Anda di halaman 1dari 26

JOURNAL READING

Oleh :

Nini Inriani Lukman


(12 17 777 14 178)

Pembimbing :

dr. Andry Hamdani. Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH RSU ANUTAPURA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU
2019
ABSTRAK
• Sindroma porous diafragma menggambarkan adanya
defek pada diafragma di mana zat-zat berpindah dari
rongga peritoneum ke ruang pleura.
• Defek yang terjadi dapat berupa cacat bawaan atau
cacat yang diperoleh.
• Defek yang diperoleh dapat disebabkan oleh penipisan
dan pada akhirnya terjadi pembelahan serat kolagen di
bagian tendon diafragma.
• Kami melaporkan kasus sindroma porous diafragma
dengan timoma berulang yang menunjukkan asites
masif.
• Peningkatan tekanan intra-abdomen akibat
asites dan penipisan diafragma dapat
diakibatkan oleh karena kekurangan gizi akibat
keganasan, sehingga mengakibatkan
pembentukan lubang.
• Thoracentesis mengubah keseimbangan
tekanan hidrostatik, yang dimulai dari aliran
volume besar ascites ke rongga pleura melalui
lubang di diafragma.
PENDAHULUAN

• Sindrom porous diafragma menggambarkan


adanya defek pada diafragma dimana zat,
seperti cairan, darah, gas, jaringan, atau
eksudat, dapat lolos dari rongga peritoneum
ke dalam rongga pleura.
• Salah satu mekanisme pengembangan lubang
pada diafragma adalah melalui peningkatan
tekanan intraabdominal oleh ascites.
Penipisan diafragma juga dapat terjadi akibat
kekurangan gizi yang disebabkan oleh
keganasan, dimana ikatan kolagen dari bagian
tendon diafragma terputus.
• Dalam laporan ini, kami menyajikan kasus
sindrom porous diafragma dimana pasien
memiliki asites masif akibat thymoma berulang.

• Perubahan gradien tekanan hidrostatik yang


melintasi diafragma oleh thoracentesis memicu
timbulnya dyspneu tiba-tiba yang disebabkan
oleh aliran volume yang besar dari ascites ke
dalam rongga pleura melalui lubang di diafragma.
CASE REPORT
• Seorang laki-laki 67 tahun dirujuk ke rumah
sakit kami pada musim panas tahun 2016
untuk mengontrol ascites dan edema pada
kakinya. Dia didiagnosis menderita thymoma
pada tahun 1992, yang mana dia menjalani
thymectomy yang dilanjutkan dengan
menerima radioterapi. Sampai dirujuk kepada
kami,
• Pasien tsb memiliki 2 episode berulang.
Pertama terjadi pada tahun 1996. Dia
menjalani operasi akibat tumor yang kambuh
dan menerima kemoterapi. Kekambuhan yang
kedua terjadi pada tahun 2004. Dia memiliki
operasi yang luas untuk metastasis luas, tapi
operasi itu tidak mampu mengangkat tumor
sepenuhnya.

• Setelah terjadi dua episode berulang, ia tidak


menerima kemoterapi atau radioterapi.
• Pada rujukan kami, pemeriksaan Computed
tomography (CT) Scan menunjukkan massa pada
peritoneum kiri, diseminasi peritoneal dengan
asites masif, dan beberapa metastase tulang
• Pada saat ini, terdapat sejumlah kecil efusi pleura
• Dari hasil biopsi massa peritoneal kiri, dia
didiagnosis mengalami jenis thymoma B1
berulang.
• Oktober 2016, terapi lini
kedua dari everolimus
diresepkan dengan dosis 5 mg
• Pada bulan September 2016, per hari, dengan pengurangan
sebagai terapi lini pertama, dosis untuk setiap hari setelah
pasien diberikan carboplatin 15 hari karena pengembangan
(AUC 6) pada hari 1 dan trombositopenia.
paclitaxel (200 mg / m2), pada
hari 1 untuk siklus 3 minggu.
• Ketika efusi pleura kanan dan
asites terus meningkat,
• Pada hari ke-6, karena hipo- everolimus dihentikan setelah
gammaglobulinemia, pasien 1 bulan.
mengalami pneumonia berat
dengan febrile neutropenia,
dan pulih setelah pemberian
antibiotik.
• Desember 2016, paclitaxel (80 mg / m2)
diberikan setiap 3 - 4 minggu sebagai terapi
lini ketiga. Selama perawatan, perut pasien
secara bertahap menjadi membesar, dan efusi
pleura kanan meningkat.
• Setelah empat siklus, thoracentesis dilakukan,
sehingga mengeluarkan 800 ml cairan.
• 70 menit setelah thoracentesis pasien
mengalami dyspnea akut, dan memerlukan 7 L
oksigen menggunakan masker non-
rebreathing dengan reservoir bag untuk
mempertahankan Sp02 lebih dari 90%.
• Rontgen thorax menunjukkan hampir
opasifikasi hemithorax kanan, dan CT scan
menunjukkan efusi pleura masif .
• Tabung thoracostomy segera terisi 10 L cairan
sanguinous.
• Saat cairan dikeluarkan, perut buncit menjadi
rata, dan dyspnea membaik. Sejak hari
berikutnya dan seterusnya, cairan pada chest
tube menurun tapi tidak berhenti.
• OK-432 adalah stimulan kekebalan yang
diperoleh dari Streptococcus pyogenes, dari
Streptococcus pyogenes, yang banyak digunakan
di Jepang untuk pleurodesis kimia.

• Sementara pleurodesis dengan OK-432


dicoba,ternyata tidak efektif dalam menghentikan
cairan dari chest tube.

• Kondisi umum secara bertahap memburuk, dan ia


meninggal 12 hari kemudian.
• Pemeriksaan otopsi menunjukkan satu lubang
(1 mm diameter) pada diafragma kanan, yang
tidak sesuai dengan posisi thoracentesis
(Gambar.2). Selain itu, tidak ada metastasis di
lubang, sementara ada beberapa metastasis
pada diafragma (Gambar.2).
( A) abdomen computed tomography (CT) Scan menunjukkan efusi pleura (panah putih);
(B) CT Scan abdomen menunjukkan thymoma berulang (panah putih);
(C) CT Scan abdomen menunjukkan asites masif;
(D) CT scan menunjukkan beberapa metastasis tulang;
(E) Rontgen dada menunjukkan sebelum thoracentesis dan
(F) 2 jam setelah thoracentesis; dan
(G) CT-scan perut menunjukkan sebelum thoracentesis dan
(H) setelah torakotomi penyisipan tabung.
DISKUSI

• Sindrom porous diafragma adalah istilah


umum yang menggambarkan sekelompok
kondisi yang ditandai dengan defek anatomi
pada diafragma, dimana zat melewati rongga
peritoneum ke dalam rongga pleura.
• Dapat disebabkan oleh beberapa penyakit
yang berbeda, dan dalam beberapa penyakit,
tidak ada cacat yang jelas diamati.
• Diafragma normal terdiri dari bagian tendon tengah
dan bagian otot perifer. Cacat diafragma terutama
terjadi pada bagian tendon dari diafragma pusat dan
yang umumnya sering terjadi pada hemidiafragma.

• Pasien dapat datang dengan cacat tunggal atau


multiple; cacat dapat bervariasi dalam ukuran mulai
dari dari sebesar lubang jarum ke sentimeter atau
dengan diameter yang lebih.

• Cacat dapat berupa cacat bawaan atau yang diperoleh.


• Selain porositas di hemidiafragma kanan, sisi
dominasi sindrom ini dijelaskan oleh tiga alasan
berikut.
• Pertama, Sirkulasi peritoneum yang dihasilkan
oleh peristaltik usus adalah preferensial flow dari
cairan peritoneal dari panggul ke kuadran kanan
atas
• Kedua, Tekanan tertinggi pada panggul dan
terendah di kuadran kanan selama inspirasi.
• Ketiga, diafragma yang berkontraksi diatas
hepar relative lebih kuat bertindak sebagai
piston dan menghasilkan aliran searah dari
perut ke rongga pleura.
• Dalam kasus ini, sulit untuk menentukan kapan
defek pertama muncul pada diafragma.
• Efusi pleura muncul ketika tymoma berulang
terdiagnosis. Efusi pleura kanan terakumulasi
selama lini kedua pengobatan.
• Mengeluarkan efusi pleura melalui
thoracocentesis akan memicu terbentuknya
lubang.
• Pemeriksaan autopsy menggambarkan bahwa
kondisi yang mendasari sindrom tersebut
bukanlah metastasis dari tumor tetapi asites
masif.
• Lubang mungkin terbentuk atau berasal dari
defek yang kecil ketika efusi pleura kanan
dideteksi.
Diafragma berlubang. (A, B, D, E) lubang pada diafragma (panah hitam) dan
metastasis (panah putih). (C, F) Histopatologi dari lubang dengan pewarnaan
hematoksilin dan eosin. Tidak ada metastasis di lubang. (C) 20 ×, ( F) 100 ×.
• Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk
menutup defek. Pleurodesis atau operasi
toraks yang dibantu dengan video mungkin
menjadi pilihan untuk mencapai hal tersebut

• Chest tube digunakan untuk menghilangkan


dyspnea, tetapi menginduksi kehilangan cairan
dalam jumlah yang besar, dan begitu
ditempatkan sulit untuk dihilangkan.
• Singkatnya, dalam hal ini digambarkan kasus
porous diafragma sindroum dengan thymoma,

• kasus ini menunjukkan bahwa setiap instansi dari


gradient tekanan tinggi antara cavum abdomen
dan rongga pleura dikombinasikan dengan defek
atau cacat dengan kelemahan atau cacat
difragma yang sudah ada sebelumnya dan dapat
mempengaruhi kondisi ini.

Anda mungkin juga menyukai