Anda di halaman 1dari 69

Fraktur dan

Dislokasi
Violita Mellania
6411418124
FRAKTUR

Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural dari tulang. Hal ini dapat saja
hanya berupa retakan atau serpihan dari kortex, namun lebih sering putusnya
kontinuitas ini komplit dan fragmen tulang berpindah. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Sedangkan
menurut Carpenito (1999), menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang.
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas Jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit
pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis,
biasanya dialami pada usia dewasa, dan dapat juga disebabkan karena
kecelakaan yang tidak terduga.
Fraktur Fisiologis

Suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga


fisik, olahraga, dan trauma dapat disebabkan oleh:
Trauma langsung
Yaitu pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara
spontan. yang paling lazim adalah karena kecelakaan sepeda motor. Fraktur
ini disebabkan karena kekuatan yang berlebihan dan tiba-tiba, dapat berupa
pemukulan, pemuntiran, penekukan maupun penarikan antara tendon dan
ligament sehingga bisa berakibat tulang terpisah. Trauma langsung
menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian
sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
Benturan pada lengan bawah, ex: fraktur tulang ulna dan radius.
Trauma tidak langsung
Yaitu pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya
jatuh. Trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran
vektor kekerasan. Jatuh tertumpu pada tangan, ex: fraktur
klavikula.

Trauma akibat tarikan otot


Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
Fraktur Patologis

Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit


dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur
ataupun akibat kelemahan tulang akibat kelainan tulang. Dapat
terjadi pada berbagai keadaan berikut:
• Tumor tulang, terbagi menjadi jinak dan ganas
• Infeksi seperti Osteomielitis
• Scurvy (penyakit gusi berdarah)
• Osteomalasia
• Rakhitis
• Osteoporosis
Epidemiologi

Fraktur radius distal merupakan 18% fraktur yang dialami oleh


lansia dan 25% fraktur yang dialami anak-anak. Insidensi fraktur
ini cukup tinggi, sebesar 195,2/100.000 penduduk per tahun.
Fraktur Colles sering dialami pada lansia dan wanita.
[1,2,4,5]. Insidensi fraktur radius distal pada populasi Korea usia
>50 tahun yakni 474,1/100.000 penduduk pada tahun 2012.
Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi dan dibagi menjadi beberapa


kelompok, yaitu:
Berdasarkan sifat fraktur
Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan lunak
sekitarnya.
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi dan dibagi menjadi


beberapa kelompok, yaitu:
• Berdasarkan sifat fraktur
1.Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera
jaringan lunak sekitarnya.
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Klasifikasi Fraktur

• Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur


1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh
penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang.
2. Fraktrur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
a.Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
b.Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan
angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang
panjang.
Klasifikasi Fraktur

• Berdasarkan bentuk garis patah dan


hubungannya dengan mekanisme
trauma
1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada
tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau
langsung.
2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk
sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma
angulasijuga.
3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk
spiral yang disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial
fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma
tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
Klasifikasi Fraktur

• Berdasarkan jumlah garis patah


1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah
lebih
dari satu dan saling berhubungan.
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah
lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih
dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
Klasifikasi Fraktur

• Berdasarkan pergeseran fragmen tulang


1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum nasih utuh.
2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi
fragmen, terbagi atas:
a. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
3. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
4. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Tanda dan Gejala
Menurut Smeltzer (2002), manifestasi Klinis Fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembekakan lokal dan
perubahan warna.
1.Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2.Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap menjadi
seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada faktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5
sampai 5 cm.
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya fragmen
satu dengan lainnya (uji krepitus dapat kerusakan jaringan lunak
yang lebih berat).
5. Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Diagnosis
Dari riwayat pasien, gejala yang paling sering adalah nyeri yang terlokalisir yang
memberat dengan pergerakan, dan menurunnya fungsi dari bagian yang terkena.
Pasien juga mungkin mendengan tulang yang patah atau bisa merasakan keujung
tulangnya memberikan suara (krepitus).
Pada pemeriksaan fisik, dengan inspeksi dapat terlihat expresi wajah pasien yang
kesakitan dan bagaimana cara dia melindungi bagian yang terkena. Inspeksi lokal
dapat memperlihatkan adanya bengkak, deformitas (angulasi, rotasi,
pemendekan), atau gerakan abnormal. Bengkak, memar dan deformitas mungkin
terlihat jelas, tapi yang penting adalah untuk menentukan apakah kulit intak atau
tidak; jika kulit tidak intak maka luka berhubungan dengan dunia luar dan dikatakan
fraktur terbuka. Perhatikan juga postur dari ekstremitas bagian distal dan warna
kulitnya (hal ini untuk menjadi petunjuk dari kerusakan pembuluh darah dan
nervus).
Diskolorasi pada kulit karena extravasasi subkutan dari darah (ekimosis) biasanya
muncul setelah beberapa hari.
Tanda lokal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
Perhatikan bagian yang paling jelas cedera
• Test untuk kerusakan artery dan nervus
• Cek apakah ada cedera yang berkaitan disekitarnya
• Cek apakah ada cedera yang berkaitan di bagian yang jauh dari tempat fraktur
Saat palpasi, dapat ditemukan adanya nyeri yang tajam dan terlokalisisr pada
tempat fraktur dan peningkatan nyeri serta spasme otot saat penggerakan dari
bagian yang cedera. Krepitus juga dapat terjadi. Pemeriksaan untuk mencari
krepitus tidak wajib dilakukan, karena selain memberikan rasa sakit kepada pasien
juga tidak begitu bermakna saat ada x-ray sebagai opsi lain.Pada pemeriksaan
radiologi, sebaiknya pasien diberi bidai yang akan tampil radiolusen demi
kenyamanannya.Pemeriksaan x-ray adalah wajib; terdapat aturan yang dinamakan
rule of two pada pemeriksaan x-ray
1. Two views
Fraktur atau dislokasi dapat tidak terlihat dalam satu foto saja, jadi diperlukan 2
foto yaitu anteroposterior dan lateral. Untuk beberapa fraktur, terutama pada
tulang kecil dan vertebra, foto oblique kadang- kadang diperlukan.
2. Two joints
Sendi pada atas dan bawah fraktur harus dimasukan.
3. Two limbs
Foto pada bagian yang tidak terkena fraktur juga diperlukan untuk
perbandingan.
4. Two injuries
Gaya yang kuat sering mengakibatkan cedera pada lebih dari 1 tingkat. Maka
dari itu, fraktur dari calcaneum atau femur penting juga untuk dilakukan foto
pelvis dan spine.
5. Two occasions
Beberapa fraktur tidak langsung terdeteksi setelah cedera pada radiografi, tapi
foto 1- 2 minggu setelah kejadian mungkin akan memperlihatkan lesi. Contohnya
adalah fraktur undisplaced dan fraktur impaksi. Untuk fraktur di spine dan pelvis
yang sulit divisualisasi oleh radiografi konvensional dapat dilakukan CTScan.MRI
dapat menjadi satu- satunya cara untuk menunjukan apakah fraktur vertebra
mengancam akan mengkompresi medula spinalis.Radioisotope scanning berguna
dalam mendiagnosa fraktur stres atau fraktur undisplaced.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran
3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada
x-ray :
1. Bayangan jaringan lunak.
2.Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
3. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu
tehnik khususnya seperti:
Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur
yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus
ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang
mengalami kerusakan akibat trauma.
Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari
tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Darah Lengkap (Hb, hematokrit, eritrosit, trombosit,
leukosit,WBC, golongan darah)
2. Waktu Pembekuan Darah
3. Bleeding Time
4. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
5. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
6. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
Terapi
Tujuan khusus dari terapi fraktur adalah:
1. Untuk meringankan nyeri
Tulang pada umumnya insensitif, nyeri yang ada umumnya berasal dari cidera
jaringan lunak yang terkena seperti periosteum dan endosteum. Nyeri muncul oleh
gerakan dari fragmen fraktur, berkaitan dengan spasme otot dan bengkak yang
progresif di ruangan tertutup. Maka dari itu, nyeri dari fraktur bisa diringankan
dengan imobilisasi area fraktur dan menghindari bidai ataupun gips yang terlalu
ketat. Pada awal terjadinya fraktur, analgesik mungkin dibutuhkan.
2. Untuk mendapatkan dan menjaga posisi yang pas dari fragmen fraktur
Fraktur dapat undisplaced, ataupun displaced sehingga mungkin tidak semua
perlu dilakukan reduksi. Reduksi dari fraktur berguna untuk mendapatkan posisi
yang pas yang diindikasikan hanya saat sekiranya reduksi dapat membantu dalam
mendapatkan fungsi yang baik, untuk mencegah penyakit sendi degeneratif
selanjutnya atau untuk mendapatkan penampakan klinis yang baik, tapi tidak perlu
untuk sampai mendapatkan penampakan radiologis yang sempurna.
3. Untuk mendorong terjadinya union dari tulang
Pada kebanyakan fraktur, union akan terjadi dengan sendirinya. Namun pada
beberapa fraktur, seperti yang terdapat robekan berat dari periosteum dan
jaringan lunak sekitarnya atau adanya nekrosis avaskular di satu atau kedua
fragmen, union harus dibantu dengan penggunaan alat/ bone graft.
4. Untuk mengembalikan fungsi optimal tidak hanya dari tungkai/lengan atau tulang
belakang yang terkena namun juga untuk pasien secara keseluruhan.
Saat periode imobilisasi selama proses penyumbuhan fraktur, disuse atrophy dari
otot di sekitarnya harus dicegah dengan active static exercise dari otot yang
mengontrol imobilisasi sendinya dan active dynamic exercise dari semua otot
pada tungkai ataupun lengannya.Setelah imobilisasi selesai, active exercise harus
dilanjutkan secara lebih intensif.
Terapi pada Fraktur Terbuka
Semua fraktur terbuka, tak peduli sebebrapa ringannya harus
dianggap terkontaminasi, penting untuk mencegah terjadinya
infeksi. 4 hal yang dapat dilakukan :
• Pembalutan luka dengan segera
• Profilaksis antibiotika
• Debridement Luka secara dini
• Stabilisasi fraktur
Penangan dini
Luka harus tetap ditutup hngga pasien tiba di kamar bedah.
Antibiotic diberikan secepat mungkin, tak peduli seberapa kecil
laserasi itu, dan dilanjutkan hingga bahaya infeksi terlewati. Pada
umumnya pemberian kombinasi benzilpenisilin dan flukloksasilin
tiap 6 jam selama 48 jam akan mencukupi; kalau luka amat
terkontaminasi dapat menambahkan gentamisin atau metronidazol
dan melanjutkan terapi selama 4 atau 5 hari. Pemberian profilaksis
tetanus juga penting, toksoid diberikan pada mereka yang
sebeblumnya sudah diimunisasi, kalau belum beri antiserum
manusia.
Debridemen
Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan
jaringan mati, memberikan persediaan darah yang baik diseluruh
bagian itu. Dalam anastesi umum, pakaian pasien dilepas,
sementara itu asisten mempertahankan traksi pada tungkai yang
mengalami cedera dan menahannya agar tetap diam. Pembalut
yang sebelumnya digunakan pada luka diganti dengan bantalan
yang steril dan kulit disekelilingnya di bersihkan dan di cukur.
Kemudian bantalan itu diangkat dan luka diirigasi seluruhnya
dengan sejumlah besar garam fisiologis, irigasi akhir dapat disertai
obat antibiotic misalnya basitracin. Hanya sedikit kulit yang dieksisi
dari tepi luka, pertahankan sebanyak mungkin kulit. Luka perlu
diperluas dengan insisi yang terencana untuk memperoleh daerah
terbuka yang memadai, setelah diperbesar pembalut dan benda
asing lain dapat dilepas.
Penutupan luka
Luka tipe I yang kecil dan tidak terkontaminasi, yang dibalut dalam
beberapa jam setelah cedera, setelah debridemen, dapat dijahit
( asalkan ini dapat dilakukan tanpa tegangan) atau dilakukan
pencangkokan kulit. Luka yang lain harus dibiarkan terbuka hingga
bahaya tegangan dan infeksi telah terlewati. Luka itu dibalut
sekadarnya dengan kassa steril dan diperiksa setelah 5 hari. Kalau
bersih luka itu dijahit atau dilakukan pencangkokan kulit (penutupan
primer tertunda).
Stabilisasi fraktur
Stabilisasi fraktur diperlukan untuk mengurangi kemungkinan
infeksi. Untuk luka tipe I atau tipe II yang kecil dengan fraktur yang
stabil, boleh menggunakan gips yang dibelah secara luas atau
untuk femur digunakan traksi pada bebat. Tetapi pada luka yang
lebih berat, fraktur perlu difiksasi secara lebih ketat. Metode yang
paling aman adalah fiksasi eksterna. Pemasangan pen intramedula
dapat digunakan untuk femur atau tibia. Sebaiknya
janganmelakukan pelebaran luka (remaining) karena dapat
meningkatkan risiko infeksi. Plat dan sekrup dapat digunakan untuk
fraktur metafisis atau artikular dengan syarat ahli bedah itu
