Anda di halaman 1dari 66

KONSEP DAN ASKEP

PADA ANAK
AUTISME

Ns. Oktaviani Dwi Lestari S,Kep


DEFINISI
 Istilah Autisme berasal dari kata Autos
yang berarti diri sendiri dan Isme yang
berarti aliran. Autisme berarti suatu
paham yang tertarik hanya pada dunia
sendiri
 Autisme merupakan ganguan perkembangan
fungsi otak yang mencakup bidang sosial dan
afek, komunikasi verbal (bahasa) dan non –
verbal, imajinasi, fleksibilitas, lingkup
interest (minat), kognisi dan atensi.

 Ini suatu kelainan dengan ciri perkembangan


terlambat atau yang abnormal dari hubungan
sosial dan bahasa.
 Gejala penting lainnya adalah tidak suka
dengan perubahan, prilaku motorik yang
“aneh”, kedekatan yang tidak biasa
dengan benda tertentu dan reaksi
emosional yang mendadak. Kelainan ini
terlihat sejak ia muda, sebelum usia tiga
tahun .
PENYEBAB ( ETIOLOGI)
 Ada tiga lokasi diotak yang ternyata
mengalami kalainan neuro– anatomis
 Apa sebabnya sampai timbul kelainan
tersebut memang belum dapat dipastikan
 Banyak teori yang diajukan oleh para pakar,
kekurangan nutrisi
 Oksigenasi
 Polusi udara, air dan makanan
 Gangguan tersebut terjadi pada fase
pembentukan organ – organ
(organogenesis) yaitu pada usia
kehamilan antara 0 – 4 bulan.
 Organ otak sendiri baru terbentuk
pada usia kehamilan setelah
15minggu.
 Pada kehamilan trimester pertama, yaitu 0 –
4 bulan, factor pemicu ini bias terdiri dari :
infeksi ( toksoplasmosis, rubella, candida,
dsb) logam berat (Pb, Al, Hg dan Cd), zat
adiif (MSG, pasawat, pewarna, dsb), alergi
berat, obat – obatan, jamu peluntur, muntah –
muntah hebat (hiperemesis) perdarahan berat,
dll.
 Pada proses kelahiran yang lama (partus
lama) dimana terjadi gangguan nutrisi dan
oksigenasi pada janin, pemakaian forsep, dll
dapat memicu terjadinya austisme
 Bahkan sesudah lahir (post partum) juga
dapat terjadi pengaruh dari berbagai
pemicu, misalnya : infeksi ringan – berat
pada bayi, imunisasi MMR dan hepatitis
B (mengenai 2 jenis imunisasi ini masih
controversial), logam berat, MSG, zat
pewarna, zat pengawet, protein susu sapi
(kasein) dan protein tepung terigu
(gluten).
 Tumbuhnya jamur yang berlebihan di susu anak
sebagai akibat dari pemakaian antibiotika yang
berlebihan, dapat menyebabkan terjadinya
‘kebocoran’ usus (leaky – get syndrome) dan tidak
sempurnanya pencernaan kasein dan gluten.

 Kedua protein ini hanya terpecah sampai


polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua
protein tersebut terserap kedalam aliran darah dan
menimbulkan ‘efek morfin’ pada otak anak.
PATOFISIOLOGI
 Kelainan anatomis pada lobus patietalis,
cerebellum dan sistem limbiknya
 43 % penyandang autisme mempunyai
kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang
menyebabkan anak cuek terhadap
lingkungannya
 Kelainan juga ditemukan pada otak kecil
(cerebellum), terutama pada lobus ke VI dan
VII
 Otak kecil bertanggung jawab atas proses
sensoris, daya ingat, berfikir, belajar
berbahasa dan proses atensi (perhatian).

 Juga didapatkan jumlah sel Purkinye di otak


kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi
gangguan keseimbangan serotonin dan
dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau
kekacauan lalu – lalang impuls di otak.
 Ditemukan pula kelainan yang khas didaerah
sistem limbik yang disebut hippocampus dan
amygdale. Akibatnya terjadi gangguan fungsi
kontrol terahadap agresi dan emosi.
 Anak kurang dapat mengendalikan emosinya,
seringkali terlalu agresif atau sangat pasif.
 Amygdala juga bertanggung jawab terhadap
berbagai rangsang sensoris seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan, rasa dan rasa takut
 Hippocampus bertanggung jawab
terhadap fungsi belajar dan daya ingat.
 Terjadilah kesulitan penyimpanan
informasi baru.
 Perilaku yang diulang – ulang yang aneh
dan hiperaktif juga disebabkan gangguan
hippocampus.
 Faktor genetika diperkirakan menjadi
penyebab utama dari kelainan autisme,
walaupun bukti – bukti yang konkrit
masih sulit ditemukan.
 Memang ditengarai adanya kelainan
kromosom pada anak autisme, namun
kelainan itu tidak berada pada
kromosom yang selalu sama
 Masih ada sesuatu kelainan yang disebut
sebagai Sensory Interpretation Errors yang
juga menyebabkan terjadinya gejala autisme.
 Rangsangan sensoris yang berasal dari
reseptor visual, auditori dan taktil,
mengalami proses yang kacau di otak anak,
sebagai timbul persepsi yang semrawut,
kacau atau berlebihan, yang pada akhirnya
menyebabkan kebingungan dan ketakutan
pada anak. Akibatnya anak menarik diri dari
lingkungan yang “menakutkan” tersebut.
GEJALA-GEJALA
 Gejala gangguan perilaku dan gangguan
intelektual, dan dapat disertai oleh gangguan
fisik.

 Gangguan perilaku yang mencolok ialah


interaksi dan hubungan yang abnormal
terhadap lingkungan atau social.
Anak mungkin telah abnormal sejak lahir ;
kurang menunjukan respon, tidak menikmati
sentuhan fisik dan menghindari kontak mata
(pandangan).
 Pada usia 2 – 3 tahun anak tidak mancari
orang tuanya untuk bermanja – manja,
kolokan.
 Dengan bertambahnya usia, abnormalitas
lainnya muncul, misalnya tidak bermain
dengan anak lain.
 Pada usia remaja individu ini mempunyaI
hubungan yang kurang pas, kurang sadar
pada opini orang lain atau perasaan orang
lain.
 Komunikasi verbal (bahasa) non verbal ialah
abnormal. Bila kemampuan bicara berkembang
terdapat abnormalisasi, seperti echolalia
(mengulangi kata seperti burung beo) dan
neologisme (“kata baru”). Komprehensi dan
ekspresi terlambat dan keterlambatan ini sangan
bermakna pada separo individu yang autistic.

 Komunikasi non – verbal juga terlibat, misalnya


isyarat melalui gerak – gerik tubuh (gesture)
kurang.
 Bermain imajinatif (menggandai, misalnya ia
sebagai pengemudi mobil balap) atau pikiran
imajinatif berkurang atau sedikit, hal ini
mungkin karena kurang berkembang pikiran
simbolik pada individu yang autistic.
 Perilaku motorik yang sering dijumpai ialah
anak yang suka berputar – putar, jalan jinjit,
atau berteput tangan.
 Anak yang autis sering mempunyai ritual yang
stereotip dan bila digangu menyebabkan distress
dan kadang ia menentang.
 Mereka sering terikat pada objek – objek yang
“sepele” misalnya kaleng.
 Letupan emosional sering terjadi, misalnya marah,
gelisah atau cemas, dan hal ini dapat dicetuskan
oleh masalah yang kecil.
 Anak autis dapat pula mempunyai masalah dengan
tidur, buang air besar dan buang air kecil.
 Intelek. Kecerdasan sering diukur (eses)
melalui perkembangan non – verbal,
karena terdapat gangguan bahasa.

 Didapatkan IQ dibawah 70 pada 70 %


penderita, dan dibawah 50 pada 50 %.
Namun sekitar 5 % mempunyai IQ
diatas 100.
 Anak autis sulit melakukan tugas yang melibatkan
pemikiran simbolis atau empati. Namun ada yang
mempunyai kemampuan yang menonjol di satu
bidang, misalnya matematik atau kemampuan
memori. Sekitar seperlima anak autis berdeteriorasi
bidang kognitifnya pada usia remaja.
Keadaan Fisik. Epilepsi didapatkan pada sekitar 15
% pederita remaja, dan biasanya ringan. Kadang
dijumpai gangguan pada fungsi motorik kasar dan
halus dan gangguan ini lebih berat pada mereka
dengan IQ yang lebih rendah.
KARAKTERISTIK
a. Komunikasi
 Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada

 Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara atau pernah


berbicara tapi kemudian sirna
kadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya

 Mengoceh tanpa arti berulang – ulang, dengan bahasa


yang tidak dapat dimengerti orang lain
 Bicara tidak dipakai untuk alat komunikasi
 Senang meniru atau membeo (echoladia)
 Bila senang meniru hafal benar kata – kata
atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya
 Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non –
vebal) atau sedikit berbicara (kurang verbal)
sampai usia dewasa
 Senang menarik – narik tangan orang lain
untuk melakukan apa yang ia inginkan,
misalnya bila ingin meminta sesuatu.
b. Interaksi Sosial
 Penyandang autistic lebih suka
menyendiri
 Tidak ada atau sedikit kontak mata,
menghindar untuk bertatapan
 Tidak tertarik untuk bermain bersama
teman
 Bila diajak bermain ia tidak mau dan
menjauh.
c. Gangguan Sensoris

 Sangat sensitive terhadap sentuhan, seperti tidak


suka dipeluk
 Bila mendengar suara keras langsung menutup
telinga
 Senang mencium – cium, menjilat mainan atau
benda – benda
 Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.
d. Pola Bermain

 Tidak bermain seperti anak – anak pada umumnya


 Tidak suka bermain dengan anak – anak sebayanya
 Tidak kreatif, tidak imajinatif
 Tidak bermain sesuai fungsi mainan misalnya
sepeda dibalik lalu rodanya diputar – putar
 Senang akan benda – benda yang berputar, seperti
kipas angin, roda sepeda
 Dapat sangat lekat dengan benda – benda tertentu
yang dipegang terus dan dibawa kemana – mana.
e. Perilaku

 Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan


(hipoaktif)

 Memperlihatkan prilaku stimulasi diri seperti bergoyang –


goyang,

 mengepakan tangan seperti burung, berputar – putar,


mendekatkan mata ke pesawat TV, lari/ berjalan bolak
balik, melakukan gerakan berulang – ulang
Tidak suka pada perubahan

 Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong.


f. Emosi

 Sering marah – marah tanpa alasan yang jelas, tertawa –


tawa, menengis tanpa alasan

 Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang


atau tidak diberikan keinginannya

 Kadang suka menyerang dan merusak

 Kadang – kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya


sendiri

 Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan


orang lain.
KLASIFIKASI
Dr. Faisal Yatim mengelompokan autisme menjadi 3 kelompok, yaitu :

a. Autisme Persepsi
Autisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal karena
kelainan sudah timbul sebelum lahir.

b. Autisme Reaksi
Autisme ini biasanya mulai terlihat pada anak – anak usia lebih besar (6 – 7 tahun)
sebelum anak memasuki memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi
sejak usia minggu – minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa membuat
gerakan – gerakan tertentu berulang – ulang dan kadang – kadang disertai kejang
– kejang.

c. Autisme yang Timbul Kemudian


TERAPI
 Terapi Perilaku
Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan
perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku
yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang
berkekurangan (belum ada) ditambahkan. Terapi
perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah
Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh
O.Ivar Lovaas PhD dari University of California
Los Angeles (UCLA).
 Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada
pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons
benar sesuai instruksi yang diberikan.
 Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan
tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau
tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan
reinforcement positif yang ia sukai tersebut.
 Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan
anak untuk berespons positif dan mengurangi
kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons)
terhadap instruksi yang diberikan.
 Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi ini
dapat dijabarkan sebagai A-B-C; yakni A
(antecedent) yang diikuti dengan B
(behavior) dan diikuti dengan C
(consequence).
 Antecedent (hal yang mendahului terjadinya
perilaku) berupa instruksi yang diberikan
oleh seseorang kepada anak autis
 Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur,
anak autis kemudian memahami Behavior
(perilaku) apa yang diharapkan dilakukan
olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan,
dan perilaku tersebut diharapkan cenderung
terjadi lagi bila anak memperoleh
Consequence (konsekuensi perilaku, atau
kadang berupa imbalan) yang
menyenangkan.
 Tujuan penanganan ini terutama adalah
untuk meningkatkan pemahaman dan
kepatuhan anak terhadap aturan.
 Terapi ini umumnya mendapatkan hasil

yang signifikan bila dilakukan secara


intensif, teratur dan konsisten pada usia
dini
 Terapi wicara
Terapis Wicara
Terapis Wicara adalah profesi yang bekerja
pada prinsip-prinsip dimana timbul kesulitan
berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa
dan berbicara bagi orang dewasa maupun
anak. Terapis Wicara dapat diminta untuk
berkonsultasi dan konseling; mengevaluasi;
memberikan perencanaan maupun penanganan
untuk terapi; dan merujuk sebagai bagian dari
tim penanganan kasus.
 Ganguan Komunikasi pada Autistic Spectrum
Disorders (ASD):

Bersifat:
 (1) Verbal;

 (2) Non-Verbal;

 (3) Kombinasi
 Area bantuan dan Terapi yang dapat
diberikan oleh Terapis Wicara:
1. Untuk Organ Bicara dan sekitarnya
(Oral Peripheral Mechanism), yang sifatnya
fungsional, maka Terapis Wicara akan mengikut
sertakan latihan-latihan Oral Peripheral Mechanism
Exercises; maupun Oral-Motor activities sesuai
dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.
2. Untuk Artikulasi atau Pengucapan:
Artikulasi/ pengucapan menjadi kurang sempurna
karena karena adanya gangguan, Latihan untuk
pengucapan diikutsertakan Cara dan Tempat
Pengucapan (Place and manners of Articulation).
Kesulitan pada Artikulasi atau pengucapan,
biasanya dapat dibagi menjadi: substitution
(penggantian), misalnya: rumah menjadi lumah,
l/r; omission (penghilangan), misalnya: sapu
menjadi apu; distortion (pengucapan untuk
konsonan terdistorsi); indistinct (tidak jelas); dan
addition (penambahan). Untuk Articulatory
Apraxia, latihan yang dapat diberikan antara lain:
Proprioceptive Neuromuscular.
3. Untuk Bahasa: Aktifitas-aktifitas yang
menyangkut tahapan bahasa dibawah:
a. Phonology (bahasa bunyi);
b. Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa
kata;
c. Morphology (perubahan pada kata),
d. Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa;
e. Discourse (Pemakaian Bahasa dalam konteks
yang lebih luas),
f. Metalinguistics (Bagaimana cara bekerja nya
suatu Bahasa) dan;
g. Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).
4. Suara: Gangguan pada suara adalah
Penyimpangandari nada, intensitas,
kualitas, atau penyimpangan-penyimpangan
lainnya dari atribut-atribut dasar pada suara,
yang mengganggu komunikasi, membawa
perhatian negatif pada si pembicara,
mempengaruhi si pembicara atau pun si
pendengar, dan tidak pantas (inappropriate)
untuk umur, jenis kelamin, atau mungkin
budaya dari individu itu sendiri.
5. Pendengaran: Bila keadaan diikut sertakan
dengan gangguan pada pendengaran maka
bantuan dan Terapi yang dapat diberikan:
(1) Alat bantu ataupun lainnya yang bersifat
medis akan di rujuk pada dokter yang
terkait; (2) Terapi; Penggunaan sensori
lainnya untuk membantu komunikasi;
PERAN KHUSUS dari Terapi wicara adalah
mengajarkan suatu cara untuk ber KOMUNIKASI:

 Berbicara:
Mengajarkan atau memperbaiki kemampuan untuk dapat
berkomunikasi secara verbal yang baik dan
fungsional. (Termasuk bahasa reseptif/ ekspresif – kata
benda, kata kerja, kemampuan memulai pembicaraan, dll).
 Penggunaan Alat Bantu (Augmentative Communication):
Gambar atau symbol atau bahasa isyarat sebagai kode
bahasa; (1) : penggunaan Alat Bantu sebagai jembatan
untuk nantinya berbicara menggunakan suara (sebagai
pendamping bagi yang verbal); (2) Alat Bantu itu sendiri
sebagai bahasa bagi yang memang NON-Verbal.
 Dimana Terapis Wicara Bekerja :
1. Dirumah Sakit
2. Disekolah Biasa
3. Disekolah Luar Biasa
4. Pada Klinik Rehabilitasi
5. Praktek Perorangan
6. Home Visit
 Terapi Biomedik
Yang dimaksud dengan terapi biomedik adalah
mencari semua gangguan tersebut diatas dan
bila ditemukan, maka harus diperbaiki , dengan
demikian diharapkan bahwa fungsi susunan
saraf pusat bisa bekerja dengan lebih baik
sehingga gejala-gejala autisme berkurang atau
bahkan menghilang
 Pemeriksaan yang dilakukan biasanya adalah
pemeriksaan laboratorik yang meliputi
pemeriksaan darah, urin, rambut dan feses. Juga
pemeriksaan colonoscopy dilakukan bila ada
indikasi.
 Terapi biomedik tidak menggantikan terapi-terapi
yang telah ada, seperti terapi perilaku, wicara,
okupasi dan integrasi sensoris. Terapi biomedik
melengkapi terapi yang telah ada dengan
memperbaiki “dari dalam”. Dengan demikian
diharapkan bahwa perbaikan akan lebih cepat
terjadi
 Integrasi Sensori
Integrasi sensoris berarti kemampuan untuk
mengolah dan mengartikan seluruh rangsang
sensoris yang diterima dari tubuh maupun
lingkungan, dan kemudian menghasilkan
respons yang terarah
Disfungsi dari integrasi sensoris atau disebut juga
disintegrasi sensoris berarti ketidak mampuan
untuk mengolah rangsang sensoris yang diterima
 Gejala adanya disintegrasi sensoris bisa tampak dari :
pengendalian sikap tubuh, motorik halus, dan motorik
kasar. Adanya gangguan dalam ketrampilan persepsi ,
kognitif, psikososial, dan mengolah rangsang.

 Namun semua gejala ini ada juga pada anak dengan


diagnosa yang berbeda, misalnya anak dengan ASD.

 Diagnosa disintegrasi sensoris tidak boleh ditegakkan


kalau ada tanda-tanda gangguan pada Susunan Saraf pusat.
 Terapi integrasi sensoris :

Aktivitas fisik yang terarah, bisa menimbulkan respons


yang adaptif yang makin kompleks. Dengan demikian
efisiensi otak makin meningkat.
Terapi integrasi sensoris meningkatkan kematangan
susunan saraf pusat, sehingga ia lebih mampu untuk
memperbaiki struktur dan fungsinya.
Aktivitas integrasi sensoris merangsang koneksi sinaptik
yang lebih kompleks , dengan demikian bisa
meningkatkan kapasitas untuk belajar.
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA ANAK AUTISME
PENGKAJIAN
 Psikososial
 Penarikan diri dan tidak responsif terhadap
ortu
 Sentuhan yg tdk sesuai terhadap obyek
 Perilaku menstimulasi diri sendiri
 Pola tidur yg tidak teratur
 Bermain bersifat stereotype
 Perilaku destruktif pada diri sendiri dan orla
 Verbalisasi menurun
PENGKAJIAN

 Neurologik
 Respon yg tidak sesuai terhadap stimulus
 Tidak ada Sucking refleks
 Kesulitan menangis ketika lapar
PENGKAJIAN

 Gastrointestinal
 Menurunnya selera makan
 Kehilangan BB
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan komunikasi b.d stimulus yg


tidak sesuai
2. Resiko kekerasan terhadap diri sendiri dan
orla b.d hospitalisasi
3. Resiko perubahan proses “parenting” b.d
gangguan yang di derita klien
TUJUAN

 Kriteria hasil :
1. Anak / klien dapat berkomunikasi
dengan menggunakan kata-kata yg
sederhana, konkret begitu pula dgn
bahasa tubuhnya. Infant dapat
mengkomunikasikan keinginannya
secara efektif (makan, tidur, rasa
nyaman)
TUJUAN

2. Klien/ anak dapat menurunkan tendensi perilaku


kekerasan dan destruktif ketika menghadapi
episode agresi dan meningkatkan mekanisme
koping yg positif ketika frustasi
3. Ortu dapat melakukan proses “parenting” yang
sesuai , mengekspresikan perhatiannya terhadap
kondisi anaknya dan mencari dukungan atau
informasi mengenai hal tersebut.
INTERVENSI
1. Ketika berkomunikasi dengan klien,
berbicara dgn menggunakan 1- 3 kata dan
diulang – ulang jika perlu. Katakan pada
klien untuk tetap menatap perawat ketika
berbicara dan posisi duduk berdekatan
2. Gunakan gerakan tubuh, musik, irama
ketika berkomunikasi sampai si anak dapat
mengerti bahasa yg disampaikan
INTERVENSI
3.Bantu klien untuk mengatur hubungan
antara penyebab dan efek dari suatu
perasaan dan mengidentifikasi stimulus
penyebabnya
Contoh : perasaan sedih, penyebab?, efek?,
INTERVENSI

4. Ketika berkomunikasi dengan klien , bedakan


realita dan fantasi dgn jelas dan sederhana
5. Sentuh dan gendong si anak terutama usia infant
6. Sosialisasikan anak dengan lingkungan rumah
sakit secara rutin
7. Lakukan intervensi/tindakan dengan cepat dan
tepat
8. Jelaskan setiap tindakan yg akan dilakukan jika
perlu demonstrasikan di depan ortu
INTERVENSI

9. Gunakan restrain selama melakukan


tindakan , jika perlu untuk menjaga
keamanan klien dari kemarahannya.
Contoh : untuk mencegah anak
membenturkan kepalanya ke tembok maka
restrain bag. Bawah tubuhnya dan
sediakan bantal
INTERVENSI

10. Berikan “reward” terhadap perilaku yg


positif dan berikan “punish” terhadap
perilaku negatif. Contoh : berikan “reward”
pada anak yg dapat mengambil makanan
/mainan kesukaannya, dan “punish”
terhadap “revoking a privilege”
INTERVENSI

11. Ketika anak berperilaku destruktif, tanya


dia ketika dia mencoba untuk mengatakan
sesuatu. Contoh : ketika anak ingin makan/
minum atau keinginan anak untuk ke ke
toilet
12. Berikan kesempatan pada ortu
mengekspresikan perasaannya dan
perhatiannya terhadap kondisi anaknya
INTERVENSI

12. Sarankan ortu untuk mencari atau


bergabung dengan ” local autism support
group” dan sekolah khusus bagi anak-anak
autisme
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai