Anda di halaman 1dari 24

Dwi Nugroho Heri Saputro

Perikarditis merupakan sindroma yang


disebabkan oleh reaksi inflamasi di
perikardium, dengan atau tanpa akumulasi
cairan di rongga perikardial.
Perikarditis ialah peradangan pericardium
viseralis dan parietalis dengan atau tanpa
disertai timbulnya cairan dalam rongga
perikard yang baik bersifat transudat atau
eksudat atau purulen dan disebabkan oleh
berbagai macam penyebab. (IKA FKUI, 2007)
Berdasarkan Perjalanan Penyakit:
Perikarditis Akut:
Perikarditis akut merupakan reaksi inflamasi
perikardium yang bersifat akut, yang
menimbulkan tanda dan gejala tidak lebih
dari 1─2 minggu, dengan trias sindroma
klinis yaitu nyeri dada, pericardial friction
rub, dan perubahan gambaran
elektrokardiografi (EKG).
Perikarditis kronis merupakan inflamasi
perikardium yang kronis, yaitu >3 bulan.
Gambaran dari perikarditis kronis meliputi
efusif dan konstriktif. Gejala klinis biasanya
ringan (nyeri dada, palpitasi, lemah),
tergantung dari derajat kompresi jantung dan
residu inflamasi perikardium.
Klasifikasi berdasarkan etiologi:
I. Infectious pericarditis
A. Viral (coxsackievirus A and B, echovirus,
mumps, adenovirus, hepatitis, HIV)
B. Pyogenic (pneumococcus, streptococcus,
staphylococcus, Neisseria, Legionella)
C. Tuberculous
D. Fungal (histoplasmosis, occidioidomycosis,
Candida, blastomycosis)
E. Infeksi lain (syphilitic, protozoal, parasitic)
II. Noninfectious pericarditis
A. Acute myocardial infarction
B. Uremia
C. Neoplasia
1. Primary tumors (benign or malignant,
mesothelioma)
2.Tumors metastatic to pericardium (lung
and breast cancer, lymphoma,
leukemia)
D. Myxedema
E. Cholesterol
F. Trauma
1. Menembus dinding dada
2. Tidak menembus
III Perikarditis yang diperkirakan berhubungan
dengan hipersensitifitas dan proses autoimun
A. Rheumatic fever
B. Collagen vascular disease (SLE, rheumatoid
arthritis, acute rheumatic fever)
C. Penggunaan obat (e.g., procainamide,
hydralazine, phenytoin, isoniazide,
minoxidil, anticoagulants)
D. Postcardiac injury
1. Postmyocardial infarction (Dressler’s
syndrome)
2. Postpericardiotomy
3. Posttraumatic
Jaringan pericardium yang rusak karena bakteri
atau substansi lain mengakibatkan pelepasan
mediator kimia inflamasi (prostaglandin,
histamin, bradikinin, serotonin) ke dalam
jaringan di sekitarnya sehingga akan memulai
proses inflamasi. Friksi terjadi ketika lapisan
pericardium yang mengalami inflamasi saling
bergesekan.
Histamin dan mediator kimia lain
menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan
meningkatkan permeabilitasnya. Dengan
demikian akan terjadi perembesan cairan dan
protein (termasuk fibrinogen) melalui dinding
pembuluh darah ke dalam jaringan sehingga
terjadi edema ekstraseluler.
Sel-sel makrofag yang sudah ada di dalam
jaringan tersebut mulai memfagosit bakteri
yang menginvasi, sementara sel-sel neutrofil
serta monosit bergabung dengan sel-sel
makrofag tersebut  daerah tersebut akan
berisi eksudat yang terbentuk dari jaringan
nekrotik dan bakteri, sel-sel neutrofil, serta
makrofag yang mati.
1. Nyeri dada, nyeri perikardial onset relatif
cepat dan tiba-tiba, biasanya di daerah sub
sternal, namun dapat terjadi di dinding
anterior dada kiri atau epigastrium.
Penjalaran ke lengan kiri jarang terjadi.
Penjalaran sering pada daerah trapezius,
sangat spesifik untuk perikarditis.
Memburuk saat berbaring atau saat inspirasi
dan membaik pada posisi duduk tegak atau
condong ke depan.
2. Terdapat gejala prodromal seperti malaise,
dan demam, (biasanya <39 ◦C). Pada pasien
usia tua, biasanya tidak didapatkan demam.
3. Sesak dapat terjadi akibat nafas yang
dangkal karena nyeri dada.
4. Pasien dengan perikarditis purulen dapat
terlihat toksik dengan demam tinggi,
menggigil, dan keluar keringat pada malam
hari.
1. Pericardial friction rub
Pericardial friction rubpaling sering
ditemukan, sekitar 85% pasien.
Dapat ditemukan pada saat: bersamaan
dengan sitolik ventrikel, pengisian awal
diastolik dan kontraksi atrium. Suara yang
dihasilkan seperti suara saat berjalan diatas
salju, biasanya terdengar paling keras di
bagian bawah linea sternalis kiri, menjalar ke
apeks, dan lebih jelas didengar pada saat
akhir ekspirasi dengan posisi pasien
menunduk ke depan.
2. Denyut jantung, biasanya cepat dan reguler.
3. Retensi cairan, asites, hepatomegali, distensi
vena jugularis, dan tanda-tanda gagal
jantung kanan kronis lain dapat terjadi pada
pericarditis konstriktif kronis ketika tekanan
vena sistemik meningkat secara bertahap.
4. Nyeri dada pleuritik, bersifat tumpul yang
tidak khas.
5. Demam, batuk kering, fatique dan cemas.
 Pada EKG terlihat elevasi segmen ST dengan
bentuk melengkung ke atas, biasanya
mengenai beberapa lead, bukan hanya satu
tempat seperti pada infark miokard dengan
disertai elevasi dan depresi segmen PR.

 Rontgen dada hanya membantu untuk


diagnosis pada pasien dengan efusi > 250ml.
Tes laboratorium meliputi; serum electrolyte,
blood urea nitrogen (BUN), dan creatinine;
erythrocyte sedimentation rate (ESR) dan C-
reactive protein (CRP); dan pengukuran
biomarker jantung, lactate dehydrogenase
(LDH), dan serum glutamic-oxaloacetic
transaminase (SGOT; AST). Terdapat pula
leukositosis yang sesuai dengan kuman
penyebab.
 Pengobatan penyakit dasar merupakan tujuan
utama, dengan menggunakan antibiotik atau
anti inflamasi. Bila efusi pericardium kronis
tetap menimbulkan gejala keluhan, maka
perlu dipertimbangkan perikardiektomi.
 Bila diagnosis perikarditis konstriktif telah
dibuat, maka perikardiektomi merupakan
satu-satunya pengobatan untuk
menghilangkan tahanan pengisian ventrikel
pada fase diastolic.
Penatalaksanaan pada efusi pericardium yang
massif adalah dengan melakukan
perikardisentesis ke dalam kantong
pericardium dengan tujuan agar proses
drainase dari aspirasi dapat adekuat.
 Perikardiosentesis
Perikardiosentesis merupakan tindakan
aspirasi efusi pericardium atau pungsi
pericardium. Pungsi pericardium dapat
dilakukan untuk konfirmasi dan mencari
etiologi efusi sebagai penegakan diagnosis
dan tindakan invasive untuk pengobatan.
Lokasi Pungsi Perikardium
Sudut antara prosesus xifoideus dengan
arkus iga kiri. Titik ini paling aman karena
jantung tidak ditutupi paru sehingga
mengurangi kemungkinan penyebaran infeksi
ke paru atau perikarditis purulen. Hal ini juga
untuk menghindari tertusuknya arteri
mamaria interna. Lokasi efusi pericardium
umumnya berada di bawah, sehingga cairan
yang sedikit pun dapat diperoleh di sini.
Pericarditis akut, kronis, atau relaps (biasanya
disebabkan oleh tuberkulosis atau
radioterapi) bisa menyebabkan fibrosis
pericardium yang dapat menyebabkan
konstriksi jantung, menghambat pengisian
jantung, dan menurunkan curah jantung.
Terjadi dispnea saat aktivitas yang progresif,
edema perifer, dan asites. Pericarditis dapat
menyebabkan berbagai komplikasi, yaitu
efusi pericardium, tamponade jantung,
pericarditis konstriktif, aritmia jantung.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai