habilitasi (usaha untuk memberikan fungsi yang seharusnya dimiliki dan rehabilitasi (usaha untuk mengembalikan fungsi yang pernah dimiliki). Pengetahua mengenai nada murni, bising, gangguan pendengaran serta cara pemeriksaannya. Pemeriksaan pendengaran dengan tes penala, tes berbisik dan audiometri nada murni. Suara dibagi: bunyi, nada murni dan bising. Bunyi (frekuensi 20 Hz-18.000 hz merupakan frekuensi nada murni yang dapat didengar oleh telinga normal.) Nada murni atau pure tone, hanya satu frekuensi misalnya bunyi dari garfu tala, piano. Bising (noise) terdiri dari beberapa frekuensi. Yang diperiksa hantaran udara dan hantaran tulang. Hantaran udara lebih baik dari hantaran tulang. Kelainan pada hantaran udara mengakibatkan tuli konduktif. Kelaianan pada telinga luar dan telinga tengah Kelainan pada hantaran tulang menunjukan tuli sensorineural. Kelainan pada koklea dan retrokoklea. Subjektif Kualitatif Pemeriksaan audiometer Subjektif Kuantitatif Telinga dapat mendengar nada 20 hz - 18.000 hz Pendengaran sehari-hari 500 – 2000 hz Garfu tala yang dipakai 512, 1024, 2048 Bila salah satu terganggu kita akan merasa ada gangguan pendengaran. Bila hanya ada satu yang dipakai, dipilih 512 hz. RINNE, WEBER, SCHWABACH TES RINNE TES WEBER TES SCHBACH DIAGNOSIS Positif Tidak ada Sama dengan Normal lateralisasi pemeriksa Negatif Lateralisasi ke Memanjang Tuli konduktif telinga yang sakit Positif Lateralisasi ke Memendek Tuli sensori- telinga yang neural sehat Catatan: Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa masih positif Bagian dari audiometer terdiri dari: tombol pengatur intensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi, headphone untuk memeriksa AC bone conductor untuk memeriksa BC. Frekuensi ialah nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana. Jumlah getaran per detik menyatakan Hertz. Intensitas ini dinyatakan dalam dB (decibell). Ambang dengar ialah bunyi nada bunyi yang terlemah pada frekeunsi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar untuk kondidi udara (AC) dn amabng dengar untuk konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar dihubungkan dengan garis baik AC maupun BC, maka BC akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian. Notasi pada audiogram. Untuk pemeriksaan AC dibuat dengan garis lurus, intensitas yang diperiksa antara 125 – 8000 Hz dan grafik BC dibuat dengan garis putus-putus, intensitas yang dipriksa 250 - 4000 Hz. Untuk telinga kiri warna biru, untuk telinga kanan warna merah. Jenis ketulian terdiri dari tuli konduktif, tuli sensori neural dan tuli campur. Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan index fletcher yaitu: Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz 4 Dapat dihitung ambang dengar untuk AC atau BC Pada interpretasi pada adiogram harus ditulis telinga mana, apa jenis ketuliannya, dan bagaimana derajat ketuliannya. Contoh: telinga kiri tuli konduktif sedang. Dalam menentukan derajat ketulian yang dihitung hanya hantaran udara (AC) saja. Derajat ketulian menurut ISO: 0 – 25 dB >25 – 40 dB >40 – 55 dB >55 – 70 dB >70 – 90 dB > 90 dB Pada audiogram disebut ada gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi berdekatan. Apabila telinga yang diperiksa mempunyai perbedaan yang mencolok dari telinga yang satu lagi maka telinga yang tidak diperiksa perlu diberi masking. Suara masking, diberikan suara seperti angin (bising) pada headphone telinga yang tidak diperiksa. AC pada 45 dB atau lebih dapat diteruskan melalui tengkorak ke telinga kontralateral. TULI KONDUKTIF disebabkan kelainan pada telinga luar atau pada telinga tengah. Kelainan pada telinga luar: atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumkripta, osteoma liang telinga, perforasi membran timpani. Kelainan pada telinga tengah: sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanoskelorosis, hemotimpano dan dislokasi tulang pendengaran. Tuli sensori neural disebabkan kelainan pada koklea dan retrokolea. Kelainan pada koklea: aplasia (kongetial), labirintis, intoksikasi obat, tuli mendadak, karena proses degeneratif, trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising. Kelainan pada retrokoklea: neuromaakustik tumor sudut pons serebelum, meioloma multipel, cedera otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya.