Anda di halaman 1dari 33

KELOMPOK 4

MUNAKAHAD
1. BINTANG AKMAL C. (04)
2. INTAN ELYANA UTOMO P. (11)
3. KENADINDA SEPTIAN T.M (13)
4. MARHA DHAIFINA R. (17)
5. M. ARKAN NAUFAL (19)
6. ZAKIYATUL MUNA (33)
Pengertian Pernikahan
(Munakahad)
Akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan
perempuan yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan
kewajiban masing-masing.
Pernikahan merupakan jalan terbentuknya institusi keluarga.
Melalui keluarga terwujud pilar kokoh kehidupan. Dalam menempuh
kehidupan, seseorang memerlukan pendamping sebagai tempat
mencurahkan suka maupun duka. Hidup berpasangan (nikah) adalah
kebijaksanaan Allah SWT terhadap seluruh makhluknya.
Pernikahan (hidup berumah tangga) merupakan fitrah (pribadi
masyarakat). Itulah sebabnya kenapa Islam mengecam keras hidup
pelacur, homo dan lesbian, karena bertentangan dengan fitrah
manusia. Sejalan dengan itu pernikahan menjadi kendali untuk tidak
menuruti hawa nafsu bagi manusia.
Ada empat pengertian yang disebut
dalam Al-Qur’an berkaitan dengan
pernikahan
1. UQDATUN NIKAHI = Bentuk perjanjian yang kuat dalam ikatan pernikahan (surat
ke 2 : 237)

‫ٱلن َكاحِ َوأَن‬ ُ ‫َّل أَن َي ْعفُونَ أَ ْو َي ْعفُ َو ۟ا ٱلَّذِى ِب َي ِدِۦه‬


ِ ُ ‫ع ْقدَة‬ ٓ َّ ‫ضت ُ ْم ِإ‬
ْ ‫ف َما فَ َر‬
ُ ‫ص‬ْ ‫ضةً فَ ِن‬
َ ‫ضت ُ ْم لَ ُه َّن فَ ِري‬
ْ ‫سو ُه َّن َوقَ ْد فَ َر‬ ُّ ‫طلَّ ْقت ُ ُمو ُه َّن ِمن ق ْب ِل أَن تَ َم‬ َ ‫َو ِإن‬
‫صير‬ِ ‫ٱَّللَ ِب َما تَ ْع َملُونَ َب‬ ْ َ‫س ُو ۟ا ْٱلف‬
َّ ‫ض َل َب ْينَ ُك ْم ِإ َّن‬ ُ ‫تَ ْعفُ ٓو ۟ا أَ ْق َر‬
َ ‫ب ِللت َّ ْق َو ٰى َو ََّل تَن‬
Artinya : “Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan
mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka
bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-
isterimu itu mema’afkan atau dima’afkan oleh orang yang memegang ikatan
nikah, dan pema’afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu
melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala
apa yang kamu kerjakan.”(Q.S Al-baqarah : 237)
2. ZAOJUN = Pasangan (surat ke 2 : 230)
3. MITSAAQON GHOLIIZHON = Ikatan yang kokoh (surat ke 4 : 21)

‫ظا‬ َ ‫ض َوأَ َخ ْذنَ ِم ْن ُك ْم ِميثَاقًا‬


ً ‫غ ِلي‬ ٍ ‫ض ُك ْم ِإلَى بَ ْع‬ َ ‫ْف تَأ ْ ُخذُونَهُ َوقَ ْد أَ ْف‬
ُ ‫ضى بَ ْع‬ َ ‫َو َكي‬

Artinya : “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu


telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka
(isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (Q.S An-Nisa : 21)
4. MAWADDTAN WAROHMATAN = Bentuk kasih sayang yang dirahmati (surat ke 30:
21)

ٍ ‫َو ِم ْن آ َياتِ ِه أَ ْن َخلَقَ لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َوا ًجا ِلتَ ْس ُكنُوا ِإلَ ْي َها َو َج َع َل َب ْينَ ُك ْم َم َودَّة ً َو َر ْح َمةً ِإ َّن فِي ذَ ِل َك آل َيا‬
َ‫ت ِلقَ ْو ٍم َيتَفَ َّك ُرون‬

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir.” (Q.S Ar-Rum : 21)
Fungsi Pernikahan

1. Sebagai salah satu pilar kokohnya sebuah masyarakat, pernikahan dalam Islam tak
hanya masalah individu, masyarakatpun memiliki kewajiban untuk memperhatikan
masalah ini. Allah SWT berfirman dalam surat an-Nur [24]: 32 yang artinya: “Dan
nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak
(untuk nikah)..”
2. Sebagai penangkal dan penerus kelangsungan hidup manusia, kesinambungan
hidup manusia dan kebudayaan merupakan prasyarat utrama terlaksananya tugas
khalifah di muka bumi.
3. Merupakan perlindungan bagi terjadinya akhlak dan tata susila. Kecendrungan
melakukan hubungan lawan jenis merupakan sesuatu yang fitrah dalam diri manusia
sedangkan bingkai yang benar dari dorongan ini adalah dengan cara menikah.
4. Merupakan jalan bagi berlangsungnya proses pemebentukan dan penanaman nilai,
pembentukan kepribadian, pembagian tugas yang jelas antara suami-istri dan anak,
akan membuat proses penanaman nilai ini berlangsung mulus.
5. Kata sakinah, mawaddah warahmah adalah seuntai kata yang didamba setiap
pasangan. Terwujudnya ketentraman, cinta kasih sayang hanya dapat dicari di dalam
atau setelah nikah, karena itu Islam tidak mengenal onsep “pacaran”. Dengan demikian
barulah Allah SWT memberikan mawaddah dan rahmatnya sebagai hak pererogratif-
Allah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pernikahan
1. Adanya kesiapan fisik dan mental. Usia ideal menurut kesehatan 20
– 25 tahun bagi wanita dan usia 25 tahun bagi pria.
2. Kematangan mental dan kepribadian pendidikan, perbedaan umur
minimal 5 tahun antara laki-laki dan wanita.
Rasulullah bersabda dalam sebuah haditsnya: “Hai para pemuda
barangsiapa yang sudah mampu nikah, endaklah ia nikah karena
sesungguhnya pernikahan itu akan mampu mengendalikan mata dan
menjaga syahwat, namun bila ada yang belum mampu menikah,
maka berpuasalah, karena dengan puasa dapat dijadikan benteng
terhadap godaan nafsu.” (HR. Jama’ah).
Faktor-faktor penting dalam
memilih pasangan
1. Satu agama.
2. Hindari pasangan yang buruk kepribadiannya.
3. Tetap memelihara kesucian diri dalam pergaulan, karena
pernikahan adalah ikatan suci, maka dalam proses memilih pasangan
pun tetap menempuh jalan kesucian.
4. Memohon pertimbangan kepada Allah melalui salat istikharah.
HUKUM PERNIKAHAN

1. Mubah/jaiz; dibolehkan menikah asal terpenuhi syaratnya.


2. Sunnah; siapa saja yang mampu memenuhi syarat nikah, namun
tidak khawatir berbuat zina, maka ia disunnahkan menikah.
3. Wajib; hukum ini dikenakan bagi yang sudah memenuhi syarat
sehingga dikhawatirkan terjadi perzinaan maka ia wajib menikah.
4 Makruh; mempunyai keinginan menikah, tetapi belum mampu
memberi nafkah (sandang, pangan dan papan).
5. Haram; hukum ini dikenakan bagi siapa saja yang menikah namun
mempunyai maksud yang buruk/jahat, baik untuk pasangannya
maupun diri sendiri.
TUJUAN MENIKAH

 1. Tercapainya ketentraman hati dan ketenangan pikiran karena kehidupan yang diliputi cinta, mawaddah warahmah lahir
dan batin antara suami-istri.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. 30: 21)
2. Untuk memperoleh keturunan yang sah
Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia
menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. [42]: 50)
3. Sebagai alat kendali bagi manusia agar tidak terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.
(QS. 17: 32)
4. Untuk mewujudkan keluarga bahagia dan sejahtera (keluarga sakinah)
“Hai para pemuda barangsiapa yang sudah mampu nikah, hendaklah ia nikah karena sesungguhnya pernikahan itu akan
mampu mengendalikan mata dan menjaga syahwat, namun bila ada yang belum mampu menikah, maka berpuasalah,
karena dengan puasa dapat dijadikan benteng terhadap godaan nafsu.” (HR. Jama’ah).
5. Memenuhi kebutuhan seksual yang sah dan suci.
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu
itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (QS. 2: 223)
RUKUN NIKAH

1. Aqad atau sighat atau Ijab – Qabul


Ijab; perkataan wali perempuan seperti “Aku nikahkan engkau
dengan Aisyah binti Abdul Hakim dengan maskawin seperangkat alat
salat tunai.”
Qabul; perkataan dari pihak mempelai laki-laki seperti: “Saya tarima
nikahnya Aisyah binti Abdul Hakim dengan maskawin seperangkat
alat salat tunai.”
2. Adanya calon suami
3. Adanya calon istri
4. Wali mempelai perempuan, yaitu seorang yang mengizinkan dan
menikahkan mempelai perempuan.
Macam wali

Ada dua macam wali: Nasab dan Hakim


1. Wali Nasab, wali berdasarkan nasab (pertalian darah):
1. Bapak kandung
2. Kakek dari bapak
3. Saudara laki-laki sekandung
4. Saudara laki-laki sebapak
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
6. Anak laki-laki dari saudara sebapak
7. Saudara bapak yang laki-laki (paman)
8. Anak laki-laki paman dari pihak bapak
2. Wali Hakim, yaitu wali yang berdasarkan wewenang. Karena tidak adanya wali
nasab.
Dua orang saksi
Wanita yang tidak boleh dinikahi
1. Mahram karena keturunan:
– Ibu dan seterusnya ke atas
– Anak perempuan dan seterusnya ke bawah
– Bibi, baik dari pihak bapak atau ibu
– Anak perempuan dari saudara perempuan atau saudara laki-laki
2. Mahram karena hubungan pernikahan:
– Ibu dari istri (mertua)
– Anak tiri (bila ibunya sudah dicampuri)
– Istri bapak (ibu tiri)
– Istri anak (menantu)
3. Mahram karena susuan:
– Ibu yang menyusui
– Saudara perempuan sesusuan
4. Mahram karena dengan maksud dikumpulkan (dimadu):
– Saudara perempuan dari istri
– Bibi perempuan dari istri
– Keponakan perempuan dari istri
PERNIKAHAN MENURUT UUD NO 1
TAHUN 1974
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terdiri dari 14 bab, dan terbagi dalam 67 pasal. Di antaranya:
1. Pengertian perkawinan
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahadia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME.”
2. Pencatatan perkawinan
Tercantum pada pasal 2 ayat (2): “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Tujuannya:
– Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat.
– Pencatatan perkawinan harus dilakukan oleh pegawai pencatat nikah.
– Setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatatan Nikah.
– Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatatan Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
3. Sahnya perkawinan
Dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa:
“Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.”
Menurut hukum Islam bahwa laki-laki muslim hanya boleh menikahi wanita muslimah atau ahli kitab. Sedang wanita muslimah
hanya boleh dinikahi oleh laki-laki muslim saja.
Pernikahan antara laki-laki Muslim dan wanita Muslimah adalah sah, dan pencatatan nikahnya di Kantor Urusan Agama (KUA).
Sedangkan pencatatan nikah antara Muslim dengan non Muslim atau antar agama selain Islam dilakukan di Kantor Catatan
Sipil, bukan di KUA.
4. Tujuan perkawinan
Menurut UUD Nomor 1 Tahun 1974, tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu, suami istri
perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya demi tercapainya
kesejahteraan spiritual dan material.
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTRI

 Kewajiban Suami
1. Menjadi pemimpin, memelihara dan membimbing keluarga lahir dan
batin serta menjaga dan bertanggungjawab atas kesejahteraan
keluarganya.
2. Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal kepada istri dan anak-
anaknya sesuai dengan kemampuan yang diusahakan secara
maksimal
3. Bergaul dengan istri secara ma’ruf dan memperlakukan keluarganya
dengan cara terbaik.
4. Masing-masing anggota keluarganya, terutama suami dan istri
bertanggung jawab sesuai dengan fungsi dan peranannya.
5. Memberi kebebasan berpikir dan bertindak kepada istri sepanjang
sesuai norma Islam, membantu tugas-tugas istri serta tidak
mempersulit kegiatan istri.
 Kewajiban istri
1. Taat penuh kepada perintah suami sesuai dengan ajaran Islam.
2. Selalu menjaga kehormatan diri dan rumah tangga.
3. Bersyukur atas nafkah yang diterima dan menggunakannya
dengan sebaik-baiknya.
4. Membantu suami dan mengatur rumah tangga sebaik mungkin.
 Kewajiban suami-istri
1. Memelihara dan mendidik anak dengan sebaik-bainya
2. Berbuat baik terhadap mertua, ipar dan kerabat lainnya baik dari
suami atau istri
3. Setia dalam hubungan rumah tangga dan memelihara
keutuhannya
4. Saling bantu antara keduanya
THALAQ (Perceraian)

Talaq atau perceraian adalah memutuskan tali ikatan pernikahan.


Hukum asalnya adalah Makruh.
HUKUM TALAQ

 Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami-istri yang tidak bisa


didamaikan dan hakim memandang perlu bercerai
 Sunnah, apabila suami tidak sanggup lagi menunaikan
kewajibannya atau perempuan tidak bisa menjaga klehormatan
dirinya.
 Haram, apabila istri dalam keadaan; Haid atau hamil dan keadaan
suci yang dicampuri pada waktu itu.
BENTUK TALAK

1. Talaq adalah perceraian yang dijatuhkan suami atas kehendaknya


sendiri. Maka si suami berkewajiban memberikan sesuatu yang berharga
(Mut’ah)
2. Talaq Khulu’ (Talak Tebus)
Talaq ini dijatuhkan suami, karena menyetujui dan memenuhi permintaan
cerai istrinya dengan membayar tebusan dari pihak istri atau
pengembalian mahar.
3. Talaq Fasakh
Talaq yang dijatuhkan oleh hakim atas pengaduan istri. Talaq fasakh
dapat dilakukan karena:
– Adanya aib atau cacat pada salah satu pihak
– Suami tidak mampu memberikan nafkah
– Adanya penipuan dari pihak suami
– Diketahui adanya hubungan mahram antara suami-istri
Jumlah/Batas Talaq

Suami-istri yang telah bercerai masih mungkin untuk berkumpul


kembali namun untuk menghindari tindakan sewenang-wenang,
maka jumlah talaq yang membolehkan suami kembali kepada istrinya
dibatasi hanya sampai dua kali.
Setelah talaq jatuh tiga kali, suami-istri tidak boleh lagi kembali
kecuali istri telah kawin lagi dengan orang lain, atas dasar suka sama
suka sesudah bergaul dan cerai lagi.
Bila terjadi talaq kesatu dan kedua, konsekwensinya adalah suami
dapat berkumpul kembali, disebut Talak Raj’i. Sedang bila terjadi talaq
ketiga dinamakan Talaq bain, dengan konsekwensi suami sudah tidak
dapat berkumpul kembali kecuali dengan syarat-syarat di atas.
Cara menjatuhkan talaq

1. Dengan kata-kata yang jelas (sharih), misalnya suami berkata


kepada istrinya, “Engkau saya talaq, engkau saya ceraikan.”
[Diikuti dalam hatinya ingin menceraikan istrinya].
2. Dengan kata-kata samar atau sindiran (kinayah), misalnya suami
berkata: “Pergi engkau dari sini.” Atau “Pulang ke rumah orang
tuamu.” [Diikuti dalam hatinya ingin menceraikan istrinya].
Peraturan Khusus Talak
1. LI’AN, yaitu suami dan istri saling melaknat. Suami menuduh istri berzina tapi tidak dapat
membuktikannya dengan 4 saksi, maka dia harus bersumpah 4 x sumpah dengan mengatakan:
“Kalau saya dusta, maka laknat Allah untuk diri saya.” Kemudian istrinya menolak dengan 4x
sumpah dengan ucapan seperti di atas. Akibatnya suami-istri tersebut menjadi cerai.
2. ZIHAR, yaitu mengharamkan istri dengan menyamakannya seperti ibu sendiri (seperti mengatakan:
“Kamu seperti punggung ibuku”), maka untuk menghalalkan kembali suami wajib membayar
kifarat.
3. ILA, seorang suami yang marah sampai mengharamkan istrinya bergaul dengannya atau
bersumpah hendak menjauhkan dirinya dari istrinya untuk dapat menggauli kembali istrinya, wajib
membayar kifarat sumpahnya.
4. IHDAD, berkabungnya seorang istri karena suaminya wafat, yaitu tidak memakai wangi-wangian
dan lain-lain (tidak mempercantik diri).
5. TA’LIK TALAQ, seorang suami yang melanggar janjinya ketika diucapkan saat aqad nikah, seperti
tidak memberi nafkah istri 6 bulan berturut-turut, atau menyakiti badan istri dan istri tidak ridho
kemudian mengadukan ke Pengadilan Agama maka jatuhlah talaq satu.
6. NUSYUZ, istri durhaka karena melakukan maksiat.
Ada tiga langkah yang harus dilakukan suami jika istrinya durhaka: pertama, memberi nasihat,
kedua pisah ranjang dan ketiga memukul bagian yang tidak membahayakan jika tidak berubah
juga melalui tiga langkah tadi lakukan musyawarah yang diwakili dari kedua belah pihak
keputusan dari musyawarah itu hanya dua teruskan pernikahan atau talaq.
HIKMAH TALAQ

Setiap aturan yang diturunkan oleh Allah SWT yang biasa disebut
dengan istilah Syari’at Islam, tidak bertujuan untuk membebani atau
memadharatkan (merugikan) umat-Nya. Begitu juga dengan
disyari’atkannya talaq, diantara hikmahnya adalah:
1. Menghindari kemudaratan dan penderitaan
2. Melestarikan tali silaturahim
3. Memberi kedamaian lahir dan batin
4. Memungkinkan untuk islah (berdamai)
5. Berpisah dengan baik-baik
IDDAH
Iddah adalah masa menanti bagi kaum perempuan yang diceraikan suaminya
(baik cerai hidup atau cerai mati). Tujuan ditetapkan iddah, salah satunya adalah
kandungannya, hamil atau tidak.
Macam-macam Iddah

1. Wanita yang ditinggal mati suaminya, idahnya ada dua macam:


a) Apabila sedang hamil, iddahnya sampai anak lahir
b) Apabila tidak hamil, iddahnya 4 bulan 10 hari
2. Perempuan yang dicerai suaminya, iddahnya:
a) Apabila sedang hamil, iddahnya sampai saat lahir
b) Apabila tidak hamil, iddahnya 3 kali suci (quru’)
3. Apabila tidak haid, iddahnya 3 (tiga) bulan. Wanita yang tidak
haid; karena tidak pernah haid selama hidupnya atau sudah tidak
pernah haid lagi (menopause)
Kewajiban suami dalam masa
Iddah
1. Memberikan makanan, pakaian dan tempat bagi istri yang ditalak
raj’i
2. Memberi tempat kediaman bagi sang istri yang di talak tiga dan
talak tebus apabila tidak mengandung
3. Memberikan makanan, pakaian dan tempat bagi istri yang di
talak tiga dan talak tebus apabila mengandung
RUJU’

Ruju’ adalah kembalinya suami kepada istri yang telah ditalaq, yaitu
talaq satu atau talaq dua.
Hukum Ruju’

Asal hukumnya adalah MUBAH, hukum yang lain sesuai dengan


alasannya bisa juga:
1. Sunnah, apabila maksud ruju’ untuk memperbaiki hubungan
antara keduanya
2. Makruh, apabila perceraian lebih bermanfaat bagi kehidupan
mereka
3. Haram, apabila menyebabkan satu pasangan, baik istri maupun
suami teraniaya.
Rukun Ruju’

1. ISTRI disyaratkan: sudah pernah bercampur suami-istri, jenis talaq-


nya Raj’i, masih dalam iddah.
2. SUAMI disyaratkan: baligh, berakal, dan dengan kemauan sendiri.
3. SIGHAT (ucapan): terang-terangan (Sharih), sindiran (Kinayah).
HIKMAH RUJU’

1. Merajut kembali barang yang pecah


2. Menemukan cinta kasih yang baru
3. Menyelamatkan aset keluarga
HIKMAH PERNIKAHAN

1. Menentramkan hati, menenangkan pikiran, melegakan perasaan.


2. Menyalurkan hajat fitrah biologis yang sah dan mendapatkan
keturunan guna melanjutkan kehjidupan manusia yang berkualitas
alias tidak asal.
3. Membina silaturahim keluarga sejahtera, bertanggung jawab sesuai
dengan fungsi ibu dan bapak dalam rumah tangga yang sakinah.
4. Menjaga diri dari penyakit-penyakit kelamin yang merusak fisik,
mental, serta terhindar dari krisis moral dalam masyarakat.
5. Meningkatkan tanggung jawab.

Anda mungkin juga menyukai