Anda di halaman 1dari 24

KONSEP DASAR IMUNISASI

Dessy Meilani Hutasoit NPM: 131020150508


Norliana Karo- Karo NPM: 131020150526
Parmiana Bangun NPM: 131020150527
PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2016
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, imunisasi
merupakan salah satu upaya untuk
mencegah terjadinya penyakit menular yang
merupakan salah satu kegiatan prioritas
Kementerian Kesehatan sebagai salah satu
bentuk nyata komitmen pemerintah untuk
mencapai Millennium Development Goals
(MDGs) khususnya untuk menurunkan
angka kematian pada anak.
Tujuan Imunisasi Nasional:

 Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat


Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I
 Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu
cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata
pada bayi di seluruh desa/kelurahan pada tahun 2014.,
 Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
(insiden di bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu
tahun) pada tahun 2013,
 Global eradikasi polio pada tahun 2018,
 Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015 dan
pengendalian penyakit rubella 2020,
 Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta
pengelolaan limbah medis (safety injection practise and
waste disposal management).
• Imunisasi adalah proses menginduksi
imunitas secara buatan baik dengan
vaksinasi (imunisasi aktif) maupun
Pengertian dengan pemberian antibodi (imunisasi
pasif).

• Adapun keuntungan yang didapat dari


vaksinasi, yaitu : pertahanan tubuh yang
terbentuk oleh beberapa vaksin akan dibawa
seumur hidup, cost-effective karena murah
dan efektif, dan tidak berbahaya (reaksi serius
Manfaat sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang
daripada komplikasi yang timbul apabila
terserang penyakit tersebut secara alami).
Jenis-jenis Imunisasi

pilihan
Dasar

Apa saja?????
Imunisasi Dasar

Umur Jenis

0 bulan Hepatitis B0

1 bulan BCG, Polio 1(OPV dan IPV)

2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2

3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3

4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4

9 bulan Campak
Imunisasi
Khusus

Imunisasi Imunisasi Yellow


Meningitis Fever (Demam Imunisasi Rabies
Meningokokus Kuning)
Imunisasi pilihan

Vaksin Tifoid
Di berikan pada
Vaksin Measles, Mumps, Haemophilllus
usia 5 tahun
Rubella influenzae tipe b (Hib)
Diberikan pada usia 12– diberikan sejak umur 2 Vaksin hepatisi A
18 bulan Pada populasi bulan, diberikan Anak usia ≥ 2
dengan insidens sebanyak 3 kali dengan tahun
penyakit campak dini jarak waktu 2 bulan.
yang tinggi, imunisasi Dosis ulangan
MMR dapat diberikan umumnya diberikan 1
pada usia 9 (sembilan) tahun setelah suntikan
bulan. terakhir.
. Penyimpanan Vaksin
masa penyimpanan vaksin sisa
Jenis Vaksin Masa Pemakaian Keterangan

POLIO 2 Minggu Cantumkan tanggal pertama


kali vaksin digunakan
TT 4 Minggu

DT 4 Minggu

Td 4 Minggu
DPT-HB-Hib 4 Minggu

BCG 3 Jam Cantumkan waktu vaksin


dilarutkan

Campak 6 Jam
Imunisasi Pentavalen

• Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencanangkan


program imunisasi baru dengan pemberian vaksin pentavalent
untuk balita mulai usia dua bulan. Dengan vaksin pentavalen ini,
maka dalam sekali pemberian vaksin, setiap balita dapat tercegah
dari lima penyakit sekaligus yaitu penyakit Difteri, Tetanus, Pertusis
(batuk rejan), Hepatitis B dan penyakit akibat infeksi
oleh Haemophylus influenza tipe B (HiB). Penggabungan lima
antigen ini dimungkinkan karena jadwal pemberian kelima antigen
itu sama, yaitu pada saat bayi berusia dua bulan, tiga bulan dan
empat bulan.
• Dosis Pentavalen 0,5 ml yang mengandung zat aktif : Toksoid Difteri
murni 20 Lf (k. 30 IU), Toksoid Tetanus murni 5 Lf 60 IU), B. pertussis
inaktif 12 OU (k 4 IU), HBsAg 10 mcg; Konjugat Hib 10 mcg dan Zat
tambahan berupa : aluminium fosfat 0,33 mg, serta Thimerosal
0,025 mg. Merangsang tubuh membentuk antibodi terhadap difter-
i, tetanus, pertusis, hepatitis B, dan Haemophilus influenza tipe b.
Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi
Jenis Vaksin Dosis Cara Pemberian Tempat
Hepatitis B 0,5 ml Intra muskuler Paha
BCG 0,05 ml Intra kutan Lengan kanan atas
Polio 2 tetes Oral Mulut
DPT-HB-Hib 0,5 ml Intra Muskuler Paha untuk bayi,
lengan kanan untuk
balita
Campak 0,5 ml Sub kutan Lengan kiri atas
DT 0,5 ml Intra muskuler Lengan kiri atas
Td 0,5 ml Intra muskuler Lengan kiri atas
TT 0,5 ml Intra muskuler Lengan kiri atas

Sumber: (Permenkes No 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi)


KIPI
• Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau
adverse events following immunization adalah
semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi
dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada
keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat
mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca
vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi
virus campak vaccine-strain pada pasien
imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan
polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-
strain pada resipien non imunodefisiensi atau
resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
Klasifikasi
etiologi KIPI lapangan

Faktor kebetulan

Reaksi suntikan
Klasifikasi
kausalitas Kesalahan
prosedur/teknik
pelaksanaan
Reaksi KIPI Gejala KIPI

