Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 40

PENATALAKSANAAN INTOKSITAS

ORGANOFOSFAT

M. KADAFI
BAB I
PENDAHULUAN
Organofosfat merupakan pestisida yang sangat berbahaya karena ikatan pestisida
organofosfat dan kolinesterase hampir bersifat irreversibel. Intoksikasi dapat timbul akibat
penyerapan dari beberapa tempat termasuk dari kulit dan saluran nafas. Petani yang
menggunakan pestisida organofosfat kemungkinan akan mengabsorpsi pestisida tersebut
dalam jumlah cukup banyak. Tertekan atau terhambatnya kerja kolinesterase akibat absorpsi
pestisida ini kadangkadang sudah sedemikian besar, tetapi belum menunjukkan gejala-gejala
yang jelas.1

Lu F.C., Toksikologi Dasar, ed. 2, UI Press, Jakarta. 1995, 328-330.


BAB I
PENDAHULUAN
Penurunan aktivitas kolinesterase hingga menjadi 60% akan menyebabkan timbulnya
gejala yang tidak pesifik seperti pusing, mual, lemah, sakit dada dan Iain-lain. Pada umumnya
gejala dan kelainan neurologik muncul setelah terjadinya penghambatan 50% atau lebih
aktivitas kolinesterase.
Menurut WHO, penurunan aktivitas kolinesterase sebesar 30% dari normal
menunjukkan telah terjadi pemaparan organofosfat dan petani perlu diistirahatkan hingga
kadar kolinesteraseormal. Aktivitas kolinesterase ini tergantung dari kadar kolinesterase
yang aktif dalam darah.1

R. Mariana, Toksikologi Pestisida Dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida, Media Litbang Kesehatan Volume
XVII Nomor 3 Tahun 2007.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Organofosfat adalah nama umum ester dari asam fosfat. Organofosfat dapat
digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain, fosfat, fosforothioat,
fosforamidat, fosfonat, dan sebagainya.
Contoh dari organofosfat termasuklah insektisida (malathion, parathion,
diazinon, fenthion, dichlorvos, chlorpyrifos, ethion), dan antihelmintik (trichlorfon).

R. Mariana, Toksikologi Pestisida Dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida, Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor
3 Tahun 2007
ETIOLOGI

Senyawa organofosfat pertama kali disintesis pada awal 1800an saat Lassaigne mengetes alkohol
dengan asam fosfat. Tak lama kemudian pada tahun 1854, Philip de Clermount menggambarkan
sintesis tetraetil pirofosfat pada pertemuan Akademi Ilmu Pengetahuan Prancis.
Delapan puluh tahun kemudian, Lange, di Berlin, dan, Schrader, seorang ahli kimia di Bayer AG,
Jerman, menyelidiki penggunaan organofosfat sebagai insektisida. Namun, militer Jerman
mencegah penggunaan organofosfat sebagai insektisida dan malah mengembangkan persenjataan
agen perang kimia (yaitu tabun, sarin, soman). Agen keempat, VX, disintesis di Inggris satu dekade
kemudian. Selama Perang Dunia II, pada tahun 1941, organofosfat diperkenalkan kembali ke
seluruh dunia untuk penggunaan pestisida, sebagaimana aslinya.1

R. Mariana, Toksikologi Pestisida Dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida, Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor
3 Tahun 2007
EPIDEMIOLOGI
Amerika Serikat
Pada tahun 2014, American Association of Poison Control Centers melaporkan 2180 eksposur
tunggal untuk insektisida organofosfat, dengan 20 hasil utama dan tiga kematian. Selain itu, 5138
eksposur tunggal untuk insektisida organofosfat yang dikombinasikan dengan insektisida karbamat
atau non-carbarbamate dilaporkan, dengan tiga hasil utama dan tidak ada kematian.2

