0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
13 tayangan26 halaman
Kasus sindroma porous diafragma dengan timoma berulang yang menunjukkan asites masif. Peningkatan tekanan intra-abdomen akibat asites dan penipisan diafragma dapat menyebabkan terbentuknya lubang pada diafragma. Thoracentesis mengubah gradien tekanan hidrostatik dan memicu aliran besar ascites ke rongga pleura melalui lubang di diafragma.
Kasus sindroma porous diafragma dengan timoma berulang yang menunjukkan asites masif. Peningkatan tekanan intra-abdomen akibat asites dan penipisan diafragma dapat menyebabkan terbentuknya lubang pada diafragma. Thoracentesis mengubah gradien tekanan hidrostatik dan memicu aliran besar ascites ke rongga pleura melalui lubang di diafragma.
Kasus sindroma porous diafragma dengan timoma berulang yang menunjukkan asites masif. Peningkatan tekanan intra-abdomen akibat asites dan penipisan diafragma dapat menyebabkan terbentuknya lubang pada diafragma. Thoracentesis mengubah gradien tekanan hidrostatik dan memicu aliran besar ascites ke rongga pleura melalui lubang di diafragma.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKAIRAAT PALU 2019 ABSTRAK • Sindroma porous diafragma menggambarkan adanya defek pada diafragma di mana zat-zat berpindah dari rongga peritoneum ke ruang pleura. • Defek yang terjadi dapat berupa cacat bawaan atau cacat yang diperoleh. • Defek yang diperoleh dapat disebabkan oleh penipisan dan pada akhirnya terjadi pembelahan serat kolagen di bagian tendon diafragma. • Kami melaporkan kasus sindroma porous diafragma dengan timoma berulang yang menunjukkan asites masif. • Peningkatan tekanan intra-abdomen akibat asites dan penipisan diafragma dapat diakibatkan oleh karena kekurangan gizi akibat keganasan, sehingga mengakibatkan pembentukan lubang. • Thoracentesis mengubah keseimbangan tekanan hidrostatik, yang dimulai dari aliran volume besar ascites ke rongga pleura melalui lubang di diafragma. PENDAHULUAN
• Sindrom porous diafragma menggambarkan
adanya defek pada diafragma dimana zat, seperti cairan, darah, gas, jaringan, atau eksudat, dapat lolos dari rongga peritoneum ke dalam rongga pleura. • Salah satu mekanisme pengembangan lubang pada diafragma adalah melalui peningkatan tekanan intraabdominal oleh ascites. Penipisan diafragma juga dapat terjadi akibat kekurangan gizi yang disebabkan oleh keganasan, dimana ikatan kolagen dari bagian tendon diafragma terputus. • Dalam laporan ini, kami menyajikan kasus sindrom porous diafragma dimana pasien memiliki asites masif akibat thymoma berulang.
• Perubahan gradien tekanan hidrostatik yang
melintasi diafragma oleh thoracentesis memicu timbulnya dyspneu tiba-tiba yang disebabkan oleh aliran volume yang besar dari ascites ke dalam rongga pleura melalui lubang di diafragma. CASE REPORT • Seorang laki-laki 67 tahun dirujuk ke rumah sakit kami pada musim panas tahun 2016 untuk mengontrol ascites dan edema pada kakinya. Dia didiagnosis menderita thymoma pada tahun 1992, yang mana dia menjalani thymectomy yang dilanjutkan dengan menerima radioterapi. Sampai dirujuk kepada kami, • Pasien tsb memiliki 2 episode berulang. Pertama terjadi pada tahun 1996. Dia menjalani operasi akibat tumor yang kambuh dan menerima kemoterapi. Kekambuhan yang kedua terjadi pada tahun 2004. Dia memiliki operasi yang luas untuk metastasis luas, tapi operasi itu tidak mampu mengangkat tumor sepenuhnya.
• Setelah terjadi dua episode berulang, ia tidak
menerima kemoterapi atau radioterapi. • Pada rujukan kami, pemeriksaan Computed tomography (CT) Scan menunjukkan massa pada peritoneum kiri, diseminasi peritoneal dengan asites masif, dan beberapa metastase tulang • Pada saat ini, terdapat sejumlah kecil efusi pleura • Dari hasil biopsi massa peritoneal kiri, dia didiagnosis mengalami jenis thymoma B1 berulang. • Oktober 2016, terapi lini kedua dari everolimus diresepkan dengan dosis 5 mg • Pada bulan September 2016, per hari, dengan pengurangan sebagai terapi lini pertama, dosis untuk setiap hari setelah pasien diberikan carboplatin 15 hari karena pengembangan (AUC 6) pada hari 1 dan trombositopenia. paclitaxel (200 mg / m2), pada hari 1 untuk siklus 3 minggu. • Ketika efusi pleura kanan dan asites terus meningkat, • Pada hari ke-6, karena hipo- everolimus dihentikan setelah gammaglobulinemia, pasien 1 bulan. mengalami pneumonia berat dengan febrile neutropenia, dan pulih setelah pemberian antibiotik. • Desember 2016, paclitaxel (80 mg / m2) diberikan setiap 3 - 4 minggu sebagai terapi lini ketiga. Selama perawatan, perut pasien secara bertahap menjadi membesar, dan efusi pleura kanan meningkat. • Setelah empat siklus, thoracentesis dilakukan, sehingga mengeluarkan 800 ml cairan. • 70 menit setelah thoracentesis pasien mengalami dyspnea akut, dan memerlukan 7 L oksigen menggunakan masker non- rebreathing dengan reservoir bag untuk mempertahankan Sp02 lebih dari 90%. • Rontgen thorax menunjukkan hampir opasifikasi hemithorax kanan, dan CT scan menunjukkan efusi pleura masif . • Tabung thoracostomy segera terisi 10 L cairan sanguinous. • Saat cairan dikeluarkan, perut buncit menjadi rata, dan dyspnea membaik. Sejak hari berikutnya dan seterusnya, cairan pada chest tube menurun tapi tidak berhenti. • OK-432 adalah stimulan kekebalan yang diperoleh dari Streptococcus pyogenes, dari Streptococcus pyogenes, yang banyak digunakan di Jepang untuk pleurodesis kimia.
• Sementara pleurodesis dengan OK-432
dicoba,ternyata tidak efektif dalam menghentikan cairan dari chest tube.
• Kondisi umum secara bertahap memburuk, dan ia
meninggal 12 hari kemudian. • Pemeriksaan otopsi menunjukkan satu lubang (1 mm diameter) pada diafragma kanan, yang tidak sesuai dengan posisi thoracentesis (Gambar.2). Selain itu, tidak ada metastasis di lubang, sementara ada beberapa metastasis pada diafragma (Gambar.2). ( A) abdomen computed tomography (CT) Scan menunjukkan efusi pleura (panah putih); (B) CT Scan abdomen menunjukkan thymoma berulang (panah putih); (C) CT Scan abdomen menunjukkan asites masif; (D) CT scan menunjukkan beberapa metastasis tulang; (E) Rontgen dada menunjukkan sebelum thoracentesis dan (F) 2 jam setelah thoracentesis; dan (G) CT-scan perut menunjukkan sebelum thoracentesis dan (H) setelah torakotomi penyisipan tabung. DISKUSI
• Sindrom porous diafragma adalah istilah
umum yang menggambarkan sekelompok kondisi yang ditandai dengan defek anatomi pada diafragma, dimana zat melewati rongga peritoneum ke dalam rongga pleura. • Dapat disebabkan oleh beberapa penyakit yang berbeda, dan dalam beberapa penyakit, tidak ada cacat yang jelas diamati. • Diafragma normal terdiri dari bagian tendon tengah dan bagian otot perifer. Cacat diafragma terutama terjadi pada bagian tendon dari diafragma pusat dan yang umumnya sering terjadi pada hemidiafragma.
• Pasien dapat datang dengan cacat tunggal atau
multiple; cacat dapat bervariasi dalam ukuran mulai dari dari sebesar lubang jarum ke sentimeter atau dengan diameter yang lebih.
• Cacat dapat berupa cacat bawaan atau yang diperoleh.
• Selain porositas di hemidiafragma kanan, sisi dominasi sindrom ini dijelaskan oleh tiga alasan berikut. • Pertama, Sirkulasi peritoneum yang dihasilkan oleh peristaltik usus adalah preferensial flow dari cairan peritoneal dari panggul ke kuadran kanan atas • Kedua, Tekanan tertinggi pada panggul dan terendah di kuadran kanan selama inspirasi. • Ketiga, diafragma yang berkontraksi diatas hepar relative lebih kuat bertindak sebagai piston dan menghasilkan aliran searah dari perut ke rongga pleura. • Dalam kasus ini, sulit untuk menentukan kapan defek pertama muncul pada diafragma. • Efusi pleura muncul ketika tymoma berulang terdiagnosis. Efusi pleura kanan terakumulasi selama lini kedua pengobatan. • Mengeluarkan efusi pleura melalui thoracocentesis akan memicu terbentuknya lubang. • Pemeriksaan autopsy menggambarkan bahwa kondisi yang mendasari sindrom tersebut bukanlah metastasis dari tumor tetapi asites masif. • Lubang mungkin terbentuk atau berasal dari defek yang kecil ketika efusi pleura kanan dideteksi. Diafragma berlubang. (A, B, D, E) lubang pada diafragma (panah hitam) dan metastasis (panah putih). (C, F) Histopatologi dari lubang dengan pewarnaan hematoksilin dan eosin. Tidak ada metastasis di lubang. (C) 20 ×, ( F) 100 ×. • Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk menutup defek. Pleurodesis atau operasi toraks yang dibantu dengan video mungkin menjadi pilihan untuk mencapai hal tersebut
• Chest tube digunakan untuk menghilangkan
dyspnea, tetapi menginduksi kehilangan cairan dalam jumlah yang besar, dan begitu ditempatkan sulit untuk dihilangkan. • Singkatnya, dalam hal ini digambarkan kasus porous diafragma sindroum dengan thymoma,
• kasus ini menunjukkan bahwa setiap instansi dari
gradient tekanan tinggi antara cavum abdomen dan rongga pleura dikombinasikan dengan defek atau cacat dengan kelemahan atau cacat difragma yang sudah ada sebelumnya dan dapat mempengaruhi kondisi ini.