Anda di halaman 1dari 27

Diagnosis

Molekuler &
Terapi Gen
Diagnosis Molekuler :
Menggunakan teknik biologi molekuler untuk
mendapatkan informasi tentang etiologi
penyakit, mengidentifikasi kerentanan individu
untuk mendapat penyakit tertentu dan
menentukan diagnosis/ prognosis penyakit
berdasarkan analisis DNA atau hasil ekspresinya.
Prinsip Kerja :

- mendeteksi kelainan/penyimpangan atau status patologi


individu (pasien).

- menggunakan sampel DNA atau hasil ekspresinya (RNA &


protein) untuk mendapatkan informasi dan menegakkan
diagnosis.

- menggunakan hasil uji/deteksi molekuler tersebut untuk


diagnosis, klasifikasi, prognosis dan memantau respon terapi
/perjalanan penyakit.
Keutamaan (pentingnya) diagnosis molekuler :

- informasi biologi molekuler (DNA dan hasil


ekspresinya) menjelaskan berbagai aspek medik
atau klinik penyakit, kelainan atau penyimpangan.
- penemuan-penemuan terbaru teknik biologi
molekuler memungkinkan pengertian/interpretasi
yang mendalam tentang penyakit dan kelainan pada
tingkat molekul.
- pengertian/interpretasi yang mendalam tentang
penyakit dan kelainan diimplementasikan untuk uji
diagnostik, terapi, pemulihan dan pencegahan
Tujuan :

- mendapatkan konsep esensial (penting) yang


bermanfaat untuk identifikasi marka (penanda)
molekuler penyakit.

- mengaplikasikan (menerapkan) uji molekuler untuk


memantau penyakit, menentukan strategi penanganan
/pengelolaan penyakit dan mengantisipasi akibat /hasil
penanganan suatu penyakit.
Sejarah perkembangan biologi molekuler & implikasinya 6
pada diagnosis molekuler

1865 Gregor Mendel, Law of Heredity


1866 Johann Miescher, Purification of DNA
1949 Sickle Cell Anemia Mutation
1953 Watson and Crick, Structure of DNA

1970 Recombinant DNA Technology


1977 DNA sequencing
1985 In Vitro Amplification of DNA (PCR)
2001 The Human Genome Project
Metodologi

Langkah-langkah yang diambil dalam diagnosis


molekuler :

1. isolasi /ekstraksi DNA genom atau RNA dari sel


2. identifikasi DNA atau hasil ekspresinya (RNA &
protein) : PCR, hibridisasi blot Southern, Northern,
Western
3. karakterisasi gen : sikuensing, RFLP, gene cloning,
dll.
4. analisa kualitatif : patologi, mutasi, polimorfisme, dll
analisa kuantitatif : konsentrasi DNA/RNA/protein
5. kesimpulan
Diagnosis penyakit :

 infeksi :
- mendeteksi DNA/RNA bakteri, virus atau parasit
- mengidentifikasi genotip bakteri/virus/parasit
- mendeterminasi mutasi bakteri/virus/parasit
- menguji resistensi bakteri/virus/parasit terhadap
antibiotik

 degeneratif
- mengidentifikasi gen kausatif
- mendeterminasi mutasi atau polimorfisme gen tsb
- menganalisa hambatan atau malfungsi gen tsb
 Keganasan
- mengidentifikasi marka (penanda) keganasan -
onkogen, virus, gen spesifik
- mendeterminasi perubahan – mutasi, delesi,
translokasi gen marka keganasan
- menguji suseptibilitas individu terhadap keganasan
- genetika dan silsilah keluarga
Kelainan atau penyimpangan :

 genetika
- mengidentifikasi gen kausatif atau marka
- mendeterminasi perubahan gen kausatif
- mendeterminasi genotip individu ybs
- menganalisa pedigree (silsilah keluarga) ybs

 malformasi kongenital
- mengidentifikasi gen kausatif atau marka
- mendeterminasi perubahan gen kausatif
Contoh :

Diagnosis penyakit infeksi – hepatitis B

Hepatitis B disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (VHB),


menyebabkan infeksi akut dan/atau khronik.

Infeksi akut ditandai dengan viremia dan kerusakan hati,


sedangkan infeksi khronik ditandai viremia menetap dengan
titer bervariasi, asimptomatik dan kambuh pada waktu2
tertentu.

Diagnosis ditegakkan dengan mendeteksi DNA VHB dalam


serum dengan PCR secara kualitatif dan kuantitatif,
identifikasi genotip virus secara serologi atau PCR.
Diagnosis penyakit keganasan (kanker) – karsinoma
nasofaring (KNF)

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah keganasan yang


konsisten dengan infeksi virus Epstein Barr (EBV).
Pada epitel nasofaring replikasi EBV ditandai dengan ekspresi
gen litik virus immediate early BRLF1 dan BZLF1. Kedua gen
ini berfungsi menginduksi fase litik tahap early dan late.
Expresi gen litik (BRLF1 dan BZLF1) secara spesifik
ditemukan pada jaringan tumor primer penderita KNF.
Deteksi mRNA gen litik EBV padajaringan tumor KNF
mencerminkan patogenesis KNF. Pengukuran mRNA gen litik
EBV secara kuantitatif dari biopsi tumor dapat memberi
informasi tentang progresifitas KNF.
Hasil RT-PCR LMP1 & BRLF1

1 2 3 4 5 6 7 8 9

← 142 bp

(a) Ekspresi mRNA LMP1 (positivitas 91,3 %)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

← 157 bp

(b) Ekspresi mRNA BRLF1 (positivitas 65,2 %)

Positivitas ekspresi mRNA LMP1 & BRLF1 > 65 % (Niedobitek, 2000)


Diagnosis penyakit degeneratif  infertilitas pria

Salah satu penyebab infertilitas pria adalah inefektifitas


hormon gonadotropin FSH dan testosteron pada sel target
yaitu sel sertoli dan sel-sel germinal dalam tubulus seminiferus.

Inefektifitas dapat disebabkan karena ketidak sempurnaan


reseptor hormon tersebut pada sel target karena mutasi atau
variasi alotip yang menyebabkan afinitas hormon terhadap
reseptornya menurun.

Diagnosis ditegakkan dengan identifikasi reseptor FSH dan


androgen dengan PCR dilanjutkan dengan deteksi mutasi
dengan sikuensing DNA dan determinasi genotip/alotip gen
reseptor FSH dan androgen dengan RFLP.
Hasil Penelitian

GAMBAR 1. HASIL PCR GEN RESEPTOR FSH YANG


MELIPUTI KODON 307 DAN 680 EXON
10.
(E = ENDOMETRIOSIS; N = NORMAL)
Gambar 2a. Hasil SSCP gen reseptor FSH yang meliputi
kodon 307 exon 10.
Keterangan : 1 = AT, 2 = TT, 3 = AT, 4 = AA, 5 = TT, 6 = AT,
7 = AT, 8 = TT, 9 = TT , 10 = TT
( A = alanin; T = threonin )
Gambar 2b. Hasil SSCP gen reseptor FSH yang meliputi kodon
680 exon 10.
Keterangan : 1 = NS, 2 = SS, 3 = NN, 4 = NS
( N = asparagin; S = serin )
PCR-SSCP pengulangan CAG gen reseptor
androgen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
18 19 20

Hasil SSCP untuk mendeterminasi jumlah pengulangan CAG pada gen


reseptor androgen dengan jangkauan antara 19 ulangan (no. 15) dan 31
ulangan (no. 20)
Diagnosis penyakit genetika – anemia sel sabit (sickle
cell anaemia)

Anemia sel sabit adalah penyakit genetika disebabkan


karena mutasi titik sehingga asam amino ke 6 dari
hemoglobin β berubah dari glutamat menjadi valin
(GAG  GTG). Mutasi mengubah gen menjadi alel
yang kodominan.

Diagnosis ditegakkan dengan identifikasi gen


hemoglobin β dengan PCR dan deteksi mutasi kodon 6
dengan sikuensing DNA. Distribusi alotip dalam
keluarga dideterminasi dengan analisa pedigree.
Kelebihan diagnosis molekuler :
- lebih efisien dalam metodologi, waktu dan sampling
- lebih cepat dan akurat
- memerlukan sampel dengan jumlah atau ukuran kecil
- dapat disimpan dan diulang kembali dalam rentang
waktu lama

Kelemahan/kekurangan :
- memerlukan metodologi dan sarana yang kompleks &
mutakhir.
- biaya operasional mahal
- hanya dapat dilakukan dilaboratorium yang komplit
Terapi gen :

Menginsersikan gen normal (sehat) ke sel/jaringan individu yang


menderita penyakit genetika resesif agar gen yang diinsersikan dapat
mengganti/ mengkompensasi atau mengkoreksi fungsi gen yang tidak
atau kurang berfungsi.

Terapi gen sel somatik (somatic cell gene therapy) lebih diprioritaskan
daripada germline cell therapy – gen asing yang diinsersikan tidak
diturunkan ke generasi berikutnya  tidak berlawanan dengan etik.
Metodologi

Menginsersikan gen/DNA ke galur sel (cell line) tertentu

- Microinjection dengan microneedle glass menggunakan


micro manipulator  dilakukan pada in vitro
fertilization (ICSI).

- Penggunaan karier loposom (lipofection):


DNAdicampur dengan fosfolipid yang dapat membentuk
kapsul lipid bilayer sintetik (liposom)  liposom yang
membawa DNA ditambahkan ke kultur sel  terjadi
fusi liposom – membran sel & DNA masuk ke dalam sel,
beberapa mencapai nukleus, berintegrasi dengan DNA
genom & diexpresikan.
Transfeksi gen dengan virus

DNA manusia (asing) di klon pada DNA SV40


yang membawa promoter & ditransfeksikan ke
COS cell line (cell line ginjal kera).

Sel COS yang terinfeksi mati & membentuk virion


baru yang membawa DNA rekombinan sebagai
DNA genomnya.

Virion diinfeksikan ke kultur sel baru 


beberapa sel inang mengadopsi DNA &
terintegrasi ke DNA genom & diexpresikan.
Contoh terapi gen pada leukemia limfositik /
mielositik :

Transfesikan gen normal ke stem cell penderita


leukemia yang diambil dari bone marrow.
Bersihkan bone marrow & tanamkan stem cell
yang membawa gen normal rekombinan 
sel normal tumbuh menggantikan sel leukemia.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai