Anda di halaman 1dari 31

Spektrofotometer

Absorpsi Atom
Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU, Apt.

1
Fotometer Nyala dan
Spektrofotometer Absorpsi Atom

 Apabila sebutir garam yang ditempatkan pada


suatu jarum öse dibakar dengan pembakar
Bunsen, maka akan kelihatan sinar yang
berwarna.
 Apabila percobaan dilakukan secara sistematis,
maka hanyalah logam-logam alkali, alkali tanah
dan beberapa unsur lain yang menghasilkan
radiasi berwarna.
 Mengapa suatu unsur menghasilkan radiasi
berwarna sedangkan yang lain tidak? Gambar 1
secara sederhana menerangkan bagaimana
terjadinya enersi radiasi tersebut.

2
 Gambar 1 : Skema spektra pancaran sinar

3
 Enersi panas dari api dapat menaikkan elektron dalam
atom (unsur X dan Y) dari “ground state” ke “exited
state” jatuh kembali ke “ground state”, maka dalam satu
kali loncatan radiasi, menghasilkan apa yang disebut
“resonance line”.
 Apabila elektron kehilangan enersi pada tahap ini,
sebagian dari enersi ini menghasilkan sinar “visible” dan
“infra red” atau hilang seluruhnya karena tumbukan.
 Untuk logam-logam alkali dan alkali tanah, enersi yang
dibutuhkan untuk eksitasi atom (dari “ground state” ke
“exited state”) adalah relatif rendah, yaitu cukup dengan
panas api suhu antara 900 sampai 1200ºC (api Bunsen).
 Meskipun demikian ada juga unsur-unsur yang
membutuhkan enersi untuk eksitasi yang lebih besar dari
panas api Bunsen, misalnya unsur-unsur Z pada Gambar
1.

4
 Setiap logam mempunyai kebutuhan enersi
untuk eksitasi yang berbeda-beda.
 Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
muatan inti atom serta jumlah elektron di dalam
masing-masing unsur tersebut.
 Oleh karena itu panjang gelombang radiasi yang
dipancarkan akan berbeda pula untuk setiap
unsur, dan dengan mengukur panjang gelom-
bang yang terjadi tersebut dapat ditentukan
macam-macam atom yang membentuknya.
 Apabila intensitas radiasi dapat diukur maka
analisa kuantitatif dari unsur-unsur tersebut juga
dapat dilakukan.

5
A. FOTOMETER NYALA
 Prinsip dari fotometer nyala adalah memberikan nyala
api dengan suhu tertentu sehingga panasnya cukup
untuk mengadakan eksitasi sebanyak mungkin unsur
 Eksitasi yang terjadi kemudian akan menghasilkan sinar
dengan panjang gelombang radiasi tertentu yang dapat
diukur intensitasnya.
 Dengan fotometer nyala yang ada sekarang, dapat
ditentukan antara 50 sampai dengan 60 unsur. Skema
suatu fotometer nyala dapat dilihat pada gambar 2.
 Ada beberapa kelemahan yang terdapat pada fotometer
nyala yaitu timbulnya ionisasi, “back ground emission”
(emisi latar belakang”, “self absorption” (absorpsi
sendiri), interaksi kimia dan “spectral overlap”
(gabungan spektrum).
6
 Gambar 2 : Skema Fotometer Nyala

7
 Ionisasi menyebabkan turunnya intensitas sinar,
dan umumnya terjadi pada konsentrasi rendah.
 Pada konsentrasi rendah ada beberapa atom
yang menyerap seluruh enersi untuk ionisasi.
 Pada konsentrasi tinggi enersi tersebar diseluruh
atom-atom dan ion-ion yang dihasilkan karena
ionisasi lebih kecil.
 Untuk mencegah pengaruh ionisasi ini biasanya
ditambahkan sejumlah kecil logam yang mudah
mengion misalnya alkali.
 Logam ini akan mengambil kelebihan enersi
sehingga bahan yang dianalisa menjadi kurang
mengion.

8
 Emisi latar belakang timbul karena adanya nyala api dan
unsur-unsur lain dari sampel.
 Untuk mengatasi hal ini emisi-emisi tersebut ditentukan
terlebih dahulu untuk kemudian dikurangkan pada
perhitungan intensitas radiasi yang didapat.
 Absorpsi sendiri terjadi apabila enersi yang dikeluarkan
oleh satu atom karena berubah dari “exited state” ke
“ground state” adalah persis sama dengan enersi yang
dibutuhkan oleh atom lain untuk eksitasi.
 Keadaan ini mengakibatkan detektor menunjukkan
konsentrasi yang lebih dari yang sebenarnya. Masalah ini
sangat merugikan tetapi dapat diperbaiki dengan suatu
cara yang nanti akan disebut di dalam “atomic
absorption spectroscopy”.

9
 Interaksi kimia terjadi karena adanya ikatan
kompleks antara anion dan kation, khususnya
fosfat dan aluminat dapat menimbulkan
kesukaran.
 Terjadinya gabungan spektrum disebabkan
karena adanya dua atau lebih unsur yang
mempunyai panjang gelombang radiasi sama.
Untuk mengurangi pengaruh ini biasanya
digunakan monokromator.
 Di dalam fotometer nyala jumlah atom yang
mengalami eksitasi dari “ground state” ke
“exited state” dapat dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut :
10
g  E / kT

N N g e
ex g
ex

11
 Nex = jumlah atom netral yang mengalami eksitasi

 Ng = jumlah atom netral pada “ground state”

 Gex / gg = faktor berat, misalnya untuk Na dan Zn


masing-masingh adalah 2 dan 3
 ∆E = enersi untuk eksitasi

 k = tetapan Boltzman

 T = suhu nyala api, K

12
 Contoh hasil perbandingan Nex / Ng untuk Na dan Zn
dapat dilihat pada Tabel 1
 Tabel 1 : Nilai Nex / Ng untuk Na dan Zn
 Unsur 2000K 3000K 4000K
 Na 9,86 x 10-6 5,88 x 10-4 4,44 x 10-3
 Zn 7,29 x 10-15 5,58 x 10-10 1,48 x 10-7

13
 Tabel 1 menunjukkan bahwa pada suhu 3000K
dari 58,800 atom netral Na hanya dapat
dihasilkan satu atom dalam keadaan eksitasi
 dan untuk Zn dari 5,58 x 10-10 atom netral, juga
hanya dihasilkan satu atom dalam keadaan
eksitasi.
 Karena hal ini maka Zn tidak dapat dianalisa
dengan fotometer nyala, tetapi dapat dianalisa
dengan mudah oleh absopsi atom.
 Pada Tabel 2 di bawah ini terdapat beberapa
contoh unsur yang dapat dianalisa dengan
fotometer nyala

14
 Tabel 2 : Beberapa unsur yang dapat
dianalisa dengan fotometer nyala
 Unsur Panjang gelombang Ketelitian
 Ca 5540 0,2
 Cu 3247 1,0
 3274
 La 4400 2,0
 Li 6708 0,1
 Mg 2852 10,0
 K 7670 0,05
 Na 5893 0,01
 Sr 4607 0,1

15
 Umumnya diadakan di dalam fotometer
nyala
 Panas nyala api yang digunakan berkisar
antara 2800 sampai 3100K.
 Nyala tersebut dapat dihasilkan dari nyala
api hasil pembakaran acetylen dan udara.

16
B. ABSORPSI ATOM
 Walsh (1955) berpendapat bahwa kesalahan pembacaan
pada fotometer nyala disebabkan karena absorpsi sendiri
yaitu enersi yang dilepaskan oleh suatu atom digunakan
kembali oleh atom lain untuk eksitasi.
 Untuk mengatasi hal tersebut di atas, dia menambahkan
sumber enersi lain pada nyala api yang mempunyai
panjang gelombang yang sama dengan yang dibutuhkan
oleh suatu atom untuk eksitasi dari “ground state” ke
“exited state”.
 Perbaikan dari alat tersebut di atas menghasilkan alat
yang disebut “atomic absorption spectrometer” (Gambar
3)

17
 Gambar 3 : Skema spektrometer absorpsi atom

18
 Beberapa perlengkapan yang diperlukan dalam
spektrometer absorpsi atom adalah “hollow
cathode” dan “choper”
 1. “Hollow cathode”
 “Hollow cathode” dalam spektrometer absorpsi
atom berfungsi sebagai sumber enersi yang
sama dengan yang dibutuhkan untuk eksitasi.
 Jika yang dianalisis misalnya Mg, maka sebagai
sumber enersi digunakan “magnesium hollow
cathode”, begitu pula dengan unsur lain
digunakan “hollow cathode” yang sesuai. Skema
suatu “Hollow cathode” dapat dilihat pada
Gambar 4.

19
 Elektron-elektron yang dihasilkan oleh katoda dipercepat
gerakannya ke arah anoda.
 Oleh karena disepanjang jalan ada Ar, maka elektron-
elektron tersebut akan bertumbukan dengan atom-atom
Ar, menghasilkan ion-ion Ar+ dan elektron (-).
 Ar+ akan tertarik ke katoda. Kalau kecepatan Ar+
tersebut tinggi, maka enersinya akan cukup untuk
mengadakan eksitasi pada atom-atom logam yang
terdapat pada permukaan katoda.
 Pada waktu atom dalam keadaan “excited” (M*) turun
ke “ground state” (M), maka akan dikeluarkan enersi
yang besarnya sama dengan enersi untuk eksitasi unsur-
unsur sampel.
 Enersi inilah yang digunakan untuk eksitasi unsur-unsur
sampel, sedangkan sisa enersi yang tidak terpakai
diukur.

20
 Gambar 4 : Hollow cathode

21
 2. “Chopper”
 “Chopper” digunakan untuk membuat
enersi dari “hollow cathode” tidak
kontinyu.
 Oleh karena enersi dari nyala api sifatnya
kontinyu maka dengan detektor yang
tidak kontinyu, kedua enersi tersebut
dapat dibedakan.
 Bekerjanya “chopper” disini seperti
“chopper” pada spektrofotometer sinar
ganda.
22
 3. Sampel
 apabila suatu larutan encer dianalisa,
maka “peak” yang terbentuk terlalu lebar
sehingga mempunyai ketelitian yang
kurang baik, tetapi dengan larutan pekat
akan didapat “peak” yang lebih sempit
dan runcing.
 Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan suatu perahu “Tantalum”
berukuran panjang 3 inci dan lebar 0,25
inci.
23
 Satu ml sampel dimasukkan ke dalamnya
kemudian perahu dibakar. Panas dari nyala api
akan segera menguapkan pelarut.
 Perahu kemudian ditempatkan di dalam nyala
api dan sampel akan terbakar dalam waktu kira-
kira 4 detik.
 Cara lain yang lebih baik adalah mencampurkan
sampel dengan semacam serbuk mesiu dan
dibentuk seperti pil. Sampel semacam ini dapat
dianalisa dengan mudah.

24
C. ANALISA KUANTITATIF

 Untuk menganalisa secara kuantitatif yang


paling sederhana adalah dengan membuat kurva
kalibrasi yaitu kurva yang didapat antara
“absorbance” (OD) sebagai ordinat dan
konsentrasi zat sebagai absis.
 Dengan menggunakan kalibrasi tersebut,
konsentrasi suatu unsur dapat dianalisa secara
langsung.
 Cara menganalisa kuantitatif yang kedua adalah
menggunakan dua macam larutan.

25
 Larutan pertama mengandung sampel,
sedangkan larutan kedua mengandung sampel
dan larutan standar yang telah diketahui
konsentrasinya.
 Kenaikan intensitas sinar dari larutan kedua
dibandingkan dengan larutan yang pertama
merupakan standar yang ditambahkan. Dengan
cara ini secara tidak langsung konsentrasi unsur
dalam larutan sampel dapat dihitung.
 Cara tersebut di atas dilakukan dengan asumsi
bahwa hukum Lambert-Beer berlaku secara
mutlak.

26
Contoh soal :

 25 ml larutan sampel anggur yang mengandung


Cu diencerkan menjadi 50 ml dan menghasilkan
absorbans 0,50.
 Larutan kedua yang terdiri dari 25 ml anggur
dan 5 ml larutan standar (1ml Cu/ml) diencerkan
juga menjadi 50 ml dan menghasilkan
absorbans 0,60.
 Berapa konsentrasi Cu dalam anggur tersebut?

27
 Jawab :
 Standar diencerkan 10 kali (5ml menjadi 50 ml),
maka konsentrasinya menjadi 0,1 mg Cu/ml.
Konsentrasi standar tersebut mempunyai
absorbans = 0,1 x (0,60 – 0,50) = 0,01.
 Larutan sampel diencerkan 2 kali (25 ml menjadi
50 ml), mempunyai absorbans = 2 x 0,50 =
1,00.
 Dari kedua perhitungan di atas, maka
konsentrasi Cu dalam 25 ml larutan sampel
dapat dicari, yaitu :

28
1,00
 x0,1mgCu  10mgCu / 25ml
0,01
atau0,4mgCu / ml

29
 D. Aplikasi

 Metode absorpsi atom dapat digunakan untuk


menganalisis hampir seluruh logam dalam
makanan atau dalam bahan tambahan kimiawi
(food additive).
 Bahan organik tertentu yang bereaksi
membentuk kompleks dengan ion-ion logam
dapat juga dianalisis secara tidak langsung. Cu,
Pb, Zn, Ni, Co, Cr dan Cd dapat dianalisis dari
anggur atau bir setelah terlebih dahulu
alkoholnya diuapkan.

30
 Sebagai contoh dari analisis tidak langsung
adalah penentuan gula dari suatu larutan
dengan cara menambahkan Cu ke dalamnya.
Percobaan ini dilakukan oleh Mc Cready pada
tahun 1968.
 Pada dasarnya gula bereaksi dengan Cu
membentuk Cu2O yang tidak larut.
 Setelah Cu2O dipisahkan dengan menggunakan
sentrifuse maka sisa Cu yang tidak tereduksi
dapat ditentukan. Dengan menentukan jumlah
Cu yang tidak tereduksi, maka konsentrasi gula
secara tidak langsung dapat dihitung.

31

Anda mungkin juga menyukai