Anda di halaman 1dari 74

REVIEW MINI CEX

Oleh:
Ahmad Hasby A. 182011101041
Ferdian Nugroho 182011101006
Sheillavi Fauziah A.S. 142011101044

Pembimbing:
Dr. Komang Yunita Wiryaning Putri, Sp.S

SMF/LAB ILMU PENYAKIT SARAF RSD dr. Soeabandi Jember


Fakultas Kedokteran Universitas Jember
2020
ANAMNESIS

2
3
PEMERIKSAAN FISIK
UMUM

4
Melakukan Pemeriksaan
5 Secara Sistematik

▹ Keadaan umum (anemia, icterus,


sianosis)
▹ Tanda vital (tekanan darah, nadi,
pernapasan)
▹ Kepala/leher, torak, abdomen,
ekstremitas
6 1. K/L:
Kepala: Bentuk, Mata (sklera, conjungtiva), telinga/hidung,
mulut (anemis, icteric, cyanosis, dyspnea)
Leher: struma, bendungan vena
2. Thorax:
Cor: Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
Pulmo: Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
3. Abdomen: hepar, lien, bising usus
4. Ekstremitas: edema, akral hangat, luka/gangren
PEMERIKSAAN FISIK
NEUROLOGIK

7
Melakukan Pemeriksaan
8 Status Mental

▹ Kesadaran (GCS)
▹ Bicara
▹ Bahasa dan Fungsi Luhur lain
9

Kesadaran (GCS)
Pemeriksaan Fungsi Luhur
10
▹ Afasia: kesulitan memahami dan/atau memproduksi
bahasa yang disebabkan oleh gangguan pada hemisfer otak
▹ Aleksia: tidak dapat membaca
▹ Agraphia: tidak dapat menulis
▹ Akalkulia: tidak dapat melakukan perhitungan aritamika
sederhana
▹ Right left disorientation: kebingungan antara sisi kiri dan
kanan
▹ Finger agnosia: tidak dapat mengenali dengan baik jari-
jarinya sendiri atau jari pemeriksa.
Bicara

11 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan


gangguan berbahasa:
1. Bahasa asli penderita
2. Taraf pendidikan penderita
3. Bahasa kedua/ketiga yang bisa digunakan
6 Modalitas Bahasa:
12 1. Bicara spontan. Langkah pertama dengarkan pasien
bercerita. “coba ceritakan kenapa Anda sampai dirawat di
RS?” amati: pelo, cadel, tertegun, salah menggunakan
kata
2. Pemahaman (komprehensi). Mengajak pasien bercakap-
cakap. Pertanyaan “iya atau tidak” min 6 pertanyaan. 
afasia hanya ½ pertanyaan yang terjawab benar.
3. Pengulangan (Repetisi). Bertahap menirukan dari satu
kata hingga kalimat normal bila sampai 19 suku kata.
6 Modalitas Bahasa:
13 4. Penanaman. Penilaian nama objek, bagian tubuh, warna,
gambar.  afasia hanya mampu menunjuk 1-2 objek saja.
5. Membaca
6. Menulis spontan. Periksa otak mana yang dominan
dengan melihat penggunaan tangan
Jenis afasia:
14 Lancar Paham Repetisi Nama Baca Tulis
Broca’s +
Wernicke’s +
Konduksi + + ± +
Transkortikal + +
motorik
Transkortikal + +
sensorik
Anomik + + + +
Global

+  baik/tidak ada gangguan


Pemeriksaan Rangsangan
Selaput Otak

15
Kaku Kuduk
16
Cara:
▹ Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien
yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi)
dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan adanya tahanan.
▹ Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu
tidak dapat mencapai dada.
Brudzinski I
(Brudzinski’s neck sign)
17
▹ Tangan ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring. Kita
tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang
satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan.
▹ Brudzinski I (+): flexi kedua tungkai
Brudzinski II
(Brudzinski’s contralateral leg sign)
18
- Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada
persendian panggul, sedangkan tungkai yang satu lagi berada dalam
keadaan ekstensi (lurus).
- Brudzinski II (+) bila tungkai yang satu ikut flexi
Brudzinski III
(Tanda pipi)
19
CARA: penekanan pd pipi kedua sisi tepat dibawah os
zygomatikus + gerakan fleksi reflektorik pd kedua siku dan
gerakan reflektorik sejenak dari kedua lengan

Brudzinski IV
(Tanda symphisis pubis)
CARA: penekanan pada symphisis pubis + timbulnya gerakan
fleksi reflektorik pada kedua tungkai pada sendi lutut dan
panggul
Tanda Kernig
Cara:
20
▹ Pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian
panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut135
derajat antara tungkai bawah dan tungkai. Atas.
▹ kernig sign (+) terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum mencapai
sudut 135º
Kernig (+) menandakan:
Terjadi kelainan rangsang
selaput otak, dan iritasi akar
lumbosakral atau pleksusnya.
Pada meningitis biasanya positif
bilateral, sedangkan pada HNP-
Lumbal dapat unilateral.
Laseque Test
Pasien yang sedang berbaring, ekstensikan kedua tungkai, kemudian satu
21 tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggul.
Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi.
N : dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit dan tahanan
 pada orang tua hanya 60 derajat
(+) :bila timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai sudut 70 derajat

Laseque (+) dijumpai pada:


Rangsang selaput otak,
ischialgia, dan iritasi pleksus
lumbosakral (misal: HNP
lumbalis)
Pemeriksaan Saraf
Kranialis

22
N. OLFAKTORI (I)
23 Syarat :
a. Jalan nafas bebas, atrofi (-), GCS 4-5-6
b. Bahan yg digunakan dikenal penderita, tidak iritatif (mis: amoniak, cuka)
 dapat merangsang n.V, menimbulkan sekresi kelenjar  hidung buntu
 gangguannya pemeriksaan
c. Bahan tidak menimbulkan sensasi dingin (mis:mentol, alkohol)  bisa
salah persepsi
d. Bahan : tembakau, kopi, vanili, teh, jeruk, sabun
Cara :
▹ Periksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat,
24 misal, sekret atau polip.
▹ Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan disuruh membau.
▹ Tiap lubang hidung diperiksa satu per satu dengan jalan menutup lubang
hidung yang lainnya dengan tangan dan kedua mata tertutup.
Terminologi:
• Normosmia
• Hiposmia
• Hiperosmia (misal: hiperemesis
gravidarum, migrem)
• Parosmia
• Kakosmia
• Halusinasi penciuman (epilepsi parsial
komplek)
N. OPTIKUS (II)
25 ▹ PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN
penglihatan jauh  kartu snellen, bila tidak bisa dilakukan hitung jari,
lambaian tangan, cahaya lampu
penglihatan dekat  rosenbaum pocked eye chart

▹ PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG


 test konfrontasi, kampimetri, tangen screen

▹ PEMERIKSAAN WARNA
 test ishihara atau benang wol berwarna
TES KONFRONTASI:
cara : penderita duduk dalam posisi berhadapan dengan pemeriksa pada jarak
26  1 meter, masing-masing mata diperiksa bergantian. Mata yang tidak
diperiksa ditutup oleh tangan penderita. Saat pemeriksaan, mata penderita
difiksasi dengan menyuruh melihat ke arah hidung pemeriksa, baru pemeriksa
memeriksa secara cermat masing-masing kuadran dengan menggunakan ujung
tangan/ballpoint.
apabila medan penglihatan pasien normal (N: superior 60°, inferior 75°,
temporal 100°, nasal 60°)
27 PEMERIKSAAN FUNDUSKOPI:
▹ Evaluasi papil, pembuluh darah, dan retina
▹ Cara: mata yang tidak diperiksa ditutup, kemudian pasien
diminta melihat jauh ke depan. Tangan kiri pemeriksa
melakukan fiksasi dahi, ophtalmoskop dipegang tangan kanan
 kemudian dilakukan penyinaran 15º dari nasal
N. OKULOMOTORIUS, TROKLEARIS, & ABDUSENS (III,IV,VI)
28 ▹ Pemeriksaan kedudukan bola mata saat diam
 bola mata di tengah atau bergeser ke lateral

▹ Pemeriksaan gerak bola mata


- periksa mata secara bergantian
- gerakan ke lateral utk m.rectus lateralis [N.VI]
- gerakan ke nasal inferior utk m.obliqus superior [N.IV]
- gerakan ke medial utk m.rectus medialis [N.III]
- gerakan ke nasal superior utk m. obliqus inferior [N.III]
- gerakan ke lateral atas utk m.rectus superior [N.III]
- gerakan ke lateral bawah utk m.rectus inferior [N.III]
29
30 ▹ Pemeriksaan celah mata
 ada tidaknya ptosis (lumpuh m.levator palpebra)

▹ Pemeriksaan exophtalmos
 bandingkan kedua bola mata dari samping

▹ Pemeriksaan pupil
 bentuk, lebar, & perbedaan lebar
 reaksi cahaya langsung dan konsensuil
 reaksi akomodasi dan konvergensi
N. TRIGEMINUS (V)
31 1. SENSORIK
▸ Distribusi perifer  N V1,V2,V3
▸ Distribusi segmental  biasanya siringobulbi dan terdapat
disosiasi sensibilitas (nyeri, suhu, dan raba)
Cabang sensorik I : di daerah dahi
Cabang sensorik II : di daerah pipi
Cabang sensorik III : di daerah rahang bawah
2. MOTORIK
▹ Merapatkan gigi  raba m.masseter & m.temporalis & bandingkan kiri-
32 kanan
▹ Membuka mulut (m.pterygoideus externus)  parese : rahang akan deviasi
ke sisi otot yg lesi
▹ Menggerakkan rahang dari sisi ke sisi melawan tahanan  parese n.V satu
sisi, px dapat menggerakkan rahang ke sisi yg parese tapi tdk bisa ke sisi
sehat.
▹ Menonjolkan rahang & menariknya  deviasi ke sisi yg parese
▹ Menggigit tongue spatel kayu dgn gigi geraham (m.masseter
&m.temporalis) membandingkan kedalaman bekas gigitan kiri/kanan.
3. Reflex sensorik
i. Reflex masseter/jaw reflex/mandibular reflex
33 ▸ Pemeriksa meletakkan jempol/telunjuk di tengah dagu px, memegang
mulut yg terbuka dgn rahang relax, lalu memukul jempol dgn hammer
▸ respon: menutup rahang dgn cepat. Metode lain dgn memukul dagu
langsung atau dgn meletakkan tongue spatel di atas lidah/di bawah
incicivus, lalu memukul ujungnya.
▸ Normal: reflex minimal/tdk ada.
ii. Reflek kornea:
▹ Langsung
34
Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Pasien
diminta menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah
satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Sentuhlah dengan hati-hati sisi
kontralateral kornea dengan kapas. Respon normal berupa kedipan mata
secara cepat.
▹ Konsensuil
Serupa dengan diatas, normalnya terdapat reflek berkedip serupa pada
mata kontralateral.
iii. Head retraction reflex
▸ Mencondongkan kepala sedikit ke depan, kmd melakukan pengetukan
35 pd bibir atas dibawah hidung. Jika reflex positif responnya dgn cepat
kepala scr involunter ke belakang.
▸ Normal : reflex negative
N. FASIALIS (VII)
36 1. MOTORIK
- DIAM : bandingkan apakah ada asimetri pada lipatan dahi, sudut mata,
lipatan nasolabial, dan sudut mulut.
- BERGERAK : bandingkan asimetri saat mengerutkan dahi, tersenyum,
dll
▹ 2. SENSORIK
▹ i. Lakrimasi (tear) schirmer’s test
37 - Tujuan : fx n. petrosus superficialis mayor (parasimpatis -- nucleus
salivatory sup).
- Cara : Menggunakan lakmus warna merah ukuran 5 x 50 mm. Salah satu
ujung kertas dilipat & diselipkan pd conjunctival sac di cantus medial kiri
& kanan, kemudian dibiarkan selama 5 menit dgn mata terpejam.
- Kondisi N : lakmus berubah menjadi biru, sepanjang 20-30 mm.
Jika perembesan < 20 mm atau tidak ada sama sekali produksi air mata
ii. Pengecapan 2/3 anterior lidah (taste)

38 ▹ Pasien diminta menjulurkan lidah, kemudian lidah dikeringkan dulu


dengan menggunakan lidi kapas/cotton applicator. Bahan tersebut
disentuhkan pada 2/3 depan lidah. Rasa manis pada ujung lidah, asin dan
asam pada pinggir lidah, rasa pahit dibelakang lidah. Pasien menunjukkan
kertas yang bertuliskan manis, asam, asin, pahit tentang apa yang
dirasakan. Tiap kali selesai pemeriksaan, pasien berkumur dulu dengan air
hangat kuku, lidah dikeringkan lagi, baru dilanjutkan dengan pemeriksaan
lain
▹ Menggunakan cairan bornstein 4 % glukosa (manis), 1 % asam sitrat
(asam), 2,5 % sodium klorida (asin), 0,075 % quini HCL (pahit).
▹ Bila daya pengecapan hilang atau berkurang disebut ageusia dan
hipogeusia. Bila rasa asin dirasakan sebagai manis dan sebagainya (salah),
maka disebut parageusia.
N. VESTIBULO COCHLEARIS (VIII)
39 PEMERIKSAAN PENDENGARAN
Menilai ada tidaknya tuli konduksi atau persepsi
Pemeriksaan meliputi:
suara bisik
garpu tala (weber, schwabach, rinne)
Audiometri

PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN
Vertigo  hallpike manuver
Tinitus  keluhan telinga berdengung
Tes kalori  rangsang dingin dg suhu 30 derajat sedangkan untuk rangsang
hangat dengan suhu 42 derajat
N. GLOSSOPHARINGEUS & N. VAGUS (IX & X)
40 Terdiri dari:
- Inspeksi oropharing dalam keadaan istirahat
Dilihat keadaan uvula dan arcus faring simetris atau tidak
- Inspeksi oropharing saat berfonasi
Dilihat kedudukan uvula dan arcus faring simetris atau tidak, saat pasien
diminta mengucapkan ‘aaa’;
- Refleks:
refleks muntah/batuk
- menekan dinding belakang faring.
refleks oculo-cardiac (tidak boleh dilakukan lagi)
menekan bola mata responnya dengan bradicardia, tapi perlambatan tidak
lebih dari 5-8/menit
▸ Refleks carotico-cardiac (tidak boleh dilakukan lagi)
41 Penekanan atau masase pada sinus caroticus. Pada kondisi normal, tidak
menyebabkan perubahan fungsi otonom, tapi pada individu rentan
biasanya pada atherosclerosis atau hipertensi menyebabkan
perlambatan heart rate, turunnya tekanan darah, turunnya cardiac output
dan vasodilatasi perifer. Pada kondisi patologis, menimbulkan vertigo,
pucat, hilangnya kesadaran (Carotid Sinus Syncope) & kadang-kadang
kejang. Oleh karenanya pada dugaan hiperaktivitas refleks ini atau
adanya stenosis a. carotis maka tekanan sinus atau arteri dilakukan
dengan hati-hati dan hanya satu sisi saja.
▸ Sensorik khusus : pengecapan 1/3 belakang lidah
▸ Suara serak/parau : gangguan murni di N.X
▸ Menelan
▸ Detak jantung dan bising usus
N. ACCESORIUS (XI)
42  Pemeriksaan kekuatan m.trapezius
Pasien diminta mengangkat bahu & tangan pemeriksa menahannya
 Pemeriksaan kekuatan m.sternokleidomastoideus
Pasien diminta memalingkan kepala ke arah kanan utk memeriksa
sternokledomastoideus kiri dg tangan pemeriksa menahannya demikian
sebaliknya
N. HIPOGLOSUS (XII)
43
Pemeriksaan otot lidah dalam keadaan:
a. Otot lidah diam → dengan membuka mulut
ada parese/paralise sisi sakit  lidah akan deviasi ke sisi sehat
karena pada lidah yg parese/paralise tonusnya menurun atau hilang

b. Otot lidah bergerak → dengan menjulurkan lidah


pada parese/paralise KIRI → lidah akan deviasi ke KIRI karena pada sisi
lesi tidak ada kontraksi (yang berpengaruh bukan tonus otot tapi
KEKUATAN KONTRAKSI)
Pemeriksaan Sistem
Motorik

44
Inspeksi, Palpasi, Gerak Involunter, Sikap, dan Cara Berjalan
45 Inspeksi : Sikap, bentuk, ukuran dan gerakan abnormal
• Sikap: Saat berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan
Pasien dengan gangguan cerebellum misalnya, berdiri dengan muka
membelok ke arah kontralateral terhadap lesi, bahu sisi lesi agak lebih
rendah, dan badannya miring ke sisi lesi. Penderita parkinson disease
berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan ke depan, lengan dan
tungkai berada dalam posisi fleksi.
• Bentuk: Deformitas
• Ukuran: Panjang bagian tubuh kanan dan kiri, kontur otot
(atrofi/hipertrofi)
• Gerakan Abnormal: tremor, khorea, distonia, balismus, spasme, tik,
fasikulasi, miokloni
Tonus Otot
46  Dilakukan pada:
ekstremitas atas: otot bicep/ tricep
ekstremitas bawah: otot kuadriseps/hamstring
 Interpretasi pemeriksaan tonus berupa: normal, hipotoni, hipertoni
 Hipotoni:
 Palpasi: kendor, anggota gerak dapat digoyangkan dengan
leluasa, tidak ada tahanan otot
 Refleks tendon menurun/absen dapat ditemukan pada:
poliomyelitis anterior akuta, siringomyelia, lesi saraf perifer,
kelainan serebelum
Tonus Otot
47  Hipertoni:
⬩ Spastik
 CLASP-KNIFE: tahanan dirasakan pada awal gerakan (lesi UMN)
 LEAD-PIPE: tahanan terus menerus sepanjang gerakan (lesi
extrapyramidal)
⬩ Rigid
 COG-WHEEL: tahanan dirasakan seperti roda bergerigi (lesi
extrapyramidal)
Kekuatan Otot
48 +5 dapat melawan tahanan kita (normal)

+4 dapat melawan tahanan ringan


+3 dapat melakukan gerakan melawan gaya gravitasi, tapi
tidak dapat melawan tahanan ringan
+2 dapat melakukan gerakan ke samping, tidak dapat
melakukan gerakan melawan gaya gravitasi
+1 bila hanya kontraksi saja
0 tidak ada gerakan sama sekali
Kekuatan Otot (Ekstremitas atas)
49 MUSCLE NERVE ROOT
Deltoid Axilaris C5/C6
Biceps Musculocutaneus C5/C6
Triceps Radialis C6/C7/C8
Brakioradialis Radialis C5/C6
Pronator teres Medianus C6/C7
Fleksor karpi radialis Medianus C6/C7
Fleksor karpi ulnaris Ulnaris C7/C8/Th1
Kekuatan Otot (Ekstremitas atas)
50
Kekuatan Otot (Ekstremitas atas)
51
Kekuatan Otot (Ekstremitas atas)
52
Kekuatan Otot (Ekstremitas bawah)
53 MUSCLE NERVE ROOT
Iliopsoas Femoralis L2/L3
Kwadriceps femoris Femoralis L2/L3/L4
Hamstring Ishiadikus L4/L5/S1/S2
Gluteus medius Gluteus inferior L5/S1
Gluteus maximus Gluteus superior L5/S1
Tibialis anterior Peroneus profundus L4/L5
Gastrocnemius Tibialis posterior L5/S1
Kekuatan Otot (Ekstremitas bawah)
54
Kekuatan Otot (Ekstremitas bawah)
55
Kekuatan Otot (Ekstremitas bawah)
56
Pemeriksaan Sistem
Sensorik

57
1. RASA RABA, NYERI, SUHU
58 Raba
▹ Menggunakan kapas, kertas, ujung kain
▹ Periksa seluruh tubuh, bandingkan kanan-kiri
▹ Thigmanestesia: rasa raba halus menghilang
Nyeri
▹ Menggunakan jarum bundle yang dipegang seperti memegang pensil
▹ Nyeri tusuk (menusuk jarum). Nyeri tumpul (memukul benda tumpul)
▹ Sebelumnya beri tahu pasien yang diperiksa nyeri bukan raba. Bandingkan
kanan-kiri.
Suhu
▹ Menggunakan tabung reaksi diisi air 40-45º, dingin 10-15º
▹ Mulai dari daerah yang mengalami gangguan sensibilitas
2. RASA PROPRIOSEPTIK
59 ▹ Pemeriksaan getar : garputala 128 Hz, pada malleolus, caput fibularis
atau krista iliaca superior anterior
▹ Pemeriksaan gerak : memegang sisi lateral jari pasien →digerakkan ke
atas/bawah (pasien harus menutup mata)
▹ Pemeriksaan tekan: menekan sternum, betis, dll.
3. RASA KOMBINASI
60 Syarat: GCS 456, Proprioseptik dan protopatik normal, benda diketahui pasien.
▹ Stereognosis. Diberikan beberapa benda, tanyakan benda apa itu.
▹ Barogronosis. Membandingkan berat. Ex: besi dan karet
▹ Grapastesis. Tutup mata, goreskan di telapak tangan. Misal angka 3
▹ Two Point Tacti Determination. Penusukan di 2 tempat pada saat yang
sama.
▹ Sensory Extinction. Kedua bagian tubuh simetris diberi rangsang nyeri,
pasien disuruh membedakan mana yang lebih nyeri. Kalau hanya 1 tubuh
saja  sensory extinction (+)
▹ Loss of Body Image. Menanyakan pada pasien “telinga ada berapa?”. Jika
dijawab hanya ada 1  neglect (pengabaian)
Pemeriksaan Sistem
Reflek

61
REFLEK FISIOLOGIS
1. Reflek superficial (cutaneus)
62 Refleks dinding abdomen:
⬞ Goresan dinding perut dengan jarum bundle dari lateral ke
medial (ke arah umbilicus).
⬞ Respon : kontraksi rectus abdominis  gerak umbilicus ke
arah rangsang
Refleks cremaster:
⬞ Goresan/pemijatan dengan jarum pada sisi medial paha
dari atas ke bawah
⬞ Respon positif: kontraksi (elevasi/terangkatnya) testis sisi
ipsilateral
⬞ Respon negative: hidrocel, orchitis
Refleks gluteal:
⬞ Goresan jarum daerah gluteus
⬞ Respon: kontraksi m. gluteus
Reflek Plantar :
63 - Goresan pada plantar kaki
- Respon : Plantar flexi jempol dan jari kaki
Refleks anal superficial/anal wink :
▸ Goresan pada kulit atau membran mukosa perianal
▸ Respon: kontraksi sphincter externa
▸ Negatif: lesi pada cauda equina dan conus medularis
Refleks Bulbocavernosus
▸ Goresan pada glans penis atau clitoris
▸ Respon: Kontraksi Sphincter Externa
▸ Negatif: lesi pada cauda equina, lower sacral roots dan conus
medularis
2. Reflek Deep Tendon
Respon:
64 0 : tidak ada gerakan sendi dan kontraksi
+1 : hanya kontraksi saja
+2 : selain kontraksi, ada gerakan sendi
+3 : respon ~ +2 tapi lebih kuat kontraksinya dan ada perluasan
+4 : sama dengan +3 ditambah dengan adanya klonus
▹ Reflek Biceps
65

▹ Reflek Triceps
▹ Reflek Patella
66

▹ Reflek Achiles
REFLEK PATOLOGIS

67 • Hoffman → goresan pada kuku jari tengah (jari III) pasien


(+ bila fleksi ibu jari tangan diikuti jari-jari lainnya)
• Trommer → colekan pada ujung jari tengah (jari III) pasien
(+ bila fleksi ibu jari tangan diikuti jari-jari lainnya)
REFLEK PATOLOGIS
 Babinski ( + : dorso fleksi ibu jari
68 kaki dan fanning jari kaki lain)
 Oppenheim (respon positif
seperti babinski)
 Chaddoc ( respon positif seperti
babinski)
 Gordon (respon positif seperti
babinski)
 Gonda (respon positif seperti
babinski)
 Schoueffer (respon positif
seperti babinski)
REFLEK PRIMITIF
SNOUT REFLEKS
69
SUCKING REFLEKS
 Sentuhan pd bibir Ketukan pd bibir atas
 Respon: gerakan bibir, lidah, & Respon: kontraksi otot-otot
rahang seolah-olah menyusu disekitar bibir/dibawah hidung
Pemeriksaan Sistem
Tanda Serebral

70
KESEIMBANGAN

71 ▹ Tandem Walking
→ berjalan lurus ke depan dengan satu kaki ditempatkan di depan jari-jari
kaki lainnya
▹ Berjalan memutari kursi atau meja
▹ Berjalan maju mundur
▹ Romberg test: Pasien berdiri tegak dengan kedua tumit bertemu.
Pertama dengan mata terbuka lalu dengan menutup mata selama 20
detik.
o Lesi cerebelar: waktu membuka dan menutup mata pasien kesulitan
berdiri tegak dan cenderung berdiri dengan kaki yang dibuka lebar.
o Gangguan proprioseptif: begitu menutup mata pasien kesulitan
mempertahankan diri dan jatuh
KOORDINASI

72 ▹ Asinergia/disinergia: menyuruh pasien menggambar lingkaran,


mengambil gelas di atas meja lalu diminum, penderita tidak mampu
melakukannya.
▹ DisDiadokinesia: tidak dapat melakukan gerakan bolak-balik. Misal:
tepuk tangan menggunakan satu telapak tangan bolak balik bergantian.
▹ DisMetria: tidak dapat mengukur ketepatan gerakan. Contoh: tes
telunjuk hidung, finger to finger (mata terbuka), heel to knee.
Pemeriksaan Sistem
Otonomik

73
Pemeriksaan Kolumna
Vertebralis

74

Anda mungkin juga menyukai