berpengalaman dalam menggunakannya dan keadaan ideal.
Perawatan sesudahnya
Tungkai ditinggikan diatas tempat tidur dan sirkulasi
diperhatikan.Syok mungkin masih membutuhkan terapi. Kemperapi
dilanjutkan, dilakukan kultur dan jka perlu diberikan penggantian
antibitotik.
Jika luka dibiarkan terbuka, periksa setelah 5-7 hari.Penjahitan
primer tertunda sering aman atau jika terdapat banyak kehilangan
kulit, dilakukan pencangkokan kulit.Jika toksemia atau septicemia
terus terjadi meskipun telah diberikan kemoterapi, luka tersebut di
drainase.
Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau
akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
a. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati
diffus dan gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam
komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama
pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan
terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme.
Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis
vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.
b. Komplikasi Lokal
• Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca
trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca
trauma disebut komplikasi lanjut.
Tulang
Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau
bahkan non union.
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering
terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi
sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.
Jaringan lunak
• Lepuh
Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena
edema.Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan
pemasangan elastik.
• Dekubitus.
terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu
perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.
Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut
terganggu.Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada
serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma
dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan sindroma crush
atau thrombus.
Pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada
robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan
berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma atau
manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada
pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme.Lapisan intima pembuluh darah
tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti
pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu
dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas
maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya.Fenomena
ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat
sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan
kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara
periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala
klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi
hilang) dan Paralisis.
Saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus),
aksonometsis (kerusakan akson).Setiap trauma terbuka dilakukan
eksplorasi dan identifikasi nervus.
• Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union.
Pada pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi,
perpendekan atau perpanjangan.
Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara
normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan
sklerosis pada ujung-ujung fraktur. Terapi konservatif selama 6 bulan
bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila lebih 20 minggu dilakukan
cancellus grafting (12-16 minggu).
Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan
fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih
mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone
grafting.
Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis)
terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang
berisi cairan, proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi
lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang
luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang
tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi,
infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis).
Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan
deformitas.Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed
union sampai non union (infected non union).
Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis
mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi
otot.
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan
imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler,
perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan
tendon.Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi.Pembebasan
periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita
dengan kekakuan sendi menetap.
DISLOKASI
 
Definisi

Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Atau dislokasi adalah
suatu keadaan
keluarnya kepala sendi dari mangkuknya. Dislokasi merupakan suatu kedaruratan
yang
membutuhkan pertolongan segera. Bila terjadi patah tulang di dekat sendi atau
mengenai
sendi disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. Dislokasi adalah
terlepasnya
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen
tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi)
 
Epidemiologi

Dislokasi dan subluksasi sendi glenohumeral sering terjadi pada atlet.


Seorang peneliti mengidentifikasi distribusi dimodal dislokasi sendi bahu
primer dengan puncak dalam dekade kedua dan keenam. Dalam 95% kasus,
dislokasi bahu yang terjadi mengarah ke anterior. Terdapat beberapa fraktur
yang berhubungan dengan dislokasi bahu anterior yaitu kelainan Hill-Sachs
dengan kasus sebanyak 35-40% dari kasus yang ada, lesi Bankart dan fraktur
dari greater tuberosity dengan kasus sebanyak 10-15% dari kasus yang ada.
Sekitar 4% dari kasus yang ada, dislokasi terjadi ke arah posterior. Sekitar
0,5% dari semua dislokasi yang ada, terjadi dislokasi ke arah inferior (luxatio
erecta). Dan dislokasi ke arah superior jarang sekali ditemukan, angka
kejadiannya lebih kecil dari dislokasi ke arah inferior.
 
Komplikasi penting dari dislokasi primer adalah dislokasi berulang.
Berdasarkan studi yang dilakukan, sekitar 70% dari mereka yang telah
mengalami dislokasi memiliki kemungkinan untuk mengalami dislokasi
berulang dalam waktu 2 tahun sejak cedera pertama.
Penderita yang lebih muda dan lebih tua memiliki insiden dislokasi bahu
primer yang sebanding. Namun keadaan dislokasi berulang sangat
bergantung pada usia dan lebih sering terjadi pada populasi remaja
dibandingkan dengan populasi yang lebih tua. Telah dilaporkan bahwa
dislokasi rekuren pada 66% sampai 10% pada individu berusia 20 tahun atau
lebih muda, 13% sampai 63% dari individu berusia antara 20 tahun dan 40
tahun. Dan 0% sampai 16% dari individu berusia 40 tahun atau lebih.
(Donnateli, 1991)
Dislokasi bahu cenderung lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan
wanita. Hal ini mungkin disebabkan karena tipe olahraga yang dilakukan.
 
Dislokasi disebabkan oleh:

Trauma: jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.


1. Cedera olahraga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan
hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat
bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola
paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena
secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2.Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga
1.Kongenital
Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal paha.
Pada keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal paha
secara klinik tungkai yang satu lebih pendek dibanding tungkai yang lainnya
dan pantat bagian kiri serta kanan tidak simetris. Dislokasi congenital ini
dapat bilateral (dua sisi). Adanya kecurigaan yang paling kecil pun terhadap
kelainan congenital ini mengeluarkan pemeriksaan klinik yang cermat dan si
anak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan dini memberikan hasil yang
sangat baik. Tindakan dengan reposisi dan pemasangan bidai selama
beberapa bulan, jika kelainan ini tidak ditemukan secara dini, tindakannya
akan jauh sulit dan diperlukan pembedahan.
2.Patologis
Terjadinya ‘tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen
vital penghubung tulang.
Klasifikasi

Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


a. Dislokasi kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik : Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi,
misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan
tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatik : merupakan kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan
saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia)
akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang
kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan
mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system
vaskular.Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi:
a. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip.
Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
b. Dislokasi Kronik
c. Dislokasi Berulang :
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi
diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma
yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya
terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
Diagnosa

Anamnesis
Perlu ditanyakan tentang :
• Rasa nyeri
• Adanya riwayat trauma
• Mekanisme trauma
• Ada rasa sendi yang keluar
• Bila trauma minimal dan kejadian yang berulang, hal ini dapat terjadi pada dislokasi
rekurrens
Pemeriksaan klinis
Deformitas
• Hilangnya penonjolan tulang yang normal
• Pemendekan
• Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu
Bengkak
Terbatasnya gerakan atau gerakan yang abnormal
.Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi
dan
apakah disertai fraktur.Pemeriksaan diagnostik dengan
cara
pemeriksaan sinar –X (pemeriksaan X-Rays).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :
Lakukan reposisi segera.
• Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa
anestesi, misalnya : dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada
fase syok), sislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan
anestesi loca; dan obat penenang misalnya valium.
• Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi
umum.
• Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan
menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
• Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan
dikembalikan ke rongga sendi.
• Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau
traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari
sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4x
sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
• Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa
penyembuhan
Dislokasi Sendi Siku
 
Jatuh pada tangan dapat menimbulkan dislokasi
sendi
siku ke arah posterior.Reposisi dilanjutkan dengan
membatasi gerakan dalam sling atau gips selama
tiga minggu untuk memberikan kesembuhan
pada
sumpai sendi.
Dislokasi Regio Bahu (Shoulder Dislocation)
Pada regio bahu terdapat beberapa sendi yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, yaitu
sendi sternoklavikular, sendi akromioklavikular, dan sendi glenohumoral. Hubungan skapulothorakal
bukan merupakan sendi melainkan suatu hubungan muskuler antara dinding thoraks dan skapula.
Melalui keempat hubungan ini yang terdiri atas tiga persendian dan satu hubungan muskular ini
terjadi gerakan ke segala arah di gelang bahu. Dislokasi regio bahu (sendi glenohumoral) merupakan
50% kasus dari semua dislokasi. 80 % dari dislokasi regio bahu ini adalah tipe dislokasi bahu
anterior. Stabilitas sendi bahu tergantung dari otot - otot dan kapsul tendon yang mengitari sendi
bahu. Sedangkan hubungan antara kepala humerus dengan cekungan glenoid terlalu dangkal. Oleh
karena itu pada sendi glenohumoral sering terjadi dislokasi, baik akibat trauma maupun pada saat
serangan epilepsi.
Melihat lokasi kaput humeri terhadap glenoidalis, dislokasi paling sering ke arah anterior
dan lebih
jarang ke arah posterior. Pada waktu terjadinya dislokasi yang pertama mengalami
kerusakan atau
avulasi dari fibrocarltilage antara kapsul sendi dengan glenoidalis di bagian anterior dan
inferior.
Dengan adanya robekan tadi, maka sendi bahu akan mudah mengalami dislokasi ulang
bila
mengalami cedera lagi. Hal ini disebut sebagai recurrent dislokasi.
Tanda-tanda korban yang mengalami dislokasi sendi bahu yaitu:
• Sendi bahu tidak dapat digerakakkan
• Korban mengendong tangan yang sakit dengan yang lain
• Korban tidak bisa memegang bahu yang berlawanan
• Kontur bahu hilang, bongkol sendi tidak teraba pada tempatnya
Dislokasi Acromioclavicularis
Kekuatan sendi akromioklavikular disebabkan oleh simpai sendi dan ligament
korakoklavikular. Dislokasi sendi akromioklavikular tanpa disertai rupturnya ligament
korakoklavikuar, biasanya tidak menyebabkan dislokasi fragmen distal ke cranial dan
dapat diterapi secara konservatif dengan mitela yang disertai latihan dan gerakan otot
bahu. Bila tidak berhasil atau adanya robekan ligament korakoklavikula kadang
dilakukan operasi reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna.
Dislokasi Sternoclavicular
Dislokasi sternoklavikular ini jarang terjadi dan bisa terjadi akibat trauma langsung
klavikula kearah dorsal yang menyebabkan dislokasi posterior atau retrosternal. Atau
bisa terjadi akibat tumbukan pada bagian depan bahu sehingga bagian medial dari
klavikula tertarik kearah depan dan menyebabkan lepasnya sendi sternoklavikular
kearah anterior. Pengobatan konserfatif dengan reposisi dan imobilisasi bisa berhasil
dan bila gagal perlu dilakukan operasi. Yang terpenting ialah latihan otot supaya tidak
terjadi hipotrofik pada otot bahu.
Dislokasi bahu anterior
Sering terjadi pada usia dewasa muda, kecelakaan lalu
lintas ataupun cedera olah raga. Dislokasi terjadi karena
kekuatan yang menyebabkan gerakan rotasi ekstern
(puntiran keluar) dan ekstensi sendi bahu. Posisi lengan
atas dalam posisi abduksi. Kaput humerus didorong ke
depan dan menimbulkan avulsi simpai sendi bagian bawah
dan kartilago beserta periosteum labrum glenoidalis bagian
anterior. Lesi ini disebut bankart lesion. Karena terjadi
robekan kapsul, kepala humerus akan keluar dari cekungan
glenoid ke arah depan dan medial, kebanyakan tertahan di
bawah coracoideus. Mekanisme lain terjadinya disloksi
adalah trauma langsung. Pederita jatuh, pundak bagian
belakang terbentur lantai atau tanah. Gaya akan mendorong
permukaan belakang humerus bagian proksimal ke depan.
Dislokasi bahu posterior
Dislokasi ini jarang terjadi, mekanisme biasanya
penderita jatuh dimana posisi lengan atas
dalamkedudukan adduksi atau internal rotasi.
Dislokasi bahu inferior (Luxatio Erecta)
Kaput humerus terperangkap dibawah kavitas
glenoidale sehingga terkunci dalam posisi abduksi.
Karena robekan kapsul sendi lebih kecil dibanding
kepala humerus, maka sangat susah kepala humerus
ditarik keluar, hal ini disebut sebagai “efek lubang
kancing (Button hole effect)”
Dislokasi Regio Panggul (Hip Dislocation)
Dislokasi panggul lebih jarang dijumpai daripada dislokasi bahu
atau siku. Mekanisme terjadinya dislokasi yaitu saat kaput
yangterletak di belakang asetabulum, kemudian segera
berpindah ke dorsum illium. Biasanya juga mengalami cedera
serius misalnya trauma benturan depan mobil akibat tabrakan
mobil frontal. Penderita mungkin mengalami syok berat dan
tidak dapat berdiri. Tungkainya terletak dalam posisi tinggi yang
sesuai dengan paha difleksikan, dan dirotasikan ke interna.
Tungkai pada sisi yang cedera lebih pendek daripada sisi yang
normal. Lututnya bersandar pada paha yang berlawanan dan
trokantor mayor dan pantat menonjol secara abnormal.Dislokasi
hip joint adalah suatu kejadian/peristiwa menyakitkan di mana
komponen peluru/bola/caput humeri tulang paha keluar dari
tempatnya/acetabulum. Sehingga penderita mengalami rasa
nyeri, karena caput humeri bergerak/bekerja bukan pada
tempatnya lagi.
Dislokasi panggul posterior
Dislokasi posterior hip joint biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada axis longitudinal pada
femur saat femur dala keadaan fleksi 90 0 dan sedikit adduksi. Pemeriksaan pada penderita
dislokasi posterior hip joint akan menunjukkan tanda yang abnormal. Paha (pada bagian yang
mengalami dislokasi) diposisikan sedikit
fleksi, internal rotasi dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci
pada bagian posterior asetabulum. Salah satu bagian pemeriksaan adalah memeriksa
kemampuan sensorik dan motorik ekstremitas bawah dari bagian bawah hingga ke panggul yang
mengalami dislokasi, karena kurangnya kepekaan saraf pada panggul merupakan suatu
komplikasi masalah yang tidak lazim pada kasus dislokasi hip joint. Dislokasi panggul posterior
biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada axis longitudinal pada femur saat femur dalam
keadaan fleksi 90o dan sedikit adduksi.
Dislokasi panggul anterior
Pada cedera ini pederita biasanya terjatuh dari suatu tempat tinggi dan
menggeserkan kaput femur di depan asetabulum. Pemeriksaan dislokasi
anterior, kaki dibaringkan eksorotasi dan seringkali agak fleksi. Dalam posisi
adduksi tapi tidak dalam posisi menyilang. Penderita tidak dapat bergerak
fleksi secara aktif ketika dalam keadaan dislokasi. Kaput femur jelas berada
di depan triangle femur.
Dislokasi panggul central / obturator
Dislokasi obturator ini sangat jarang ditemukan. Dislokasi obturator
disebabkan karena gerakan abduksi yang berlebih (hiper-abduksi) dari
panggul yang normal yang disebabkan karena trokantor mayor bergerak
berlawanan dengan pelvis untuk mengungkit kaput femur keluar dari
asetabulum.
Dislokasi Sendi Lutut
Dislokasi pada sendi lutut biasanya terjadi pada trauma yang
berat,yang langsung mengenai sendi lutut. Subluksasio dapat terjadi
secara sekunder pada penyakit degeneratif ataupun pada penyakit
infeksi yang sudah berlangsung cukup lama. Tulang tibia dapat
menjadi dislokasi ke ventral , dorsal ataupun ke setiap sisi . Dapat juga
terjadi rotasi yang abnormal pada
femur.Mekanisme terjadinya dislokasi pada sendi lutut biasanya
melalui hiperekstensi dan torsi pada sendi lutut.Dislokasi akut pada
sendi lutut sering disertai dengan kerusakan pada pembuluh darah
ataupun persarafan pada popliteal space.Gambaran klinis dijumpai
adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan
hamartrosis serta deformitas. Pengobatan, tindakan reposisi dengan
pembiusan harus dilakukan sesegera mungkin dan dilakukan aspirasi
hemartrosis dan setelahnya dipasang bidai gips posisi 10 o-l5o selama 1
minggu kemudian dipasang gips sirkuler d iatas lutut selama 7-8
minggu, bila ternyata lutut tetap tak stabil (varus ataupun valgus) maka
harus dilakukan operasi untuk erbaikan pada ligamen.
MANIFESTASI KLINIS
1. Deformasi pada persendian
Jika sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat celah .
2. Gangguan gerakan
Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
3. Pembengkaan
Pembengkan ini bisa parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas
4. Nyeri
Sendi bahu,sendi siku,metakarpal palangeal dan sendi pangkal paha servikal
5. Kekakuan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang dapat menunjang diagnosa adalah sebagai berikut :
1.      Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu
menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi ditemukan adanya
pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna putih.
 
2.      CT scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan komputer,
sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara 3
dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada
pada tempatnya.
3.      MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan frekuensi
radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat diperoleh
gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-
Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk
sendi.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dislokasi sendi sebagai berikut :
1. Medis
a Farmakologi
Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik
Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala, nyeri pinggang. Efek
samping dari obat ini adalah agranulositosis. Dosis: sesudah makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul,
anak: sehari 3×1/2 kapsul.
Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang, kondisi akut atau kronik
termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah
mual, muntah, agranulositosis, aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis awal 500mg lalu 250mg tiap 6
jam.
b        Pembedahan
Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan pada
pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki kondisi-kondisi arthritis
yang mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif
minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
meliputi:
• Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah.
• Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku
dan pin logam.
• Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar)
atau melalui pembedahan sendi terbuka.
Non medis
a Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan
menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
b Dengan RICE (rest, ice, compression, elevation)
KOMPLIKASI
Dini :
1). Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
2). Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
3). Fraktur disloksi.
Komplikasi lanjut :
1). Kekakuan sendi bahu : Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan
rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
2). Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas
dari bagian depan leher glenoid.
3). Kelemahan otot.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai