Anda di halaman 1dari 46

Oki Tursinawati FA/07724

Truli Dian Anggraini FA/07728


Dhien Setiani FA/07756
Putri Damai Lestari FA/07863
Septilina Melati Sirait FA/08880
Ratih Pratiwi Sari FA/08891
EPIDEMIOLOGI
 Di dunia : angka kejadian 0,3-5 persen semua etnis dan
usia, cenderung meningkat : usia dewasa muda atau usia
pertengahan dan usia produktif.
 Wanita 3-4 kali lebih berisiko terkena, serta lebih banyak
terjadi di negara berkembang.
 Di Indonesia, diperkirakan:
Kelompok dewasa > 18 tahun : 0,1-0,3 persen anak-
Anak dan remaja < 18 tahun : 1 dari 100 ribu penduduk.
 Kini diperkirakan ada sekitar 360 ribu pasien rheumatoid
arthritis dewasa di Indonesia. Kerusakan sendi sudah
mulai terjadi pada enam bulan pertama setelah
terserang penyakit ini, sedangkan kecacatan terjadi 2-3
tahun kemudian bila tidak diobati.
PATOFISIOLOGI
 DEFINISI
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun
yang menyebabkan peradangan pada sendi, bersifat
menahun, sistemik, progresif, dan nyeri sendinya
bersifat simetris.

 Etiologi
 Penyebab pasti rheumatoid arthritis (RA) tidak
diketahui, diperkirakan disebabkan kombinasi dari
faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor
system reproduksi.
Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan tingkat kerusakan pada sendi
(Steinbroker) yaitu :
 Stadium I : hasil radiografi menunjukkan tidak
adanya kerusakan pada sendi.
 Stadium II : terjadi osteoporosis dengan atau tanpa
kerusakan tulang yang ringan disertai penyempitan
pada ruang sendi.
 Stadium III: terjadi kerusakan pada kartilago dan
tulang tertentu dengan penyempitan ruang sendi;
sehingga terjadi perubahan bentuk sendi.
 Stadium IV: imobilisasi menyeluruh pada sendi karena
menyatunya tulang-tulang
PATOGENESIS
KETERANGAN:
 Kasus rheumatoid arthritis sistem imun tidak mampu lagi membedakan
komponen self dan non-self sehingga kemudian menyerang jaringan sinovial
serta jaringan penyokong lain sehingga terjadi inflamasi berlebihan
Inflamasi terjadi karena adanya paparan antigen yang akan memicu
pembentukan antibodi oleh sel B.

 Rheumatoid factor (antibodi pasien terdiagnosa RA) mengaktiflkan


komplemen kemudian memicu kemotaksis, fagositosis, dan pelepasan sitokin
oleh sel mononuklear sehingga dapat mempresentasikan antigen kepada sel T
CD4+. Kunci terjadinya inflamasi pada RA yaitu disebabkan pelepasan sitokin
proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6.
Lanjutan...
 Aktivasi sel T CD4+ akan memicu sel-sel inflamasi datang ke
area inflamasi:
1. Makrofag  prostaglandin dan sitotoksin 
memperparah inflamasi
2. Histamine dan kinin  edema, eritema, nyeri, rasa panas.
3. Aktivasi makrofag, limfosit dan fibroblas  angiogenesis
 peningkatan vaskularisasi sinovial penderita RA.
Inflamasi kronis  membran sinovial mengalami proliferasi
berlebih  terbentuk pannus erosi tulang dan akhirnya
kerusakan sendi.
 Peradangan akan menyebar ke tulang rawan kapsul fibroma
ligament tendon penimbunan sel darah putih dan
pembentukan jaringan parut  membran sinovium menjadi
hiperatropi dan menebal aliran darah yang masuk ke dalam
sendi terhambat terjadinya nekrosis (rusaknya jaringan
sendi), nyeri hebat dan deformitas.
Gejala Klinis
 Gejala klinis utama adalah poliartritis kerusakan
rawan sendi dan tulang sekitarnya. Kerusakan ini terutama
mengenai sendi perifer tangan dan kaki yang umumnya
bersifat simetris.
 Gejala-gejala umum :Sendi terjadi pembengkakan, warna
kemerahan, terasa hangat, bila ditekan terasa lunak dan disertai rasa
sakit. Datang sebelum gejala-gejala sendi sehingga kadang gejala awal
seperti sedang terkena flu atau penyakit yang serupa seperti malaise.
 Gejala-gejala sendi biasanya meliputi:
 Kekakuan: sendi tidak dapat digerakkan secara normal. Area gerak
sendi mungkin berkurang. Gejala yang paling sering terlihat adalah
kekakuan di pagi hari yang nantinya dapat berkembang menjadi
semakin parah.
 Peradangan (kemerahan, empuk, dan terasa)
 Pembengkakan di daerah di sekitar sendi
 Nodul
 Nyeri
Laju enap
darah (LED)
dan
Cairan C-Reactive
sinovial Protein
atau tes (CRP) Tes RhF
antinuklear
antibodi

Densitome
DIAGNOSA
tri Atau RA Tes antibodi
anti-CCP
Scan
Tulang

X-ray
ATAU Tes hitung
darah
MRI
lengkap
ATAU
USG
Prognosis
 Diagnosis dan pengobatan yang terlambat dapat
membahayakan pasien. Sekitar 40% pasien rheumatoid
arthritis ini menjadi cacat setelah 10 tahun. Akan tetapi,
hasilnya sangatlah bervariasi.
 Prognosis yang buruk  hasil tes yang menunjukkan
adanya cedera tulang pada tes radiologi awal, adanya
anemia persisten yang kronis, dan adanya antibodi anti-
CCP (Temprano, 2011).
 Rheumatoid arthritis (RA) yang aktif terus-menerus
selama lebih dari satu tahun deformitas sendi serta
kecacatan.
 Morbiditas dan mortalitas karena masalah kardiovaskular
meningkat pada penderita RA.
KOMPLIKASI
Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit sistemik, sehingga peradangannya
dapat mempengaruhi organ-organ area tubuh lain
 Sindrom Sjogren (Kekeringan kelenjar mata dan mulut).
 Pleuritis peradangan (rheumatoid nodules) berkembang dalam paru-paru.
 Pericarditis
 Berkurangnya jumlah sel-sel darah merah (anemia) dan sel-sel darah putih.
Sel-sel putih yang berkurang pembesaran limpa (sindrom Felty) 
meningkatkan risiko infeksi-infeksi.
 Benjolan-benjolan keras di bawah kulit (rheumatoid nodules)  sekitar siku-
siku dan jari-jari tangan  dapat terinfeksi.
 Peradangan pembuluh darah (vasculitis) kematian jaringan (Serius & jarang)
 Gastritis dan ulkus peptik  efek samping utama  obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease
modifying antirhematoid drugs, DMARD )
 Komplikasi saraf  ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik
akibat vaskulitis.
Rheumatoid Arthritis
Tujuan terapi
Inflamasi aktif (lokal/sistemik) 
hilangkan

Jaringan  cegah rusak

Sendi  cegah deformitas, jaga fungsi

Organ  kembalikan fungsi seperti


normal
Strategi terapi

Sendi
• Kurangi
inflamasi
Gejala
• Cegah rusak &
cacat • Hilangkan nyeri
Terapi non-farmakologi
Mengurangi
Olahraga
sakit dan lelah
a. Latihan rentang
gerak
b. Latihan penguatan Tingkatkan
c. Latihan daya tahan fleksibilitas &
kekuatan gerak
1. Jangkauan gerak naik
AEROBIK 2. Daya tahan meningkat
AIR 3. Jaga BB dari sendi
tubuh bawah
Terapi non-farmakologi
Istirahat

Sembuhkan Cegah kerusakan Imobilitas


stres sendi sendi
Turunkan
rentang gerak
Atrofi
otot
Terapi non-farmakologi
Penguranga 1. Kurangi stres
n BB sendi
2. Kurangi nyeri

Variasi makanan: Cegah kondisi


1. Banyak buah dan medis lain
sayur 1. peny. Jantung
2. Protein tanpa 2. diabetes
lemak
3. Susu rendah
lemak
4. Stop rokok
Terapi non-farmakologi
Pembedahan

Artoplasti (penggantian total sendi)

Perbaikan tendon

Sinovektomi (penghapusan lapisan


sendi)

Arthrodesis (fusi sendi)


Terapi farmakologi
NSAID
Fast
Simtomatik
acting
SAID
2 kelas
obat
Antirematik DMRADs
Slow
(modifikasi
acting Agen
penyakit)
biologik
Terapi farmakologi
 DMARDs (disease-modifying, anti-rheumatic drugs)
 dimulai selama 3 bulan pertama setelah diagnosis
RA ditegakkan
 Mekanisme aksi??  tidak jelas  kemungkinan
memodifikasi sistem imun dg beberapa cara
 Efek baru terlihat setelah pemakaian 6-8 bulan
 First choice  METOTREKSAT better outcome, low
cost
 Other choice  LEFLUNOMID
 Kombinasi  lebih efektif
Terapi farmakologi
 Agen Biologik  mengeblok sistem kekebalan tubuh
 TNF, IL-1
 Anti TNF  etanercept, infliximab, adalimumab
 Antagonis reseptor IL-1  anakinra, abatacept,
rituximab
 Kombinasi dg DMARDs  infliximab + metotreksat
 cegah perkembangan antibodi
Terapi farmakologi
Terapi farmakologi
Fast acting
Kortikosteroid NSAID
Kontrol gejala sebelum
Kurangi bengkak
efek DMARDs muncul
Sebaiknya tidak
Kurangi nyeri
monoterapi
Hindari penggunaan Sebaiknya tidak
kronis monoterapi
Terapi farmakologi
Monitoring terapi
1. Perbaikan tanda klinis
a. berkurangnya pembengkakan
sendi,
b. berkurangnya panas pada sendi
yang aktif,
c. berkurangnya keempukan sendi
saat dipalpasi
2. Pengurangan gejala
a. berkurangnya nyeri sendi
yang dirasakan,
b. perbaikan dan kemampuan
untuk beraktivitas sehari-
hari.
Monitoring terapi
Efek samping dan toksisitas obat
• Deskripsi Kasus
SA seorang wanita berusia 60 tahun dibawa ke rumah sakit dengan keluhan
rasa sakit dan nyeri di bagian punggung kebawah dan bagian lutut kirinya. Rasa
sakit tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu akibat terjatuh. Dia mempunyai
riwayat penyakit osteoporosis sejak 2 tahun yang lalu, juga mempunyai riwayat
PUD dan menopouse di usia 55 tahun.
Riwayat keluarganya: ibunya menderita kanker payudara. Riwayat sosial :
Sejak suami SA meninggal 6 bulan yang lalu membuat SA menjadi sangat stress
dan dia menjadi mempunyai kebiasaan merokok serta minum kopi 2 gelas tiap
pagi. Riwayat pengobatan : parasetamol 2x500 mg po QID jika perlu untuk nyeri
sendinya. Simetidin 400 mg BID selama beberapa tahun, tablet Calsium carbonat
chewable 500 mg BID, Prednison 10 mg BID sejak 9 bulan yang lalu.
Hasil Pemeriksaan
KU : muka pucat, terlihat capek
HEENT : pucat pasi dan moon facies
Tanda vital : BP 128/84 mmHg, HR 70, RR 20, T 37,3°C,
BB 61 kg, TB 168 cm
Rheumatoid factor titer = 1: 65
•Pengembangan Kasus
Selama 3 minggu terakhir ini pasien sering merasakan kaku dan nyeri
pada persendian (kanan dan kirinya). Jika terasa nyeri SA minum parasetamol
2x500mg. Pada suatu hari SA harus memeriksakan ke dokter karena rasa sakit
dan nyeri yang tidak tertahankan di bagian punggung ke bawah dan bagian lutut
kirinya akibat terjatuh 2 hari yang lalu.

Hasil pemeriksaan laboratorium lain :


CRP = positif (normal : negatif)
Hb = 10 g/dl (normal untuk wanita : 12-16 g/dl)
Hct = 29% (normal : 36-48%)
LED = 30 mm/jam (normal : 20 mm/jam)
MCV = 65 U3 (normal : 80-90 U3)
ANA = positf (normal : negatif)
Anti CCP = positif (normal : negatif)
Pemeriksaan DXA = T score -2,5 SD
Kultur bakteri = negatif
Sinar X = masih normal
ANALISIS SOAP
Subjective
 Keluhan utama pasien : rasa sakit dan nyeri di bagian punggung ke
bawah dan bagian lutut kirinya.
 Riwayat penyakit :osteoporosis, rheumatoid arthritis, dan
PUD.
 Riwayat sosial :mempunyai kebiasaan merokok serta
minum kopi 2 gelas tiap pagi.
 Riwayat keluarga : ibunya menderita kanker payudara.
 Riwayat pengobatan : PUD dan osteoporosis.
 Tidak ada riwayat alergi pada pasien.
 Review of System : muka pucat, terlihat capek, HEENT pucat
pasi dan moon facies.
 Riwayat pengobatan : parasetamol 2x500 mg PO QID jika perlu
untuk nyeri sendinya, simetidin 400 mg BID selama beberapa
tahun, tablet Calcium carbonat chewable 500 mg BID, Prednison
10 mg BID sejak 9 bulan yang lalu.
Objective

BP = 128/84 mmHg (normal = 120/80 mmHg)


HR = 70 x/menit (normal =80-100x/ menit)
RR = 20x/menit (normal = 13-18x/menit)
T = 37,3 ◦C (normal =36,5-37,5◦C)
BB = 61 kg
TB = 168 cm
BMI = 21,61 (normal = 18,5- 24,9)
Rheumatoid factor titer = 1: 65
Pemeriksaan DXA = T score -2,5 SD
Kultur bakteri = negatif
CRP = positif (normal : negatif)
Hb = 10 g/dl (normal : 12-16 g/dl)
Hct = 29% (normal : 36-48%)
LED = 30 mm/jam (normal : 20 mm/jam)
MCV = 65 U3 (normal : 80-90 U3)
ANA = positif (normal : negatif)
Anti CCP = positif (normal : negatif)
Sinar X = masih normal
Assessment
Pasien menderita rheumatoid arthritis
yang masih ringan disertai
osteoarthritis dan PUD.

Plan
Mengatasi gejala penyakit.
Mengurangi progresivitas penyakit.
Meningkatkan keadaan fisik dan
psikis pasien.
Mengurangi resiko morbiditas dan
mortalitas
Rheumatoid Arthritis
Terapi Nonfarmakologis

Istirahat cukup

 Terapi fisik  ketrampilan dan latihan yang diperlukan


untuk meningkatkan atau memelihara mobilitas.

Aplikasi dingin/panas membantu menjaga dan


mengembalikan rentang gerakan sendi dan mengurangi
rasa sakit dan kejang otot. Handuk hangat, kantung
panas (hot packs), atau mandi air hangat dapat
mengurangi kekakuan dan rasa sakit.

Edukasi pasien tentang penyakit serta keuntungan dan


kerugian dari terapinya.
Terapi Farmakologis Rhematoid Arthritis
1. Sulfasalazine (Sulcolon®)
Mekanisme aksi : merupakan prodrug yang dipecah oleh bakteri kolon menjadi
sulfapyridine dan 5-aminosalicylic acid. Sulfapyridine dipercaya bertanggung
jawab untuk agen antirematik, meskipun mekanisme aksinya belum diketahui.

Dosis : Loading dose :500 mg 1x sehari selama 1 minggu pertama


Dosis maintenance : 500 mg 2x sehari
Durasi : 3 bulan
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap sulfonamida dan salisilat, kerusakan
saluran urinari atau intestinal.
Interaksi :-
Efek samping :efek GI (anoreksia, nausea, muntah, diare), dermatologi
(rash, urticaria).
Analisis biaya : 500mg x 10 x 10 = Rp. 495.000
Alasan pemilihan :
 Sulfasalazin pilihan pertama pada RA yang progresif hebat, berhubung lebih
jarang menimbulkan efek samping pada penggunaan jangka panjang.
 Sulfasalazin juga mempunyai indikasi untuk mengobati PUD.
Celecoxib (Celebrex®)

 Mekanisme aksi :menghambat enzim siklooksigenase yang bertanggung


jawab mengubah asam arakidonat menjadi prostagandin.
 Dosis : 200 mg
 Frekuensi : 1x jika terasa nyeri.
 Durasi : sampai rasa nyeri sudah teratasi.
 Kontraindikasi : reaksi alergi terhadap sulfonamid, aspirin, dan NSAID lain;
asma, urtikaria.
 Interaksi :-
 Efek samping : nyeri abdomen, diare, dispepsia, kembung,mual.
 Analisis biaya : Rp. 2.519,-/kapsul
 Alasan pemilihan :
1. Obat golongan NSAID tetap diberikan sebagai kombinasi dengan Sulfasalazin
untuk pengobatan RA, karena Sulfasalazin tidak bekerja sebagai analgetis.
2. Celecoxib merupakan NSAID yang sifatnya selektif, sehingga relatif aman untuk
pasien PUD.
3. Prednison dihentikan dengan cara tappering off secara perlahan-lahan. Hal ini
disebabkan karena disamping pasien sudah menunjukkan adverse effect akibat
penggunaan prednison (moon facies), penggunaan prednison juga merupakan
faktor resiko terjadinya osteoporosis.
Osteoporosis

Terapi Nonfarmakologis

 Menu asupan kalsium dan vitamin D yang


mencukupi.
 Membatasi konsumsi kopi, alkohol, natrium, cola,
dan minuman lain yang mengandung karbonat.
 Berhenti merokok.
 Aerobik latihan beban dan olahraga dapat
mencegah hilangnya masa tulang dan mengurangi
jatuh dan fraktur.
Terapi Farmakologis Osteoporosis
Ca dan vitamin D (Licokalk Plus®)

Mekanisme aksi :
Kalsium digunakan untuk mengatasi defisiensi kalsium tulang
dengan mengganti kalsium tulang yang hilang. Vitamin D
merupakan vitamin yang larut lemak yang diperoleh dari sumber
alami (minyak hati ikan) atau dari konversi provitamin (7-
dehidrokolesterol dan ergosterol). Kalsitriol dipercaya merupakan
bentuk vitamin D3 yang paling aktif dalam menstimulasi transport
kalsium usus dan fosfat.

Dosis : dua kaplet (per kaplet mengandung Ca lactate 300 mg


vit D 160 iu).
Frekuensi : 3x sehari
Durasi : seumur hidup
 Kontraindikasi :
a. Kalsium : hiperkalsemia dan fibrilasi ventrikuler
b. Vitamin D : hiperkalsemia, bukti adanya toksisitas vitamin D,
sindrom malabsorpsi, hipervitaminosis D,
sensitivitas abnormal terhadap efek vitamin D,
penurunan fungsi ginjal.
Interaksi :-
Efek samping :
Kalsium : gangguan gastrointestinal ringan, bradikardia,
aritmia.
Vitamin D : rasa lelah, sakit kepala, mual, muntah, mulut
kering, konstipasi, rasa logam.
Analisis biaya : Rp. 150,04/kaplet
Alasan pemilihan : pemberian kalsium dan vitamin D secara
bersamaan diperlukan untuk mendapatkan respon klinis terhadap terapi.
Denganadanya bentuk aktif vitamin D (kalsitriol), dapat menstimulasi
transport kalsium.
PEPTIC ULCER DISEASE (PUD)
Terapi Nonfarmakologis
Mengurangi stress, merokok, dan penggunaan NSAID.
Menghindari makanan dan minuman yang dapat menyebabkan dispepsia atau
penyakit tukak (makanan pedas, kafein, dan alkohol).

Terapi Farmakologis
Pada kasus ini terapi farmakologis untuk PUD tidak perlu diberikan.
PUD bisa disebabkan oleh 2 hal, yaitu karena bakteri (H.pylori) dan akibat
penggunaan obat NSAID. Dalam kasus ini hasil kultur bakteri menunjukkan
hasil negatif, oleh karena itu PUD yang dialami pasien terjadi akibat pasien
mengkonsumsi Parasetamol dan juga dipacu oleh kebiasaan minum 2 gelas
kopi tiap pagi. Solusi untuk PUD akibat penggunaan NSAID adalah dengan
menghentikan konsumsi NSAID tersebut. Namun apabila penggunaan NSAID
masih diperlukan (dalam kasus ini NSAID masih diperlukan untuk kombinasi
terapi RA) maka dipilihkan NSAID yang sifatnya selektif seperti Celecoxib.
Maka diharapkan dengan penggantian NSAID yang sifatnya selektif serta
dengan mengurangi konsumsi kopi, PUD yang dialami pasien bisa tertangani.
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

1. Penggunaan obat :
 Sulfasalazine (Sulcolon®) diminum sesudah makan untuk
meminimalkan gejala GI yang mungkin timbul.
 Celecoxib (Celebrex®) dapat diminum sebelum atau sesudah
makan.
 Ca dan vitamin D (Licokalk Plus®) diminum setelah makan.
 Parasetamol dihentikan karena sudah diganti dengan
celecoxib (Celebrex®).
 Calsium carbonat chewable dihentikan karena sudah diganti
dengan Licokalk Plus®.
 Prednison dihentikan secara perlahan-lahan (tapering
dose).
 Obat disimpan pada tempat yang kering, terhindar dari
kontak sinar matahari langsung, dan pada suhu ruangan.
2. Diet :
 Menu yang seimbang dengan asupan kalsium dan vitamin D yang
mencukupi, seperti susu, kedelai, bayam, brokoli, tuna.
 Membatasi konsumsi minuman yang dapat menurunkan densitas tulang,
seperti kopi, alkohol, natrium, cola, dan minuman lain yang mengandung
karbonat.
 Menghindari makanan dan minuman yang dapat menyebabkan dispepsia
atau yang dapat menyebabkan penyakit tukak (makanan pedas, kafein, dan
alkohol).
 Meningkatkan asupan cairan dengan memperbanyak minum air putih.
3. Istirahat yang cukup.
4. Aerobik dan olahraga dapat mencegah hilangnya masa tulang
dan mengurangi jatuh dan fraktur.
5. Mengurangi stress, merokok, dan penggunaan NSAID.
6. Dianjurkan kepada pasien dan keluarga pasien untuk selalu
berhati-hati dan jangan sampai terjatuh.
7. Diminta untuk selalu menjaga berat badan.
8. Edukasi pasien tentang penyakit dan pengobatan untuk
meningkatkan compliance pasien.
Kesimpulan

Pada kasus, pasien mengalami rheumatoid arthritis,


osteoporosis, dan PUD serta mempunyai riwayat keluarga
bahwa ibunya menderita kanker payudara. Terapi yang
direkomendasikan pada pasien meliputi :
1. Rheumatoid arthritis
Nonfarmakologis : istirahat, terapi fisik, aplikasi
dingin/panas, edukasi pasien.
Farmakologis : Sulcolon®, Celebrex®
2. Osteoporosis
Nonfarmakologis : diet, berhenti merokok, olahraga.
Farmakologis : Licokalk Plus®
3. PUD
Nonfarmakologis : mengurangi stress, merokok, dan
penghentian NSAID, dan diet.
 Penegakan diagnosis
 Terapi utama  DMARDs  menunda keparahan,
mempercepat revisi, agar kembali normal
 Efek samping  bone marrow suppression
 Hb rendah  perlu terapi
 Sulfasalazin  minum setelah makan, banyak minum
air putih, karena dapat membentuk kristaluria
 Efek samping  urin oranye, hindari penggunaan soft
lens
 Metotreksat  penggunaan setiap minggu. Efek
samping  penurunan asam folat
 Monitoring hati  penting
 NSAID untuk perbaiki simtom
 Simetidin + prednison  meningkatkan kerja
prednison  moon face
 Simetidin diganti ranitidin
 Setres  cari lagi
 Manajemen stres  psikolog/psikiater
 Edukasi pasien tentang penyakit dan perkembangan
penyakit, tujuan pengobatan (jangka panjang), latihan
gerak, kombinasi kompres panas dingin, fisioterapi,
diet
 Anemianya diterapi!!!
 Pilihan terakhir  bedah
 Kasus  cari obat yg available di Indonesia.
Pertimbangan harga, efek samping
 Metotreksat lebih sering digunakan

Anda mungkin juga menyukai