Anda di halaman 1dari 118

Pemicu 4 Urogenital

Valeria Saputra
405160011
LI 1 : Fisiologi Ereksi
• Urutan fase-fase ereksi mulai dari flaksid sampai terjadi ereksi
maksimal adalah sebagai berikut:
• Flaksid Pengisian awal Tumesen Ereksi penuh Rigid
Detumesen
• Rangsangan seksual menimbulkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis
yang mengakibatkan terjadinya dilatasi arteriole dan konstriksi venule
sehingga inflow (aliran darah yang menuju ke korpora) meningkat
sedangkan outflow (aliran darah yang meninggalkan korpora) akan
menurun; hal ini menyebabkan peningkatan volume darah dan ketegangan
pada korpora meningkat sehingga penis menjadi ereksi (tegang).
• Persarafan penis terdiri atas sistem saraf otonomik (simpatik dan
parasimpatik) dan somatik (sensorik dan motorik) yang berpusat di nukleus
intermediolateralis medula spinalis pada segmen S2-4 dan Th10 - L2 .
• Dari neuron yang berpusat di korda spinalis, serabut-serabut saraf simpatik
dan parasimpatik membentuk nervus kavernosus yang memasuki korpora
kavernosa dan korpus spongiosum.
• Saraf ini memacu neurotransmiter untuk memulai proses ereksi serta
mengakhirinya pada proses detumesensi. Saraf somato-sensorik
menerima rangsangan di sekitar genitalia dan saraf somato-motorik
menyebabkan kontraksi otot bulbokavernosus dan ischiokavernosus.
• Fase ereksi dimulai dari rangsangan yang berasal dari genitalia
eksterna berupa rangsangan raba (taktil) atau rangsangan yang
berasal dari otak berupa fantasi, rangsangan pendengaran, atau
penglihatan.
• Rangsangan tersebut menyebabkan terlepasnya neurotransmiter dan
mengakibatkan terjadinya dilatasi arteri kavernosus/arteri helisin,
relaksasi otot kavernosus, dan konstriksi venule emisaria.
• Keadaan ini menyebabkan banyak darah yang mengisi rongga sinusoid dan
menyebabkan ketegangan penis. Demikian pula sebaliknya pada fase flaksid
terjadi kontriksi arteriole, kontraksi otot kavernosus, dan dilatasi venule untuk
mengalirkan darah ke vena-vena penis sehingga rongga sinusoid berkurang
volumenya.
• Saat ini diketahui bahwa sebagai neuroefektor yang paling utama di dalam korpus
kavernosum pada proses ereksi adalah non adrenergik non kolinergik atau NANC.
Rangsangan seksual yang diteruskan oleh neuroefektor NANC menyebabkan
terlepasnya nitrit oksida (NO), yang selanjutnya akan mempengaruhi enzim
guanilat siklase untuk merubah guanil tri fosfat (GTP) menjadi siklik guanil mono
fosfat (cGMP). Substansi terakhir ini menurunkan jumlah kadar kalsium di dalam
sel otot polos yang menyebabkan relaksasi otot polos kavernosum sehingga
terjadi ereksi penis
• Sebaliknya pada fase flaksid terjadi pemecahan cGMP oleh enzim fosfodiesterase
5 (PDE5) menjadi guanil mono fosfat (Gambar 13-2). Cara bekerja salah satu obat
disfungsi ereksi, sildenafil sitrat adalah sebagai inhibitor enzim PDE-5 sehingga
kadar cGMP tetap dipertahankan.
Sherwood L. Human physiology:
from cells to systems. 9th ed
Sherwood L. Human physiology:
from cells to systems. 9th ed
Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 9th ed
LI 2: Gangguan Ereksi
Disfungsi ereksi
• Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap seorang pria
untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup guna
melakukan aktifitas seksual yang memuaskan. Disfungsi ereksi ini
diderita oleh separuh pria yang berusia lebih dari 40 tahun
Diagnosis
• NPT atau Nocturnal Penile Tumescense adalah uji untuk mengetahui
adanya ereksi nokturnal pada saat tidur. Pasien disfungsi ereksi
psikogenik menunjukkan ereksi nokturnal yang normal sedangkan
pada disfungsi ereksi organik menunjukkan kelainan pada ereksi
nokturnal.
• Kavernosografi/kavernosometri : pencitraan dan sekaligus secara
bersamaan mengukur tekanan korpora kavernosa. Pemeriksaan ini
dilakukan jika ada kecurigan kelainan pada sistem kavernosa
• Ultrasonografi Doppler dapat dipakai untuk menilai aliran darah pada
penis setelah dilakukan induksi ereksi.
• Injeksi Intrakavernosa dengan obat-obat vasoaktif dimaksudkan
sebagai uji diagnosis maupun untuk terapi pada beberapa jenis
disfungsi ereksi. Obat-obatan yang sering dipakai adalah: papaverin,
papaverin dikombinasikan dengan fentolamin, atau alprostadil
(prostaglandin PGE1). Setelah penyuntikan, dinilai rigiditas penis
mulai dari tidak ada respon hingga terjadi rigiditas penuh.
Terapi
Priapism
• is defined as a penile erection that persists for 4 h or longer and is unrelated to
sexual activity.

Priapismus sekunder dapat disebabkan oleh:


• kelainan pembekuan darah (anemi bulan sabit, lekemi, dan emboli lemak)
• trauma para perineum atau genitalia
• gangguan neurogen (pada saat menjalani anestesi regional atau pada penderita
paraplegia)
• penyakit keganasan
• pemakaian obat-obatan tertentu (alkohol, psikotropik, dan antihipertensi); dan
• pasca injeksi intrakavernosa dengan zat vasoaktif

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3746404/
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Ereksi penis yang berkepanjangan pada priapismus dapat terjadi
karena:
• gangguan mekanisme outflow (veno-oklusi) sehingga darah tidak
dapat keluar dari jaringan erektil
• adanya peningkatan inflow aliran darah arteriel yang masuk ke
jaringan erektil.
secara hemodinamik, priapismus dibedakan menjadi
• priapismus tipe veno oklusif atau low flow
• priapismus tipe arteriel atau high flow

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


• Priapismus jenis iskemik ditandai • Priapismus jenis non iskemik banyak
dengan adanya iskemia atau anoksia terjadi setelah mengalami suatu trauma
pada otot polos kavernosa. Semakin pada daerah perineum atau setelah
lama ereksi, iskemia semakin berat, dan operasi rekonstruksi arteri pada
setelah 3-4 jam, ereksi dirasakan sangat disfungsi ereksi.
sakit. Setelah 12 jam terjadi edema
interstisial dan kerusakan endotelium
sinusoid. Nekrosis otot polos kavernosa
terjadi setelah 24-48 jam. Setelah lebih
dari 48 jam terjadi pembekuan darah
dalam kaverne dan terjadi destruksi
endotel sehingga jaringan-jaringan
trabekel kehilangan daya elastisitasnya

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Stuttering priapism Malignant priapism

Stuttering (intermittent) priapism is a Priapism as a consequence of non-


poorly understood variant of ischaemic haematological malignancy (so called
priapism characterised by recurrent “malignant priapism”) is a rare
episodes of short-lived, self-limiting condition, resulting most commonly
painful erections of typically less than 4 from penile metastases from primary
h duration. bladder, prostatic, rectosigmoid and
renal tumours

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3746404/
Terapi
• Aspirasi dan Irigasi Intrakavernosa
• Jalan pintas (shunting) keluar dari korpora kavernosa
LI 3 : Kelainan pada Prostat, Testis, Skrotum,
dan Epididimis
Kelainan pada Prostat
PROSTATITIS
Prostatitis
• Definisi : Reaksi inflamasi pd kel prostat yg disebabkan o/ bakteri maupun non
bakteri
• Etiologi : E.coli, Proteus sp., Klebsiella sp., Enterobacter sp., serratia sp.
• Pemeriksaan penunjang : u/ menentukan penyebab prostatitis, diambil sample
(contoh) urin & getah kelenjar prostat mll uji 4 tabung
1. 10 cc pertama : contoh urin yg dikemihkan pertama kali (VB1)  menilai
keadaan mukosa uretra
2. Urin porsi tengah : menilai keadaan mukosa kandung kemih (VB2)
3. Getah prostat yg dikeluarkan mll masase prostat atau EPS (expressed
prostatic secretion) : menilai keadaan kelenjar prostat
4. Urin yg dikemihkan setelah masase prostat (VB3)
• Keempat contoh ini kemudian dianalisis scr mikroskopik & dilakukan kultur u/
mencari kuman penyebab infeksi

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Smith’s General Urology, 17th ed
Prostatitis
• Klasifikasi o/ National Institute of Health
1. Kategori I : prostatitis bakterial akut
2. Kategori II : prostatitis bakterial kronis
3. Kategori III : prostatitis non bakterial kronis atau sindroma pelvik kronis. Pd
kategori ini terdapat keluhan nyeri & perasaan tdk nyaman di daerah pelvis
yg telah berlsg paling sedikit 3 bln. Dibedakan dlm 2 subkategori
1. Subkategori IIIA : sindroma pelvik kronis dng inflamasi
2. Subkategori IIIB : sindroma pelvik non inflamasi
4. Kategori IV : prostatitis inflamasi asimtomatik

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Prostatitis Bakterial Akut (Kategori I)
• Patofisiologi : bakteri msk ke dlm kel prostat mll berberapa cara
• Ascending dr uretra, refluks urin yg terinfeksi ke dlm duktus prostatikus, lsg atau scr
limfogen dr organ yg berada di sekitarnya (rektum) yg alami infeksi, & penyebaran scr
hematogen
• Tanda & gejala
• Tampak sakit, demam, menggigil, rasa sakit di daerah perineal, mengeluh adanya gangguan
miksi
• Pemeriksaan fisik
• dng colok dubur, prostat teraba membengkak, hangat, & nyeri  pd keadaan ini tdk boleh
dilakukan masase prostat u/ mengeluarkan getah kel prostat krn dpt menimbulkan rasa
sakit & akan memacu thd bakteremia
• Tatalaksana
• Antibiotik sensitif thd kuman penyebab infeksi : gol florokuinolon, kotrimoksasol,
aminoglikosida
• Setelah keadaan membaik  antibiotik peroral diteruskan hingga 30 hari
• Kateter suprapubik jika terjadi gangguan miksi shg menimbulkan retensi urin
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Prostatitis Bakterial Kronis (Kategori II)
• Etiologi : ISK yg sering kambuh
• Tanda & gejala : disuri, urgensi, frekuensi, nyeri perineal, & kdg nyeri saat ejakulasi atau
hematospermi
• Pemeriksaan fisik : colok dubur mungkin teraba krepitasi yg merupakan tanda suatu
kalkulosa prostat
• Pemeriksaan penunjang :
• Uji 4 tabung  tampak pd EPS & VB3 didapatkan kuman yg > banyak dr VB1 & VB2
• Pd pemeriksaan mikroskopik pd EPS tampak oval fat body
• Tatalaksana :
• Antimikroba : kotrimoksasol, doksisiklin, minosiklin, karbenisilin, & florokuinolon
• Antimikroba diberikan dlm jangka lama hingga pemeriksaan kultur ulangan tdk
menunjukkan adanya kuman

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Prostatitis Non Bakterial (Kategori III)
• Definisi : Reaksi inflamasi kel prostat yg belum diketahui penyebabnya
• Subkategori IIIA :
• Etiologi : infeksi dr ureaplasma urealitikum atau Chlamidia trachomatis
• Pemeriksaan fisik : tdk tampak adanya kelainan
• Pemeriksaan penunjang : uji 4 tabung tdk didapatkan pertumbuhan kuman, hanya saja
EPS terlihat banyak leukosit & bentukan oval fat body
• Tatalaksana : antibiotik sensitif thd kuman tsb (minosiklin, doksisiklin, eritromisin, 2-4
minggu)
• Subkategori IIIB (prostatodinia) :
• Tanda & gejala : nyeri pd pelvis yg tdk berhub dng keluhan miksi & sering tjd pd usia 20-
45 th
• Pemeriksaan penunjang : uji 4 tabung tdk didapatkan adanya bakteri penyebab infeksi
maupun sel penanda proses inflamasi
• Tatalaksana : pemberian obat simtomatik berupa obat adrenergic α inhibitor dpt kurangi
keluhan miksi
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Prostatitis Inflamasi Asimtomatik (Kategori IV)

• Tanda & gejala : tidak menunjukkan adanya keluhan maupun tanda dr suatu
prostatitis
• Etiologi : proses inflamasi pd prostat diketahui dr specimen yg kemungkinan
didapat dr cairan semen pd saat analisis semen & jar prostat
• Tatalaksana : tidak memerlukan th/, tetapi didapatkannya sel2 inflamasi pd
analisis semen pria yg mandul perlu mendapat th/ antibiotik

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Adult prostate
The normal prostate contains
several distinct regions, including
a central zone (CZ), a peripheral
zone (PZ), a transitional zone (TZ),
and a periurethral zone. Most
carcinomas arise from the
peripheral glands of the organ and
often are palpable during digital
examination of the rectum.
Nodular hyperplasia, by contrast,
arises from more centrally
situated glands and is more likely
than carcinoma to produce
urinary obstruction early in its
course
Robbins basic pathology. Kumar, Abbas, Aster. 9th ed.
Benign Prostatic Hyperplasia
Hiperplasia Prostat Benigna
• Definisi :
• kelainan histologis yg khas ditandai dng proliferasi sel2 prostat (jinak / non malignan)
• Akumulasi sel2 & pembesaran kelenjar merupakan hasil dr proliferasi sel epitel & stroma
prostat
• Istilah lain : pembesaran / pertumbuhan kelenjar prostat yg menyebabkan sumbatan pd
uretra & menyebabkan terjadinya gejala pd LUTS, ISK, hematuria, atau membahayakan
fungsi traktus urinarius bg atas
• Epidemiologi : pd usia lanjut, berberapa pria mengalami BPH
• 50% pria yang berusia 60 th & 80% pria yg berusia 80 th
• Etiologi :
• Teori dihidrosteron
• Adanya ketidak-seimbangan antara estrogen – testosteron
• Interaksi antara sel stroma & sel epitel prostat
• Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
• Teori stem sel
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6. 2014
Hiperplasia Prostat Benigna (Etiologi)
• Teori dihidrotestosteron
• DHT dihasilkan dr reaksi perubahan testosterone di dlm sel prostat o/ enzim 5alfa-
reduktase dng bantuan koenzim NADPH
• DHT yg terbentuk berikatan dng reseptor androgen (RA)  kompleks DHT-RA pd inti sel 
sintesis GF  stimulasi pertumbuhan sel prostat
• KadarDHT pd BPH tdk berbeda jauh dng kadar pd prostat normal, tetapi pd BPH aktivitas
enzim 5alfa-reduktase & jumlah RA > banyak  sel prostat pd BPH > sensitive thd DHT 
replikasi sel jadi > banyak
• Ketidakseimbangan antara estrogen – testosteron
• Usia semakin tua  testosteron ↓, estrogen relatif tetap  perbandingan estrogen :
testosteron ↑
• Estrogen : proliferasi sel kel prostat dng ↑ sensitivitas sel prostat thd rangsangan hormon
androgen, ↑ jumlah RA, & ↓ jumlah apoptosis
• Hasil akhir : meskipun rangsangan u/ membentuk sel baru dr testosteron ↓, tetapi sel
prostat yg telah ada punya umur > panjang  massa prostat jd > besar
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Hiperplasia Prostat Benigna (Etiologi)
• Interaksi stroma epitel
• Diferensiasi & pertumbuhan sel epitel prostat scr tdk lsg dikontrol o/ sel2 stroma mll
mediator GF
• Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dr DHT & estradiol  sel stroma sintesis GF 
pengaruhi sel stroma itu sendiri scr intrakrin & autokrin & pengaruhi sel epitel scr parakrin
 proliferasi sel epitel & stroma
• Berkurangnya kematian sel prostat
• Pd jar normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dng kematian sel
• Diduga hormon androgen berperan dlm menghambat proses kematian sel krn stl dilakukan
kastrasi tjd ↑ aktivitas kematian sel kelenjar prostat
• Estrogen diduga mampu perpanjang usia sel prostat, sedangkan GF TGFβ berperan dlm
proses apoptosis
• Teori stem sel
• Dlm kel prostat dikenal suatu stem sel yg punya kemampuan proliferasi sangat ekstensif
• Kehidupan sel ini tgt hormon androgen, shg jika kadarnya ↓ (kastrasi)  apoptosis
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Hiperplasia Prostat Benigna (Etiologi)
• Patofisiologi :
• Pembesaran prostat  penyempitan lumen uretra prostatika  hambat aliran urin  ↑
tekanan intravesikal
• u/ dpt keluarkan urin, buli2 harus kontraksi > kuat  kontraksi terus-menerus 
perubahan anatomic buli2  hipertrofi oyoy detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, & divertikel buli-buli
• Perubahan struktur pd buli2 tsb dirasakan ps sbg keluhan pd sal kemih sblh bawah atau
LUTS (prostatismus)
• Tekanan intravesikal ug tinggi diteruskan ke seluruh bg buli-buli tdk terkecuali pd kedua
muara ureter  tek pd kedua ureter timbulkan aliran balik urin dr buli2 ke ureter atau tjd
refluks vesiko-ureter  berlangsung terus-menerus  hidroureter, hidronefrosis, gagal
ginjal

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Hiperplasia Prostat Benigna (Etiologi)
• Obstruksi yg diakibatkan o/ BPH tdk hanya disebabkan o/ adanya massa prostat yg
menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan o/ tonus otot polos yg ada pd stroma
prostat, kapsul prostat, & otot polos pd leher buli2 (dipersarafi serabut simpatis yg berasal
dr nervus pudendus)
• Tjd ↑ rasio komponen stroma thd epitel ( 2:1  4:1)  ↑ tonus otot polos prostat
• Massa prostat sebabkan obstruksi komponen statik, sedangkan tonus otot polos yg
merupakan komponen dinamik sbg penyebab obstruksi prostat
• Tanda & gejala
• Keluhan pd sal kemih bagian bawah :
• voiding, storage, & pasca miksi
• u/ menilai keparahan dr keluhan pd sal kemih sblh bawah  sistem skoring I-PSS
• Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi dr otot buli2 u/ keluarkan
urin, pd suatu saat otot buli2 alami kepayahan  jatuh dlm fase dekompensasi 
retensi urin akut

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Sistem Skoring I-PSS
(International Prostatic
Symptom Score)

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Hiperplasia Prostat Benigna (Etiologi)
• Keluhan pd sal kemih bg bawah
• Keluhan akibat penyulit BPH : gejala obstruksi  nyeri pinggang, benjolan di pinggang
(tanda dr hidronefrosis), demam yg merupakan tanda infeksi atau urosepsis
• Gejala di luar sal kemih
• Hernia inguinalis atau hemoroid krn sering mengejan pd saat miksi  ↑ tekanan intra-
abdominal
• Pemeriksaan fisik
• Buli2 terisi penuh & teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urin
• Urin selalu menetes tanpa disadari o/ ps  inkontinensia paradoksa
• Colok dubur perhatikan :
• Tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus u/ singkirkan adanya kelainan buli2
neurogenik, mukosa rektum, keadaan prostat (nodul, krepitasi, konsistensi prostat,
simetri antar lobus & batas prostat)
• Colok dubur pd BPH : konsistensi prostat kenyal, lobus kanan & kiri simetris & tidak
didapatkan nodul
• Sedangkan pd ca prostat : konsistensi prostat keras/teraba nodul, mungkin diantara
lobus prostat tdk simetri Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Hiperplasia Prostat Benigna (Etiologi) Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
• Pemeriksaan penunjang :
• Sendimen urin : u/ mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pd sal kemih
• Kultur urin : mencari jenis kuman yg menyebabkan infeksi & menentukan sensitivitas
kuman thd berberapa antimikroba yg diujikan
• Faal ginjal : kemungkinan adanya penyulit yg mengenai sal kemih bg atas
• Gula darah : emncari kemungkinan adanya DM  kelainan saraf pd buli2 (buli2 neurogenik)
• PSA : jika dicurigai keganasan prostat
• Tatalaksana :
Observasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal
• Menunggu • Penghambat • Prostatektomi • TUMT
(Watchful waiting) adrenergik-α terbuka • TUBD
• Penghambat • Endourologi • Stent uretra
reduktase-α TUR P • TUNA
• Fitofarmaka TUIP
• Hormonal TULP
Elektrovaporisasi
Smith’s General Urology, 17th ed
Nodular hyperplasia of the prostate
(BPH)
Low-power photomicrograph
demonstrates a well-demarcated
nodule at the right of the field, with
a portion of urethra seen to the left.
In other cases of nodular
hyperplasia, the nodularity is caused
predominantly by stromal, rather
than glandular, proliferation

Robbins basic pathology. Kumar, Abbas, Aster. 9th ed.


Nodular hyperplasia of the
prostate (BPH)
Higher-power photomicrograph
demonstrates the morphology of
the hyperplastic glands, which are
large, with papillary infolding

Robbins basic pathology. Kumar, Abbas, Aster. 9th ed.


KARSINOMA PROSTAT
Karsinoma Prostat
• Definisi : tumor yg berada pd kelenjar prostat tumbuh menembus kapsul prostat &
mengadakan infiltrasi ke organ sekitarnya
• Epidemiologi : keganasan terbanyak diantara sistem urogenitalia pria, menyerang ps usia > 50
th, 30% diantaranya menyerang pria umur 70-80 th & 75% > 80 th, jarang menyerang < 45 th
• Etiologi : predisposisi genetik, pengaruh hormonal, diet, pengaruh lingkungan, & infeksi
• Patofisiologi :
• Kelenjar prostat normal  PIN (prostate intraepithelial neoplasia)  karsinoma prostat 
karsinoma prostat std lanjut  karsinoma prostat metastasis  HRPC (hormone refractory
prostate cancer)
• Tanda & gejala :
• Gangguan saluran kemih : kesulitan miksi, nyeri kencing, hematuria  kanker telah
menekan uretra
• Kanker dpt menekan rectum & sebabkan keluham BAB
• Yg sudah metastasis ke tulang : nyeri tulang, fraktur pd tempat metastasis, kelainan
neurologis (metastasis pd tulang vertebra)
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Staging Smith’s General Urology, 17th ed
Staging

http://www.prostate.org.au/awareness/for-recently-diagnosed-men-and-their-families/partners-and-carers/diagnosis/grading-and-staging-of-
prostate-cancer/
Karsinoma Prostat
• Pemeriksaan fisik :
• Colok dubur : nodul keras pd prostat, pd std dini seringkali sulit u/ mendeteksi kanke
rprostat mll colok dubur  harus dibantu dng TRUS
• Pemeriksaan penunjang :
• Penanda tumor : PAP & PSA
• USG transrektal (TRUS)
• CT scan & MRI
• Bone scan
• Tatalaksana :
• Observasi
• Prostatektomi radikal
• Radiasi
• Terapi hormonal
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Tatalaksana
1. Observasi  pd stadium T1 dgn harapan hidup <10 tahun
2. Prostatektomi radikal  pengangkatan prostat dan vesikula seminalis
3. Radiasi  utk ps, tua dgn tumor loko-invasif dan tumor yg telah metastasis
4. Terapi hormonal
Tindakan / Obat Mekanisme Kerja Macam Obat
Orkidektomi Menghilangkan sumber androgen dari testis

Estrogen Anti androgen DES (di-etil stilbesterol)


LHRH agonis Kompetisi dgn LHRH Leuprolide, buserelin, goserelin

Antiandrogen non steroid M’hambat sintesa androgemn Ketonazole, aminoglutetimid,


spironolaktone
M’hambat aktivitas androgen Flutamine, casodex, megestrol asetat,
siproheptadin

Antiandrogen steroid Siproteron asetat


Blokade androgen total M’hilangkan sumber androgen dgn testis maupun Kombinasi orkidektomi atau LHRH dgn
dari kelenjar suprarenal antiandrogen

KIE : Beberapa nutris yg diduga dapat menurunkan resiko kanker prostat = Vitamin A, beta karoten, kedelai, selenium (ikan laut,
daging dan biji-bijian), dan vitamin E
Smith’s General Urology, 17th ed
Smith’s General Urology, 17th ed
Smith’s General Urology, 17th ed
Tatalaksana
Adenocarcinoma of the
prostate demonstrating
small glands crowded in
between larger benign
glands

Robbins basic pathology. Kumar, Abbas, Aster. 9th ed.


Higher magnification shows
several small malignant glands
with enlarged nuclei, prominent
nucleoli, and dark cytoplasm, as
compared with the larger,
benign gland (top).

Robbins basic pathology. Kumar, Abbas, Aster. 9th ed.


Kelainan pada Skrotum dan Testis (Torsio Testis,
Orkitis, Tumor Testis, Hidrokel, Hernia Skrotalis)
Hernia Skrotalis
Hernia Scrotalis
• Merupakan bagian dari membran yang • Tanda & Gejala:
melapisi rongga perut atau usus menonjol ke • Tonjolan kecil pada satu atau di kedua sisi
daerah yang lemah pada dinding perut bagian selangkangan
bawah (sepanjang kanalis inguinalis) • Ketidaknyamanan / nyeri pada pangkal
• Klasifikasi paha terutama ketika
• membungkuk, mengangkat /batuk
• Indirect inguinal hernias  cacat pada • Perasaan seperti lemah, berat, terbakar /
dinding perut yang bawaan / sejak lahir sakit di selangkangan
• Direct inguinal hernias  biasanya • Pembengkakan pada skrotum
terjadi pada orang dewasa ♂ sebagai
• Patfis:
penuaan, stress atau ketegangan &
melemahkan otot-otot perut di sekitar • Tekanan intraabdominal meningkat pada
kanalis inguinalis. kasus batuk kronis, ascites, peritoneal
dialysis, obstipasi

Source : http://www.niddk.nih.gov/health-information/health-topics/digestive-diseases/inguinal-hernia/Pages/facts.aspx
• Gambaran klinis:
• Groin pain karena nervusnya ditekan
• Pressure/heaviness in groin
• Referred pain
• Hernia makin lama makin besar
• Pemeriksaan fisik:
• Inspeksi: Abnormal bulge
• Palpasi: memasukan jari telunjuk ke
cincin inguinal externus, pasien diminta
untuk melakukan maneuver vasalva
untuk mengeluarkan content hernia
• Imaging:
• USG
• CT
• MRI
• Terapi:
• Operasi
Torsio Testis
Torsio Testis
• Definisi : terpluntirnya funikulus spermatikus yg berakibat terjadinya gangguan aliran
darah pd testis
• Etiologi : kelainan sistem penyanggah testis
• Epidemiologi : diderita oleh 1 dari 4000 pria yg umurnya < 25 th, keadaan ini banyak
diderita o/ anak pd masa pubertas (12-20 th)
• Patofisiologi :
• otot kremaster berfungsi u/ menggerakkan testis mendekati & menjauhi rongga
abdomen guna mempertahankan suhu ideal u/ testis. Adanya kelaian pd sistem
penyanggah testis  testis dpt alami torsio jika bergerak scr berlebihan
• Berberapa keadaan yg menyebabkan : perubahan suhu mendadak, ketakutan,
latihan yg berlebihan batuk, celana yg tll ketat, defekasi, atau trauma yg
mengenai skrotum
• Terpluntirnya funikulus spermatikus sebabkan obstruksi aliran darah testis 
testis hipoksia, edema testis, iskemia  testis nekrosis
Smith’s General Urology, 17th ed
Torsio Testis
• Tanda & gejala :
• Akut skrotum : nyeri hebat di daerah skrotum mendadak & diikuti pembengkakan pd testis
• Nyeri dpt menjalar ke daerah inguinal
• Bayi : gejala tdk khas, rewel, gelisah, tidak mau menyusu
• Pemeriksaan fisik :
• Testis bengkak, letaknya > tinggi & > horizontal drpd testis sisi kontralateral
• Penebalan funikulus spermatikus
• Pemeriksaan penunjang :
• Sendimen urin : tdk menunjukkan leukosit dlm urin
• Pemeriksaan darah : tidak menunjukkan tanda2 inflamasi
• USG Doppler, stetoskop Doppler, & sintigrafi testis  menilai adanya aliran darah ke testis
• Diagnosis banding : epididimitis akut, hernia skrotalis inkarserata, hidrokel terinfeksi, tumor
testis, edema skrotum
• Tatalaksana : detorsi manual, operasi (orkidopeksi)
Smith’s General Urology, 17th ed
Orchitis
Orkhitis
• Definisi : inflamasi jaringan testis
• Etiologi :
• paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri (epididimo-orkhitis)
• Infeksi virus jg dapat terjadi dlm bentuk orkhitis gondok (mumps orchitis)
• Epidemiologi : terjadi pd kurang lebih 30% laki2 postpubertal yang pernah
menderita parotitisis
• Komplikasi : atrofi testis biasanya terjadi jika infeksi disebabkan oleh virus, tetapi
jarang terjadi jika infeksi disebabkan oleh bakteri

Smith’s General Urology, 17th ed


Tumor Testis
Tumor Testis

• Definisi : keganasan yang terjadi pada sel2 testis


• Epidemiologi :
• Keganasan terbanyak pd pria usia 15-35 th & merupakan 1-2% semua neoplasma pd
pria
• Angka mortalitasnya menurun dr 50% (1970) menjadi 5% (1997)
• Etiologi : maldesensus testis, trauma testis, atrofi atau infeksi testis, pengaruh hormon
• Klasifikasi :
• Primer :
• Germinal :
• Seminoma : spermatosistik, anaplastik, klasik
• Non seminoma : karsinoma sel embrional, koriokarsinoma, teratoma, tumor
yolk sac
• Non germinal : tumor sel leydig, tumor sel sertoli, gonadoblastoma
• Sekunder : limfoma & leukemia infiltratif

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Smith’s General Urology, 17th ed
Staging

Smith’s General Urology, 17th ed


• Tanda & gejala : pembesaran testis seringkali tdk nyeri (30% nyeri & terasa berat pd kantong
skrotum, 10% merasa nyeri akut pd skrotum), terdapat massa di perut sblh atas krn
pembesaran kelenjar pd aorta, benjolan pd kelenjar leher, ginekomastia
• Pemeriksaan fisik : benjolan padat, keras, tidak nyeri pd palpasi, & tidak menunjukkan tanda
transiluminasi
• Pemeriksaan penunjang :
• Penanda tumor :
• AFP : glikoprotein yg diproduksi o/ karsinoma embrional, teratokarsinoma, tumor yolk
sac, tetapi tdk diproduksi o/ koriokarsinoma murni & seminoma murni
• HCG : glikoprotein yg pada keadaan normal diproduksi o/ trofoblas. Meningkat pd
semua ps koriokarsinoma, 40-60% karsinoma embrional, 5-10% seminoma murni
• Pencitraan
• USG : membedakan lesi intra atau ekstratestikuler & massa padat atau kistik
• MRI : dpt mengenali tunika albuginea  dpt dipakai u/ menentukan luas ekstensi
tumor testis
• CT scan : ada tidaknya metastasis pd retroperitoneum
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
• Tatalaksana :
• Orkidektomi dilakukan mll pendekatan inguinal setelah mengangkat testis & funikulus
spermatikus sampai annulus inguinalis internus
• Biopsi atau pendekatan trans-scrotal tidak diperbolehkan krn ditakutkan akan membuka
peluang sel2 tumor mrngadakan penyebaran
• Jenis seminoma memberi respon yg cukup baik thd radiasi, sedangkan jenis non seminoma
tidak sensitif  radiasi eksterna dipakai sbg ajuvan th/ pd seminoma testis
• Pada non seminoma yg belum melewati std III dilakukan pembersihan kelenjar
retroperitoneal atau RPLND (retroperitoneal lymphonode dissection)
• Tindakan diseksi kelenjar didahului dng pemberian sitostatika dng harapan akan tjd
downstaging & ukuran tumor akan mengecil

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Smith’s General Urology, 17th ed
Seminoma Testis
 is a pathologic diagnosis in which only seminomatous elements are observed upon
histopathologic review after a radical orchiectomy and in which serum alpha-fetoprotein
(AFP) is within the reference range.

Signs and symptoms


The typical presentation in testicular Uncommon presentations include the
seminoma is as follows: following:
• A male aged 15-35 years presents with a • Testicular pain, possibly with an acute
painless testicular lump that has been onset; may be associated with a
noticeable for several days to months hydrocele
• Patients commonly have abnormal • A metastatic testis tumor may manifest as
findings on semen analysis at large retroperitoneal and/or chest
presentation, and they may be subfertile lesions, while the primary tumor is
[3] nonpalpable
• Patients may present with a hydrocele,
and scrotal ultrasonography may identify
a nonpalpable testis tumor
https://emedicine.medscape.com/article/437966-overview
Diagnosis

• Laboratory studies for testicular seminoma are as follows:


• An elevated AFP level rules out pure seminoma, despite possible contrary
histopathologic orchiectomy findings
• Lactate dehydrogenase (LDH) is a less-specific marker for GCTs, but levels can
correlate with overall tumor burden
• Beta–human chorionic gonadotropin (beta-hCG) levels are elevated inn 5-10% of
patients with seminomas; elevation may correlate with metastatic disease but
not with overall survival
• Placenta-like alkaline phosphatase levels can be elevated in patients with
seminoma, especially as the tumor burden increases; however, it may also
increase with smoking

https://emedicine.medscape.com/article/437966-overview
Teratoma Testis
• It is a type of germ cell tumour as it arises from sperm precursors. Germ cell tumours
are by far the most common testicular tumours.

RISK FACTOR
• Cryptorchidism: Almost 10% of testicular tumours are found in patients with
cryptorchidism (maldescended testes) but this can occur in either of the testes.
• Genetic predisposition- Specific genes have been identified that play a role in testicular
cancer.
• Previous testicular cancer
• Family history of testicular cancer
• HIV infection
• Abnormalities of testicular development
• Exposure to oestrogens (female sex hormones) in utero.
• Possible testicular torsion (twisting of the spermatic cord disrupting blood supply to the
testes), mumps orchitis, testicular trauma and occupational exposure to chemicals.
Bosl G, Motzer R. Testicular Germ-Cell Cancer. NEJM 1997; 337(4);242-254.
Teratoma
Testicular teratomas contain
mature cells from endodermal,
mesodermal, and ectodermal
lines. A–D, Four different fields
from the same tumor specimen
contain neural (ectodermal) (A),
glandular (endodermal) (B),
cartilaginous (mesodermal) (C),
and squamous epithelial (D)
elements.

Robbins basic pathology. Kumar, Abbas, Aster. 9th ed.


Seminoma of the testis
Microscopic examination
reveals large cells with
distinct cell borders, pale
nuclei, prominent nucleoli,
and a sparse lymphocytic
infiltrate.

Robbins basic pathology. Kumar, Abbas, Aster. 9th ed.


Embryonal carcinoma
Note the sheets of
undifferentiated cells and
primitive gland-like
structures. The nuclei are
large and hyperchromatic

Robbins basic pathology. Kumar, Abbas, Aster. 9th ed.


Yolk sac tumor
demonstrating areas of
loosely textured, microcystic
tissue and papillary
structures resembling a
developing glomerulus
(Schiller-Duval bodies).

Robbins basic pathology. Kumar, Abbas, Aster. 9th ed.


Choriocarcinoma
Both cytotrophoblastic
cells with central nuclei
(arrowhead, upper right)
and syncytiotrophoblastic
cells with multiple dark
nuclei embedded in
eosinophilic cytoplasm
(arrow, middle) are
present. Hemorrhage and
necrosis are prominent

Robbins basic pathology. Kumar, Abbas, Aster. 9th ed.


Robbins basic pathology. Kumar, Abbas, Aster. 9th ed.
Hidrokel dan Varikokel
Hidrokel
• Definisi : penumpukan cairan yg berlebihan antara lapisan parietalis & viseralis tunika vaginalis
• Klasifikasi : hidrokel testis, hidrokel funikulus, hidrokel komunikan
• Etiologi :
• Pd bayi baru lahir : belum sempurnanya penutupan proc vaginalis  tjd aliran cairan
peritoneum ke proc vaginalis, belum smepurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam
melakukan reabsorpsi cairan hidrokel
• Pd org dewasa : idiopatik (primer) & sekunder (kelaianan pd testis atau epididimis 
terganggunya sistem sekresi atau reabsorpsi cairan di kantong hidrokel)
• Tanda & gejala : adanya benjolan di kantong skrotum yg tidak nyeri
• Pemeriksaan fisik :
• Benjolan di kantong skrotum dng konsistensi kistus & pada penerawangan menunjukkan
ada transiluminasi
• Pemeriksaan penunjang :
• Jika hidrokel terinfeksi & kulit skrotum sangat tebal kdg sulit u/ lakukan pemeriksaan tsb 
dibantu dng USG

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Hidrokel
• Tatalaksana :
• Hidrokel pd bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 th  harapan stlh proc
vaginalis menutup, hidrokel dpt sembuh sendiri. Tetapi jika masih ada atau bertambah
besar  koreksi
• Aspirasi cairan tdk dianjurkan  angka kekambuhan tinggi & kdg menimbulkan infeksi
• Operasi, indikasi :
• Hidrokel yg besar  menekan pembuluh darah
• Indikasi kosmetik
• Hidrokel permagna tll berat & ganggu ps dlm lakukan aktivitas
• Pd hidrokel inguinal dilakukan pendekatan inguinal krn seringkali hidrokel ini disertai dng
hernia inguinalis  saat operasi hidrokel sekaligus herniorafi
• Pd hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan scrotal dng lakukan eksisi & marsupialisasi
kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai cara Lord
• Pd hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel scr in toto
• Komplikasi : mudah mengalami trauma & hidrokel permagna dapat menekan pembuluh darah
yg menuju ke testis  atrofi testis
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Varikokel
Definisi
Dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan alira darah balik vena spermatika
interna

Epidemiologi
Terdapat pada 15% pria
Merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria, 21 – 41% pria yang mandul menderita varikokel

Etiologi
Belum diketahui secara pasti penyebabnya, tetapi dibuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering
dijumpai (70 – 93%) daripada varikokel sebelah kanan  dikarenakan vena spermatika omterna kiri
bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kaba
dengan arah miring

Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto, 2011


Varikokel

Vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan
inkompeten
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau bilaterl patut dicurigai adanya: kelainan pada
rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika kanan
pada vena renalis kanan, atau adanya situs inversus
Patogenesis
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara, antara
lain:
1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia karena
kekurangan oksigen
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin) melalui
vena spermatika interna ke testis
3. Peningkatan suhu testis

Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto, 2011


Varikokel

4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-zat hasil
metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga menyebabkan gangguan
spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya infertilitas
Gambaran klinis dan diagnosis
• Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa tahun
menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri
• Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum
kemudian dilakukan palpasi, jika diperlukan pasien diminta untuk melakukan manuver valsava
atau mengedan
• Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing
di dalam kantung yang berada di sebelah kranial testis

Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto, 2011


Varikokel

• Stetoskop doppler sangat membantu karena dapat mendeteksi adanya peningkatan aliran darah
pada pleksus pampiniformis
• Varikokel yang sulit diraba secara klinis disebut varikokel subklinik
• Dengan alat orkidometer dapat menentukan besar atau volume testis
• Pada beberapa keadaan mungkin kedua testis teraba kecil dan lunak, karena telah terjadi
kerusakan pada sel-sel germinal
• Pemeriksaan analisis semen untuk menilai seberapa jauh varikokel telah menyebabkan
kerusakan pada tubuli seminiferi
• Analisis sesmen menunjukkan pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma, meningkatnya
jumlah sperma muda (immature) dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered)

Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto, 2011


Varikokel

Tatalaksana
1. Ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo melalui operasi terbuka atau bedah
laparskopi
2. Varikokelektomi cata Ivanisevich
3. Secara perkutan dengan memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena spermatika interna
Evalauasi tindakan, melihat indikator:
1. Bertambahnya volume testis
2. Perbaikan hasil analisis semen (dikerjakan setiap 3 bulan)
3. Pasangan itu menjadi hamil
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi dari Palomo
didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60 – 80% terjadi perbaikan analisis semen, dan
50% pasangan menjadi hamil

Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto, 2011


Kelainan pada Epididimis
Epididimitis
• Definisi : reaksi inflamasi yg terjadi pd epididimis yg dpt tjd scr akut atau kronis
• Jika tidak ditangani dng baik dpt menular ke testis  orkitis, abses pd testis, nyeri kronis pd
skrotum yg berkepanjangan, & infertilitas
• Etiologi :
• Pria dewasa muda (< 35 th) : Chlamidia trachomatis atau Neiserria gonorhoika
• Anak2 & org tua : E.coli atau Ureoplasma ureolitikum
• Patogenesis : inflamasi berasal dr bakteri yg berada di dlm buli2, prostat, atau uretra yg scr
ascending menjalar ke epididimis. Dpt juga tjd refluks urin mll duktus ejakulatorius atau
penyebaran bakteri scr hematogen atau lsg ke epididmitis spt pd penyebaran kuman
tuberculosis
• Tanda & gejala :
• Ps mengeluh nyeri mendadak pd daerah skrotum, diikuti dng bengkak pd kauda hingga
kaput epididymis
• Disertai demam, malaise, & nyeri hingga ke pinggang
• Gejala sulit dibedakan dng torsio testis  pd epididimitis akut jika dilakukan elevasi testis,
nyeri akan berkurang, berbeda dng torsio testis
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Epididimitis
• Pemeriksaan fisik :
• Bengkak pd hemiskrotum, & kdg pd palpasi sulit u/ memisahkan antara epididimis dng
testis
• Mungkin disertai dng hidrokel sekunder akibat reaksi inflamasi pd epididimis
• Reaksi iflamasi & bengkak dpt menjalar ke funikulus spermatikus pd daerah inguinal
• Pemeriksaan penunjang :
• Urinalisis & darah lengkap  membuktikan adanya proses inflamasi
• USG Doppler & stetoskop Doppler  ↑ aliran darah di daerah epididimis
• Tatalaksana :
• Ps yg usia <35 th dng perkiraan kuman penyebab adl Chlamidia trachomatis atau Neiserria
gonorhoica  amoksisilin dng probenesid, atau seftriakson yg diberi scr IV, selanjutnya
diteruskan doksisiklin atau eritromisin per oral slm 10 hari
• KIE :
• Memakai celana ketat agar testis terangkat (terletak > tinggi), kurangi aktivitas
• u/ kurangi nyeri dpt dikompres dng es

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Spermatokel
• A spermatocele (or spermatic cyst) is a fluid-filled sac that grows in the
epididymis.

• Vary in size. They typically don’t hurt, but they could cause pain if they grow too
large. Spermatoceles can be smooth. They might also be filled with a whitish,
cloudy fluid. Sometimes, they hold sperm. Most of the time, they’re benign (not
cancerous). Still, if you notice a growth near your penis or scrotum (the pouch
that holds your testicles), see your doctor to have it checked.

• Etiologi: terjadi ketika sperma berkumpul di epididimis, tapi tidak ada penyebab
khusus

https://emedicine.medscape.com/article/443432-overview
Tanda dan Gejala: Tatalaksana:
Tidak ada yang spesifik, tapi • Analgetik  meredakan rasa
akan terasa benjolan saat PF sakit
• Antibiotik  jika ada infeksi
Diagnosis: • Aspirasi  membantu
PF, Transiluminasi, Ultrasound meringankan beberapa rasa sakit
dan tekanan spermatokel.

https://emedicine.medscape.com/article/443432-overview
LI 4 : Gangguan ginjal, VU, urethra (trauma,
non trauma)
Trauma ginjal
Cedera ginjal dapat terjadi secara:
• langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang
• tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan
ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum.
• Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal
dibedakan menjadi:
(1) cedera minor
(2) cedera major
(3) cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Diagnosis
Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat:
1. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan
perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya
jejas pada daerah itu.
2. Hematuria
3. Fraktur kosta sebelah bawah (T8-12) atau fraktur prosesus spinosus
vertebra
4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang
5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau
kecelakaan lalu lintas.

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Gejala klinik
• Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di
daerah pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat
hematuria makroskopik ataupun mikroskopik.
• Pada trauma major atau ruptur pedikel seringkali pasien datang
dalam keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah
pinggang yang makin lama makin membesar.

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Tatalaksana
Konservatif
• Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini
dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, dan suhu tubuh),
kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang, adanya
pembesaran lingkaran perut, penurunan kadar hemoglobin darah,
dan perubahan warna urine pada pemeriksaan urine serial.

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Operasi
• Operasi ditujukan pada trauma ginjal major dengan tujuan untuk
segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu
dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renorafi atau
penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan
nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal
yang sangat berat.

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Ruptur ureter
• Cedera yang terjadi pada ureter akibat tindakan operasi terbuka dapat berupa:
ureter terikat, crushing karena terjepit oleh klem, putus (robek), atau
devaskularisasi karena banyak jaringan vaskuler yang dibersihkan

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Tindakan
• Tindakan yang dilakukan terhadap cedera ureter tergantung pada saat
cedera ureter terdiagnosis, keadaan umum pasien, dan letak serta derajat
lesi ureter. Tindakan yang dikerjakan mungkin:
1. Ureter saling disambungkan (anastomosis end to end)
2. Inplantasi ureter ke buli-buli (neoimplantasi ureter pada buli-buli, flap
Boari, atau Psoas hitch)
3. Uretero-kutaneostomi
4. Transuretero-ureterotomi (menyambung ureter dengan ureter pada sisi
yang lain)
5. Nefrostomi sebagai tindakan diversi atau nefrektomi.

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Ruptur uretra
• Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma
uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal
etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan, serta prognosisnya

Etiologi
• cedera yang berasal dari luar (eksternal)
• cedera iatrogenikakibat instrumentasi pada uretra

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Ruptur uretra anterior

Paling sering pada bulbosa disebut Straddle Diagnosis


Injury, dimana robekan uretra terjadi antara • Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya
ramus inferior os pubis dan benda yang perdarahan per-uretram atau hematuria.
menyebabkannya. Terdapat daerah memar atau
hematoma pada penis dan scrotum • Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum,
(kemungkinan ekstravasasi urine) terlihat adanya hematom pada penis atau
hematoma kupu-kupu. Pada keadaan ini
seringkali pasien tidak dapat miksi.
Penyebab tersering : straddle injury ( cedera • Pemeriksaan uretrografi retrograd pada
selangkangan ) Jenis kerusakan : kontusio uretra tidak menunjukkan adanya
• Kontusio dinding uretra. ekstravasasi kontras, sedangkan pada ruptur
• Ruptur parsial. uretra menunjukkan adanya ekstravasasi
kontrasdi pars bulbosa.
• Ruptur total.

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Ruptur uretra posterior :

• paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis.


• Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin
pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea.
• Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis
menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-
prostatikum ikut terobek, prostat beserta bulibuli akan terangkat ke kranial

GAMBARAN KHAS
1. perdarahan per-uretram
2. retensi urine
3. pada pemeriksaan colok dubur didapatkan adanya floating prostate (prostat melayang) di
dalam suatu hematom.
4. Pada pemeriksaan uretrografi retrograd mungkin terdapat elongasi uretra atau
ekstravasasi kontras pada pars prostato-membranasea
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
Melalui gambaran uretrogram , Colapinto dan McCollum (1976) membagi
derajat cedera uretra dalam 3 jenis:
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching
(peregangan). Foto uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi,
dan uretra hanya tampak memanjang
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato-membranasea,
sedangkan diafragma urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram
menunjukkan ekstravasasi kontras yang masih terbatas di atas diafragma
urogenitalis.
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah
proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras
meluas hingga di bawah diafragma urogenitalia sampai ke perineum

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Trauma vesika urinaria
• ETIOLOGI
• Trauma tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli.
• Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan operasi Trans
• uretral Resection ( TUR )

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


• Ruptur buli-buli
dibedakan 2 macam, yaitu :
• Intra peritoneal : peritoneum yang menutupi bagian atas / belakang
dinding buli-buli robek sehingga urin langsung masuk ke dalam
rongga peritoneum.
• Ekstra peritoneal : peritoneum utuh, dan urin yang keluar dari ruptura
tetap berada diluar. Akibat luka tusuk misalnya ujung pisau, peluru

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


TANDA DAN GEJALA KOMPLIKASI
• Nyeri supra pubik baik verbal maupun • Urosepsis.
saat palpasi. • lemah akibat anemia.
• Hematuria.
• Ketidakmampuan untuk buang air kecil. PENATALAKSANAAN
• Regiditas otot. • Atasi syok dan perdarahan.
• Ekstravasase urine • Istirahat baring sampai hematuri hilang.
• Suhu tubuh meningkat. • Bila ditemukan fraktur tulang punggung
disertai ruftur vesica
PEMERIKSAAN LABORATORIUM / • urinaria intra peritoneal dilakukan operasi
DIAGNOSTIK sectio alta yang dilanjutkan dengan
laparatomi.
• Hematokrit menurun.
• Cystografi : menunjukkan ekstravasase
urine, vesika urinaria dapat pinddah atau
tertekan.
Dasar-dasar Urologi, Edisi 3
STIKTURA URETRA
• A urethral stricture is a narrowing of the urethra caused by scarring, which
functionally has the effect of obstructing the lower urinary tract.
The main symptoms  obstructed and irritated micturition, with increased
urination time and a feeling of incomplete bladder emptying, combined with
increased micturition frequency and urgency. Particularly in patients who have
previously undergone transurethral interventions or had a long-term indwelling
catheter during treatment for another disease, these symptoms should suggest the
possibility of stricture

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3627163/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3627163/
LI 5 : Pemeriksaan Rectal Toucher
Colok Dubur (Rectal Toucher)
• Memasukkan jari telunjuk yg sudah diberi pelican ke dlm lubang dubur
• Pemeriksaan ini menimbulkan rasa sakit & menyebabkan kontraksi sfingter ani 
menyulitkan pemeriksaan
• Perlu dijelaskan dulu ttg pemeriksaan yg akan dilakukan, agar ps dpt kerjasama dlm
pemeriksaan
• Pd pemeriksaan yg dinilai adalah :
• Tonus sfingter ani & refleks bulbokavernosus (BCR)
• Mencari kemungkinan adanya massa di dlm lumen rectum
• Menilai keadaan prostat
• Penilaian BCR dilakukan dng cara merasakan adanya refleks jepitan pd sfingter ani pd jari
akibat rangsangan sakit yg kita berikan pd glans penis atau klitoris

Dasar-dasar Urologi, Edisi 3


Daftar Pustaka
• Sobotta. Atlas anatomi manusia. Edisi 23. Jakarta : EGC,2013.
• Gartner LP, Hiatt JL. Color atlas and text histology. 6th ed. Philadelphia : Wolters
Kluwer (Lippincott Williams and Wilkins), 2014.
• Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 9th ed. Belmont: Cole
Cencage Learning; 2016.
• Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. CV. Sagung Seto. Jakarta. 2011.
• Tanagho EA, dkk. Smith’s general urology. Edisi 17. Lange Medical Book/Mc. Graw
Hill. USA. 2008.
• Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Collins T. Robbins and Cotran, Pathologic basis of
disease. 9th ed. Philadelphia : Elsevier & Saunders, 2015.
• Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ed. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II.
Edisi 6. Interna publishing, Jakarta. 2014

Anda mungkin juga menyukai