Anda di halaman 1dari 51

Bedsite Teaching

FLAIL CHEST

DM RIFQI RISDYA PRATAMA


1810029048
IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.H
Usia : 35 Tahun
Alamat : Batuah rt 21
Pekerjaan : wiraswasta
Suku : Bugis
Agama : Islam

MRS : 11 Oktober 2019, pukul 21.00 WITA


PRIMARY SURVEY

• Airway : Clear, Gurgling (-), Stridor (-), Snoring (-). C-spine


control (-)

• Breathing : Gerak dada tidak simetris, Respirasi: 38x/menit

• Circulation : Nadi karotis teraba kuat, Nadi 120x/menit reguler, TD


100/60 mmHg, akral hangat, CRT<2 detik, Sp02 95%

• Disability : GCS E1V4M6, Composmentis

• Exposure : hemithorax sinistra bulging, jejas (+) pada thorax


sinistra, krepitasi (+)
Secondary Survey

 Alergi :-
 Medication :-
 Past Illness :-
 Last Meal : 6 jam sebelum MRS
 Environment : Sesak nafas, nyeri pada dada kiri dan perut
KELUHAN UTAMA

• Sesak nafas, nyeri pada dada kiri dan perut


Riwayat Penyakit Sekarang

 Menurut keterangan saksi, pasien ini post


Kecelakaan Lalu Lintas, pasien jatuh oleh
kecelakaan tunggal, kemudian setelah jatuh dada
pasien terlindas oleh motor dari belakang
kemudian menabrak pasien, Sebelum masuk
rumah sakit pasien sempat tidak sadarkan diri,
pasien tidak ada muntah.
Riwayat penyakit dahulu

 Hipertensi (-), DM (-), Penyakit jantung (-),


Asma (-)

Riwayat penyakit keluarga


• Hipertensi (-), DM (-), Penyakit jantung (-),
Asma (-)
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Sakit Sedang

Kesadaran : (GCS = E1VettM4)

Berat badan/Tinggi Badan : 70kg/157cm

Tanda-tanda vital :
 Tekanan darah : 60/40 mmHg
 Nadi : 145 x/menit
 Suhu : 36.4°C
 Pernapasan : 38x/menit
STATUS GENERALIS

 Kepala : Normosefalik, refleks pupil (+) isokor


3mm/3mm
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-)
 THT : Tidak ada kelainan
 Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicula line S
 Perkusi : batas jantung kanan ICS III, IV, V parasternal line D,
batas jantung kiri ICS V midclavicula S
 Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
STATUS GENERALIS

Thorax
 Status Lokalis

Abdomen:
 Inspeksi : Perut datar, tak terlihat masa, peradangan
(-), warna kulit sama dengan sekitarnya
 Auskultasi : Bising usus (N), metallic sound (-)
 Perkusi : Timpani
 Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (+), massa (-)

Ekstremitas
 Atas : akral hangat, edema (-/-)
 Bawah : akral hangat, edema (-/-)
STATUS LOKALIS

Thorax
Inspeksi : Pengembangan dinding dada tak
simetris, tampak paradoksal sign, terdapat jejas
pada thorax sinistra
Palpasi : Pergerakan dinding dada tidak simetris,
terdapa nyeri tekan, teraba step down pada costae
sinistra
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler (+/+)
USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Lab
 EKG
 RO Thorax
 BGA
LABORATORIUM 11/10/19

Hematologi:
 Leu : 25.69(meningkat)
 Eri : 4.82
 Hb : 13.2(menurun)
 HCT : 39.6
 PLT : 292
LABORATORIUM 11/10/19

Kimia klinik
 GDS : 219
 Ureum : 50.5 (meningkat)
 Ccreatinin : 1.3
DIAGNOSIS

MULTIPLE TRAUMA + PNEUMOTHORAX


+HEMATOTHORAX S + FRACTUR COSTAE 3-7
S + FRACTUR SCAPULA S
USULAN TATALAKSANA

 O2 10 LPM
 IVFD RL 20 TPM
 Pasang Kateter Urine
 Needle thoracocentesis
Flail chest, yaitu bergeraknya satu segment rongga
dada berlawanan dengan gerakan napas (gerakan
paradoksal). Hal ini dapat terjadi apabila karena
trauma terjadi patah tulang iga pada beberapa tempat
dan bersifat komunitif, maka padat terbentuk suatu
segmen pada dinding toraks yang terlepas dari fiksasi
sekitarnya, segmen ini bergerak paradoks
dengan gerakan napas
MEDIASTINUM AKAN SELALU BERGERAK
DENGAN HEBAT MENGIKUTI GERAKAN
NAPAS: KE KIRI DAN KE KANAN,
MENIMBULKAN MEDIASTINAL FLUTTER

KEADAAN INI AKAN MENGAKIBATKAN


GANGGUAN PADA VENOUS RETURN DARI
SISTEM VENA CAVA, PENGURANGAN
CARDIAC OUTPUT DAN PENDERITA CEPAT
JATUH PADA KEGAGALAN HAEMODINAMIK
Adalah toraks yang “melayang” (flail) oleh sebab
adanya fraktur iga multipel berturutan = 3 iga ,
dan memiliki garis fraktur = 2 (segmented)
pada tiap iganya.

Akibatnya adalah: terbentuk area “flail” yang


akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari
gerakan mekanik pernapasan dinding dada.
Area tersebut akan bergerak masuk saat
inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi.
 Hal ini disebabkan karena fractur costae multiple,
secara sirkumferential/beberapa tempat
 Waktu inspirasi bagian tersebut akan, cekung ke
dalam
 Waktu ekspirasi bagian tersebut akan, menonjol
keluar
 Hal ini disebut gerakan napas paradoksal, akibat
dari gerakan toraks yang seperti ini maka terjadi
pula “mediastinal flutter”.
 Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak
lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan
dinding dada.

 Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi


sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan
menyebabkan hipoksia yang serius.

 Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu


trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi
(kontusio paru).
 Walaupun ketidak-stabilan dinding dada
menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada
pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja
tidak akan menyebabkan hipoksia.

 Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini


terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan
gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma
jaringan parunya.
 Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya,
karena splinting (terbelat) dengan dinding dada.

 Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks


bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi.

 Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan


krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu
diagnosis.
 Dengan foto toraks akan lebih jelas karena
akan terlihat fraktur iga yang multipel, akan
tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak
akan terlihat.

 Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya


hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga
membantu dalam diagnosis Flail Chest.
 Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian
ventilasi adekuat, dan resusitasi cairan

 Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan


kristoloid intravena harus lebih berhati-hati untuk
mencegah kelebihan pemberian cairan.

 Bila ada kerusakan parenkim paru pada Flail


Chest, maka akan sangat sensitif terhadap
kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan.
 Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar
pemberian cairan benar-benar optimal.

 Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan


paru-paru dan berupa oksigenasi yang cukup serta
pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki
ventilasi.

 Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan


ventilator.
 Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada
penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi
perlu diberikan untuk waktu singkat sampai
diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada
penderita tersebut ditemukan secara lengkap.

 Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan,


tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja
pernafasan akan memberikan suatu indikasi
timing / waktu untuk melakukan intubasi dan
ventilasi.
Gangguan Mekanika Bernapas pada Flail Chest

 Fraktur sternum dengan pergeseran fragmennya


menimbulkan nyeri yang menyebabkan penderita
menahan napas sehingga pernapasan menjadi
dangkal.

 Hal ini diperberat dengan akibat retensi sputum


menyebabkan atelektasis, pneumonia yang
menyebabkan gangguan ventilasi, hipoksemia,
hiperkarbia dan pada gilirannya akan
menyebabkan insufisiensi pernapasan dan
berakhir dengan gagal pernapasan akut.
 Flail sternum disebut juga central flail
chest, bila berat akan menyebabkan
volume intratorasik berkurang sehingga
mengganggu pengembangan paru,
ventilasi menurun mengakibatkan
hipoksemia dan hiperkarbia.

 Gangguan ekspansi paru diakibatkan


elastic recoil ke dalam tak tertahankan
sehingga volumenya berkurang.
 Penekanan ventilasi dan atelektasis akan
menyebabkan terjadinya pintas
arteriovenosa (AV) yang
memperberat insufisiensi pernapasan
sehingga bila dibiarkan akan berakhir
dengan gagal pernapasan akut.
 Nyeri hebat juga akan menyebabkan penderita
mengurangi gerakan segmen melayang sambil terus
menerus berupaya paksa menarik dan mengeluarkan
napas, hal ini terlihat dengan pernapasan cepat dan
dangkal bila dibiarkan akan menyebabkan kelelahan
otot-otot pernapasan dan berakhir dengan gagal
pernapasan akut.
 Akibat dari atelektasis, pneumonia, pirau A-V
sendiri akan memperberat kerja napas, hal ini
ditunjukkan dengan gambaran gas darah
memburuk, suatu tanda gagal pernapasan akut
Prognosis

 Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2


iga sehingga ada satu segmen dinding dada yang
tidak ikut pada pernafasan.

 Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada


inspirasi justru masuk kedalam yang dikenal
dengan pernafasan paradoksal
Patofisiologi

 Dada merupakan organ besar yang membuka


bagian dari tubuh yang sangat mudah terkena
tumbukan luka.

 Karena dada merupakan tempat jantung, paru dan


pembuluh darah besar, trauma dada sering
menyebabkan gangguan ancaman kehidupan.
 Luka pada rongga thorak dan isinya dapat
membatasi kemampuan jantung untuk memompa
darah atau kemampuan paru untuk pertukaran
udara dan osigen darah.

 Bahaya utama berhubungan dengan luka dada


biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan
terhadap organ
 Luka dada dapat meluas dari benjolan
yang relatif kecil dan goresan yang
dapat mengancurkan atau terjadi
trauma penetrasi.

 Luka dada dapat berupa penetrasi atau


non penetrasi ( tumpul ).
 Luka dada yang terbuka, memberi
keempatan bagi udara atmosfir masuk ke
dalam permukaan pleura dan mengganggu
mekanisme ventilasi normal.

 Luka dada penetrasi dapat menjadi


kerusakan serius bagi paru, kantung dan
struktur thorak lain.
Karakteristik

 Gerakan “paradoksal” dari (segmen)


dinding dada saat inspirasi/ekspirasi;
tidak terlihat pada pasien dalam ventilator

 Menunjukkan trauma hebat. Biasanya


selalu disertai trauma pada organ lain
(kepala, abdomen, ekstremitas)
Komplikasi

 Komplikasi utama adalah gagal


napas, sebagai akibat adanya
ineffective air movement, yang
seringkali diperberat oleh
edema/kontusio paru, dan nyeri.
 Pada pasien dengan flail chest tidak
dibenarkan melakukan tindakan fiksasi
pada daerah flail secara eksterna,
seperti melakukan splint/bandage yang
melingkari dada, oleh karena akan
mengurangi gerakan mekanik
pernapasan secara keseluruhan
Indikasi Operasi (stabilisasi)
pada flail chest

 Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain


(cth: hematotoraks masif, dsb).

 Gagal/sulit weaning ventilator.

 Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif).


 Menghindari prolong hospital stay
(indikasi relatif).

 Menghindari cacat permanent.

 Tindakan operasi adalah dengan fiksasi


fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi
area “flail”
 Trauma hancur pada sternum atau iga dapat berakibat
terjadinya pemisahan total dari suatu bagian dinding
dada, sehingga dinding dada tersebut bersifat lebih
mobil.

 Pada setiap gerakan respirasi, maka fragmen yang


mobil tersebut akan terhisap ke arah dalam.

 Pengembangan normal rongga pleura tidak dapat lagi


berlangsung, sehingga pertukaran gas respiratorik
yang efektif sangat terbatas.
Manifestasi klinis

 Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di


sekitar dan terbatasnya gerak pengembangan dinding
dada, deformitas, dan gerakan paradoksal flail chest yang
ada akan tertutupi.

 Pada mulanya, penderita mampu mengadakan kompensasi


terhadap pengurangan cadangan respirasinya.

 Namun bila terjadi penimbunan secret-sekret dan


penurunan daya pengembangan paru-paru akan terjadi
anoksia berat, hiperkapnea, dan akhirnya kolaps.
Penatalaksanaan

 Sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi


atau tanda-tanda kegagalan pernapasan atau
karena ancaman gagal napas yang biasanya
dibuktikan melalui pemeriksaan AGD berkala dan
takipneu pain control.

 Stabilisasi area flail chest (memasukkan ke


ventilator, fiksasi internal melalui operasi)
bronchial toilet fisioterapi agresif tindakan
bronkoskopi untuk bronchial toilet.
 Tindakan stabilisasi yang bersifat sementara
terhadap dinding dada akan sangat menolong
penderita, yaitu dengan menggunakan towl-clip
traction atau dengan menyatukan fragmen-
fragmen yang terpisah dengan pembedahan.

 Takipnea, hipoksia, dan hiperkarbia merupakan


indikasi untuk intubasi endotrakeal dan ventilasi
dgn tekanan positif
DAFTAR PUSTAKA
 Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
 Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC
: Jakarta.
 FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa
Aksara : Jakarta
 Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
 http://hendritamara.blogspot.com/2008/11/asuhan-
keperawatan-pada-klien-trauma.html
 http://iwansain.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai