Anda di halaman 1dari 35

Pidana :

Penderitaan yang sengaja di bebankan


kepada orang yg melakukan perbuatan
pidana yang diputuskan oleh hakim
pidana

Hukuman
Suatu penderitkepentinganaan terhadap orang
yang melakukan kesalahan (umum) oleh siapa
saja yang
HUKUMAAN POKOK DAN HUKUMAN
TAMBAHAN

 HUKUMAN POKOK ADALAH HUKUMAN YANG DA-


PAT DIJATUHKAN TERLEPAS DARI HUKUMAN
LAIN.
 HUKUMAN TAMBAHAN HANYA DAPAT DIJATUH-
KAN BERSAMA HUKUMAN POKOK.
JENIS PIDANA : (PASAL 10 KUHP)
HUKUMAN POKOK :
1. PIDANA MATI
2. PIDANA PENJARA
3. PIDANA KURUNGAN
4. PIDANA DENDA

HUKUM TAMBAHAN :
1. PENCABUTAN HAK TERTENTU
2. PERAMPASAN BARANG
3. PENGUMUMAN KEPUTUSAN HAKIM
Tujuan Pidana
• Reformation, yaitu memperbaiki atau merehabilitasi
penjahat menjadi orang baik dan berguna bagi
masyarakat.
• Restraint, yaitu mengasingkan pelanggar dari
masyarakat sehingga timbul rasa aman masyarakat
• Retribution, yaitu pembalasan terhadap pelanggar
karena telah melakukan kejahatan
• Deterrence, yaitu menjera atau mencegah sehingga baik
terdakwa sebagai individual maupun orang lain yang
potensi menjadi penjahat akan jera atau takut untuk
melakukankejahatan, melihat pidana yang dijatuhkan
kepada terdakwa.
PIDANA MATI
• UU No 2/Pnps/1964, yaitu Penpres Nomor 2 Tahun
1964 (LN 1964 No 38 tentang TATA CARA
PELAKSANAAN PIDANA MATI YANG DIJATUHKAN
OLEH PENGADILAN DI LINGKUNGAN PERADILAN
UMUM DAN MILITER

Pelaksanaan :
• Kepala Polisi Komisariat Daaerah tersebut dalam ayat
(1) bertanggungjawab atas keamanan dan ketertiban
sewaktu pelaksanaan pidana mati dan menyediakan
tenaga-tenaga serta alat-alat yang diperlukan untuk itu.
• Kepala Polisi Komisariat Daerah tersebut dalam Pasal 3
ayat (1) atau Perwira yang ditunjuk olehnya menghadiri
pelaksanaan pidana mati tersebut bersama-sama
dengan Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggungjawab atas
pelaksanaannya.

• Menunggu pelaksanaan pidana mati, terpidana ditahan


dalam penjara atau di tempat lain yang khusus ditunjuk
oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut.

• Tiga kali duapuluh empat jam sebelum saat pelaksanaan


pidana mati, Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut
memberitahukan kepada terpidana tentang akan
dilaksanakannya pidana tersebut.
• Apabila terpidana hendak mengemukakan
sesuatu, maka keterangan atau pesannya itu
diterima oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut.
• Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan
pidana mati baru dapat dilaksanakan empat
puluh hari setelah anaknya dilahirkan.
• Pembela terpidana, atas permintaannya sendiri
atau atas permintaan terpidana, dapat
menghadiri pelaksanaan pidana mati.
• Pidana mati dilaksanakan tidak di muka umum
dan dengan cara sesederhana mungkin, kecuali
• ditetapkan lain oleh Presiden.
• Kepala Polisi Daerah membentuk suatu Regu
Penembak dari Brigade Mobile yang terdiri dari
seorang Bintara, 12 orang Tamtama, di bawah
pimpinan seorang Perwira.
• Khusus untuk pelaksanaan tugasnya ini, Regu
Penembak tidak mempergunakan senjata
organiknya.
• Terpidana dibawa ketempat pelaksanaan pidana
dengan pengawalan polisi yang cukup.
• Jika diminta, terpidana dapat disertai oleh
seorang perawat rohani.
• Terpidana berpakaian sederhana dan tertib.
• Setiba di tempat pelaksanaan pidana mati,
Komandan pengawal menutup mata terpidana
dengan sehelai kain, kecuali terpidana tidak
menghendakinya.
• Terpidana dapat menjalani pidana secara
berdiri, duduk atau berlutut.
• Jika dipandang perlu, Jaka Tinggi/Jaksa yang
bertanggungjawab dapat memerintahkan
supaya terpidana diikat tangan serta kakinya
ataupun diikat kepada sandaran yang khusus
dibuat untuk itu.

• Jarak antara titik di mana terpidana berada dan tempat
Regu Penembak tidak boleh melebihi 10 meter dan tidak
boleh kurang dari 5 meter.
• Dengan menggunakan pedang sebagai isyarat,
komandan Regu Penembak memberi perintah supaya
bersiap, kemudian dengan menggerakkan pedangnya ke
atas ia memerintahkan Regunya untuk membidik pada
jantung terpidana dan dengan menyentakkan
pedangnya ke bawah secara cepat, dia memberikan
perintah untuk menembak.
• Apabila setelah penembakan itu, terpidana masih
memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia belum mati, maka
Komandan Regu segera memerintahkan kepada Bintara
Regu Penembak untuk melepaskan tembakan pengakhir
dengan menekankan ujung laras senjatanya pada
kepala terpidana tepat diatas telinganya
• Untuk memperoleh kepastian tentang matinya terpidana
dapat diminta bantuan seorang dokter.
• Penguburan diserahkan kepada keluarganya atau
sahabat terpidana, kecuali jika berdasarkan kepentingan
umum Jaksa Tinggi/Jaksa yang bertanggungjawab
memutuskan lain.
• Dalam hal terahir ini, dan juga jika tidak ada
kemungkinan pelaksanaan penguburan oleh
keluarganya atau sahabat terpidana maka penguburan
diselenggarakan oleh Negara dengan mengindahkan
cara penguburan yang ditentukan oleh
agama/kepercayaan yang dianut oleh terpidana.
• Jaksa Tinggi/Jaksa yang disebut dalam Pasal 4 harus
membuat berita acara dari pada pelaksanaan pidana
mati.
PIDANA PENJARA
• Pola :
A. Maksimal (KUHP)
B. Minimal (UU Pidana Khusus)
c. Alternatif (KUHP)
D. Kumulatif (UU Pidana Khusus)

• Pasal 12 – 17 KUHP
a. Pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu.
b. Selama waktu tertentu, Minimal 1 hari,
Maksimal 15 Tahun sampai 20 tahun
c. Pelaksanaan pidana penjara diatur dalam UU
Pemasyarakatan (Pasal 13)

Pelaksanaan pidana
a. Di LAPAS
b. Di Luar LAPAS ( Pidana Bersyarat/Pidana
Percobaan)
Diatur dalam Pasal 14 KUHP
c. Pelepasan Bersyarat ( pasal 15-17 KUHP)
• Pidana penjara 15 tahun dapat dilampaui
karena
a. Perbarengan
b. Recidive
c. Yang ditentukan dalam Pasal 52 dan
52a KUHP

• Periksa Pasal 272 KUHAP


• Waktu Pelaksanaan Pidana Penjara
( Pasal 32 KUHP)
a. Bagi terpidana yang ditahan, maka
pidana penjara yang dijatuhkan dianggap
telah mulai berlaku sejak hari dimana
putusan hakim telah memperoleh
kekuatan hukum tetap
b. Bagi terpidana yang tidak ditahan,
maka pidana penjara yang dijatuhkan
dianggap mulai berlaku sejak hari dimana
terpidana mulai menjalani pidana tersebut
TEMPAT PELAKSANAAN
• Pasal 270 KUHAP, Pidana penjara dilaksanakan di
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)
• LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan
pembinaan narapidana dan anak didik
pemasyarakatan ( Pasal 3 UU No. 12 Tahun
1995)......Reformation
• Sebelumnya disebut Rumah Penjara yakni tempat
terpidana menjalani pidananya......Retribution
PELAKSANAAN
• Pasal 10 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1995, syarat
terpidana bisa masuk ke LAPAS wajib didaftar terlebih
dahulu
• Pasal 11, pendaftaran meliputi :
a. Putusan pengadilan
b. Jati diri
c. Barang-barang yang dibawa
d. Pemeriksaan kesehatan
e. Pembuatan pasfoto
f. Pengambilan sidik jari
g. Pembuatan berita acara serah terima terpidana
• Pendaftaran tersebut mengubah status
terpidana menjadi narapidana
• Terpidana ( Pasal 1 angka 32 KUHAP)
Narapidana ( Pasal 1 angka 7 UU No. 12 Tahun
1995
• Perubahan status tersebut sekurang-kurangnya
dilakukan pencatatan :
a. Putusan pengadilan
b. Jati diri
c. Barang-barang yang dibawa
d. Berita acara serah terima terpidana
PENGGOLONGAN NARAPIDANA

Pasal 12 ayat (1), dalam rangka pembinaan


• Penggolongan mana berdasar :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Lama pidana yang dijatuhkan
d. Jenis kejahatan
e. Kriteria lainnya sesuai kebutuhan atau
perkembangan pembinaan
PIDANA KURUNGAN
• Pasal 18, 19, 21, 27, 28, 30 dan 31 KUHP
• Pidana kurungan, ditetapkan untuk :
a. Delik-delik culpabilitas
b. Pengganti pidana denda
• Paling sedikit 1 hari paling lama 1 tahun
• Dengan pemberatan, paling lama 1 tahun
4 bulan
• Tempat menjalankan pidana kurungan (Pasal 21 KUHP)
• Penempatan terpidana penjara dan kurungan harus terpisah walau
dalam satu tempat (Pasal 28 KUHP)
• Pendaftaran ( Pasal 11 ayat (1) UU No. 12 tahun 1995
a. Pencatatan
- Putusan pengadilan
- Jati diri
- Barang-barang yang dibawa
b. Pemeriksaan kesehatan
c. Pembuatan pasfoto
d. Pengambilan sidik jari
e pembuatan berita acara serah terima terpidana
• Perubahan status dari terpidana menjai narapidana diatur dalam
Pasal 11 UU No. 12 tahun 1995
PIDANA DENDA
• Diatur dalam Pasal 30 KUHP (tdk relevan lagi)
• Pidana pengganti denda paling sedikit 1 hari
dan aling lama 6 buan.
Dengan pemberatan, paling lama 8 bulan
• Semua masa penahanan dikurangan seluruhnya
atau sebagian dari pidana dan kurungan atau
denda.
• PASAL 33a KUHP, tentang perhitungan
menjalani pidana dikaitkan dengan Grasi
• Pasal 34 KUHP, bila terpidana melarikan
diri
BEBERAPA KEMUNGKINAN
• Pidana denda yang tertinggi dalam KUHP adalah dalam
Pasal 303 KUHP jo. UU No. 7 Tahun 1974 Tentang
Penertiban Perjudian.
• Ketentuan Pasal 273 Ayat (1) KUHAP
Kata “ harus seketika dilunasi” menurut SEMA No. 22
Tahun 1983 tanggal 8 Desember 1983
- apabila terdakwa atau kuasanya hadir pada waktu
putusan diucapkan, maka pelunasannya harus
dilakukannya pada saat putusan diucapkan
- apabila terdakwa atau kuasanya tidak hadir pada waktu
putusan diucapkan, maka pelunasannya harus
dilakukannya pada saat putusan diberitahukan
EKSEKUSI BARANG
RAMPASAN UNTUK NEGARA
• Apabila putusan pengadilan juga menetapkan bahwa barang bukti dirampas
untuk negara, selain pengecualian sebagaimana tersebut pada Pasal 46,
jaksa menguasakan benda atau barang rampasan tersebut kepada Kantor
Lelang Negara dan dalam waktu 3 (tiga) bulan untuk dijual lelang, yang
hasilnya dimasukkan ke kas negara untuk dan atas nama jaksa (kejaksaan)
• Jangka waktu pelelangan tersebut dapat diperpanjang untuk paling lama 1
(satu) bulan.
• Dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan barang rampasan untuk
negara itu sudah berhasil dijual melalui Kantor Lelang Negara (Pasal 273
ayat (3) dan (4) KUHAP).

• Pasal 46 Ayat (1) KUHAP


• Pasal 10 Ayat (1) Peraturan Menteri Kehakiman No.M.05.UM.01.06 tahun
1983 tanggal 16 Desember 1983
EKSEKUSI BIAYA PERKARA
• KUHAP hanya menyebut tentang biaya perkara tanpa memperinci:
a. bagaimana perhitungannya,
b. putusan yang bagaimana yang diharuskan terpidana membayar
biaya perkara,
c. bagaimana menagihnya

• Pasal 197 Ayat (1) KUHAP “ketentuan kepada siapa biaya perkara
dibebankan, dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti, dan ketentuan
mengenai barang bukti.”

• Pasal 222 Ayat (1) KUHAP jo. 275 KUHAP “ menyatakan bahwa apabila
lebih dari satu orang dipidana dalam satu perkara, maka biaya perkara dan
atau ganti kerugian dibebankan kepada mereka secara berimbang”
• SEMA No. 17 Tahun 1983 Tanggal 8 Desember 1983
• Keptusan Menteri Kehakiman No. M.14.PW.07.03 Tahun 1983
Tanggal 10 Desember 1983

• Hukum acara pidana Belanda (Ned. Sv) yang mengatur lebih jelas
dalam Pasal 581 : (....semua biaya yang timbul karena pemanggilan
dan ganti kerugian saksi-saksi dan ahli-ahli, pelimpahan berkar
perkara, dan biaya perjalanan untuk menghadiri sidang peradilan,
dengan kecuali biaya-biaya yang tidak perlu). Patut disebut di sini
bahwa sebagai dasar jaksa menagih biaya perkara, harus
dinyatakan hal itu dalam suatu surat perintah bevel schrift.
EKSEKUSI PIDANA
BERSYARAT
• Pidana bersyarat/pidana percoban ( Voorwardelijk) ialah suatu
pemidanaan yang pelaksanaannya oleh hakim digantikan dengan syarat-
syarat tertentu yang ditetapkan dalam putusannya

• Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat (Pasal 14a ayat (1) jo
14d ayat (1) KUHP), maka pelaksanaannya dilakukan dengan pengawasan
serta pengamatan yang sungguh-sungguh menurut ketentuan undang-
undang (Pasal 276 KUHAP).
• Sampai sekarang ini belum ada undang-undang yang mengatur tentang
pelaksanaan, pengawasan dan pengamatan terhadap terpidana yang
menjalani pidana bersyarat.

• Pidana bersyarat bukan merupakan jenis pidana tersendiri, tetapi


merupakan pidana penjara. Oleh sebab itu, pidana bersyarat secara teoritis
merupakan bagian dari pelaksanaan pidana
• Kejaksaan atau jaksa selaku eksekutor dalam
melakukan pengawasan atau pengamatan terhadap
Napi bersyarat, sampai sekarang masih mendasarkan
tugasnya pada Ordonansi 1926 Stb 1926 No. 487 dan
Surat Jaksa Agung No. B-122/O/E/2/1982.
• Dalam praktek Kejaksaan atau Jaksa dalam melakukan
pengawasan atau pengamatan meminta bantuan polisi,
camat dan kepala desa/lurah
• Apabila di daerah hukum Kejaksaan Negeri yang
bersangkutan terdapat BAPAS (Balai Pemasyarakatan),
maka meminta bantuan kepada BAPAS.
• Apabila belum ada, maka permintaan bantuan
dialamatkan kepada Sub. Direktorat Bimbingan
kemasyarakatan Kemenkumham
• Bentuk pengawasan
a. Pengawasan langsung ( terpidana
bersyarat didatangi oleh petugas)
b. Pengawasan tidak langsung (meninta
bantuan aparat setempat/tempat tinggal
terpidana