Abses pada tempat suntikan


Lokal
Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-itis

SSP Kelumpuhan akut


Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang
Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema
Lain-lain
Reaksi anafilaksis
Syok anafilaksis
Artralgia
Demam tinggi >38,5°C
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus menerus (3jam)
Sindrom syok septik
Penanganan masalah KIPI
N KIPI Gejala Tindakan Keterangan
o
1 Vaksin
Reaksi lokal a. Nyeri, eritema, a. Kompres hangat a. Pengobatan
ringan bengkak di daerah b. Jika nyeri mengganggu dapat dilakukan
bekas suntikan < 1 dapat diberikan oleh guru UKS
cm. parasetamol 10 mg atau orang tua
b. Timbul < 48 jam /kgBB/kali pemberian. b. Berikan
setelah imunisasi < 6 bln : 60 mg/kali pengertian
pemberian kepada
6 – 12 bl:90 mg/kali ibu/keluarga
pemberian bahwa hal ini
1 – 3 th : 120 mg/kali dapat sembuh
pemberian sendiri
walaupun tanpa
obat

Reaksi lokal a. Eritema/indurasi > a. Kompres hangat Jika tidak ada


berat (jarang 8 cm b. Parasetamol perubahan hubungi
terjadi) b. Nyeri, bengkak dan Puskesmas terdekat.
manifestasi
sistemik
Reaksi a. Nyeri, bengkak, a. Kompres hangat
Arthus indurasi dan b. Parasetamol
edema c. Dirujuk dan dirawat
b. Terjadi akibat di RS
reimunisasi pada
pasien dengan
kadar antibodi
yang masih
tinggi
c. Timbul beberapa
jam dengan
puncaknya 12-36
jam setelah
imunisasi

Reaksi Demam, lesu, a. Berikan minum


umum nyeri otot, nyeri hangat dan selimut
(sistemik) kepala, dan b. Parasetamol
menggigil
Kolaps/ a. Episode a. Rangsang dengan
keadaan hipotonik- wangian atau
seperti syok hiporesponsif bauan yang
b. Anak tetap merangsang.
sadar tetapi b. Bila belum dapat
tidak bereaksi diatasi dalam
terhadap waktu 30 menit
rangsangan. segera rujuk ke
c. Pada Puskesmas
pemeriksaan terdekat
frekuensi,
amplitudo nadi
serta tekanan
darah tetap
dalam batas
normal.
a. Nyeri dalam terus a. Parasetamol
Neuritis brakialis menerus pada daerah b. Bila gejala menetap rujuk
(Neuropati bahu dan lengan atas ke RS untuk fisioterapi.
pleksus brakialis) b. Terjadi 7 jam sd 3
minggu setelah
imunisasi

a. Terjadi mendadak a. Suntikan adrenalin 1:1.000, Setiap petugas yang


Syok anafilaktik b. Gejala klasik: dosis 0,1 - 0.3 ml, sk/im. berangkat ke lapangan
kemerahan merata, b. Jika pasien membaik dan harus membawa
edem stabil dilanjutkan dengan emergency kit yang
c. Urtikaria, sembab suntikan deksametason (1 berisi: epinephrine,
pada kelopak mata, ampul) secara intravena/ dexamethasone dan
sesak, nafas berbunyi intramuskular antihistamine
d. Jantung berdebar c. Segera pasang infus NaCl
kencang 0,9% 12 tetes/menit
e. Tekanan darah d. Rujuk ke RS terdekat
menurun
f. Anak pingsan/tidak
sadar
g. Dapat pula terjadi
langsung berupa
tekanan darah
menurun dan pingsan
tanpa didahului oleh
gejala lain
• Jurnal terkait imunisasi
• 2.3.1 “Effect of introduction of pentavalent vaccine as replacementfor Diphtheria–Tetanus–Pertussis and
Hepatitis B vaccineson vaccination uptake in a health facility in Nigeria” (Pengaruh pengenalan vaksin
pentavalent sebagai pengganti vaksinasi Difteri Tetanus--Pertussis dan Hepatitis B. Pengambilan
vaksinasi di fasilitas kesehatan di Nigeria).
- Sebanyak 1.110 anak dalam penelitian, fase pengenalan vaksin pentavalent masing-masing yang
dimulai pada pra (190 anak), peri (410 anak) dan pasca (510 anak). Penyerapan vaksin secara
signifikan lebih tinggi untuk semua vaksin dalam fase pasca pengenalan dibandingkan dengan
pra dan peri fase pengenalan (p <0,001).

- Kelengkapan jadwal imunisasi oleh 60,2% dari anak-anak yang memulai vaksinasi dalam fase
pasca pengenalan lebih tinggi dari 31,6% dan 41,7% masing-masing untuk tahap pengenalan pra
dan peri fase pengenalan (p <0,001).

- Secara signifikan lebih banyak kunjungan yang diperlukan untuk menyelesaikan jadwal di fase
pengenalan peri dibandingkan dengan fase pra dan pasca pengenalan p <0,001.

- Keterlambatan penerimaan tiga dosis DPT / PENTA secara signifikan lebih lama dalam tahap
pengenalan peri dibandingkan dengan pra dan pasca fase pengenalan.
Immunogenicity and safety of an indigenously manufactured reconstituted pentavalent (DTwP-HBV+Hib)
vaccine in comparison with a foreign competitor following primary and booster immunization in Indian
children

• Vaksin DTwP-HBV + Hib dari sIIL ditemukan


aman dan imunogenik. Vaksin India ini baik
dibandingkan dengan vaksin berlisensi dan
merupakan alternatif yang hemat biaya untuk
menggabungkan ke dalam jadwal imunisasi
dari berbagai negara begitu pula untuk
mengontrol Hepatitis B dan Hib infeksi di
seluruh dunia.
SEKIAN DAN TERIMAKASIH
SEMOGA BERMANFAAT

Anda mungkin juga menyukai