Anda di halaman 1dari 32

Keperawatan Gawat Darurat Pada Jiwa

Agresif dan Suicide ( Perilaku Bunuh Diri )

Kelompok IV

Andi Sriwardana
Esperansa Alusia G.Mahoklory
Fitriani Ramadhani
Syaida Alvi Khairiyya Biki
Perilaku Agresif
Pengertian
Perilaku Kekerasan atau agresif merupakan
suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis. (Dermawan dan Rusdi, 2013 ).
Suatu keadaan di mana klien mengalami
perilaku yang dapat membahayakan klien
sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan
barang- barang (Fitria, 2010).
Tanda dan Gejala
• Fisik: mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
• Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata- kata kotor, berbicara
dengan nada keras, kasar dan ketus.
• Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/ orang lain, merusak
lingkungan, amuk/ agresif.
• Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, ,merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
meyalahkan, dan menuntut.
• Intelektual: mendominasi cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
tidak jarang mengeluarkan kata- kata bernada sarkasme.
• Spiritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu- raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
• Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan
sindiran.
• Perhatian: bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan
seksual.(Fitria, 2010)
Etiologi
1. Faktor predisposisi
a. Teori Biologik
• Neurologic factor, beragam komponen dari sistem syaraf seperti synap,
neurotransmitter, dendrite, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi
atau menghambat rangsangan dan pesan- pesan yang akan mempengaruhi sifat
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
bermusuhan dan respons agresif.
• Genetic factor, adanya factor gen yang di turunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakhmi (2007) dalam gen
manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun
jika terstimulasi oleh factor eksternal. Menurut penelitian genetic tipe karyo
type XYX, pada umumnya di miliki oleh gen penghuni pelaku tindak kriminal
serta orang-orang yang tersangkut hokum akibat perilaku agresif.
• Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu.
Menurut penelitian pada jam- jam tertentu manusia mengalami peningkatan
cortsiol terutama pada jam- jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan
menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu
orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
Next!!

• Biochemistry factor (faktor biokimia tubuh) seperti


neurotransmitter di otak (epinephrine, norephinephrine, asetilkolin,
dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi
melalui system persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar
tubuh yang di anggap mengancam atau membahayakan akan di
hantar melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponya
melalui serabut efferent. Peningkatan hormone androgen dan
norephinephrin serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan
cerebrospinal vertebrata dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya perilaku agresif.
• Brain Area Disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus
temporal, sindrom otak organic, tumor otak, trauma otak, penyakit
ensepalitis, epilepsy di temukan sangat berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindakan kekerasan.
Next!!
Teori Psikologis
• Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat di pengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan
fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih saying dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap
agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi adanya
ketidakpercayaan pada lingkunganya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan memnbuat konsep diri
yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaananya dan rendahnya harga diri
pelaku tindak kekerasan
• Imitation, modeling, and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan
yang menolerir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang di tiru dari
media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak di kumpulkan untuk menonton tayangan
pemukulan pada boneka dengan reward positif (makin keras pukulanya akan di
beri coklat), anak lain menonton tayangan cara mengasihi dan mencium boneka
tersebur dengan reward posiitif pula (makin baik belaiannya mendapat hadiah
coklat). Setelah anak- anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak
berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah di alaminya.
• Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respons ibu saat marah.
Ia juga belajar bahwa dengan agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli,
bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut
untuk di perhitungkan.
• Teori sosiokultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh,
sesaji atau kotoran kerbau di keratin, serta ritual- ritual yang cenderung
mengarah pada kemusyrikan secara tidak lansgsung turut memupuk sikap
agresif dan ingin sendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan
kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian
masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya
perilaku kekerasan. Hal ini di picu juga dengan maraknya demonstrasi, film-
film kekerasan, mistik, tahayul dan perdukunan (santet,teluh) dalam
tayangan televisi. d)Aspek religiusitas Dalam tinjauan religiusitas,
kemarahan dan agresivitas merupakan dorongan dari bisikan syetan yang
sangat menyukai kerusakan agar manusia menyesal (devil support). Semua
bentuk kekerasan adalah bisikan syetan melalui pembuluh darah ke
jantung, otak dan organ vital manusia lain yang di turuti manusia sebagai
bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan harus segera di
penuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan norma agama (super ego).
Patofisiologi
Stress, cemas, harga diri rendah dan bermasalah dapat
menimbulkan marah. Respon terhadap marah dapat di ekspresikan
secara eksternal maupun internal. Secara eksternal ekspresi marah
dapat berupa perilaku konstruktif maupun destruktif.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan
kata- kata yang dapat di mengerti dan di terima tanpa menyakiti hati
orang lain. Selain akan memberikan rasa lega, ketegangan pun akan
menurun dan akhirnya perasaan marah dapat teratasi. Rasa marah yang
di ekspresikan secara destruktif, misalnya dengan perilaku agresif dan
menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah
berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang di tunjukan pada
diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku yang submisif seperti
menekan perasaan marah karena merasa tidak kuat, individu akan
berpura- pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya,
sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan
menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, dan pada suatu saat dapat
menimbulkan kemarahan yang destruktif yang di ajukan pada diri
sendiri, orang lain, atau lingkungan (Yosep, 2011)
Pathway
Askep Gadar
MASALAH KEPERAWATAN
• Perilaku kekerasan
• Resiko mencederai
• Gangguan harga diri: harga diri rendah

POHON MASALAH
Resiko mencederaiOrang lain/ lingkungan

Perilaku Kekerasan (CP)

Gangguan harga diri: harga diri rendah


DIAGNOSA

• Resiko mencederai orang lain berhubungan


dengan kekerasan
• Perilaku kekerasan berhubungan dengan
harga diri rendah
RENCANA KEGIATAN KEPERAWATAN
Rencana tindakan keperawatan dibagi dua, yaitu:
Rencana tindakan keperawatan pada keluarga klien:
Pertemuan ke 1
• Kontrak dengan keluarga
• Identifikasi masalah keluarga
• Informasi tentang perilaku kekerasan
• Informasi tentang cara merawat klien perilaku kekerasan
Pertemuan ke 2 dan 3
• Penerapan cara merawat klien selama dirawat di rumah sakit

Pertemuan ke 4
• Perencanaan pulang, tentang cara merawat klien dirumah
• Cara mengevaluasi perilaku kekerasan di rumah
• Cara mengevaluasi jadwalkegiatan di rumah
PEDOMAN MANAJEMEN KRISIS SAAT
TERJADI PERILAKU KEKERASAN
1. Perilaku Kekerasan
Tim krisis perilaku kekerasan terdiri dari ketua
tim krisis yang berperan sebagai pemimpin
(“leader”) dan anggota tim minimal 2 (dua)orang.
Ketua tim adalah perawat yang berperan sebagai
kepala ruangan, penanggung jawab “shif” ,
perawat primer, ketua tim atau staf perawat, yang
penting ditetapkan sebelum melakukan tindakan.
Anggota tim krisis dapat staf perawat, dokter
atau konselor yang telah terlatih menangani
krisis.
Aktifitas yang dilakukan adalah sebagai berikut (Stuart & Laraia, 1998) :
• Aktivitas ketua tim krisis
• Susun anggota tim krisis
• Beritahu petugas keamanan jika perlu
• Pindahkan klien lain dari area penanganan
• Ambil alat pengikat (jika pengekangan akan dilakukan)
• Uraikan perencanaan penanganan pada tim
• Tunjukkan anggota tim untuk mengamankan anggota gerak klien
• Jelaskan tindakan pada klien dan berusaha membuat klien kooperatif
• Ikat klien dengan petunjuk ketua tim
• Berikan obat sesuai program terapi dokter
• Pertahankan sikap yang tenang dan konsisten terhadap klien
• Evaluasi tindakan yang telah dilakukan bersama anggota tim
• Jelaskan kejadian pada klien dan staf jika diperlukan
• Integrasikan klien kembali pada lingkungan secarabertahap
2. Pembatasan Gerak adalah memisahkan klien
di tempat yang aman dengan tujuan melindungi
klien, klien lain dan staf dari kemungkinan
bahaya. Istilah yang biasa digunakan dirumah
sakit jiwa untuk tempat pembatasan gerak
adalah kamar isolasi. Klien dibatasi
pergerakannya karena dapat mencederai orang
lain atau dicederai orang lain, membutuhkan
interaksi dengan orang lain dan memerlukan
pengurangan stimulus dari lingkungan (Stuart
dan Laraia, 1998).
Langkah-langkah pelaksanaan pembatasan gerak adalah sebagai berikut:
• Tunjuk ketua tim krisis
• Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan pada klien dan staf lain.
• Jelaskan kepada klien dan staf lain tentang perilaku yang diperlukan untuk
mengakhiri tindakan.
• Buat perjanjian dengan klien untuk mempertahankan mengontrol
perilakunya
• Bantu klien menggunakan metoda kontrol diri yang diperlukan.oBantu klien
memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, kebersihan diri, dan
kebersihan kamar.
• Lakukan supervisi secara periodik untuk membantu dan memberikan
tindakankeperawatan yang diperlukan.
• Libatkan klien dalam memutuskan pemindahan klien secara bertahap
• Dokumentasikan alasan pembatasan gerak, tindakan yang dilakukan, respon
klien dan alasan penghentian pembatasan gerak.
3. Pengekangan/ pengikatan fisikPengekangan
dilakukanjika perilaku klien berbahaya,
melukai diri sendiri atau orang lain (Rawhins,
dkk, 1993) atau strategi tindakan yang lain
tidak bermanfaat. Pengekangan adalah
pembatasan gerak klien dengan mengikat
tungkai klien (Stuart dan Laraia, 1998).
Tindakan pengekangan masih umum
digunakan perawat disertai dengan
penggunaan obat psikotropik (Duxbury, 1999).
Langkah-langkah pelaksanaan pengekangan (Start dan Laraia,
1998):
• Beri suasana yang menghargai dengan supervisi yang
adekuat, karena harga diri klien yang berkurang karena
pengekangan.
• Siapkan junlah staf yang cukup dengan alat pengekang yang
aman dan nyaman.
• Tunjuk satu orang perawat sebagai ketua tim.
• Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya pada klien dan staf
agar dimengerti dan bukan hukuman.
• Jelaskan perilaku yang mengindikasikan pengelepasan pada
klien dan staf.
• Jangan mengikat pada pinggir tempat tidur. Ikat dengan
posisi anatomis. Ikatan tidak terjangkau klien.
• Lakukan supervisi yang adekuat dengan tindakan terapeutik
dan pemberian rasa nyaman.
• Beri aktivitas seperti televisi, bacakan buku pada klien untuk
memfasilitasi kerjasama klien pada tindakan.
Perawatan pada daerah pengikatan:
1) pantau kondisi kulit yang diikat: warna, temperatur, sensasi.
2) lakukukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian
setiap 2 (dua) jam.
3) lakukan perubahan posisi tidur.
4) periksa tanda-tanda vital tiap 2 (dua) jam.

• Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, dan kebersihan


diri.
• Libatkan dan latih klien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka
secara bertahap.
• Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya setelah ikatan dibuka satu
persatu secara bertahap, kemudian dilanjutkan dengan pembatasan gerak
kemudian kembali ke lingkungan semula.
• Dokumentasikan seluruh tindakan yang dilakukan beserta respon klien
EBN Perilaku Kekerasan
Keefektifan restrain terhadap penurunan
perilaku kekerasan. Respon perilaku kekerasan
yang dilakukan observasi meliputi respon
perilaku, fisik, emosi dan verbal. Respon Fisik
menurut tabel diatas bahwa restrain efektif
menurunkan perilaku kekerasan
SUICIDE
Suicide
O’Connor dan Nock (2014) mengatakan bahwa perilaku bunuh
diri mengacu pada pikiran-pikiran dan perilaku yang terkait dengan intensi
individual untuk mengakhiri hidup mereka sendiri.
Bridge, Goldstein, dan Brent (2006) merangkum beberapa
terminologi yang sering digunakan dalam memahami definisi bunuh diri.
Ide bunuh diri mengacu pada pikiran-pikiran tentang menyakiti atau
membunuh diri sendiri. Percobaan bunuh diri adalah suatu tindakan yang
tidak fatal, menyakiti diri sendiri dengan maksud eksplisit untuk kematian.
Tindakan bunuh diri adalah tindakan menyakiti diri sendiri yang bersifat
fatal dengan maksud eksplisit untuk mati.
Percobaan bunuh diri adalah suatu tindakan yang tidak fatal, menyakiti
diri sendiri dengan maksud eksplisit untuk kematian. Tindakan bunuh diri
adalah tindakan menyakiti diri sendiri yang bersifat fatal dengan maksud
eksplisit untuk mati.
Kajian literatur yang dilakukan oleh Brezo, Paris dan Turecki
(2005) menemukan bahwa disamping kecenderungan
ekstroversi dan kecemasan, ketidakberdayaan termasuk faktor
yang paling berisiko terhadap ketiga bentuk perilaku bunuh
diri yaitu ide bunuh diri, percobaan bunuh dan tindakan bunuh
diri.
Rutter dan Behrendt (2004) juga menjelaskan bahwa ada
empat faktor psikososial yang penting sebagai faktor risiko
bunuh diri pada remaja yaitu ketidakberdayaan, permusuhan,
konsep diri yang negatif, dan terisolasierdayaan
Next …

Menurut asumsi peneliti hubungan peran perawat dengan


bunuh diri sangat diperlukan untuk mencegah ide bunuh diri,
perawat memiliki tugas yang memerlukan sensitivitas dan
ketahanan yang kuat terutama dalam anamnesa dan wawancara
penyebab terjadinya bunuh diri , bila terjadi keadaan kegawat
daruratan bunuh diri peran perawat bukan hanya sebagai tempat
pencurahan penyebab bunuh diri namun anamnesa perawat yang
tepat dapat menjadikan media pendekatan yang tidak semata-mata
hanya tergantung pada kemampuan intuisi perawat saja, dalam
menentukan penyebab kematian, pendekatan yang konsisten dari
perawat akan mendapat kan hasil dan berkesempatan untuk lebih
mengenal respon-respon pasien terhadap perawatan yang telah
diberikan,
Patofisiologi
Dalam kehidupan, individu selalu menghadapi masalah atau stressor, respon
individu terhadap stressor, tergantung pada kemampuan menghadapi masalah
serta tingkat stress yang dialami. Dalam menghadapi masalah seseorang dapat
menggunakan respon yang adaptif maupun respon yang maladaptive, respon
seseorang yang adaptif membuat seseorang mempunyai harapan dalam
menghadapi masalah, dimana harapan tersebut menimbulkan rasa yakin,
percaya, ketetapan hati dalam menghadapi masalah dan dapat menimbulkan
ispirasi. Respon maladaptive seseorang membuat seseorang merasa putus
harapan dalam menghadapi masalah, menimbulkan rasa tidak percaya diri dalam
menghadapi masalah menyebabkan seseorang merasa rendah diri. Jika seseorang
tidak mampu mengatasi masalah kemungkinan besar seseorang akan menjadi
depresi, mengalami perasaan gagal, putus asa, dan merasa tidak mampu dalam
mengatasi masalah yang menimbulkan koping tidak efektif. Putus harapan juga
mengakibatkan seseorang merasa kehilangan, sehingga menimbulkan perasaan
rendah diri, depresi.
Etiologi
• Psikososial dan klinik :
1. Keputusasaan
2. Ras kulit putih
3. Jenis kelamin laki-laki
4. Usia lebih tua
5. Hidup sendiri
• Riwayat :
1. Pernah mencoba bunuh diri
2. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri
3. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat
• Diagnostik
1. Penyakit medik umum
2. Psikosis
3. Penyalahgunaan zat
Tanda dan Gejala

Seseorang yang akan bunuh diri atau mengadakan percobaan bunuh diri
biasanya menunjukkan gejala prodromal berupa :”perubahan dalam interest,
gaya hidup, pola seksual, pola makan, kebiasaan, sikapnya terhadap
kehidupan,
baik perubahan itu dalam wujud kata-kata maupun perbuatan.
Ciri-ciri psikologis pada bunuh diri adalah :
1. Jangka pendek : interval waktu timbulnya bunuh diri sangat
pendek(beberapa jam atau hari sebelumnya)
2. Ambivalensi : adanya dua sisi pikiran yakni ingin hidup dan ingin mati
pada saat yang bersamaan, dengan manifestasi sebagai jerit minta tolong
atau catatan bunuh diri.
3. Dyadic event : bunuh diri merupakan kejadian antara dua orang pihak
terutama sudah saling mengenal sebelumnya.misalnya:suami istri.
Penatalaksanaan daruratan

1. Atasi akibat dari usaha bunuh diri(mis: luka tembak, takar lajak obat)
2. Cegah mencederai diri lebih lanjut, pasien yang telah melakukan
usaha bunuh diri mungkin melakukannya lagi.
3. Lakukan intervensi krisis (suatu bentuk psikoterapi singkat) untuk
menentukan potensi bunuh diri : tentukan area depresi dan konflik,
dapatkan dukungan system untuk pasiendan tentukan apakah
dibutuhkan perawatan atau rujukan psikiatrik.
4. Atur untuk dapat masuk ke unit perawatan intensif jika kondisi
kondisi menuntutnya, atur untuk perawatan lebih lanjut atau bawake
unit psikiatrik bergantung pada potensi bunuh diri
Pencegahan
Mereka yang akan melakukan bunuh diri biasanya memberikan
peringatan pada keluarganya dan sebelumnya sering mencari nasehat
medis. Sehingga ada kemungkinan untuk dicegah dengan diagnosis dan
terapi yang lebih baik.pencegahan berskala besarharus diarahkan untuk
mengatasi isolasi social, pengurangan konsumsi dan penyalahgunaan
alcohol dan obat. Semua dokter harus berhati-hati dan secara
bertanggung jawab menghambat kemudahan bagi pasien untuk
mendapatkan obat serta menghindari penulisan resep berulang-ulang.
Dokter juga harus mendorong masyarakat untuk membersihkan lemari
obat secara teratur. Penggunaan gas alam dan membatasi barbiturat
merupakan contoh pencegahan lain. Penting diingat bahwa
benzodiazepin jarang membahayakan walau kelebihan dosis, tetapi
trisiklik berbahaya, baik untuk pasien maupun keluarganya, seperempat
anak yang mati keracunan sekarang disebabkan oleh trisikli
Referensi
• Boswick,johnIr.,MD.1997.PERAWATAN GAWAT
DARURAT.Jakarta :EGC. Purwadianto, Agus dan Budi
Sampurna.2000.KEDARURATAN MEDIK.Jakarta : Binarupa
aksara.
• Isaac, Ann.2005.KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DAN
PSIKIATRIK.Jakarta : EGC.
• Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and
practice of psychiatric nursing. (5thed). St louis: Mosby Year
Book.Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and
practice of psychiatric nursing. (6thed). St louis: Mosby Year
Book.Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and
practice of psychiatric nursing. (7thed). St louis: Mosby Year
Book.
Sekian
&
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai