0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
16 tayangan30 halaman
Bell's palsy adalah kelumpuhan saraf wajah (N. VII) yang disebabkan oleh edema dan iskemia pada kanal saraf wajah. Gejalanya berupa kelumpuhan otot-otot wajah sebelah satu yang dapat menyebabkan wajah terlihat moncong. Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan elektromiografi, sementara penatalaksanaannya meliputi obat kortikosteroid, antivirus, dan fisioterapi.
Bell's palsy adalah kelumpuhan saraf wajah (N. VII) yang disebabkan oleh edema dan iskemia pada kanal saraf wajah. Gejalanya berupa kelumpuhan otot-otot wajah sebelah satu yang dapat menyebabkan wajah terlihat moncong. Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan elektromiografi, sementara penatalaksanaannya meliputi obat kortikosteroid, antivirus, dan fisioterapi.
Bell's palsy adalah kelumpuhan saraf wajah (N. VII) yang disebabkan oleh edema dan iskemia pada kanal saraf wajah. Gejalanya berupa kelumpuhan otot-otot wajah sebelah satu yang dapat menyebabkan wajah terlihat moncong. Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan elektromiografi, sementara penatalaksanaannya meliputi obat kortikosteroid, antivirus, dan fisioterapi.
Definisi Bell’s palsy merupakan paralisis nervus fasialis (N.VII). Bell’s palsy bersifat akut, unilateral, perifer dan mempengaruhi lower motor neuron. Bell’s palsy dikenal juga dengan nama paralisis fasial idiopatik atau Idiopatic Facial Paralysis. Gambaran Bell’s Palsy Anatomi Nervus Fasialis dan Otot Wajah (1) Saraf otak ke nervus fasialis (N VII) mengandung 4 macam serabut, yaitu : ◦ Serabut somato motorik Serabut somato motorik mensarafi otot-otot wajah, kecuali m. levator palpebrae (N III), otot platysma, stilohioid, digastricus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah ◦ Serabut visero-motorik (parasimpatis) Serabut visero-motorik datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasalis, dan glandula submaksilar serta selubung sublingual dan lakrimalis ◦ Serabut visero-sensorik Serabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3 bagian depan lidah ◦ Serabut somato-sensorik Serabut somato-sensorik rasa nyeri ( dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus. Daerah overlapping atau yang disarafi oleh lebih dari satu saraf ini terdapat di lidah, palatum, meatus, akustikus eksterna dan bagian luar dari gendang telinga. Anatomi Nervus Fasialis dan Otot Wajah (2) Anatomi Nervus Fasialis dan Otot Wajah (3) Anatomi Nervus Fasialis dan Otot Wajah (4) No Nama Otot Persarafan Fungsi 1. M. Frontalis N. Temporalis Mengangkat alis 2. M. Corrugator supercili N. Zigomatikum Mendekatkan kedua pangkal alis N. Temporalis 3. M. Procerus N. Zigomatikum Mengerutkan kulit antara kedua alis N. Temporalis N. Buccal 4. M. Orbicularis Oculli N. Fasialis Menutup kelopak mata N. Zigomatikum N. Temporalis 5. M. Nasalis N. Fasialis Mengembangkan cuping hidung 6. M. Depresor angulioris N. Fasialis Menarik ujung mulut ke bawah 7. M. Buccinator N. Fasialis Meniup sambil menutup mulut N. Zigomatikum N. Mandibular N. Buccal 8. M. Mentalis N. Fasialis Mengangkat dagu N. Buccal Epidemiologi ◦ Bell’s palsy merupakan salah satu kelainan neurologis nervus kranial tersering dan penyebab paralisis wajah tersering di dunia. Diperkirakan 60-75% dari total kasus paralisis fasial unilateral akut disebabkan oleh Bell’s palsy. ◦ Bell’s palsy dapat mengenai semua umur namun lebih sering ditemukan pada orang dewasa, penderita diabetes melitus, pasien imunokompromais, dan perempuan hamil. ◦ Penderita diabetes memiliki resiko 29% lebih tinggi dibandingkan dengan non- diabetes. ◦ Perbanndingan Bell’s palsy pada wanita dan pria sama. Namun, wanita muda dengan usia 10-19 tahun lebih rentan terkena Bell’s palsy dibandingkan dengan laki- laki pada kelompok usia yang sama. ◦ Pada kehamilan trimester ke-3 dan 2 minggu pasca persalinan memiliki kemungkinan terkena Bell’s palsy lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tidak hamil. Etiologi Bell’s palsy dapat dikelompokan seperti berikut: ◦ Idiopatik ◦ Kongenital ◦ Didapat Etiologi Bell’s palsy memiliki banyak kontroversi. Namun ada empat teori yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy, yaitu: ◦ Teori iskemik vascular ◦ Teori Infeksi Virus ◦ Teori Herediter ◦ Teori imunologi Patofisiologi Patofisiologi pasti dari Bell’s palsy masih merupakan perdebatan. Perjalan nervus fasialis (N.VII) melewati suatu bagian ruling temporalis yang disebut kanalis fasialis. Salah satu teori mengatakan bahwa adanya edema dan iskemia menyebabkan kompresi nervus fasialis di dalam kanal tersebut. Namun penyebab dari edema dan iskemia sendiri masih belum dapat dipastikan. Manifestasi Klinis (1) Onset pada Bell’s palsy adalah akut, yaitu penderita dapat mencapai kelumpuhan maksimum selama 48 jam dan hampir semua berjalan dalam waktu lima hari. Nyeri di belakang telinga dapat mendahului kelumpuhan selama satu atau dua hari. Pada awalnya, biasanya penderita akan merasakan kelainan di mulut pada saat bangun tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum maupun saat berbicara. Mulut tampak moncong terlebih pada saat meringis, kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita disuruh menutup kelopak matanya maka bola mata tampak berputar ke atas (Bell phenomen). Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur atau minum maka air keluar melalui sisi mulut yang lumpuh. Manifestasi Klinis (2) Gejala dan tanda klinik lainnya yang berhubungan dengan tempat atau lokasi lesi, yaitu: ◦ Lesi di luar foramen stilomastoideus Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat, makanan akan berkumpul di antar pipi dan gusi, sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang, lipatan kulit dahi akan menghilang, apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus. ◦ Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) Gejala dan tanda klinik yang timbul akan sama seperti pada poin sebelumnya, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, dan juga menunjukkan adanya lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis ◦ Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi Gejala dan tanda klinik yang timbul akan sama seperti pada poin sebelumnya, ditambah dengan adanya hiperakusis. Manifestasi Klinis (3) ◦ Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum) Gejala dan tanda klinik yang timbul akan sama seperti pada poin sebelumnya, disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. ◦ Lesi di daerah meatus akustikus interna Gejala dan tanda klinik yang timbul akan sama seperti pada poin sebelumnya, ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus. ◦ Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons Gejala dan tanda klinik yang timbul akan sama seperti pada poin sebelumnya,, disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus, dan terkadang juga nervus abdusens, nervus aksesorius, dan nervus hipoglosus Diagnosis (1) ◦ Anamnesis ◦ Pemeriksaan fisik ◦ Inspeksi : melihat asimetris wajah ◦ Palpasi : kita bandingkan tonus otot wajah, nyeri tekan dan juga kekakuan pada sisi wajah ◦ Pemeriksaan neurologi ◦ Pemeriksaan motorik nervus fasialis : untuk melihat wajah penderita simetris atau tidak. Meminta pasien untuk : - Mengangkat alis dan mengerutkan dahi, - Memejamkan mata - Menyeringai ( menunjukkan gigi geligi), mencucurkan bibir dan mengembungkan pipi Diagnosis (2) ◦ Pemeriksaan sensorik nervus fasialis Kerusukan nervus fasialis sebelum percabagan korda timpani dapat menyebabkan hilangnya pengecapan pada 2/3 lidah bagian depan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahuinya. Untuk pemeriksaan, penderita diminta untuk menjulurkan lidah kemudian letakkan bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam. Kemudian kita meminta penderita untuk menyebutkan apa yang dirasakan. Jika penderita tidak dapat menyebutkannya berarti ada gangguan. Diagnosis (3) ◦ Schimer test Schimer test digunakan untuk mengetahui fungsi dari produksi air mata. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus merah berukuran 5x50mm dengan salah satu ujung dilipat dan diselipkan pada kantus medial dan dibiarkan selama 5 menit dengan keadaan mata terpejam. Normalnya menjadi biru dan basah sepanjang 20-30 mm Diagnosis (4) ◦ Reflex stapedius Pemeriksaan dilakukan dengan memasang stetoskop pada telinga penderita kemudian lakukan pengetukan lembut pada diafragma stetoskop atau dengan menggetarkan garpu tala di dekat stetoskop. Abnormal jika terjadi hiperakusis atau suara lebih keras atau nyeri pada salah satu telinga. Diagnosis (5) ◦ Pemeriksaan laboratorium ◦ Complete Blood Count (CBC) ◦ Gula darah HbA1c ◦ Pemeriksaan radiologi ◦ CT-SCAN ◦ MRI ◦ Elektromiografi Diagnosis Banding ◦ Stroke ◦ Tumor ◦ Sklerosis multipel ◦ Trauma ◦ Otitis media supuratif dan mastoiditis ◦ Herpes zoster otikus ◦ Sindroma Guillain-Barre ◦ Tumor serebello-pontin ◦ Tumor kelenjar parotis ◦ Sarcoidosis Penatalaksanaan (1) ◦ Medikamentosa ◦ Kortikostreoid Oral : kortikosteroid diberikan untuk mencegah terjadinya suatu inflamasi saraf. ◦ Antivirus : Antivirus diberikan karena adanya kemungkinan keterlibatan HSV-1 di Bell’s palsy. ◦ Analgesik : Analgesik diberikan untuk meredakan nyeri ◦ Vitamin neuropatik ◦ Operatif Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak- anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intrakranial. Tindakan operatif dilakukan apabila : ◦ Tidak terdapat penyembuhan spontan ◦ Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan ◦ Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total. Penatalaksanaan (2) ◦ Rehabilitasi medik ◦ Program Fisioterapi ◦ Program Terapi Okupasi ◦ Program Sosial Medik ◦ Program Psikologik ◦ Program Ortotik Prostetik ◦ Home Program Program Fisioterapi ◦ Pemanasan ◦ Pemanasan superficial dengan infra red. ◦ Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy (SWD) ◦ Stimulasi listrik Tujuan diberikan stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk mencegah atau memperlambat terjadi atrofi sambal menunggu proses regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Diberikan 2 minggu setelah onset. ◦ Latihan otot-otot wajah dan massage wajah Latihan gerak volunteer diberikan setelah fase akut, latihan yang diberikan berupa mengangkat alis dan ditahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul atau meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh). Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud untuk perbaikan atau pemulihan Program Okupasi Terapi okupasi memberikan latihan gerakan pada otot wajah. Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Latihan dilakukan secara bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan, latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin Program Sosial Medik Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial. Problem sosial biasanya akan berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga Program Psikologik Untuk kasus-kasus tertentu gangguan psikis dapat sangat menonjol. Rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda wanita atau penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan penderita untuk sering tampil di depan umum. Oleh karna itu, bantuan seorang psikolog sangat diperlukan Program Ortotik Prostetik Untuk mecegah sudut mulut yang sakit jatuh makda dapat dilakukan pemasangan “Y” plester. Plester dianjurkan untuk diganti setiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan “Y” plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan Zygomaticus selama parase dan untuk mencegah terjadinya kontaktur. Home Program ◦ Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit ◦ Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi wajah yang sehat ◦ Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet ◦ Perawatan mata: ◦ Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari ◦ Memakai kacamata gelap sewaktu berpergian siang hari ◦ Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur Komplikasi ◦ Crocodile tear phenomenon ◦ Synkinesis ◦ Hemifacial spasm ◦ Kontraktur Prognosis Sepertiga dari penderita Bell’s palsy dapat sembuh tanpa adanya gejala sisa. Namun 1/3 lainnya dapat sembuh dengan elastisitas otot yang tidak berfungsi dengan baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata. Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.. Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bell’s palsy, yaitu : 1) Usia di atas 60 tahun 2) Paralisis komplit 3) Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh 4) Nyeri pada bagian belakang telinga dan Berkurangnya air mata TERIMA KASIH