Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

TETANUS
Pembimbing:
dr. Stanley Ketting Olivier, Sp.B

Disusun Oleh:
Adi Agung Ananta Kusuma Dewi
1161050141

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


PERIODE 08 MEI – 22 JULI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
• Tetanus  gangguan neurologis yang ditandai
dengan peningkatan tonus dan spasme otot
karena tetanospasmin, yaitu suatu toksin protein
kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.1

• Lingkungan tanah Indonesia yang kaya akan C.


tetani dan angka mortalitas yang tinggi menuntut
dokter umum untuk menguasai pencegahan dan
penanganan tetanus
PENDAHULUAN
• Tetanus diidentifikasi pertama kali oleh
Hippocrates 25 abad yang lalu

• Imunisasi pasif pertama oleh Nocard pada perang


dunia I tahun 1897

• Imunisasi aktif oleh Descombey pada perang


dunia II tahun 1924
DEFINISI

Tetanus berasal dari bahasa Yunani ‘tetanos’ yang berarti


kontraksi (stretch atau rigidity).

Tetanus merupakan suatu keadaan intoksikasi susunan saraf


oleh eksotoksin Clostridium tetani, kuman gram positif
basilus, yang dalam keadaan anaerob berubah menjadi
bentuk vegetatif diikuti dengan dihasilkannya neurotoksin
spesifik, yaitu tetanospasmin penyebab gejala klinis pada
tetanus.
Epidemiologi

Tetanus  Sporadik

Umum terjadi di daerah pertanian, pedesaan,


daerah iklim tropis dan lingkungan lembab

Beban seluruh dunia terutama di Negara beriklim tropis


dan negara berkembang seperti Brazil, Filipina, Vietnam,
Indonesia
ETIOLOGI

Clostridium tetani

Bakteri batang gram (+), anaerobik


obligat, tidak berkapsul, rentan
pemanasan dan bakterisidal, desinfektan
Ukuran 0,5-1,7 nm x 2,1-18,1 nm

Spora tidak berwarna, bentuk oval/raket


tennis/drumstick appearance, bertahan
bertahun-tahun, resisten terhadap panas,
desinfektan
Gambar 1. Pewarnaan Gram C. tetani.
PATOGENESIS

Kondisi lingkungan anaerob

Transformasi ke bentuk vegetatif:6


(a) terdapat jaringan mati dan benda
asing
(b) crushed injury
(c) infeksi supuratif

Germinasi

Tetanolisin Toksin Tetanospasmin


Faktor Risiko

• Terutama disebabkan oleh luka yang terkontaminasi ;


luka kecil – besar ; luka bakar
• Riwayat imunisasi yang buruk
• Infeksi telinga tengah
• Infeksi gigi
• Persalinan
• Tindakan abortus provokatus
• Tindakan pembedahan
• Gigitan binatang
• Komplikasi dari penyakit kronis : ulkus, abses, gangren
MANIFESTASI KLINIS

TETANUS LOKAL
Mengalami spasme dan peningkatan tonus otot terbatas pada
otot-otot di sekitar tempat infeksi. Kontraksi dapat bertahan
selama beberapa minggu sebelum perlahan-lahan menghilang.

TETANUS SEFALIK
Timbul dalam 1-2 hari setelah cidera, yaitu fasial palsi, disfagia,
dan paralisis otot-otot ekstraokuler serta ptosis akibat paralisis
nervus III.
TETANUS GENERAL
Tanda khas adalah trismus (lockjaw).
Risus sardonikus, kaku kuduk, kaku leher, kaku
punggung/opistotonus “arc de cercle”, dinding perut keras
“papan”,demam,berkeringat,berdebar.

TETANUS NEONATORUM
Infeksi C. tetani yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses
pertolongan persalinan.
Gejala awal ditandai dengan ketidakmampuan untuk menghisap
3-10 hari setelah lahir.
DIAGNOSIS
• Diagnosis tetanus :
Manifestasi klinis > pemeriksaan bakteriologis.
• Pemeriksaan fisik  trismus, hipertonisitas
otot-otot, refleks tendon dalam yang
meningkat, kesadaran yang tidak terganggu,
demam, dan sistem saraf sensoris yang
normal.
• Pemeriksaan laboratorium  leukositosis
Parameter Nilai
< 48 jam 5
2-5 hari 4
Masa inkubasi 6-10 hari 3
11-14 hari 2
> 14 hari 1

Internal dan umbilikal 5


Leher, kepala, dinding tubuh 4
Lokasi infeksi Ekstremitas atas 3
Ekstremitas bawah 2
Tidak diketahui 1

Tidak ada 10
Mungkin ada/ibu mendapatkan imunisasi (pada neonatus) 8
Status imunisasi > 10 tahun yang lalu 4
< 10 tahun yang lalu 2
Imunisasi lengkap 0

Penyakit atau trauma yang mengancam nyawa 10


Keadaan yang tidak langsung mengancam nyawa 8
Faktor pemberat Keadaan yang tidak mengancam nyawa 4
Trauma atau penyakit ringan 2
ASA derajat I 1
Interpretasi Sistem Skoring menurut Phillips:
• skor < 9 tetanus ringan
• skor 9-16 tetanus sedang
• skor > 16 tetanus berat
Sistem skoring tetanus menurut Ablett
Grade I (ringan) Trismus ringan hingga sedang, spastisitas general, tidak ada
distres pernapasan, tidak ada spasme dan disfagia.

Grade II (sedang) Trismus sedang, rigiditas yang tampak, spasme ringan hingga
sedang dengan durasi pendek, takipnea ≥ 30 kali/menit,
disfagia ringan.
Grade III A (berat) Trismus berat, spastisitas menyeluruh, spasme spontan yang
memanjang, distres pernapasan dengan takipnea ≥ 40
kali/menit, apneic spell, disfagia berat, takikardia ≥ 120
kali/menit.
Grade III B (sangat Keadaan seperti pada grade III ditambah disfungsi otonom
berat) berat yang melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat
dan takikardia bergantian dengan hipotensi relatif dan
bradikardia, salah satunya dapat menjadi persisten.
Sistem skoring tetanus menurut Udwadia
Grade I (ringan) Trismus ringan hingga sedang, spastisitas general, tidak ada
distres pernapasan, tidak ada spasme dan disfagia.

Grade II (sedang) Trismus sedang, rigiditas yang tampak, spasme ringan hingga
sedang dengan durasi pendek, takipnea ≥ 30 kali/menit, disfagia
ringan.
Grade III (berat) Trismus berat, spastisitas menyeluruh, spasme spontan yang
memanjang, distres pernapasan dengan takipnea ≥ 40
kali/menit, apneic spell, disfagia berat, takikardia ≥ 120
kali/menit, keringat berlebih, dan peningkatan salivasi.
Grade IV (sangat Keadaan seperti pada grade III ditambah disfungsi otonom berat
berat) yang melibatkan sistem kardiovaskuler: hipertensi menetap (>
160/100 mmHg), hipotensi menetap (tekanan darah sistolik < 90
mmHg), atau hipertensi episodik yang sering diikuti hipotensi.
Sistem skoring Dakar untuk tetanus
Faktor prognostik Skor 1 Skor 0

Masa inkubasi < 7 hari ≥ 7 hari atau tidak diketahui

Periode onset < 2 hari ≥ 2 hari


Umbilikus, luka bakar,
Penyebab lain dan
uterus, fraktur terbuka,
Tempat masuk penyebab yang tidak
luka operasi, injeksi
diketahui
intramuskular
Spasme Ada Tidak ada
Demam > 38.4oC < 38.4oC

Dewasa > 120 kali/menit Dewasa < 120 kali/menit


Takikardia
Neonatus > 150 kali/menit Neonatus < 150 kali/menit
• Skor total mengindikasikan keparahan dan
prognosis penyakit sebagai berikut:
• Skor 0-1 : tetanus ringan dengan tingkat
mortalitas < 10%
• Skor 2-3 : tetanus sedang dengan tingkat
mortalitas 10-20%
• Skor 4: tetanus berat dengan tingkat mortalitas
20-40%
• Skor 5-6 : tetanus sangat berat dengan tingkat
mortalitas >50%
Diagnosis banding
1. Meningitis bakterial
• Pada penyakit ini trismus tidak ada, kesadaran
penderita biasanya menurun. Diagnosis
ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi.
2. Tetani
• Timbul karena hipokalsemia dan
hipofosfatemia Yang khas bentuk spasme otot
ialah karpopedal spasme dan diikuti dengan
laringospasme, jarang dijumpai trismus.
3. Rabies
• Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing, kucing
atau mamalia lain. Trismus jarang ditemukan,
serangan konvulsi klonik.
3 Prinsip Pengobatan
(1) Menetralisir toksin dalam sirkulasi
(2) Menghilangkan kuman penyebab
(3) Mengatasi akibat eksotoksin yang sudah
terikat pada SSP
Penatalaksanaan
1. Netralisasi toksin dalam sirkulasi :
- Memberikan HTIG dosis tunggal 3000-6000 IU
(i.m), tidak diperlukan dosis ulangan.
- Apabila HTIG tidak tersedia dapat digunakan
antitetanus serum (ATS) 20.000 IU.
2. Eradikasi bakteri :
- Pemberian antibiotik : Metronidazole
- Semua luka harus dibersihkan : Membuang
benda asing, eksisi jaringan nekrotik, irigasi luka
3. Perawatan suportif :
- Untuk mengatasi kaku otot  berikan obat
yang bersifat melemaskan otot dan untuk sedasi
(golongan benzodiazepin)

- Pemberian nutrisi parenteral dan enteral yang


adekuat
Penatalaksaan primer : 2,3,13
• Periksa jalan napas
• Oksigenasi
• Mencari port d’entry, inkubasi, periode onset,
dan status imunisasi
• Semua luka harus dibersihkan
• ATS didahului skin test
• TT 0,5 cc i.im
• HTIG 250-500 UI i.m
• Metronidazole 3x1gr/hari
• Berikan diazepam i.v. 10 mg (dapat diulang bila perlu)
• Dosis pemeliharaan : diazepam secara drip
• Cek darah rutin, elektrolit, ureum, kreatinin, myoglobin urin, analisa
gas darah
• Nutrisi parenteral dan enteral 3500-4500 kalori/hari dengan 100-
150 g protein
• Perawatan pasien tetanus sebaiknya dilakukan di ruangan yang
tenang dan terlindung dari rangsangan penglihatan, pendengaran,
dan perabaan
• Harus dilakukan observasi ketat, terutama pada jalan napas,
perubahan posisi dan perawatan kulit untuk mencegah decubitus,
serta pengosongan buli-buli
• Pemasangan NGT, CVP, Folley kateter pada tetanus grade II-IV.2,3,13
Preventif
1. Perawatan luka yang adekuat
2. Imunisasi aktif serta pasif.
Berdasarkan riwayat imunitas dan jenis luka,
ditentukan pemberian antitetanus serum
atau toksoid.12
Keterangan :
* = seri imunisasi harus dilengkapi
+ = kecuali booster terakhir sudah 10 tahun yang lalu atau lebih
++ = kecuali booster terakhir sudah 5 tahun yang lalu atau lebih
Cara pemberian melalui i.m (ATS 1500U/imunoglobulin 250U)
Komplikasi
Sistem organ Komplikasi
Jalan napas Aspirasi, spasme laring, obstruksi terkait penggunaan sedatif.

Respirasi Apneu, hipoksia, gagal napas tipe I dan II, ARDS, komplikasi akibat ventilasi
mekanis jangka panjang (misalnya pneumonia), komplikasi trakeostomi.

Kardiovaskular Takikardia, hipertensi, iskemia, hipotensi, bradikardia, aritmia, asistol, gagal


jantung.
Renal Gagal ginjal, infeksi dan stasis urin.
Gastrointestinal Stasis, ileus, perdarahan.

Muskuloskeletal Rabdomiolisis, myositis ossificans circumscripta, fraktur akibat spasme.

Lain-lain Penurunan berat badan, tromboembolisme, sepsis, sindrom disfungsi


multiorgan.
Prognosis

Faktor yang memengaruhi mortalitas adalah masa


inkubasi

Mortalitas meningkat pada masa inkubasi yang pendek


Daftar Pustaka

1. Ismanoe G. Tetanus. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2007. P: 1799–807.
2. Dian S. Tetanus. Infeksi Pada Sistem Saraf. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. 2011. P: 131–48.
3. Dian S. Tetanus. Kegawatdaruratan Neurologi. Bandung : Fakultas Kedokteran UNPAD, 2009. P : 21–40.
4. Dire DJ. Tetanus in Emergency Medicine. (Online). http://emedicine.medscape.com/article/786414-overview, diakses 22
Juni 2017.
5. Hinfey PB. Tetanus. (Online). http://emedicine.medscape.com/article/229594-overview, diakses 23 Juni 2017.
6. Ang J. 2003. Tetanus. (Online). www.chmkids.org/upload/docs/imed/TETANUS.pdf, diakses 22 Juni 2017.
7. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2009. P: 323-4.
8. Cook T, Protheroe R, Handel J. Tetanus: a review of the literature. British Journal of Anaesthesia. 2001;87(3):477-87.
9. Cottle LE, Beeching NJ, Carrol ED, Parry CM. 2011. Tetanus. (Online)
https://online.epocrates.com/u/2944220/Tetanus+infection, diakses 23 Juni 2017.
10. Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Binh N, Parry J, et al. Neurological Aspects of Tropical Disease: Tetanus. J
Neurol Neurosurg Psychiatry. 2000;69:292–301.
11. Ogunrin O. Tetanus - A Review of Current Concepts in Management. Journal of Postgraduate Medicine. 2009;11(1):46-
61.
12. Sjamsuhidajat R, de Jong Wd. Tetanus. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 2011. P: 45-50.
13. Udwadia F, Sunavala J, Jain M, D'Costa R, Jain P, Lall A, et al. Haemodynamic Studies During the Management of Severe
Tetanus. Quarterly Journal of Medicine, New Series. 1992;83(302):449-60.
14. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Penatalaksanaan Tetanus. Health Technology Assesment Indonesian.

Anda mungkin juga menyukai