Anda di halaman 1dari 32

BAB III.

Reaksi Nuklir
Reaksi nuklir atau reaksi inti adalah
proses kebalikkan dari peluruhan inti
Reaksi inti adalah reaksi dimana suatu unsur dihujani oleh
partikel2 yang bergerak cepat seperti neutron, proton dan elektron. Jika
partikel2 yang bergerak cepat ini memiliki energi yang cukup tinggi,
tidak peduli berapa muatannya, menumbuk suatu unsur, maka partikel2
tsb akan mendekati inti dan akan ditangkap oleh inti target. Sinar
gamma atau partikel lain yang berbeda dengan partikel yang masuk
akan dipancarkan oleh inti dalam waktu yang sangat pendek (<10-13
detik). Setelah itu inti akan stabil atau bahkan tidak stabil. Jika tidak
stabil, maka inti akan meluruh dengan waktu paruh tertentu dan
mematuhi hukum2 sebagaimana peluruhan unsur radioaktif alami.
Inti yang terbentuk setelah ‘bombardment’ berbeda dari inti
target (memiliki bilangan massa dan atom yang berbeda). Proses ini
disebut transmutasi dan reaksinya disebut reaksi transmutasi
Dengan mempelajari reaksi inti kita dapat mengetahui sifat2 inti
seperti ukuran, distribusi muatan, dan sifat dari gaya2 inti.
Persamaan Reaksi inti ditulis sebagai

x X Y  y (4.1)

Artinya apabila partikel x menembak inti target X akan


menghasilkan inti rekoil Y dan partikel y. Persamaan (1)
dapat ditulis

X ( x, y )Y (4.2)

Contoh reaksi inti

2 He 4
 4 Be 9
 6 C 12
 0 n 1
(4.3)

2 He 4
 5 B 11
 7 N 14
 0 n 1
(4.4)
Reaksi inti dapat diionisasi bukan saja oleh partikel2 yang
dipancarkan oleh unsur radioaktif alami tetapi juga oleh partikel2
berenergi tinggi dan sinar2 gamma yang dihasilkan oleh akselerator
linier, cyclotrons, atau reaktor2 nuklir yang menghasilkan partikel energi
cepat.
Reaksi inti pertama yang menggunakan partikel2 yang
dipercepat secara artifisial diamati oleh J. cockrof dan E. Walfon (1930).
yaitu

3 Li 7  p 2 He 4   (4.5)

Dua hal yang menarik dari reaksi inti adalah:


1. Kondisi dimana reaksi2 yang berbeda akan terjadi
2. Penentuan kebolehjadian (cross section) dari suatu partikel datang
yang diserap oleh inti target. Cross section s dalam reaksi inti
sama dengan konstanta peluruhan l dalam proses peluruhan
Konservasi Energi dalam Reaksi – reaksi Nuklir

x X Y  y
pada awalnya, Jauh sebelum tumbukan, partikel datang x dan
inti target X terpisah jauh, tidak memiliki energi potensial,
bermassa diam mx dan MX dan energi kinetiknya Kx dan KX.
Maka energi total awal dari sistem adalah,

Ei  Kx  mxc2  KX  MXc 2 (4.6)

Energi akhir sistem adalah :

Ef  Ky  myc2  KY  MYc 2 (4.7)


Karena tidak ada gaya eksternal yang bekerja pada sistem maka

Ei  Ef
atau

Kx  mxc2  KX  MXc 2  Ky  myc2  KY  MYc 2 (4.9)

[( Ky  KY )  ( Kx  KX )]  [( mx  MX )c 2  (my  MY )c 2 ] (4.10)

Persamaan ini menyatakan bahwa penambahan netto energi kinetik sama


dengan penurunan netto dalam energi massa diam. Perubahan netto dalam
energi kinetik disebut energi disintegrasi atau harga Q reaksi nuklir yakni;

Q  ( Ky  KY )  ( Kx  KX ) (4.11)
Q  (mx  MX )c 2  (my  MY )c 2 (4.12)

