Anda di halaman 1dari 61

Farmakoterapi TBC

L/O/G/O
KELOMPOK 3
• Achmad Nafis Mufattisy Al Harishi 260112150528
• Adi Pratama 260112150605
• Angi Nurkhairina 260112150508
• Annisa Intani Rahayuningtyas 260112150532
• Hayati kusuma dewi Sakinah 260112150524
• Imro'atul Mufidah 260112150516
• Liziyyannida Busyro 260112150504
• Michael Octavianus 260112150609
• M. Ig Adlan F 260112150597
• Niken Dwi Larasati 260112150601
• Novia Eka Putri 260112150582
• Rurynta Ferly Shavira 260112150618
• Sakinah 260112150512
• Trias ilmi pramudika 260112150613
• Yun Earning K. 260112150520
DEFINISI

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis yang mampu menginfeksi secara laten
maupun progresif (Dipiro, 2008)

Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar (80%) menyerang


paru-paru termasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding
selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang
sulit ditembus zat kimia (DEPKES, 2005)

Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada
pewarnaan, sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA)
(DEPKES, 2005).

Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung,


tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. TB
timbul berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di
dalam sel-sel fagosit (DEPKES, 2005).
Epidemiologi

WHO memperkirakan 1/3 penduduk dunia


telah terinfeksi oleh TB Paru

Di seluruh dunia, TB Paru merupakan


penyakit infeksi terbesar no.2 penyebab
tingginya angka mortalitas dewasa

Di Indonesia, TB Paru menduduki


peringkat 3 dari 10 penyebab kematian
dengan proporsi 10% dari mortalitas total
Etiologi

Mycobacterium Bersin Batuk


tuberculosis

Ingesti/Inhalasi Droplet
Faktor Resiko

Karakterisitik
Pribadi

Lingkungan
Karakterisitik Pribadi

TB paru hampir Prevalensi TB paru Keadaan malnutrisi


tersebar pada semua terbanyak diderita oleh atau kekurangan
kelompok usia dan laki-laki karena
sebagian besar laki-laki kalori, protein,
paling banyak pada
kelompok usia mempunyai kebiasaan vitamin, zat besi,
produktif yaitu usia merokok Selain dari dan lain-lain, akan
kebiasaan merokok laki- mempengaruhi
20-49 tahun sekitar laki lebih beresiko
58%.Di Indonesia terkena TB paru
daya tahan tubuh
sendiri diperkirakan dibandingkan dengan seseorang
75% penderita TB perempuan hal ini sehingga rentan
paru adalah usia berkaitan erat dengan terhadap penyakit
produktif yaitu usia interaksi sosial yang termasuk TB paru.
15-50 tahun lebih tinggi pada laki-
laki dibandingkan
perempuan.
Faktor Lingkungan

Keadaan berbagai Sebagian besar Rendahnya pendidikan


lingkungan yang penderita Tb paru seseorang penderita TB
dapat mempengaruhi dapat mempengaruhi
adalah dari seseorang untuk
penyebaran Tb paru
salah satunya adalah kalangan miskin. mencari pelayanan
lingkungan yang Data WHO pada kesehatan. Seseorang
tahun 2011 yang yang mempunyai
kumuh,kotor. pendidikan rendah
Penderita Tb Paru menyatakan bahwa akan berpeluang untuk
lebih banyak terdapat angka kematian mengalami
pada masyarakat akibat Tb paru ketidaksembuhan 5,5
yang menetap pada sebagaian besar kali lebih besar
lingkungan yang berada di negara dibanding orang yang
kumuh dan kotor mempunyai tingkat
berkembang. pendidikan yang lebih
tinggi
KLASIFIKASI
Berdasarkan Tempat/Organ yang Diserang :

Tuberkulosis Paru adalah


tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan
kelenjar pada hilus.

Tuberkulosis Ekstra Paru adalah


tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak
Mikroskopis, TB Paru dibagi dalam:

Tuberkulosis Paru BTA Tuberkulosis Paru


Positif BTA Negatif

Sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS Pemeriksaan 3 spesi-
hasilnya BTA positif. men dahak SPS
hasilnya BTA negatif
dan foto rontgen dada
1 spesimen dahak SPS menunjukkan
hasilnya BTA positif dan foto gambaran tuber-
rontgen dada menunjukkan kulosis aktif.
gambaran tuberkulosis aktif.
Berdasarkan pada Tingkat Keparahan
Penyakitnya :

TB Ekstra Paru TB Ekstra Paru

Ringan Misalnya: TB
kelenjar limfe,
Berat Misalnya:
meningitis, millier,
pleuritis eksudativa perikarditis,
unilateral, tulang peritonitis, pleuritis
(kecuali tulang eksudativa duplex,
belakang), sendi, TB tulang
dan kelenjar adrenal. belakang, TB usus,
TB saluran kencing
dan alat kelamin.
TB Paru

Berdasarkan
gambaran kerusakan
paru dari hasil rontgen
Berdasarkan Riwayat Pengobatan
Sebelumnya :

Kasus Baru

Kasus Kambuh (Relaps)

Kasus Setelah Putus Berobat (Default)

Kasus Setelah Gagal (Failure)


Patofisiologi
Manifestasi Klinis (umum)

Berat badan menurun


drastis

Cepat lelah

Batuk produktif

demam

Berkeringat
pada malam hari
Manifestasi klinis (khusus)

Frank
hemoptysis
• Pengeluaran darah saat batuk tanpa
disertai dengan keberadaan dahak
Diagnosis TB

Diagnosis TBC Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan


ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis
hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari
tiga spesimen SPS BAT hasilnya positif.

Tes Paru
Diagnostik
TB tergantung
Ekstra Paru pada organ
yang terkena
Tes diagnostik TB

National Tuberculosis Management Guidelines 2014 Department of healt, Republic of South Africa
KEMENKES no 364 tahun 2009 tentang pedoman penggulangan tuberkulosis (T
Test lain

Interferon gamma Release Assays (IGRA)

Kultur darah

TB LAM (lateral floe version)

Pemeriksaan histologis

tes kulit Tuberkulin

National Tuberculosis Management Guidelines 2014 Department of healt, Republic of South


Africa
Diagnosis pada anak

Sputum, induksi sputum


mikrobiologi dan pemeriksaan bilas
lambung

Diagnosis Uji
Tuberkulin
Pemeriksaan
penunjang Foto toraks

Line Probe
Direkomendasika
Assay (Xpert
n WHO 2013
MTB/RIF

KEMENKES, 2013.,Petunjuk teknis manajeman TB anak


Diagnosis dengan sistem skoring

KEMENKES, 2013.,Petunjuk teknis manajeman TB anak


TERAPI
Tujuan Terapi
• Mencegah berkembangnya kuman
• Mycobacterium tuberculosis.
• Merubah BTA (+) menjadi (-) secepat mungkin
Jangka • Mencegah kekambuhan
• Menghilangkan atau mengurangi gejala dan
pendek lesi perbaikan daya tahan imonologis.
• Mencegah penularan kuman dari pasien yang
dicurigai terinfeksi TBC

• Meningkatkan kepatuhan pasien terhadap


pengobatan.
Jangka • Meningkatkan kualitas hidup pasien.
panjang • Mencegah terjadinya resistensi terhadap
kuman Mycobacterium tuberculosis.
• Menghindari penggunaan
monoterapi. Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) diberikan
dalam kombinasi, untuk
Prinsip mencegah resistensi obat
• Pengobatan dilakukan dengan
Pengobatan pengawasan langsung, untuk
TBC menjamin kepatuhan pasien
• Pengobatan diberikan 2 tahap
yaitu intensif dan lanjutan
Tahap Pengobatan TBC
Intensif: Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
secara langsung, bila diberikan secara tepat maka penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu,
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA
negative dalam 2 bulan

Lanjutan: Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dengan


jangka waktu yang lebih lama, tahap ini penting untuk
membunuh kuman agar tidak terjadi kekambuhan
Isoniazid
(H)

Steptomisin Etambutol
(S) (E)
Obat
TBC
umum

Pirazinami Rifampisi
d (Z) n (R)
Regimen Obat TB
Kode Huruf

CONTOH H = Isoniazid
R = Rifampisin
Z = Pirazinamid
E = Etambutol
S = Streptomisin

2HRZE 4H3R3
Selama 4 bulan
Selama 2 Bulan
Masing2 OAT (INH
Tiap hari 1 dan Rifampisin)
kombinasi tsb diberikan 3 kali
seminggu
Panduan Obat Anti Tuberculosis
(OAT)
• Penderita baru TB paru BTA positif
• Penderita baru TB paru BTA negative rontgen positif yang “sakit
berat”
Kategori 1 • Penderita TB ekstra paru berat

• Untuk penderita TB paru BTA (+) yang sebelumnya pernah


diobati
• Penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure), penderita
Kategori 2 dengan pengobatan setelah lalai (after default)

• Penderita baru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan


• Penderita TB ekstra paru ringan
Kategori 3
Panduan Pengobatan Standar
untuk Penanggulangan TBC

Katagori 1:
2HRZE/4H3R3
2HRZE/4HR
2HRZE/6HE

WHO
dan
IUATLD
Katagori 3:
Katagori 2:
2HRZ/4H3R3
2HRZES/HRZE/5H3R3E3
2HRZ/4HR
2HRZES/HRZE/5HRE
2HRZ/6HE
Panduan Pengobatan Standar
untuk Penanggulangan TBC

Katagori 1:
2HRZE/4H3R3

Disamping 3 Katagori 2:
katagori, disediakan
paduan obat sisipan Indonesia 2HRZES/HRZE/5H
(HRZE) 3R3E3

Katagori 3:
2HRZ/4H3R3
ISONIAZID (H)

Sediaan yang beredar : tablet 100mg dan 300mg

Dosis : 300mg 1 x sehari (dewasa)

Mekanisme kerja
• Bakterisid, membunuh 90% populasi kuman dlm beberapa hari pertama
pengobatan. Menganggu sintesa Mycolic acid yang diperlukan untuk
membangun dinding bakteri
Interaksi obat
• Pemakaian Isoniazid bersamaan dengan obat-obat tertentu, mengakibatkan
meningkatnya konsentrasi obat tersebut dan dapat menimbulkan risiko
toksis.
ESO
• Hepatoksik, hipotensi postural, gangguan saluran cerna, dll.
RIFAMPISIN (R)

Sediaan beredar : tablet dan kapsul 300mg, 450mg, dan 600mg

Dosis : 600mg 1x sehari (dewasa)

Mekanisme kerja
• Hambatan spesifik pada enzim bakteri RNA-polimerase sehingga sintesis RNA
gagal dilakukan
• Bersifat bakterisid, membunuh bakteri semi-dormant yang tidak dapat dibunuh
Isoniazid

Interaksi obat
• mempercepat metabolisme metadon, kloramfenikol, warfarin,teofilin, antidiabetik
• absorpsi berkurang ketika dikonsumsi bersama antasida,
ESO
• Urin berwarna kemerahan, gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati,
leukopenia, eosinofilia, sindrom flu, manifestasi pada kulit, demam, dispenia,
trombositopenia, purpura, gagal ginjal akut, anemia hemolitik, dll.
PIRAZINAMID (Z)

Sediaan yang beredar : tablet 500mg/tablet

Mekanisme kerja
• berdasarkan pengubahannya menjadi asam pyrazinamidase
• Kerja Obat Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam
sel dengan suasana asam.

ESO
• Hepatoksik, hipotensi postural, gangguan saluran cerna, dll.

Perhatian
• Hanya digunakan pada terapi kombinasi antiTb, namun digunakan tunggal
untuk pasien yang resisten
• Obat ini dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal sehingga
menimbulkan hiperurikemia. Jadi penderita yang diobati pirazinamid harus
dimonitor asam uratnya.
ETAMBUTOL (E)

Sediaan yang beredar : tablet 250mg dan 500mg/tablet

Mekanisme kerja
• Bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan bakteri TB yang telah resisten terhadap
Isoniazid dan Streptomisin
• penghambatan sintesa RNA pada kuman yang sedang membelah, juga
menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding sel.
ESO
• gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan
lapangan pandang.
• Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus
segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih.
Perhatian
• Jika Etambutol dipakai, maka diperlukan pemeriksaan fungsi mata sebelum
pengobatan. Turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal; usia lanjut; kehamilan;
ingatkan penderita untuk melaporkan gangguan penglihatan. Etambutol tidak diberikan
kepada penderita anak berumur dibawah umur 6 tahun,
Populasi Khusus
isoniazid, pirazinamid, etionamid,
dan cycloserine → menembus
TB cairan serebrospinal
Meningitis
Obat yang relatif
hidrofilik (isoniazid,
pirazinamid,
aminoglikosida) → Obesity Children Penyesuaian dosis
berdasarkan berat
badan ideal

TBC
Renal &
Hepatic Pregnancy
Failure

HIV
Infection Resiko tejadi MDR-TB → dilakukan
diferensiasi antara infeksi
M.tuberculosis & nontuberculosis
karena obat berbeda
Pada Pasien Gagal Ginjal dan Hati

Pada • Obat-obat yang disekresikan oleh ginjal perlu


dilakukan penyesuaian dosis
• Isoniazid, Rifampicin, dan pirazinamid dapat dipakai
Pasien dalam dosis standar pada pasien gangguan ginjal
karena diekskresi melalui empedu dan dapat dicerna
Gagal menjadi senyawa tidak toksik
• Streptomicin dan ethambutol, perlu dilakukan
Ginjal penyesuain dosis pada pasien gagal ginjal

• Obat-obat yang dimetabolisme perlu dilakukan


Pada penyesuaian dosis
• Obat antituberkulosis yang eliminasi di hati yaitu
isoniazid, rifampisin, pirazinamid,,etionamid, dan p-
pasien Aminosalisilat acid.
• Untuk beberapa pasien dengan TB yang mengalami
gagal hati gangguan hati regimen streptomisin, levofloxacin,
dan etambutol dapat digunakan
Pengobatan Pada Wanita Hamil

Wanita Hamil
Streptomisin dan Etionamid
TIDAK AMAN digunakan
untuk wanita hamil karena
Streptomisin menyebabkan
gangguan pendengaran pada
Pengobatan menggunakan
Pada prinsipnya paduan bayi baru lahir ( complete
isoniazid, ethambutol,
pengobatan TB pada wanita Deafness. Etionamid dapat
rifampisin dan pirazinamid
hamil tidak berbeda dengan menyebabkan persalinan
aman digunakan untuk ibu
pengobatan TB pada umumny prematur dan cacat bawaan
hamil
ketika digunakan selama
kehamilan. ETIONAMID
menyebabkan
mongolisme(down sydrome )
pada bayi yang baru lahir,
Terapi Non Farmakologi

• Intervensi terapi non farmakologi TB bertujuan untuk mencegah


penyebaran TB sehingga pasien dianjurkan untuk
menggunakan alat pelindung diri, termasuk alat pernapasan
yang dipasang dengan benar, dan menutup pintu agar tidak
terkontaminasi dari luar

• Olahraga ringan pagi hari saat sinar matahari efektif yang


dikombinasikan dengan makanan bergizi tinggi
Evaluasi Hasil Terapi

Evaluasi
Klinik Evaluasi
Bakteriologik

Evaluasi Penderita Evaluasi


yang telah sembuh Radiologik

Evaluasi Evaluasi Efek


Keteraturan Samping Obat
Obat
Evaluasi Hasil Terapi

Penderita dievaluasi setiap 2 minggu


pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan

Evaluasi : respons pengobatan dan


Evaluasi ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi
Klinik penyakit

Evaluasi klinik meliputi keluhan


berat badan, pemeriksaan fisik.

www.themegallery.com
Evaluasi Hasil Terapi
Pemeriksaan Bakteriologik

Tujuan untuk mendeteksi ada Pemeriksaan mikroskopik :


tidaknya konversi dahak
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah
fase intensif)
- Akhir pengobatan

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan fototoraks :
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Akhir pengobatan
Evaluasi Efek Samping Obat
Evaluasi Hasil Terapi

Diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal


Evaluasi ini maka sangat penting penyuluhan atau
Keteraturan pendidikan mengenai penyakit dan
Obat keteraturan berobat yang diberikan kepada
penderita, keluarga dan lingkungan

 Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh


Evaluasi tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama
Penderita setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya
Yang telah kekambuhan.
sembuh  Yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak
dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3,6,12
dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
 Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah
dinyatakan sembuh.
PIO & Pemantauan Terapi Obat
Informasi TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
yang harus
diketahui TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
pasien dan
keluarganya
antara lain: Pengobatan penyakit TB membutuhkan waktu lama (6-12 bulan)

Bila patuh minum obat, dalam 2-4 minggu penderita akan merasa nyaman,
tetapi obat masih harus diteruskan sampai Dokter menghentikannya.

Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara


pencegahannya

Tata laksana pengobatan pasien pada tahap intensif dan lanjutan

Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur

Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan tindakan yang perlu diambil jika
mengalaminya, serta perlunya segera meminta pertolongan ke sarana pelayanan
kesehatan.
Pemantauan Terapi Obat
Pengamatan langsung: Ikut mengamati jalannya Program DOTS. Apoteker
sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO).

Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan
seorang PMO.

Apoteker diharapkan dapat meminta seseorang yang berfungsi sebagai PMO dengan
persyaratan:

 Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui oleh penderita dan


lebih baik lagi dikenal dan disetujui oleh petugas kesehatan
termasuk Apoteker, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
penderita.
 Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita.
 Bersedia membantu penderita dengan sukarela.
 Bersedia dilatih dan/atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan penderita
Peran Apoteker atau PMO dalam Pemantauan Terapi Obat

Mengawasi penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.

Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur

Mengingatkan penderita untuk segera menemui petugas kesehatan (dokter atau peugas kesehatan lain) yang
memberikan obat, jika terjadi gejala efek samping, atau kondisi penyakit yang bertambah parah atau ada kelainan
lain.

Mengingatkan penderita, tindakan untuk segera meneruskan meminum obat, jika lupa meminum
obat

Mengingatkan penderita untuk menyimpan obat pada tempat yang kering, tidak terkena cahaya
matahari, jauh dari jangkauan anak anak.

Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu-waktu yang telah ditentukan

Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang mempunyai gejala-gejala seperti
TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan
KASUS TUBERCULOSIS
Patient Database Keluhan Utama
Identitas Pasien
Px
• Nama : Tn S • Batuk sejak 4 bulan yang lalu,
• Usia : 54 th bertambah parah sejak 1 bulan
• TB/BB : 160cm/43kg yg lalu
• Alamat : Jombang • Batuk disertai dahak warna putih
• Pekerjaan : Buruh Bangunan dan nyeri dada kanan bla batuk
• No. Kamar RS: Ruang 23/kamar • Sesak bila aktivitas berat, sejak 1
3 bed no 2 minggu lalu sesak bertambah
• Dokter : dr. Yani • Berat badan menurun 2 Kg
dalam 1 bulan

Riwayat keluarga, sosial, Riwayat penyakit


dan gaya hidup
• Hipertensi dan DM
• Ayah meninggal 5 tahun disangkal Diagnosa saat ini
yang lalu karena sakit
• Pneunomia, TB aktif
batuk dan sesak Riwayat operasi
• Merokok sehari 1 pak/16
batang • Tidak ada
Klasifikasi BMI (WHO):

Perhitungan BMI pasien =


43 kg
1,6 m x 1,6 m

Hasilnya adalah 16,8


kg/m2

Target BB pasien 47,4-


64 kg

WHO. 2014. BMI Classification. World Health Organization.


Data Klinik
DATA KLINIK TANGGAL
NILAI
16/9 17/9 18/9 19/9 20/9 21/9
NORMAL
110/70-
Tekanan darah 120/70 110/70 110/70 115/70 110/70 110/70
130/80
Respiration
15-20x/mnt 24x/mt 22x/mnt 24x/mnt 20x/mt 20x/mnt 18x/mnt
Rate
60-
Nadi 104x/mnt 106x/mnt 100x/mnt 100x/mnt 100x/mnt 88x/mnt
100x/mnt
Temperatur 36-37.50 C 38.50C 38.50 C 37.80C 37.5 0C 37.50C 37.00C

Tekanan darah : normal dari tanggal 16/9-21/9


Respiration rate : tinggi pada tanggal 16/9-18/9
Nadi : tinggi pada tanggal 16/9-17/9
Temperature : tinggi pada tanggal 16/9-18/9
Jika dilihat dari RR, nadi dan suhu tubuh pasien yang tinggi maka pasien ini
dapat dikatakan terkena SIRS
Data Laboratorium
NILAI NORMAL 16/9 17/9 18/9 19/9 20/9 21/9
Berdasarkan
Sputum BTA
Hasil pemeriksaan sputum BTA yang positif pada pemeriksaan S-P-S maka
dapat Negative Sputum
didiagnosa pasien terkenaBTA
TB Paru.
data lab:
+3/+2/+1(SP
S) yang rendah maka dapat dikatakan pasien mengalami
Kondisi hemoglobin (Hb)
anemia, hal ini dapat dikarenakan kurangnya nutrisi pada pasien dan adanya
Haemoglobin 13.4-17,7gr/dl
infeksi. 10,40
Leukosit 4,3-10,3 3/Ul
10tinggi 20.96
Leukosit yang menunjukkan bahwa pada pasien ini mengalami infeksi.

albumin 3,5-5 gr/dl 2,49


Albumin yang rendah menunjukkan kondisi hipoalbumin pada pasien karena
SGOT adanya0-40 U/Lmalnutrisi
kondisi 35pada pasien. 70 75
SGPT 0-41 U/L 25 56 68
Bilirubin total <1,0 mg/dl
Peningkatan SGOT dan 0,31SGPT dapat dikarenakan efek samping obat anti TB
sehingga harus dicek secara ketat.
Bilirubin Direk <0,25 mg/dl 0,23
Bilirubin Indirek Asam
<0,75 mg/dlmeningkat
urat yang 0,08 juga harus di waspadai dan cek secara berkala dan
secara ketat, Karena dapat disebabkan oleh efek samping dari pyrazinamid.
Ureum 16,6-48,5 mg/dl 22.8
Creatinin Dari data
<1,2 lab dan data0,36
mg/dl klinik pasien dimana RR,nadi,suhu tubuh, dan tingginya
leukosit maka pasien terkena SIRS dan harus di waspadai kondisi SEPSIS.
As urat 3,4-7,0 mg/dl 5,7 7
Data Pengobatan Pasien
TANGGAL PEMBERIAN OBAT
JENIS OBAT REGIMEN DOSIS
16/9 17/9 18/9 19/9 20/9 21/9
Injeksi ceftriaxon 2x 1gram x x x x x
Rifampicin 1x 450mg x x x x x x
Isoniazid (INH) 1x300mg x x x x x x
Ethambutol (E) Ix1000mg x x x x x x
Pyrazinamid (Z) 1x 1000mg x x x x x x
Paracetamol 3x500mg x x x x x
Codein 10mg/salbutamol 2mg/ 3x1 caps x x x x x x
aminofilin 50mg
Domperidon 3x10mg x x x
Vitamin B6 1x10mg x x x x x x

TUJUAN TERAPI :
• Isoniazid obat digunakan pada pasien karena pasien mengalami TB aktif. Obat ini diindikasikan untuk
terapi semua bentuk tuberkulosis aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis orang
berisiko tinggi mendapatkan infeksi.
• Rifampisin : Pada pasien obat ini digunakan sebagai antituberkulosis yang dikombinasikan dengan
antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang.
• Pirazinamid : Digunakan sebagai terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti tuberkulosis lain.
• Etambutol : digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat lain, sesuai regimen
pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan.
• Streptomycin : Sebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama isoniazid, Rifampisin dan
pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontraindikasikan dengan 2 atau lebih obat kombinasi
tersebut.
• Ceftriazone : Antibiotik yang termasuk golongan sefalosporin, digunakan untuk pengobatan infeksi-
infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang sensitif seperti saluran nafas bawah. Dalam
hal ini digunakan untuk mengatasi pneumonia pada pasien.
 Paracetamol : digunakan sebagai terapi untuk menurunkan demam yang dialami oleh
pasien
 Codein : codein digunakan untuk meredakan sakit ringan, dalam hal ini codein digunakan
untuk mengatasi batuk yang dialami oleh pasien tersebut
 Salbutamol : digunakan untuk melebarkan saluran napas, sehingga diindikasikan untuk
asma dan penyakit paru obstruktif kronik (bronkitis kronik dan emfisema). Obat ini dapat
meredakan gejala asma ringan, sedang atau berat dan digunakan untuk pencegahan
serangan asma. Dalam hal ini, salbutamol digunakan untuk mengatasi sesak nafas yang di
alami oleh pasien.
 Aminofilin : digunakan sebagai bronkodilator pada penyakit pulmonary, dalam hal ini
amonofilin dikombinasikan dengan salbutamol untuk mengatasi sesak nafas yang di alami
oleh pasien.
 Domperidon : merupakan antagonis dopamin yang mempunyai efek kerja antiemetik,
dalam hal ini donorridon digunakan untuk mengatasi mual muntah akut yang dialami oleh
pasien.
 Vitamin B6 : berfungsi untuk membantu menggerakkan berbagai macam fungsi vital pada
tubuh, dalam hal ini vitamin b6 diberikan pada pasien untuk mengatasi efek samping yang
akan di timbulkan dari penggunaan obat tuberkulosis
.
Drug Therapy Problem List (DTPL)
Date Problem Action/Intervention

18/9 Dosis Ethambutol terlalu tinggi menurut Perlu konfirmasi efek samping mayor  gangguan
2014 guideline WHO (dosis 800mg), tetapi menurut penglihatan karena efek samping neuritis optik
Asosiasi Dokter Paru Indonesia sudah sesuai

