KELOMPOK 05
THURSDAY, 28 FEBRUARY 2019
LEARNING ISSUE
1. Fisiologi Ereksi
2. Gangguan Ereksi
3. Kelainan Prostat, Testis, Skrotum, Epididimis
4. Gangguan Ginjal, VU, Uretra (trauma & non trauma)
5. Rectal Toucher
LI 1 : FISIOLOGI EREKSI
LI 2 : GANGGUAN EREKSI
PRIAPISMUS (IIIB)
Ereksi penis yang persisten ≥ 4 jam yang tidak disebabkan karena aktivitas seksual
Klasifikasi
Ischaemic priapism (low-flow priapism)
Stuttering (intermittent) priapism
Non-Ischaemic priapism (high-flow priapism)
Malignant priapism
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3746404/
ISCHAEMIC PRIAPISM
95% kasus
Etiologi : hematologis/trombotik, obat, injeksi farmakostimulan intrakorporal,
neurologis, dan keganasan.
Merupakan keadaan darurat urologis → harus cepat ditangani untuk mencegah
fibrosis dan disfungsi ereksi
Biasanya hanya corpus cavernosum yang terpengaruh (corpus spongiosum; glans
nya tetap lunak)
Pada Sickle Cell Disease dapat mempengaruhi 3 corpus
STUTTERING (INTERMITTENT) PRIAPISM
Episode berulang ereksi menyakitkan yang sebentar dan dapat reda sendiri (self-
limitting) dalam durasi kurang dari 4 jam
Biasanya nocturnal (atau pada pagi hari)
Biasa orangnya malu, kurang tidur, & sexual anxiety
Biasa pada orang dengan SCD
Mekanisme kurang jelas
NON-ISCHAEMIC PRIAPISM
Merupakan komplikasi yang tertunda akibat trauma genital atau perineum dengan
perkembangan fistula arteriosinusoidal → memotong tonus vasokonstriksi
arteriol yang biasanya tertahan dan memungkinkan aliran arteri kavernosal yang
berlebihan
tidak menyakitkan dan penis biasanya tidak kaku.
Darah kavernosal dioksigenasi dan tidak memerlukan perawatan darurat.
MALIGNANT PRIAPISM
Malignant priapism
Priapism as a consequence of non-haematological malignancy (so called
“malignant priapism”) is a rare condition, resulting most commonly from penile
metastases from primary bladder, prostatic, rectosigmoid and renal tumours.
20–53% of metastases to the penis initially present with priapism
The exact mechanism is unclear, with suggested mechanisms being extensive
penile replacement by infiltrating tumour, venous obstruction and continuous
stimulation of neuronal pathways
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4236300/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4236300/
PENDEKATAN DIAGNOSTIK
MRI
MRI may be more likely to see associated conditions that may lead to priapism (e.g.
malignancy).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4236300/
TATA LAKSANA
Goal : decompress the corporal bodies and restore arterial blood flow
First Line Therapy → aspiration of blood with irrigation of the corpora cavernosa, in
combination with intracavernous α-agonist injection therapy (w/ dorsal nerve block
or local penile shaft block)
Phenylephrine is the preferred sympathomimetic agent because of its lower risk profile for
systemic cardiovascular adverse effects than other agents
If phenylephrine is unavailable, other α-adrenergic agonists may be used (ephedrine,
epinephrine, norepinephrine, or metaraminol)
Expert consensus suggests that repeated injections and aspiration should occur for at least
up to 1 h prior to proceeding with second-line interventions in patients presenting with a
priapism of less than 24 h
Combined with sedation, ice-cold saline enemas have been proposed as an effective
method of producing deturnescence (if specialist not avail, source :
https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/004947550403400414)
Surgical Shunts
https://accessemergencymedicine.mhmedical.com/data/books/2498/reich3_ch178_f0
04a.png
https://online.epocrates.com/data_dx/reg/505/img/505-1-
hlight.jpg
LI 3 : KELAINAN PROSTAT, TESTIS,
SKROTUM, EPIDIDIMIS
BPH
Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine menyebabkan tekanan intravesikal
Untuk mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik
buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan sebagai keluhan pada saliran kemih
sebelah bawah atau LUTS
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli. Tekanan pada
kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter
atau terjadi reflux-vesiko-ureter, jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrotsis, nahkan akhirnya dapatjatuh ke dalam gagal ginjal
Manifestasi Klinis
Pada umumnya, pasien BPH datang dengan gejala-gejala LUTS/lower traktus
urinary tract Symptomps, yang terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi
Gejala obstruksi: miksi terputus, hesitancy (saat miksi harus menunggu sebelum
urine kelar), harus mengedan saat mulai miksi, berkurangnya kekuatan dan
pancaran urin, sensasi tidak selesai berkemih, miksi ganda (berkemih untuk kedua
kalianya dalam waktu <2 jam setelah miksi sebelumnya
Gejala iritasi: frekuensi (sering miksi), urgensi (rasa tidak dapat menahan lagi saat
ingin miksi), nokturia (terbangun saat malam hari untuk miksi), inkontinensia
(urine keluar di luar kehendak)
Anamnesis
Tanyakan keluhan utama pasien dan berapa lama keluahan telah dirasakan
mengganggu
Seluruh gejala iritasi dan obstruksi perlu ditanyakan secara lengkap
Tanyakan riwat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenital
Obat-obatan terentu yang dapat menyebabkan keluhan miksi
Alat diagnostik yang luas digunakan untuk menilai gejala pada penderita BPH
adalah sistem skore yang dikeluarkan oleh WHO dengan nama International
Prostate Symptom Scoren (IPSS)
Pemeriksaan Fisik
Colok dubur merupakan pemeriksaan yang penting pada BPH
Pelaporan yang dilakukan adanya pembesaran prostat, konsistensinya, dan ada /
tidakya nodul
Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan regio suprapubik untuk menilai distensi
vesika dan fungsi neuromuskular ekstremitas bawah
Pemeriksaan Penunjang
PSA, bersifat spesifik organ tetapi tidak spesifik kanker, untuk menilai bagamana
perjalanan penyakit BPH selanjutnya. Kadar PSA yang lebih tinggi dapat berarti
laju pertumbuhan volume prostat yang lebih cepat, keluhan akibat BPH lebih
berat atau lebih mudah terjadi retensi urine akut, rentang normal nilai PSA:
40 – 49 tahun: 0 – 2,5 ng/mL
50 – 59 tahun: 0 – 3,5 ng/mL
60 – 69 tahun: 0 – 4,5 ng/mL
70 – 79 tahun: 0 – 6,5 ng/mL
Flowmetri: Qmax (laju pancaran urine maksimal) turun, biasanya <15cc
Tatalaksana
Observasi waspada
Dilakukan pada pasien bergejala ringan dengan skor IPSS 0 – 7
Evaluasi dilakukan secara berkala, yaitu 3, 6, dan 12 bulan kemudian, serta
dilanjutkan 1 kali per tahun
Farmakologi
Penyekat adrenergik-α selektif
Penghambat 5 α-reduktase
fitoterapi
Tatalaksana
Pembedahan
Dapat memperbaiki klinis BPH secara objektif, namun dapat disertai berbagai penyulit
pada saat atau setelah operasi
Indikasi pembedahan: retensi urin, ISK berulang, hematuria makroskopik, gagal ginjal,
divertikulum buli yang besar, batu buli, keluhan pasien sedang hingga berat, tidak ada
perbaikan dengan terapi non bedah, pasien menolak medikamentosa
3 teknik pembedahan yang direkomendasikan:
Prostatektomi terbuka
Insisi prostat transuretra (TUIP)
Reseksi prostat transuretra (TURP)
Tatalaksana
Tindakan invasif minimal
Termoterapi, pemanasan dengan suhu di atas 45°C yang menyebabkan nekrosis
koagulasi jaringan prostat. Panas dapat dihasilkan dengan TUMT, TUNA, HIFU
Pemasagan stent prostat. Stent dipasang intraluminal untuk mengatasi obstruksi
akibat pembesaran prostat. Terdapat stent jenis sementara ataupun permanen.
Stent sementara terbuat dari bahan yang tidak diserap dan dipasang selama 6 –
36 bulan
Komplikasi
Residu urin pada akhir miksi, lama kelamaan terjadi obstruksi total dan pasien
tidak dapat miksi sama sekali (retensi urin)
Produksi urin terus terjadi meningktakan tekanan dalam kandung kemih
tekanan lebih tinggi dibandingkan tekanan sfingter, terjadi inkontinensia paradoks
(overflow intercontinence)
Urine dapat mengakami refluks ke ureter, berlanjut menjadi hidroureter,
hidronefrosis, dan gagal ginjal
Pasien juga mengdedan teru menerus saat miksi shingga menyebabkan hernia
atau hemoroid
Keganasan tersering pada laki-laki, dengan peningkatan insidensi pada usia lebih
dari 50 tahun.
Distribusi kanker prostat berdasarkan jenisnya:
Adenokarsinoma (95%)
Kanker tersusun atas sel urotelial dan prostat (4%)
Karsinoma sel skuamosa (1%)
Etiologi dan faktor risiko
Belum diketahui secara pasti
Faktor risiko: faktor genetik, hormon, diet, zat kimia karsinogenesis, dan virus
tertentu
Patofisiologi
Muncul saat kecepatan pembelahan sel dan kematian sel tidak seimbang
disebabkan mutasi gen
Kanker yang berasal dari zona transisional biasanya menyebar ke leher kandung
kemih sementara yang berasal dari zona perifer meluas ke duktus ejakulatorius
dan vesika seminalis
Penyebaran jauh diperkirakan melalui aliran vena – limfatik serta teori adanya
jaringan tertentu yang memiliki kecenderungan untuk munculnya kanker
Manifestasi klinik
Tidak ada kelihan khas selain gejala obstruksi yang juga ditemukan pada kasus
pembesaran prostat jinak.
Pemeeriksaan Fisik
Buli yang terdistensi karena obstruksi
Pemeriksaan colok dubur: prostat teraba asimetris dengan permukaan yang tidak rata
dan konsistensi yang keras, perhatikan tonus sfingter ani untuk mencari tanda-tanda
kompresi medula spinalis
Pemeriksaan penunjang
Lab: ureum dan kreatinin meningkat, PSA, alkali fosfatase (untuk melihat kemungkinan
adanya metastasis)
USG prostat transrektal (USG juga dapat digunakan untuk biopsi prostat transrektal)
Roentgen abdomen dan pielografi intravena
Biopsi
BONE scan dilakukan untuk menilai stadium dan tanda metastasis
T2Grading
TumorKanker Prostat
hanya berada di dalam prostat
T2a tumor melibatkan setengah atau satu lobus atau kurang
T2b tumor melibatkan lebih dari setengah lobus, tapi tidak kedua lobus
T2c tumor kedua melibatkan kedua lobus
T3 Tumor meluas melewati kapsul prostat
T3a perluasan ekstrakapsul (unilateral atau bilateral) termasuk leher buli
T3b tumor menginvasi vesikula seminalis
T4 Tumor terfiksasi menginvasi struktur berdekatan selainan vesikulla sfingter eksterna, rektum, muskulus levator
dan/atau dinding pelvis
Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Meida Aesculapius. 2014
KANKER PROSTAT
N Nodul Limfe Regional
NX Nodus limfe regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak terdapat metastasis nodus limfe regional
N1 Metastasis limfe regiional
M Metastasis Jauh
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasis
M1Grading Kanker
Metastasis jaiuh Prostat
M1a Nodus limfe non-regional
M1b Tulang
M1c Lokasi lain
Tatalaksana
Dirujuk ke dokter spesialis urologi
Tumor yang masih terbatas dalam prostat dan tanpa metastasis prostatektomi radikal
Jika sudah terjadi invasi, atau metastasis, pasien diberi pengobatan hormonal atau kombinasi
hormonal radioterapi
Pengobatan hormonal dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan pengaruh hormon androgen
ke prostat
Radioterapi ditujukan untuk tumor primer, juga untuk pengobatan paliatif terhadap lesi metastasis
di tulang
Jika terdapat obstruksi saluran kemih, dapat dilakukan tindakan reseksi transurethral terbatas
Tindak lanjut dengan pengukuran PSA, penting untuk mengetahui ada/tidaknya kekambuhan
Definisi
Reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri.
Etiologi
Kuman penyebab infeksi yang paling sering adalah kuman E. coli, Proteous sp., Pseudomonas sp.,
dan Serratia sp.
Klasifikasi
National Institute of Health memperkenalkan klasifikasi prostatitis dalam 4 kategori, yaitu:
Kategori I adalah prostatitis bakterial akut
Kategori II adalah prostatitis bakterial kronis
Kategori III prostatitis non bakterial kronik atau sindroma pelvik kronis, dibedakan dalam 2 sub
kategori, yaitu kategori IIIA sindroma pelvik kronis dengan inflamasi dan kategori IIIB sindroma
pelvik non inflamasi
Kategori IV adalah prostatitis inflamasi asimptomatik
Jika tidak ditangani dengan baik dapat menjadi abses prostat atau menimbulkan
urosepsis
Antibiotika yang digunakan: fluroquinolone, trimetoprim-sulfametoksazol, dan
golongan aminoglikosida, setelah membaik antibiotik oral diteruskan hingga 30 hari
Jika terjadi gangguan miksi sehingga menimbulkan retensi urin dilakukan pemasangan
kateter suprapubik (kateter transuretra kadang sulit dan akan menambah rasa nyeri)
Prostatitis bakterial kronis (kategori II)
Terjadi karena adanya infeksi saluran kemih yang sering kambuh
Gejalanya: disuria, urgensi, frekuensi, nyeri perineal, dan kadang nyeri saat ejakulasi
atau hematospermia
Pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba krepitasi yang merupakan tanda
dari suatu kalkulosa prostat
Uji 4 tabung tampak pada EPS dan VB3 didapatkan kuman yang lebi banyak
daripada VB1 dan VB2; disamping itu pada pemeriksaan mikroskopik pada EPS
tampak oval fat body
Jenis antimikroba yang digunakan trimetoprim-sulfametoksasol, doksisiklin,
aminosiklin, karbenisilin, dan fluoroquinolone, diberikan dalam jangka lama hingga
pemeriksaan kultur ulangan tidak menunjukkan adanya kuman
Sub kategori IIIB dulu dikenal dengan nama prostatodinia terdapat nyeri pada
pelvis yang tidak berhubungan dengan keluhan miksi dan sering terjadi pada usia
20-45 tahun
Pada uji 4 tabung tidak didapatkan adanya bakteri penyebab infeksi maupun sel-
sel penanda proses inflamasi.
Kelainan ini ada hubungannya dengan faktor stress
Pemberian pbat-obatan simtomatik berupa obat penghambat adrenergik alfa
dapat mengurangi keluhan miksi
Definisi
Adanya torsi (puntiran) terhadap struktur korda spermatikus yang diikuti hilangnya
suplai darah ke testis ipsilateral
Terpluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah
pada testis
Epidemiologi
Kejadiaan tersering pada laki-laki muda berusia <25 tahun
Etiologi
4-8% terjadi karena trauma
Faktor predisposisi lain adalah peningkaran volume testis (terkait masa pubertas),
tumor testis, testis yang posisinya mendatar, riwayat kriptorkismus
Patogenesis
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan restis mendekati da
menjauhi rongga abdomen untuk mempertahankan suhu ideal untuk testis.
Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami
torsio jika bergerak secara berlebihan
Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan adalah
perubahan suhu yang mendadak (berenang), ketakutan, latihan berlebihan, batuk,
celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum
Terpluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis
sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis
akan mengalami nekrosis
Patofisiologi
Torsio dapat menyumbat aliran balik vena sumbatan aliran balik vena akan
meningkatkan tekanan aliran darah masuk melalui arteri juga terhambat
testis dapat mengalami iskemia (mulai berlangsung jika torsio lebih dari 4 jam)
Derajat iskemia bergantung pada lama berlangsungnya torsio dan derajat putaran
korda spermatikus (antara 180-720°)
Anamnesis
Nyeri skrotum ipsilateral akut (nyeri hebat di daerah skrotum, sifatnya mendadak
dan diikuti pembengkakan pada testis, nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal
Pemeriksaan Fisik
Testis yang mengalami torsio dapat tampak lebih tinggi dibanding testis
kontralateral akibat adanya perputaran pada korda spermatikus
Testis tampak lebih besar
Refleks kremaster berkurang atau hilang
Prehn’s sign dengan mengangkat testis (pada torsio, rasa nyeri bertambah jika
testis diangkat
Pemeriksaan Penunjang
Stetoskop Doppler, USG Doppler, Sintigrafi testis, Eksplorasi bedah
DD
Trauma testis, epididimitis / orkitis, hernia skrotalis inkarserata, hidrokel terinfeksi,
varikokel, edema skrotum idiopatik, torsio apendiks testis, tumor testis
Tatalaksana
Detorsi manual
Mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis ke arah
berlwanan dengan arah torsio.
Operasi
Dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan
setelah itu dilakukan penilaian viabilitas testis yang mengalami torsio, masih viable atau
sudah nekrosis.
Jika testis masih viable, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos
kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral
Pada testis yang sudah mengalami nekrosis, dilakukan pengangkatan testis
(orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral
Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam
skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari
Komplikasi
Hilangnya fungsi testis, infertilitas
Definisi
Peradangan akut pada testis akibat infeksi
Etiologi
Infeksi bakteri: Neisseria gonorrhoeae dan Escherichia coli merupakan penyebab
tersering
Virus (kebanyakn virus mumps
Epidemiologi
Pasien paling banyak berasal dari usia prapubertas (<10 tahun) untuk penyebab virus
Orkitis bakterialis sering terjadi bersamaan dengan epididimitis (epididimo-orkitis),
biasanya terjadi pada usia 15 tahun ke atas dan laki-laki >5o tahun dengan pembesaran
prostat jinak
Manifestasi klinis
Pasien akan mengeluhkan nyeri disertai pembengkakan pada testis
Gejala lain: kelelahan, malaise, mual, muntah, demam, dan sakit kepala
Diagnosis
Anamnesis
Tanyakan keluhan pasien yang ada dalam bagian manifestasi klinis
Tanyakan riwayat penyakit gondongan / mumps dalam 4 – 7 hari sebelumnya
Tanyakan mengenai riwayat hubungan seksual
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan testis: pembesaran, idnudrasi testis disertai peradangan. Kulit
skrotum terlihat merah dan edematosa. Apabila epididimis membesar, curigai
adanya epididimo-orkitis
Prehn’s sign positif. Rasa nyeri tidak bertambah atau bahkan berkurang saat testis
diangkat
Pemeriksaan Penunjang
laboratorium: LED meningkat, urinalisis menunjukkan adanya infeksi
Pemeriksaan biakan dan mikrobiologi dengan bahan cairan uretra
Definisi
Reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis
Patogenesis
Diduga reaksi inflamasi ini berasal dari bakteria yang berada di dalam buli-buli,
prostat, atau uretra yang secara ascending menjalar ke epididimis
Dapat juga terjadi refluks urine melalui duktus ejakulatorius atau penyebaran
bakteri secara hematogen atau langsung ke epididimitis seperti penyebaran
kuman tuberkulosis
Mikroba penyebab indeksi tersering pada dewasa muda adalah Chlamydia
trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae, sedangkan oada anak-anak dan orang
tua adalah E. coli atau Ureaplasma atau Ureaplasma urealitycum
Gambaran klinis
Nyeri mendadak pada skrotum, diikuti dengan bengkak pada cauda hingg kaput
epididimis, tidak jarang disertai demam, malese, dan nyeri dirasakan hingga ke pinggang
Pemeriksaan menunjukkan pembengkakan pada hemiskrotum dan kadag kala pada
palpasi sulit untuk memisahkan antara epididimis dengan testis
Reaksi inflamasi dan pembengkakkan dapat menjalar ke funkulus spermatikus pada
daerah inguinal
Pemeriksaan urinalisis dan darah lengkap dapat membuktikan adanya proses inflamasi
Pemeriksaan dengan USG Doppler dan stetoskop Soppler dapat mendeteksi
peningkatan aliran darah di daerah epididimis
Tatalaksana
Pemilihan antibiotika tergnatung kuman penyebab infeksi
Pasien <35 tahun, perkiraan kuman penyebab Chlamydia trachomatis atau
Neisseria gonorrhoeae, antibiotik yang dipilih adalah amoksisilin disertai
probenesid, atau cetriakson yang diberikan secara IV, selanjutnya diteruskan
dengan pemberian doksisiklin atau eritromisin per oral selama 10 hari, obati
pasangan juga
Untuk menghilangkan nyeri, dianjurkan memakai celana ketat agar testis
terangkat (terletak lebih tinggi), mengurangi aktivitas, atau pemberian anastesi
lokal / topikal
Untuk mengurangi pembengkakan dapat dikompres dengan es
Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi dapat disebabkan karena:
Belum sempurnanya penurupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke prosesus vaginalis
Belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan
reabsorpsi cairan hidrokel
Pada dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik dan sekunder
Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelianan pada testis atau epididimis
(tumor, infeksi, atau trauma pada testis / epididimis) yang menyebabkan
terganggunya sistem sekresi atau reabsorpsi cairan di kantong hidrokel
Pembagian ini penting karena berhubungan dengan metode operasi yang akan
dilakukan pada saat melakukan koreksi hidrokel
Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis
tidak dapat diraba, pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah
sepanjang hari
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah
kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong
hidrokel, pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari
Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga
peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada
anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar saat
anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat
dimasukkan ke dalam rongga abdomen
Tatalaksana
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan
harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi
jika hidrokel masih ada atau bertambah besar perlu untuk dilakukan koreksi
Untuk mengatasi cairan hidrokel aspirasi (tidak dianjurkan, angka kekambuhan
tinggi, kadang dapat menyebabkan infeksi) dan operasi
Indikasi operasi hidrokel:
Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah
Indikasi kosmetik
Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu aktivitas
Definisi
Dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan alira darah
balik vena spermatika interna
Epidemiologi
Terdapat pada 15% pria
Merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria, 21 – 41% pria yang mandul
menderita varikokel
Etiologi
Belum diketahui secara pasti penyebabnya, tetapi dibuktikan bahwa varikokel sebelah
kiri lebih sering dijumpai (70 – 93%) daripada varikokel sebelah kanan dikarenakan
vena spermatika omterna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus,
sedangkan yang kanan bermuara pada vena kaba dengan arah miring
Vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih
sedikit dan inkompeten
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau bilaterl patut dicurigai adanya: kelainan
pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara vena
spermatika kanan pada vena renalis kanan, atau adanya situs inversus
Patogenesis
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa
cara, antara lain:
Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia
karena kekurangan oksigen
Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan prostaglandin)
melalui vena spermatika interna ke testis
Peningkatan suhu testis
Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan, memungkinkan zat-
zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga
menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya infertilitas
Gambaran klinis dan diagnosis
Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum mempunyai anak setelah beberapa
tahun menikah, atau kadang-kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang
terasa nyeri
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum
kemudian dilakukan palpasi, jika diperlukan pasien diminta untuk melakukan manuver
valsava atau mengedan
Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan
cacing di dalam kantung yang berada di sebelah kranial testis
Tatalaksana
Ligasi tinggi vena spermatika interna secara Palomo melalui operasi terbuka atau bedah laparskopi
Varikokelektomi cata Ivanisevich
Secara perkutan dengan memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena spermatika interna
Evalauasi tindakan, melihat indikator:
Bertambahnya volume testis
Perbaikan hasil analisis semen (dikerjakan setiap 3 bulan)
Pasangan itu menjadi hamil
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi dari Palomo
didapatkan 80% terjadi perbaikan volume testis, 60 – 80% terjadi perbaikan analisis semen, dan
50% pasangan menjadi hamil
ETIOLOGI PATOFISIOLOGI
Trauma eksternal Trauma → Ruptur
Trauma tumpul → tabrakan Ruptur Ekstraperitoneal terjadi saat
kenaraan, jatuh, penyerangan fragmen pecahan fraktur pelvis
menusuk buli dan menyebabkan
Trauma tajam → penusukan,
perforasi
penembakan
Ruptur Intraperitoneal terjadi saat
Trauma Iatrogenik → operasi
buli dalam keadaan penuh dan terjadi
ginekologi, operasi daerah pelvis,
trauma langsung (terjadi gejala
tindakan endoskopi
peritonitis)
Spontan
TRAUMA BULI
TATA LAKSANA
Mengatasi kegawatdaruratan dan rujuk ke spesialis urologi
Pada ruptur ekstraperitoneal setelah buli dibuka dilakukan perbaikan, kebanyakan
dapat ditangani dengan drainase menggunakan kateter selama 7-10 hari. Hampir
semua sembuh dalam 3 minggu
Pada ruptur intraperitoneal diperlukan tindakan operasi langsung dengan
membuka peritoneum untuk eksplorasi
TRAUMA GINJAL
ETIOLOGI PATOGENESIS
Trauma tumpul (kecelakaan lalu Trauma tumpul →ginjal bergeser →
lintas, jatuh, cedera olahraga, traksi arteri renalis → menyobek
penyerangan) lapisan intima → perdarahan
Trauma tajam (luka tembak, luka Kompresi A.Renalis diantara dinding
tusuk) anterior perut dan korpus vertebra
→ trombosis arteri renalis dextra
Tembakan → dekstruksi parenkim
ginjal
http://www.sjosm.org/articles/2016/16/2/images/SaudiJSportsMed_2016_16_2_93_180133_b1.jpg
https://www.merckmanuals.com/-/media/manual/professional/images/phy_renal_injury.gif?la=en&thn=0
TRAUMA GINJAL
DIAGNOSIS
Anamnesis
Riwayat jatuh, kecelakaan lalu lintas, trauma langsung pada daerah pinggang
Kecelakaan la-lin → mekanisme kecelakaan, kecepatan kendaraan, pengendara atau
penumpang
Trauma tajam → ukuram senjata pada kasus penusukan, tipe/kaliber pistol
Riwayat kelainan ginjal
Pemeriksaan Fisis → Hematuria, flank pain, ekimosis pinggang, abrasi pinggang,
fraktur iga, distensi abdomen, massa abdomen, nyeri tekan abdomen
PP → Laboratorium (Ht, kreatinin), Urinalisis (hematuria), Pencitraan
berdasarkan indikasi , USG ginjal
TRAUMA GINJAL
TATALAKSANA
Stabilitas hemodinamik
Instabilitas hemodinamik akibat perdarahan ginjal / hematoma sekitar ginjal yang
meluas→ eksplorasi ginjal
Indikasi bedah → tanda perdarahan disertai syok yang tidak teratasi atau
perdarahan berat
RUJUK
TRAUMA URETRA
TATALAKSANA
Pada kasus trauma uretra posterior, kateterisasi merupakan kontraindikasi karena
dapat menyebabkan infeksi periprostatika atau hematomperivesika, atau dapat
terjadi laserasi parsial hingga total
Setelah kondisi gawat darurat diatasi, pasang sistostomi suprapubik
Saat pemasangan nilai apakah terdapat trauma juga pada buli2
Setelah minggu pertama pemasangan sistosomi suprapubik, pemasangan kateter
dapat dicoba dengan bantuan endoskopi dalam anestesi
https://www.marinahospital.com/administration/media/images/procedure-graphics/Suprapubic-Cystostomy-Procedure.jpg
LI 5 : RECTAL TOUCHER
RECTAL TOUCHER
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi
pelicin ke dalam lubang dubur, menimbulkan rasa sakit dan menyebabkan
kontraksi sfingter ani sehingga menyulitkan pemeriksaan.
Pada pemeriksaan ini, yang dinilai:
Tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus (BCR)
Mencari kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum
Menilai keadaan prostat
Pada wanita yang sudah berkeluarga selain pemeriksaan colok dubur, perlu
juga diperiksa colok vagina guna melihat kemungkinan adanya kelainan di dalam
alat kelamin wanita, antara lain: massa di serviks, darah di vagina, atau massa di
buli-buli