DIRAWAT DI RUMAH SAKIT: BUKTI UNTUK KEPERAWATAN ANAK
Penelitian ini merupakan literatur dengan menganalisis 30
jurnal yang memiliki topik keperawatan anak yang diterbitkan dari tahun 2004 hingga 2015 yang diambil dari PubMed, Cumulative Index of Nursing and Allied Health Literature (CINAHL), Scopus, Web of Science dan Wiley Online Library. 2
Berdasarkan isi jurnal dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Kurangnya kompetensi staf perawat yang dapat
mengakibatkan risiko keselamatan pasien dan mempengaruhi kualitas perawatan kesehatan anak. Program pelatihan dan pendidikan profesional penting untuk meningkatkan kompetensi perawat dan meningkatkan keamanan pasien anak selama rawat inap
2. Pentingnya menyimpan catatan/grafik pasien, terutama
catatan pasien elektronik (EPR), Pentingnya untuk memenuhi catatan dan daftar periksa pasien sesuai dengan SOP dan meningkatkan sistem verifikasi dokumentasi pasien 3
3. Penggunaan Failure Mode Effects Analysis (FMEA) untuk
menilai perawatan dan mendeteksi laporan kejadian khusus dan kejadian tidak diharapkan (AE) dalam jangka waktu tertentu. Kedua alat digunakan untuk menganalisis insiden dan mempromosikan perawatan yang aman.
4. Pengurangan infeksi yang didapat dari rumah sakit (infeksi
nosokomial) dengan menggunakan teknik aseptik yang ketat untuk melakukan prosedur invasif, dan mengintensifkan mencuci tangan serta mengganti sarung tangan di antara setiap kegiatan. 4
5. Sistem administrasi obat dengan barcode, Pelabelan dan
penjelasan untuk pasien/ wali tentang perawatan. menempatkan stiker berkode warna di jalur makan obat enteral .
6. Komunikasi yang efektif adalah faktor lain yang relevan
untuk meningkatkan keselamatan pasien karena meresapi semua interpersonal hubungan dan secara langsung terkait dengan penyebabnya atau faktor penyebab sebagian besar insiden. Penggunaan grafik untuk meningkatkan komunikasi antara dokter dan perawat, dan antar perawat dari shift yang berbeda. 5
7. Kontribusi orang tua untuk perawatan yang aman,
partisipasi pasien / keluarga untuk operasi yang aman, yaitu pengecekan ganda antara pasien dan profesional, pasien dan keluarga yang mendapatkan informasi dengan baik dapat meningkatkan keamanan diri mereka sendiri. Kerja kolaboratif antara staf, pasien, dan keluarga mengurangi kecemasan anak-anak dan membantu pasien / kepuasan keluarga. 7
PENERAPAN DI RUMAH SAKIT INDONESIA
Poin pertama yaitu terkait kurangnya kompetensi staf perawat.
Kondisi tersebut juga banyak ditemui di Indonesia sehingga untuk meningkatkan kompetensi perawat pihak manajemen rumah sakit perlu melakukan pengembangan melalui training dan pelatihan kompetensi sejenis. Keberadaan organisasi profesi keperawatan juga membantu dalam menjaga kualitas dan kompetesi perawat. 8
Poin kedua yaitu penerapan catatan/grafik pasien, terutama
catatan pasien elektronik (EPR), Pentingnya untuk memenuhi catatan dan daftar periksa pasien sesuai dengan SOP dan meningkatkan sistem verifikasi dokumentasi pasien. Saat ini di rumah sakit di Indonesia mulai diterapkan sistem pengisian data yang terintegrasi seperti SIMRS, namun dalam pelaksaan di lapangan hal tersebut belum maksimal karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan SDM dalam hal IT dan program SIMRS. Masih banyak tenaga kesehatan yang memilih sistem manual dan konvensional seperti catatan tangan. Menghadapi masalah tersebut pihak manajemen rumah sakit perlu untuk mulai menerapkan dengan ketat aturan pengisian catatan pasien elektronik, apabila yang menjadi kendala adalah faktor SDM maka bisa segera diberikan training IT. 9
Poin ketiga yaitu penerapan Failure Mode Effects Analysis
(FMEA) untuk menilai perawatan dan mendeteksi laporan kejadian khusus dan kejadian tidak diharapkan (AE). Sistem ini sangat penting untuk program perbaikan layanan kesehatan dan keselamatan pasien anak. Program ini sudah mulai diterapkan di rumah sakit di Indonesia, khusunya rumah sakit kelas A dan B. Program ini merupakan program wajib dari JCAHO (Join Comission on Accrediation of Health Organization), namun karena biaya training untuk program ini sangat mahal, tidak semua rumah sakit memberikan training progam ini untuk tenaga kesehatannya. 10
Poin keempat yaitu terkait penerapan kepatuhan cuci
tangan, teknik aseptik yang ketat untuk melakukan prosedur invasif, dan mengganti sarung tangan di antara setiap kegiatan. Hal tersebut nampak sepele tapi dapat menyebabkan infeksi nosokomial apabila tidak dilakukan. Sejauh ini penerapan hal ini Indonesia masih kurang maksimal karena masih banyak pasien yang terpapar infeksi nosokomial dan rendahnya angka kepatuhan cuci tangan perawat di rumah sakit. Menghadapi kondisi tersebut pihak manajemen rumah sakit perlu membuat aturan dan SOP yang jelas, tegas dan disertai supervisi yang ketat untuk meningkatkan kepatuhan cuci tangan. 11
Poin kelima yaitu sistem administrasi obat dengan barcode,
Pelabelan dan penjelasan untuk pasien/ wali tentang perawatan. menempatkan stiker berkode warna di jalur makan obat enteral. Kondisi saat ini hampir di semua installasi farmasi rumah sakit di Indonesia yaitu pasien antri sangat lama dalam mengambil obat. Sebenarnya kondisi tersebut bisa di benahi berdasarkan isi jurnal ini yaitu dengan sistem administrasi obat dengan barcode dan pelabelan obat yang jelas dan memudahkan sehingga pasien tidak perlu bertanya terkait aturan pakai obat. 10
Poin ke enam yaitu membangun komunikasi efektif antara
perawat, dokter dan pasien. Upaya komunikasi efektif sudah diterapkan rumah sakit di Indonesia namun belum maksimal karena masih banyak terdapat misinformasi, kesenjangan antar perawat, dan kesenjangan antar perawat dan dokter. Untuk meningkatkan komunikasi efektif perlu dibuatkan SOP terkait alur komunikasi, pembuatan grafik dan catatan untuk menyambung informasi bagi perawat yang berbeda shift. Pelatihan softskill seperti komunikasi efektif perlu mulai jadi bahan pertimbangan manajemen rumah sakit apabila ingin memperbaiki kualitas komunikasi tenaga kesehatan di dalam sebuah rumah sakit. Pelatihan softskill sama pentingnya dengan pelatihan hardskill tenaga kesehatan. 13
Poin ketujuh yaitu Kerja kolaboratif antara staf, pasien, dan
keluarga mengurangi kecemasan anak-anak dan membantu pasien / kepuasan keluarga. Poin ini belum diterapkan di Indonesia dengan baik terutama di rumah sakit umum atau rumah sakit pemerintah. Keterlibatan orang tua dalam menjaga keselamatan anak masih minim karena tidak adanya sosialisasi dan kerja kolaboratif dengan perawat. Sistem di rumah sakit Indonesia masih kurang mampu merangkul orang tua untuk turut berkontribusi dalam keselamatan anak. Informasi yang diberikan kepada orang tua atau keluarga pasien anak tidak detail dan perawat kurang proaktif dalam berkomunikasi dengan orang tua. Kondisi ini bisa diperbaiki dengan meningkatkan kemampuan komunikasi dan proaktif memberikan informasi kepada orang tua terkait keselamatan pasien anak