Internasional
Racun pestisida adalah salah satu cara paling umum untuk meracuni korban jiwa. Di negara-negara
seperti India dan Nikaragua, organofosfat mudah diakses dan oleh karena itu merupakan sumber
keracunan yang disengaja dan tidak disengaja. Insiden eksposur manusia organofosfat yang terkait
tampaknya remeh.2
R. Mariana, Toksikologi Pestisida Dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida, Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor
3 Tahun 2007
EPIDEMIOLOGI
Amerika Serikat
Pada tahun 2014, American Association of Poison Control Centers melaporkan 2180 eksposur
tunggal untuk insektisida organofosfat, dengan 20 hasil utama dan tiga kematian. Selain itu, 5138
eksposur tunggal untuk insektisida organofosfat yang dikombinasikan dengan insektisida karbamat
atau non-carbarbamate dilaporkan, dengan tiga hasil utama dan tidak ada kematian.2

Internasional
Racun pestisida adalah salah satu cara paling umum untuk meracuni korban jiwa. Di negara-negara
seperti India dan Nikaragua, organofosfat mudah diakses dan oleh karena itu merupakan sumber
keracunan yang disengaja dan tidak disengaja. Insiden eksposur manusia organofosfat yang terkait
tampaknya remeh.2

Katz K D, Sakamoto K M, Pinsky M R. Organophosphate Toxicity. Medscape eMedicine, 2011.


ROUNDUP SIFAT KIMIA
DAN FISIKA
Nama Kimia : N-(phosphonomethyl) glycine
Rumus Empiris : C6H17O5N2P
Berat Molekul : 228
Warna : Larutan berwarna coklat
kuning emas
Berat Jenis : 1,1592 + 0,005
Kekentalan : 14,3 CPS
Kandungan bahan aktif : 486 g/l ipa glifosat (42% w/w
ipa glifosat, setara dengan
glifosat 360 g/L)
pH : 5,7
Flammabilitas : Tidak mudah terbakar
Explosivitas : Tidak mudah meledak
KLASIFIKASI
Terdapat ratusan senyawa organofosfat di pasaran. Senyawa – senyawa tersebut
dikempokkan berdasarkan toksisitanya.

1. Organofosfat dengan toksisitas tinggi ( misalnya tetra ethyl pyrophosphate,


parathion). Umumnya digunakan sebagai insektisida di bidang pertanian.
2. Organofosfat dengan toksisitas menengah (misalnya coumaphos, chlorpyrifos,
trichlorfon). Umumnya digunakan sebagai insektisida binatang.
3. Organofosfat dengan toksisitas rendah (misalnya diazinon, malathion, dichlorpyrifos).
Umumnya digunakan sebagai obat semprot rumah tangga.3

Pratama. N. Intoksikasi Organofosfat. Medicinus 2011;9 (3)


PATOFISIOLOGI Kolinesterase
(enzim yang bertanggung jawab terhadap
metabolisme asetilkolin (ACh) pada sinaps )
Organofosfat
(kolinesterase inhibitor)
ACh tertimbun di sinaps sehingga terjadi stimulasi yang terus
menerus pada reseptor post sinaptik.

Katz K D, Sakamoto K M, Pinsky M R. Organophosphate Toxicity. Medscape eMedicine, 2011.


PATOFISIOLOGI Kolinesterase
(enzim yang bertanggung jawab terhadap
metabolisme asetilkolin (ACh) pada sinaps )
Organofosfat
(kolinesterase inhibitor)
ACh tertimbun di sinaps sehingga terjadi stimulasi yang terus
menerus pada reseptor post sinaptik.

Katz K D, Sakamoto K M, Pinsky M R. Organophosphate Toxicity. Medscape eMedicine, 2011.


FAKTORYANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KERACUNAN

Pemeriksaan yang dapat digunakan sebagai penegas terjadinya keracuan pestisida pada
seseorang adalah kadar aktivitas asetilkolinesterase darah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan faktor-faktor yang
menyebabkan rendahnya aktivitas kolinesterase darah.
Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestisida :
1. Faktor dalam tubuh (internal)
2. faktor dari luar tubuh (eksternal)

Yodenca AR. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Pestisida Organofosfat, Karbamat dan Kejadian Anemia
pada Petani Hortikultura di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang [Tesis]. Semarang: : Universitas
Diponegoro; 2008.
FAKTORYANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KERACUNAN

Faktor-faktor Mempengaruhi Terjadinya Keracunan :


 Faktor dari dalam tubuh
 Faktor dari luar tubuh

Yodenca AR. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Pestisida Organofosfat, Karbamat dan Kejadian Anemia
pada Petani Hortikultura di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang [Tesis]. Semarang: : Universitas
Diponegoro; 2008.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KERACUNAN
Faktor dari luar tubuh :
1. Dosis
2. Lama Kerja
3. Arah Angin
4. Waktu Penyemprotan
5. Frekuensi Penyemprotan
6. Jumlah Jenis Pestisida yang Digunakan
7. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Yodenca AR. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Pestisida Organofosfat, Karbamat dan Kejadian Anemia
pada Petani Hortikultura di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang [Tesis]. Semarang: : Universitas
Diponegoro; 2008.
Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui
berbagai rute, yakni:
1. Penetrasi lewat kulit
2. Terhisap melalui saluran pernapasan
3. Masuk melalui saluran pencernaan

R. Mariana, Toksikologi Pestisida Dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida, Media Litbang Kesehatan Volume XVII Nomor 3 Tahun 2007
Philip Wiliiams, dkk. Properties and Effects of Pesticides In : Priciple of Toxicology. A Wiley – Interscience Publication. New York. 2000. Hal.
345-51
Schulze L.D.. Ogg C.L., Vitzthum E.F., Signs and Symptoms of Pesticide Poisoning dalam http://ianpubs.unl.edu/pesticide/cc2505.htm.
GAMBARAN KLINIS KERACUNAN ORGANOFOSFAT

1. Sindroma muskarinik
 Sindroma muskarinik menyebabkan beberapa gejala yaitu konstriksi bronkus,
hipersekresi bronkus, edema paru, hipersalivasi, mual, muntah, nyeri abdomen,
hiperhidrosis, bradikardi, polirua, diare, nyeri kepala, miosis, penglihatatan kabur,
hiperemia konjungtiva.

Philip Wiliiams, dkk. Properties and Effects of Pesticides In : Priciple of Toxicology. A Wiley – Interscience Publication.
New York. 2000. Hal. 345-51
Schulze L.D.. Ogg C.L., Vitzthum E.F., Signs and Symptoms of Pesticide Poisoning dalam
http://ianpubs.unl.edu/pesticide/cc2505.htm.
GAMBARAN KLINIS KERACUNAN ORGANOFOSFAT

2. Sindroma nikotinik
 Sindroma nikotinik pada umumnya terjadi setelah sindroma muskarinik yang akan mencetuskan terjadinya
sindroma intermediate berupa delayed neuropathy.

 Hiperstimulasi neuromuscular junction akan menyebabkan fasikulasi yang diikuti dengan neuromuscular
paralysis yang dapat berlangsung selama 2-18 hari. Paralisis biasanya juga mempengaruhi otot mata, bulbar,
leher, tungkai dan otot pernafasan tergantung derajat berat keracunan.

Philip Wiliiams, dkk. Properties and Effects of Pesticides In : Priciple of Toxicology. A Wiley – Interscience Publication.
New York. 2000. Hal. 345-51
Schulze L.D.. Ogg C.L., Vitzthum E.F., Signs and Symptoms of Pesticide Poisoning dalam
http://ianpubs.unl.edu/pesticide/cc2505.htm.
GAMBARAN KLINIS KERACUNAN ORGANOFOSFAT

3. Sindroma sistem saraf pusat


 Sindroma sistem saraf pusat terjadi akibat masuknya pestisida ke otak
melalui sawar darah otak.
 Pada keracunan akut berat akan mengakibatkan terjadinya konvulsi.

Philip Wiliiams, dkk. Properties and Effects of Pesticides In : Priciple of Toxicology. A Wiley – Interscience Publication.
New York. 2000. Hal. 345-51
Schulze L.D.. Ogg C.L., Vitzthum E.F., Signs and Symptoms of Pesticide Poisoning dalam
http://ianpubs.unl.edu/pesticide/cc2505.htm.
PENGARUH PAPARAN ORGANOFOSFAT3

4. Organofosfat-Induced Delayed Neuropathy


Organophosphaet-Induced Delayed Neuropathy terjadi 2 – 4 minggu setelah keracunan.
Monitoring untuk pemaparan organofosfat dilakukan dengan penilaian kadar AChE darah. Standar nilai penurunan
AChE di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Normal bila kadar AChE > 75 %
2. Keracunan ringan bila kadar AChE 75 % - 50 %
3. Keracunan sedang bila kadar AChE 50% – 25%
4. Keracunan berat bila kadar AChE < 25%

Philip Wiliiams, dkk. Properties and Effects of Pesticides In : Priciple of Toxicology. A Wiley – Interscience Publication.
New York. 2000. Hal. 345-51
Schulze L.D.. Ogg C.L., Vitzthum E.F., Signs and Symptoms of Pesticide Poisoning dalam
http://ianpubs.unl.edu/pesticide/cc2505.htm.
TATATALAKSANA DASAR KERACUNAN ORGANOFOSFAT
TERDIRI:
Tindakan Supportif dan Dekontaminasi (pencegahan kontak selanjutnya dengan bahan
pestisida)
1. Melakukan eliminasi bahan racun
2. Pemberian anti-dotum
3. Pencegahan terhadap kejadian keracunan selanjutnya.

Tindakan supportif berupa ABC (Airway-Breathing-Circulation), yaitu


 Pemberian oksigenasi dan kalau perlu bantuan ventilasi
 Pertahankan jalan napas tetap bebas
 Mengatasi kondisi hemodinamik tidak stabil dan mengatasi gangguan aritmia.
 Dekontaminasi gastrointestinal dapat dilakukan dengan melakukan kumbah lambung atau pemberian activated charcoal (arang
aktif) atau melalui tindakan endoskopi/tindakan operatif, pencucian mata dan pencucian kulit.

Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN INTOKSITASI

Sebagian besar pasien overdosis atau keracunan secara klinis tidak


stabil saat ditemukan :
 Resusitasi jalan nafas dengan ventilasi
 Perfusi adekuat
 Menjaga tanda vital harus dilakukan pertama kali.
 Monitoring jantung dan pulse oximetry
 Rapid – sequence intubation (rsi) dapat dilakukan pada pasien dengan resiko terjadi sumbatan
jalan nafas.

Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN INTOKSITASI

Sebagian besar pasien overdosis atau keracunan secara klinis tidak


stabil saat ditemukan :
 Pemberian nalokson 2 mg intravena (iv), thiamine 100 mg iv dan dextrose 50% sebanyak 50 ml
iv ( jika pasien hipoglikemia) umumnya diberikan pada pasien koma.
 Pasang akses intravena dan ambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium.
 Pertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan , koreksi kelaian asam basa, berikan obat
pressor, dan antidot.
 Koreksi hipoksia dengan memberikan oksigen harus mempertimbangkan dan mengetahui alat
dan jumlah yang diberikan

Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN INTOKSITASI

Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN INTOKSITASI

Stabilisasi Awal

 Jaga patensi jalan nafas , ventilasi adekuat, cegah aspirasi

 Oksigen

 Jika tidak terdapat gag reflex  intubasi, suction

 Jika pasien letargi tetapi masih terdapat gag reflex, baringkan pasien dalam posisi
lateral dekubitus dengan kedudukan kepala dan badan lebih tinggi daripada tungkai
bawah
Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN INTOKSITASI

Sirkulasi:
Pasang jalur IV: jarum ukuran besar atau CVP

Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN INTOKSITASI

• Tatalaksana syok:
o Cairan kristaloid 20-30 mL/kgBB; dopamine 5-15 µg/kgBB/jam
o DPL, elektrolit, gula darah, fungsi hati, fungsi ginjal
o AGD, pH
• Tatalaksana koma:
o 50 mL glukosa 50% IV dalam 3-4 menit
o Nalokson 0,2-0,4 mg IV; dapat ditambah 1-2 mg tiap 2-3 menit hingga dosis total 10-20 mg.
o Thiamine 100 mg IM jika suspek intoksikasi alkohol/malnutrisi

Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN INTOKSITASI

• Tatalaksana kejang:
• Diazepam 0,1–0,2 mg/kg IV selama 1–2 menit;
• Jika tetap kejang  fenitoin 15–20 mg/kg dengan kecepatan tidak lebih dari
100–150 mg/menit.
• Koreksi asidosis, hipoksemia, gangguan elektrolit, hipertermia.
• EKG
• Cari penyebab penurunan kesadaran lainnya

Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
FARMOKOLOGI

TATALAKSANA LANJUTAN
1. Pencegahan absorpsi
 Dekontaminasi kulit: bersihkan kulit dengan sabun dan air, lepaskan
pakaian yang terkontaminasi
 Dekontaminasi mata: irigasi dengan NaCl 0.9% atau air bersih

Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
FARMOKOLOGI

Dekontaminasi saluran cerna: rangsang muntah (tidak dianjurkan lagi), pengosongan/bilas


lambung, irigasi usus, karbon aktif dan katartik.
Lavase/kumbah lambung:
 (Kumbah Lambung) dilakukan dengan memberikan 5 ml cairan/kgBB dengan sonde
lambung no. 40 (dewasa) dan no. 28 (anak). Tindakan ini akan menurunkan absorpsi
bahan organofosfat hingga 52% bila dilakukan dalam waktu 5 menit, dan dapat
menurunkan absorbsi bahan organofosfat hingga 26% bila dilakukan dalam 30 menit
dan hanya 16% bila dilakukan 1 jam setelah minum bahan organofosfat.
 Komplikasi aspirasi (10%) dan perforasi/salah masuk (1%).
Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
FARMOKOLOGI

Arang aktif
 Dapat diberikan dalam larutan secara oral, dengan dosis 1
gram/kgBB. Tindakan ini efektif menurunkan absorpsi bahan
organofosfat hingga 73% bila diberikan dalam 5 menit, 51% bila
dilakukan dalam waktu 30 menit, dan 36% bila dilakukan dalam
waktu 1 jam. Perlu diwaspadai efek samping mual, muntah, diare
dan konstipasi.
Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
FARMOKOLOGI

Irigasi usus
 Membuang obat/racun yang tidak diserap
 Indikasi pada keracunan obat-obatan lepas lambat , logam berat, “body
packers”.
 Irigasi: 1,5-2 L/jam larutan polietilenglikol melalui NGT
 Kontraindikasi: gangguan proteksi jalan nafas, gangguan usus,
hemodinamik tidak stabil, BU menghilang, muntah-muntah hebat.
Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
FARMOKOLOGI
Peningkatan eliminasi
 Diuresis paksa dan pengaturan pH urin
 Karbon aktif dosis multipel:
 Paling efektif dalam 1 jam pasca keracunan
 Tidak dapat mengikat alkohol, material korosif, dan logam berat
 Dosis awal 1 g/kgBB karbon aktif, selanjutnya 0,5 mg/kgBB setiap 3-4 jam hingga total 3 dosis tambahan
 Diberikan jika racun tertelan dalam jumlah besar, obat-obatan lepas lambat, obat-obatan yang
mengalami siklus enteroenterik atau enterohepatik, terbentuk bezoar dalam lambung
 Kontraindikasi : gangguan jalan nafas, ileus (kontraindikasi relatif)

Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
FARMOKOLOGI

3. Pengeluaran toksin ektrakorporal


 Hemodialisis
 Hemoperfusi

Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
FARMOKOLOGI
4. Antidotum
 Antagonis Muskarinik : Atropin : untuk memperbaiki tanda dan gejala muskarinik.
 Atropin (iv) dapat diberikan secara infus dengan dosis 0.02-0.08 mg/kg selama 30 menit
atau dosis intermiten 2 mg tiap 15 menit sampai hipersekresi terkendali.
 Dosis awal 1 – 3 mg bolus
 5 menit setelahnya, periksa nadi, tekanan darah, ukuran pupil, keringat, dan auskultasi
dada, jjika belum membaik, gandakan dosis pertama.
 Pantau setiap 5 menit, gandakan dosis jika respon masih belum muncul. Jika ada
perbaikan, hentikan penggandaan dosis. Gunakan dosis yang sama atau lebih kecil.
Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing. Jakarta. 2016 ;
630-655.
Eddleston M, Buckley NA, Eyer P, Dawson AH. Management of acute organophosphorus pesticide poisoning. Lancet. Feb 16
2008;371(9612):597-607.
FARMOKOLOGI

4. Antidotum
 Berikan atropiin bolus sampai denyut jantung > 80 kali/menit dan tekanan
darah sistolik >80 mmHg dan lapang paru bersih.
 Setelah pasien stabil, berikan infus atropin setiap jam sebesar 10 – 20%
total dosis yang dibutuhkan untuk menstabilkan pasien.

Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
Eddleston M, Buckley NA, Eyer P, Dawson AH. Management of acute organophosphorus pesticide poisoning. Lancet. Feb
16 2008;371(9612):597-607.
FARMOKOLOGI

Reaktivator kolinesterase : pralidoxime (2-PAM), obidoxime, trimedoxime,


metohoxime untuk memperbaiki tanda dan gejala nikotinik.
 2 g IV selama 20 – 30 mennit dilanjutkan dengan 0,5 – 1 g/jam dalam NS 0,9%. Berikan
pralidoxime sampai atropin tidak digunakan lagi selama 12 – 24 jam dan pasien telah
diekstubasi.
 Diazepam jika ada agitasi dan kejang.
 Dosis awal 2 – 10 mg, dosis maksimal 30 mg

Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
Eddleston M, Buckley NA, Eyer P, Dawson AH. Management of acute organophosphorus pesticide poisoning. Lancet. Feb
16 2008;371(9612):597-607.
FARMOKOLOGI

Reaktivator kolinesterase : pralidoxime (2-PAM), obidoxime, trimedoxime,


metohoxime untuk memperbaiki tanda dan gejala nikotinik.
 2 g IV selama 20 – 30 mennit dilanjutkan dengan 0,5 – 1 g/jam dalam NS 0,9%. Berikan
pralidoxime sampai atropin tidak digunakan lagi selama 12 – 24 jam dan pasien telah
diekstubasi.
Diazepam jika ada agitasi dan kejang.
 Dosis awal 2 – 10 mg, dosis maksimal 30 mg

Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing.
Jakarta. 2016 ; 630-655.
Eddleston M, Buckley NA, Eyer P, Dawson AH. Management of acute organophosphorus pesticide poisoning. Lancet. Feb
16 2008;371(9612):597-607.
FARMOKOLOGI
Kumbah lambung
 Hanya dilakukan setelah pasien stabil, biasanya dilakukan <4jam setelah
keracunan yaitu dengan cara memberikan dan mengaspirasi 5 ml cairan /
kgBB melalui French crogastric Tube (OGT). Dapat menggunakan air atau
NS.
Pemberian activated charcoal 50 mg dalam bentuk suspensi secara oral
melalui cangkir, sedotan atau NGT
Ventilasi: mekanik jika terjadi gagal nafas.6,7
Djoko W. dkk. Dasar – Dasar Keracunan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (EIMED) PAPDI. Buku II. Interna Publishing. Jakarta. 2016 ;
630-655.
Eddleston M, Buckley NA, Eyer P, Dawson AH. Management of acute organophosphorus pesticide poisoning. Lancet. Feb 16
2008;371(9612):597-607.
KOMPLIKASI

 Hipoksia, asidosis, pnemonia, gagal nafas, aritmia jantung.

Kang E-J, Seok S-J, Lee K-H, et al. Factors for Determining Survival in Acute Organophosphate Poisoning. The Korean
Journal of Internal Medicine. 2009;24(4):362-367. doi:10.3904/kjim.2009.24.4.362.
PROGNOSIS

 Angka kematian lebih dari 15% skor APACHE II awal dapat


digunakan sebagai indikator prognostik. Nilai GCS dapat digunakan
untuk memprediksi outcome.
 Hipoksemia, asidosis, dan gangguan elektrolit merupakan faktor
predisposisi komplikasi jantung.

Kang E-J, Seok S-J, Lee K-H, et al. Factors for Determining Survival in Acute Organophosphate Poisoning. The Korean
Journal of Internal Medicine. 2009;24(4):362-367. doi:10.3904/kjim.2009.24.4.362.

Anda mungkin juga menyukai