Q positif disebut reaksi exoergik atau exothermal


Q negatif disebut reaksi endoergik atau endothermal
Pada mulanya inti target dalam keadaan diam sehingga tidak mempunyai
energi kinetik, maka persamaan 11 & 12 menjadi

Q  ( Ky  KY )  Kx

Q  (mx  MX )c 2  (my  MY )c 2 (4.13)

Kita tinjau hukum kekekalan momentum untuk menentukan harga Q. Jika


sebuah partikel x bermassa mx bergerak dengan kecepatan vx menumbuk
inti target X bermassa MX dengan kecepatan sama dengan nol, yakni dalam
keadaan diam. Setelah reaksi inti, menghasilkan inti rekoil Y bermassa MY
dengan kecepatan VY membentuk sudut f dengan arah x semula dan
partikel y dengan massa my dan kecepatannya vy

vy
my
mx vx
q
f
MX
MY
VY
Dari hukum kekekalan momentum diperoleh

mxvx  myvy cos q  MYVY cos f (4.14)

0  myvysin q  MYVY sin f (4.15)

atau
MYVY cos f  mxvx myvy cos q (4.14.a)

myvy sin q  MYVY sin f (4.15.a)

Dengan mengkuadratkan dan menjumlahkan persamaan 4.14.a dan 4.15.a


diperoleh

MY 2VY 2  mx 2 vx2  my 2 vy2  2mxmyvxvycosq (4.16)

1 1 1
Kx  mxvx2 , Ky  myvy2 , danKY  MYVY 2 (4.17)
2 2 2

Dengan menggunakan hubungan (persamaan 4.17) ke dalam pers.4.16,


diperoleh
1
mx my 2
KY  Kx  Ky  (m x m y K x K y ) 2 cos q (4.18)
MY MY MY

Harga Q dari reaksi tersebut dengan KX = 0 diberikan oleh


Persamaan 4.13

Q  (KY  K y )  K x (4.13)

dan substitusi harga KY dari Persamaan 418 ke dalam 4.13 diperoleh,

1
my mx 2
Q  K y (1  )  K x (1  ) (m x m y K x K y ) 2 cos q (4.19)
MY MY MY

Persamaan 4.19 adalah persamaan umum untuk harga Q dari suatu


reaksi inti. Kasus spesial dari persamaan ini untuk harga Q yang negatif akan
dibicarakan kemudian, saat ini yang terpenting adalah perhatikan hal-hal
berikut ini,
Perhatikan hal-hal berikut ini,

i. Persamaan 4.19 tidak menyangkut energi kinetik inti recoil atau energi massa
diam dari inti target

ii. Suku terakhir dalam persamaan 4.19 berkurang apabila massa target, MX, dan
inti rekoil MY bertambah. Kenyataannya jika MY   suku terakhir mendekati nol.

iii. Jika partikel yang keluar diamati pada sudut yang tegak lurus terhadap arah
partikel datang, yakni q = 90o, cos 90 = 0, maka persamaan 4.19 menjadi

my mx
Q  K y (1  )  K x (1  ) (4.20)
MY MY

ekivalen dengan kasus dimana inti target dan inti rekoil bermassa tak berhingga.

iv. Meskipun kita telah menggunakan massa inti dalam mendefinisikan harga Q,
kita boleh menggunakan massa atomik jika jumlah elektron adalah sama sebelum
dan sesudah reaksi inti.
B. Dalam penurunan di atas diandaikan bahwa laju partikel cukup rendah sehingga
efek relativistik diabaikan. Secara umum kecepatan partikel-partikel ini kurang dari
5 x 109 cm/det dan gerak dari partikel-partikel ini dipandang sebagai gerak non-
relativistik. Akan tetapi untuk penelitian yang akurat, kita harus memperhitungkan
koreksi relativistik, ungkapan untuk harga Q (pers. 4.19) dapat diturunkan menjadi,

K x  K y  KY
2 2 2
my mx
Q  K y (1  )  K x (1  )( 2
)
MY MY 2M Y c
1 (4.21)
K x 12 K y 12
2(m x m y K x K y ) cos q (1 
2
2
) (1  2
)
2m x c 2m y c

MY
Dengan menuliskan persamaan 4.19, kita dapat mengungkapkan energi
kinetik dari partikel yang keluar dalam bentuk persamaan berikut
1
( M Y  m y ) K y  2(m x m y K x ) cos q K y  K x M Y  m x   M Y Q  0
2

yang bersifat kuadrat dalam Ky . Dengan memecahkannya kita peroleh

m x m y K x cos q  (m x m y K x cos q )  ( M Y  m y )K x ( M Y  m x )  M Y Q


1
2 2
Ky  (4.22)
(M Y  m y )

(4.23)
atau Ky  a  a  b 2

mx m y K x (4.24.a)
dimana a cos q
M Y  my

K x (M Y  mx )  M Y Q
dan b (4.24.b)
M Y  my
jika energi bombarding hampir nol, yakni Kx = 0, yang terjadi dalam kasus
reaksi yang dimulai dengan penangkapan neutron termal, persamaan (4.22)
menjadi,
MYQ
Ky 
M Y  my Untuk Q > 0 (4.25)

Ini berarti bahwa energi kinetik Ky dari partikel yang keluar bermassa my
adalah sama untuk seluruh sudut q, yakni reaksi bersifat isotropik. Hal ini adalah
benar karena momentum total dalam sistem koordinat laboratorium adalah sama
dengan nol karena Kx adalah hampir nol.
Jika Q > 0 dan MY > mx, maka persamaan 4.22 dan 4.23 akan positif
(energi kinetik negatif tidak berhubungan dengan situasi fisika apapun), dan
diberikan oleh persamaan

K y  a  a2  b (4.26)

dalam kasus ini Ky bergantung pada sudut q. Ky berharga maksimum untuk q = 0,


minimum untuk q = 180o dan q = 90o, Ky = b yakni
K x (M Y  mx )  M Y Q
Ky  (4.27)
M Y  my
Ky berharga tunggal. Catatan sangat mungkin diperoleh Ky berharga ganda untuk
keadaan tertentu.
Reaksi inti dalam sistem koordinat pusat massa
Dalam fasal sebelumnya kita menggunakan sistem koordinat
laboratorium untuk menerangkan dinamika reaksi inti. Namun berdasarkan
pandangan teoritis akan lebih mudah jika kita menggunakan sistem koordinat
pusat massa. Gambar 4.2 melukiskan suatu tumbukan dalam sistem koordinat
LAB dan dalam koordinat pusat massa.

( m x  M X )v c  m x v x  M X
mx vx
vc 
mx  M X
vy

my

q
mx
vx
MX
sebelum VX
sesudah
My

Sistem koordinat LAB


V’y
my
Vx-vc vc
mx
MX
sebelum sesudah
MY

Vy’

Sistem koordinat pusat massa

Mari kita nyatakan kecepatan mx dan MX dalam koordinat pusat massa


masing-masing dengan vx’ dan VX’ dimana,

mx v x MX
v x '  v x  vc  v x   vx (4.29)
mx  M X mx  M X

mx
dan v x '  0  vc   vx
mx  M X (4.30)
maka dari itu energi kinetik kedua partikel sebelum tumbukan dalam
sistem koordinat pusat massa diberikan oleh,
1 1 MX MX
Kx ' mx v x ' 2  mx ( vx ) 2  ( )2 K x
2 2 mx  M X mx  M X (4.31)

1 1  mx v x 2 mx M X
dan Kx ' M X VX '2  M X ( )  Kx (4.32)
2 2 mx  M X (m x  M X ) 2

Energi total dari sistem Ki’ sebelum tumbukan dalam sistem pusat
massa diberikan melalui hubungan berikut,

MX mx M X
K i '  K x ' K X '  ( )2 K x  Kx
mx  M X (m x  M X ) 2

MX
atauK i '  K x ( ) (4.33)
mx  M X

1
dim anaK x 
2
m x v x adalahenergikinetiksistem(ataupartikelx ) sebelumtumbukandalam
2
sistemkoordinatLAB
B. Setelah Tumbukan.
Dalam sistem koordinat pusat massa setelah tumbukan. Misalkan v’y dan V’Y
masing-masing adalah kecepatan untuk massa my dan MY, dan K’f adalah energi
total sistem. Dari hukum kekekalan momentum kita mempunyai

m y v ' y  M Y V 'Y (4.34)

dan energi kinetik dalam sistem koordinat pusat massa masing-masing untuk
my dan MY adalah K’y dan K’Y dinyatakan sebagai,

1
K'y 
2
m y v' y (4.35)
2

1 1 my my
K 'Y  M YV 'Y  M Y ( v' y ) 2 
2
K 'y (4.36)
2 2 MY MY
Persamaan 4.36 diperoleh dari persamaan 4.34 dan 4.35. jadi energi kinetik
total K’f diperoleh melalui,

1 1
K ' f  K ' y  K 'Y  m y v ' y  M Y V 'Y
2 2
(4.37)
2 2

Kita telah memiliki K 'i  K ' f  Q (4.38)

dengan mensubtitusikan K’i dari persamaan 4.33 maka diperoleh,

MX
Kx ( )  K ' f Q
mx  M X

MX MX
K' f  Q  Kx ( )  Q  K x (1  1  )
mx  M X mx  M X

MX
atau K ' f  Q  K x (1  )
mx  M X (4.39)
Bandingkan K’f persamaan 4.39 dengan Kf pada persamaan berikut

K f  Q  Kx (4.40)

dengan menggunakan persamaan 4.35, 4.36, 4.37 dan 4.38, maka dapat
diperoleh energi kinetik K’y dan K’Y setelah tumbukan dalam sistem koordinat pusat
massa adalah

MY  mx 
K' y   Q  (1  ) K x
my  M Y  m y  M Y  (4.41)

my  mx 
K 'Y  Q  (1  )K x  (4.42)
m y  M Y  my  M Y 
Dengan cara yang sama, energi kinetik sebelum dan setelah tumbukkan
dalam sistem koordinat LAB adalah,
 mx 
K e ( sebelum )    K x
 mx  M X  (4.43)
 mx 
K e ( sesudah )   K x
m M  (4.44)
 y Y 

Hasil akhir yang kita inginkan dalam fasal ini adalah hubungan antara sudut-sudut
dalam sistem koordinat LAB dan pusat massa. Misalkan qc adalah besar sudut dimana
partikel my membentuk sudut dengan arah asal setelah tumbukan dalam sistem pusat massa. Dan
misalkan sudut yang berkesesuaian dalam sistem koordinat LAB adalah qL. Untuk mendapatkan
hubungan antara qc dan qL, ubah kecepatan my setelah tumbukan v’y dari sistem pusat massa ke
sistem koordinat LAB. Ini dilakukan sebagaimana ditunjukan dalam gambar 4.3 dan persamaan
tranformasi kecepatan adalah

v y  vc  v ' y (4.45)
atau dapat ditulis dalam bentuk komponen yaitu
v y cos q L  vc  v' y cos q c (4.46a)

v y sin q L  v' y sin q c (4.46b)

vy
V’y qc
qL

vc

Gambar 4.3

Dengan membagi persamaan 4.46b dengan 4.46a, diperoleh,

v y ' sin q c sin q c sin q c


tan q L  
atau tan q L  (4.47)
vc  v' y cos q c vc v' y  cos q c   cosq c

vc lajupusatmassa , vc , dalamkoordinatLAB
dimana    (4.48)
v' y lajum y , v' y , dalampusatmassa
Jadi jika kita mengetahui  sebagaimana didifinisikan oleh persamaan
(4.48). Kita dapat mencari hubungan qL dan qc untuk reaksi-reaksi inti yang berbeda.
Dengan manipulasi kita dapat menunjukkan bahwa,

1
 mx m y K x  2
   4.49a
 Y y
M ( m  M Y )Q  M Y ( M Y  m y  m x ) K x 

Q
karena 2
 1amu
c
1
 mx m y K x  2
   (4.49b)
 M Y M X Q(1  m x / M X )  K x 
Ada dua kasus khusus yang menarik, pertama adalah kasus  = 0 berhubungan
dengan inti target yang sangat berat, jadi  hampir sama dengan nol. Maka
diperoleh qc  q L

yang berarti bahwa untuk inti target yang berat, sudut qc hampir sama dengan qL.
Kasus kedua adalah kasus  = 1 , maka diperoleh qc  2q L

ini berhubungan dengan kasus hamburan elastis neutron-proton dimana kasus Q


= 0, mx = my = mn dan MX = MY = Mp. Untuk kasus ini persamaan (4.47) dan (4.48)
menjadi

sin q c
tan q L  (4.50)
mn / m p  cos q c

dan  = mn/mp
Energi ambang reaksi endoergik

reaksi endoergik adalah reaksi dimana harga Q adalah negatif. Terjadi apabila
partikel datang mx memiliki energi kinetik Kx, yang besarnya sama dengan harga
Q. Kx = Q. Hasil akhir (partikel yang keluar dari inti recoil) yang dihasilkan
berada dalam keadaan diam. Karena sistem awal mempunyai energi kinetik sama
dengan Kx, momentumnya tidak akan sama dengan nol. Sedangkan hasil akhir
yang dihasilkan diam akan memiliki momentum sama dengan nol. Ini menunjukan
bahwa momentum tersebut tidak kekal. Tetapi hal ini tidak mungkin karena
momentum harus kekal. Oleh karena itu energi yang lebih besar dari harga Q
diperlukan untuk suatu reaksi endoergik. Harga minimum dari energi yang
diperlukan untuk terjadinya suatu reaksi endoergik disebut energi ambang.
Perhitungan energi ambanng
Diketahui bahwa energi kinetik awal dalam sistem pusat massa adalah
1
K 'i  mred v 2 (4.52) dimana mred 
mx M X
2 mx  M X

Jadi energi yang diperlukan dalam sistem pusat massa untuk


terjadinya reaksi endoergik adalah,

K 'i  Q

1 mx M X 2
v Q 1 mx  M X
2 mx  M X
atau mx v 
2
Q dimana
1
mx v 2  K x
2 MX 2
mx
 (1  )Q
MX
mx mx
K x  (1  )Q Energi ambang  ( K x ) min  (1  )Q (4.53)
MX MX
Cross Section
Cross section adalah kebolehjadian yang terjadi pada partikel-partikel dari
suatu berkas yang masuk apabila partikel-partikel tersebut menumbuk inti
target. Konsep ‘cross section’, s, diperkenalkan untuk tujuan menghitung
atenuasi dari berkas yang masuk tersebut.

Tinjau seberkas partikel dengan intensitas I yang masuk pada selembar


material yang tipis dengan ketebalan dt dan luas permukaan A. Ketika sebuah
partikel melalui lembaran tipis tersebut ada peluang bahwa partikel tersebut
akan diserap oleh inti, jika partikel tersebut kebetulan datang mendekatinya.
Andaikan bahwa s adalah area efektif sekitar suatu atom, sedemikian rupa
sehingga jika partikel yang masuk jatuh pada area tersebut, reaksi inti akan
terjadi.
ndt = jumlah inti persatuan luas
s permukaan
s
I
s
Andt = jumlah total inti dalam luas
s
permukaan inti
A

Ansdt = luas efektif total


dt

luasefektiftotal sAndt
Luas efektif fraksional adalah f    nsdt (4.59)
luaspermukaantotal A
luas efektif fraksional adalah perubahan fraksional dalam intensitas I berkas
tersebut ketika menembus foil. Jadi perubahan dalam Intensitas dI diberikan
melalui hubungan,

dI I = Io pada t = 0, integrasikan
dI   fI (4.60) atau   nsdt (4.61) persaman 4.61 diperoleh (4.62)
I

I  Ioe  nst
(4.62)
karena intensitas berkas I = N jumlah
partikel datang, maka (4.62) dapat
N  N o e  nst (4.63)
ditulis menjadi (4.63)

No adalah jumlah partikel yang masuk pada foil, dan N adalah jumlah partikel yang
pergi setelah melewati ketebalan dt dari foil tersebut.
Cross section mikroskopik biasanya dinayatakan dengan s. Satuan cross section
adalah barn atau ‘b’, dimana 1b = 10-24 cm2 dan satuan yang lebih kecil adalah
milibarn atau mb, 1mb = 10-3 b.

karena   ns dan   ns maka N  N o e   t  N o e t (4.64)


Karena foil harus tipis, maka t << 1 dan e-t = (1 – t) sehingga N = No 1t)
Jumlah partikel yang diserap sewaktu melintasi tebal t adalah
dN = No-No 1t)=Nodt=Nonst (4.65)
Lintas bebas rata-rata
Lintas bebas rata-rata adalah jarak rata-rata x yang dilalui oleh partikel-
partikel sebelum partikel-partikel tersebut diserap atau dihamburkan. Perhitungan
yang sama dalam menghitung waktu hidup rata-rata.
No No

 xdN  xdN (4.66) dimana dN  nsN o e  nsx dx Maka (4.66) menjadi (4.67)
x 0
No
 0

No
 dN
0

 xnsN e
 nsx 
dx  


o
y
  xnse
1
xnse d (nsx) (4.67) misal nsx = y maka ye dy  1

 nsx  nsx
x 0
dx 
No 0
ns 0 0

1 1 1 1
Lintas bebas rata2 adalah x  .1   
ns   a
 (4.68)

Lintas bebas rata2 kebalikan dari cross section makoskopik


Laju reaksi
Laju reaksi adalah jumlah reaksi nuklir yang terjadi persatuan waktu.

Misalkan v kecepatan partikel dalam berkas yang memiliki jumlah densitas per
cm3 q partikel. Berkas ini masuk pada foil dengan ketebalan t, luas permukaan A
dan memiliki n atom persatuan volume. Material foil tersebut memiliki cross section
mikroskopik s, maka laju reaksinya adalah

1
Laju reaksi (R,R) = qv ( nst ) A( ) (4.69)
det
Jika jumlah partikel yang menembus satuan luas dalam satuan waktu adalah
fluks f = qv, dengan tA = V yaitu volume material dari foil tersebut, maka

Laju reaksi RR  fnsV atau RR  fsN atau RR  f V

karena nV = jumlah inti total, N, dan ns  


Cross section diferensial
Apabila partikel yang datang berinteraksi dengan inti target, tidak harus
hanya satu macam reaksi nuklir yang terjadi. Jika lebih dari satu tipe reaksi yang
terjadi, cross section untuk masing-masing biasanya berbeda. Cross section
yang masing-masing ini dinamakan cross section parsial dan cross section total
merupakan penjumlahan dari cross section-cross section partial. Setelah reaksi
nuklir atau hamburan terjadi, maka partikel yang keluar akan memiliki distribusi
yang tidak isotropik (anisotropik) dan juga energi yang berbeda pada sudut-
sudut yang berbeda.Jumlah partikel yang dihamburkan per detik ke dalam sudut
ruang d yang membentuk sudut q dengan arah masuk dinamakan cross
section diferensial atau didifinisikan sebagai cross section persatuan sudut
ruang dan dinyatakan dengan s(q,f).

ds ds
s (q , f )  (4.70) cross section total adalah sT   d (4.71)
d
d 
dA
Perhitungan sudut ruang d
dq rdq

r r sin qdf
r sin q
df
q

luas dA (rdq )( r sin qdf )


d  2
 2
 2
 sin qdqdf (4.72)
( jarak ) r r
2 
   d    sin qdqdf  4 (4.73)
 0 0

d dA 1 dA
Sudut ruang fraksional  2 
 r 4 4r 2
cross section total sT dapat diperoleh dengan menggabungkan
persamaan 4.71 dan 4.72 yaitu,

ds ds
sT   d   sin qdqdf (4.74)
d d
Tugas diskusi

Anda mungkin juga menyukai