 4 dosis untuk 3 minggu, diulangi setelah 2 minggu sampai kehamilan aterm. Piremitamin 1mg/kg/hari secara oral untuk 3- 4 hari. Kombinasi (piremitamin-sulfadiazine- as.folinik) TOXOPLASMA Terapi diberikan terhadap 3 kelompok penderita berikut: II. Toksoplasma congenital Sulfadiazine dengan dosis 50-100 mg/kg/hari dan piremitamin 0,5-1 mg/kg diberikan setiap 2-4 hari selama 20 hari. injeksi intramuscular asam folinik 5 mg setiap 2-4 hari. Pengobatan dihentikan ketika anak berumur 1 tahun III. Penderita imunodefisiensi (sda)
Profilaksis adalah tindakan yang paling efektif
berupa perlindungan atas populasi yang berisiko RUBELA Selama kehamilan, virus ini menjadi penyebab langsung kematian janin dan bahkan yang paling penting malformasi kongenital berat. Dianjurkan untuk melakukan vaksinasi, terutama pada wanita berusia subur. Diagnosis Konfirmasi infeksi rubela sulit dilakukan. Gambaran klinisnya mirip dengan penyakit lain, dan sekitar seperempat dari infeksi rubela bersifat subklinis walaupun terjadi viremia yang telah menginfeksi mudigah atau janin. Viremia mendahului gejala klinis sekitar 1 minggu Orang nonimun yang mengalami viremia rubela akan memperlihatkan titer puncak antibodi 1 sampai 2 minggu setelah awitan ruam. Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan, infeksi pada janin semakin kecil menyebabkan malformasi kongenital. Cacat rubela dijumpai pada semua bayi yang memperlihatkan tanda infeksi intrauterus sebelum minggu ke-11, tetapi hanya 35% dari mereka yang terinfeksi pada usia 13 sampai 16 minggu Sindrom Rubela Kongenital Lesi mata, termasuk katarak, glaukoma Penyakit jantung, termasuk duktus arteriosus paten, defek septum. Tuli sensorineural Defek susunan saraf pusat microcephaly Hambatan pertumbuhan janin Hepatosplenomegali dan ikterus Perubahan tulang Bayi yang lahir dengan rubela kongenital menyebarkan virus sehingga merupakan ancaman bagi bayi lain, serta orang dewasa rentan yang berkontak dengan bayi tersebut. Pengobatan Dengan obat antiviral seperti acyclovir dan pemberian immunomodulator Virus ini menyebabkan pembengkakan sel yang karakteristik sehingga terlihat sel membesar (sitomegali) dan tampak sebagai gambaran mata burung hantu. Penularan Transmisi horisontal terjadi melalui “droplet infection” dan kontak dengan air ludah. Transmisi vertikal penularan proses infeksi maternal ke janin. transplasenta. Infeksi CMV yang terjadi karena pemaparan pertama kali atas individu infeksi primer. Infeksi primer berlangsung simtomatis ataupun asimtomatis serta virus akan menetap dalam jaringan hospes dalam waktu yang tak terbatas infeksi laten. Transmisi CMV dari ibu ke janin dapat terjadi selama kehamilan, dan infeksi pada umur kehamilan kurang sampai 16 minggu menyebabkan kerusakan serius. Infeksi eksogenus dapat bersifat primer yaitu terjadi pada ibu hamil dengan pola imunologis seronegatif dan non primer bila ibu hamil dengan seropositif. Infeksi endogenus suatu reaktivasi virus yang sebelumnya dalam keadaan laten. DIAGNOSIS Metode serologis diagnosa infeksi maternal primer dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan dari seronegatif menjadi seropositif (tampak adanya IgM dan IgG anti CMV) Metode virologis, viremia maternal dapat ditegakkan dengan menggunakan uji immuno fluoresen. DIAGNOSIS PRENATAL Diagnosis prenatal harus dikerjakan terhadap ibu dengan kehamilan yang menunjukkan infeksi primer pada umur kehamilan sampai 20 minggu. Diagnosis prenatal metode PCR dan isolasi virus pada cairan ketuban yang diperoleh setelah amniosentesis. Kemungkinan infeksi CMV intrauterin bila didapatkan : Oligohidramnion, Polihidramnion Hidrops non imun Asites janin Gangguan pertumbuhan janin Mikrosefali, Ventrikulomegali serebral (hidrosefalus) TERAPI DAN KONSELING Saat ini terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi intervensi karena pengobatan dengan anti virus (ganciclovir) tidak memberi hasil yang efektif serta memuaskan. Dengan demikian konseling, infeksi primer yang terjadi pada umur kehamilan 20 minggu setelah memperhatikan hasil diagnosis prenatal dapat dipertimbangkan terminasi kehamilan Manajemen Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya titer IgM CMV atau kenaikkan 4x IgG CMV infeksi primer Amniosentesis atau kordosentesis penting untuk deteksi infeksi bayi,kultur dan memantau kondisi bayi Tidak ada terapi yg efektif untuk infeksi CMV biasanya diberikan acyclovir dan imunomodulator. Virologi Berdasarkan perbedaan imunologi dapat dikenali 2 jenis herpes simpleks virus (HSV) HSV tipe 1 (Non genital) HSV tipe 2 (Genital) dan ditularkan melalui hubungan seksual. Diagnosis Penemuan virus dengan biakan jaringan merupakan konfirmasi paling optimal untuk membuktikan infeksi klinis. Perjalanan penyakit selama kehamilan 80 persen wanita yang terjangkit infeksi herpes genitalis mengalami kekambuhan simtomatik sebanyak 2-4 kali selama hamil Kekambuhan klinis tampaknya sedikit lebih sering pada kehamilan tahap lanjut. Pada Janin dan Neonatus Janin hampir selalui terinfeksi oleh virus yang di keluarkan dari serviks atau saluran genital bawah. Virus menginvasi uterus setelah selaput ketuban pecah atau berkontak dengan janin saat persalinan. Infeksi pada Neonatus Diseminata keterlibatan organ-organ dalam mayor Lokalisata Keterlibatan terbatas pada mata, kulit atau mukosa Asimtomatik. Penatalaksanaan Antepartum Seksio sesarea diindikasikan pada wanita dengan lesi genital aktif. Dengan demikian seksio sesarea dilakukan hanya apabila tampak lesi primer atau rekuren saat mejelang persalinan atau saat selaput ketuban pecah.