• Dalam praktek dilakukan dengan cara


mewajibkan terpidana secara berkala
untuk hadir di kejaksaan atau BAPAS
PENGAWASAN DAN PENGAMATAN
EKSEKUSI
• Pada saat dan selama si terpidana menjalankan hukumannya menurut
putusan pengadilan yang telah dieksekusi oleh jaksa, masih juga ada
aturan pengawasan dan pengamatan terhadap pelaksanaan itu

• Hakim Wasmat : membantu ketua pengadilan untuk melakukan


pengawasan dan pengamatan terhadap setiap putusan pengadilan itu yang
menjatuhkan hukuman perampasan kemerdekaan seperti pidana kurungan,
penjara, pidana bersyarat, dan sebagainya.

• Tugas pengawasan dan pengamatan itu sudah dimulai sejak jaksa


menyampaikan tembusan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan
yang dilakukannya. Berita acara itu harus dicatat oleh panitera di dalam
register pengawasan dan pengamatan.
• Pasal 277-283
TUJUAN WASMAT :
• Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan guna
memperoleh kepastian bahwa putusan pengadilan telah dilaksanakan
sebagaimana mestinya.
• Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengamatan untuk bahan
penelitian demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan, yang
diperoleh dari perilaku narapidana atau pembinaan Lembaga
Pemasyarakatan
• Pengawasan dan pengamatan tersebut berlaku juga bagi terpidana
bersyarat (Pasal 280 KUHAP).

MANFAAT WASMAT
• Dengan adanya ketentuan tentang pengawasan hakim terhadap
pelaksanaan putusan maka kesenjangan (gap) yang ada antara apa yang
diputuskan hakim dan kenyataan pelaksanaan pidana di lembaga
pemasyarakatan dan di luar lembaga pemasyarakatan jika terpidana
dipekerjakan di situ dapat dijembatani.
• Hakim dapat mengikuti perkembangan terpidana sebagai narapidana dan
juga perlakuan para petugas lembaga pemasyarakatan yang bersangkutan.
Pelaksanaan WASMAT adalah sebagai berikut.
1. Jaksa mengirim tembusan berita acara pelaksanaan putusan
pengadilan yang telah ditandatangani olehnya, kepada kepala lembaga
pemasyarakatan, terpidana, dan kepada pengadilan yang memutus perkara
tersebut pada tingkat pertama (Pasal 278 KUHAP).
2. Panitera mencatat pelaksanaan tersebut dalam register pengawasan
dan pengamatan. Register tersebut wajib dibuat, ditutup, dan
ditandatangani oleh panitera setiap hari kera dan untuk diketahui
ditandatangani juga oleh hakim pengawas dan pengamat (Pasal 279
KUHAP).
3. Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan dan
pengamatan
(Pasal 280 KUHAP).
4. Atas permintaan hakim pengawas dan pengamat, kepala lembaga
pemasyarakatan menyampaikan informasi secara berkala atau sewaktu-
waktu tentangn perilaku narapidana tertentu yang ada dalam pengamatan
hakim tersebut (Pasal 281 KUHAP).
5. Hakim dapat membicarakan denagn kepala lembaga pemasyarakatan
tentang cara pembinaan narapidana tertentu. Hasil pengawasan dan
pengamatan dilaporkan oleh hakim pengawas dan pengamat kepada ketua
pengadilan secara berkala (Pasal 282 dan 283 KUHAP).
HAPUSNYA HAK EKSEKUSI
1. Terpidana meninggal dunia
2. Ne bis In Idem
3. Grasi
PIDANA TAMBAHAN
• Diatur dalam Pasal 35 – 43 KUHP

PADA UU PIDANA KHUSUS,


Tergantung tujuan pemidanaannya, tetapi cenderung
dengan pemberatan.
• Contoh : Dalam UU Tipikor (kumulatif)
a. Pidana Pokok
b. Pidana Denda
c. Pidana Tambahan (membayar uang pengganti/uang
negarayg dikorupsi), Pasal 18)

• Contoh : Dalam UU Perlindungan Anak

Anda mungkin juga menyukai