18/9 Interaksi antara Paracetamol dengan Obat  Tanggal 19 dapat dihentikan penggunaan PCT karena
2014 Anti TB lain sehingga meningkatkan resiko sudah tidak ada gejala demam (ditandai suhu tubuh
hepatotoksik dalam rentang normal)
(Isoniazid + Paracetamol interaksi  Apabila masih demam dapat digunakan alternatif lain
signifikan) yaitu Ibuprofen
 Perlu pemantauan SGOT SGPT secara berkala
18/9 Kombinasi obat tuberculosis dapat  Perlu pemantauan SGOT SGPT secara berkala
2014 meningkatkan SGOT SGPT  Memonitoring gejala hepatotoksisitas seperti lemas,
kuning
- Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala / mual, muntah [+])
→ OAT Stop
- Bila klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan:
Bilirubin > 2 → OAT Stop
SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop
SGOT, SGPT > 3 kali, gejala (+) : OAT stop
SGOT, SGPT > 3 kali, gejala (-) → teruskan
pengobatan, dengan pengawasan
18/9 Konfirmasi kepada Dokter indikasi  Apabila aminofilin, salbutamol sebagai bronkodilator
2014 penggunaan aminofilin, salbutamol apakah sebaiknya digunakan prn
untuk sesak (tanggal 19 RR pasien sudah
mulai normal)
Amin, R. Theophylline induced alteration in serum electrolytes and uric acid of asthmatic children. Iranian journal of allergy, asthma, and immunology 2003; Vol 2 No 1.
Whyte et al. Salbutamol induced hypokalaemia: the effect of theophylline alone and in combination with adrenaline. Br. J. clin. Pharmac. 1988; 25: 571-578.
Date Problem Action/Intervention
18/9 Konfirmasi kepada Dokter apakah Kodein 10 mg digunakan sebagai antitusif sampai
2014 penggunaan kodein sebagai batuk reda
antitusif digunakan sampai kapan
18/9 Salbutamol dan aminofilin dapat Perlu pemantauan kadar potassium
2014 menyebabkan hipokalemia (Amin,
2003 dan Whyte, 1988)
19/9 Konfirmasi kepada Dokter indikasi  Tidak digunakan jika tidak terjadi mual muntah
2014 penggunaan Domperidone terkait  Dapat digunakan jika ditujukan untuk prevention
mual muntah pasien mual muntah
21/9 Pirazinamid dapat meningkatkan Perlu monitoring kadar asam urat pada minggu
2014 asam urat (Qureshi et al, 2007) ke-6
 Apabila kadar asam urat>8, dapat diberikan
aspirin setelah masa terapi
(Qureshi et al, 2007)

16/9 Pasien mendapatkan injeksi Konfirmasi perlunya dilakukan test alergy sebelum
2014 antibiotik ceftriaxone, penggunaan pemberian ceftriaxone untuk mencegah terjadinya
antibiotik ini dikontaindikasikan pada reaksi hipersensitifitas akut.
pasien dengan riwayat alergi
peniciline

Qureshi, W., et al. Hyperuricemia and Arthralgias During Pyrazinamide therapy in patient with Pulmonary
Tuberculosis. Lab Med 2007; 38 (8): 495-497
http://www.drugs.com.
Pharmacist’s Care Plan (PCP)
Pharmacoth Recommend
Health Care Desired Monitoring
erapeutic ations Monitoring Parameter
Need Endpoint Frequency
Goal therapy
Memberikan Menghambat
Menghambat
pertumbuhan Setiap hari
antibiotic pertumbuhan Injeksi Ceftriaxon Menurunnya gejala infeksi seperti
bakteri sebelum sampai hasil
sebagai awal bakteri di dalam 2x1 gram demam
diberikan antibiotic kultur muncul
terapi pasien tubuh
sesuai hasil kultur
Rifampicin 1x450
Membunuh mg
bakteri M. Isoniazid 1x300
Memberikan Membunuh Setiap hari
tuberculosis mg Munurunnya gejala TB dan jumlah
Obat anti bakteri M. selama
yang Ethambutol bakteri M. tuberculosis
tuberculosis tubeculosis pengobatan TB
menyebabkan 1x1000 mg
TB Pyrazinamid 1x
1000 mg
Menurunkan Parasetamol 3x
Suhu tubuh Setiap hari
Memberikan suhu tubuh 500 mg hingga
Penurunan suhu tubuh pasien kembali hingga suhu
antipiretik pasien dalam suhu kembali
normal (36-37,5) tubuh turun
kondisi normal normal
Pasien tidak
Mengurangi efek mengalami efek Selama
Efek samping Vitamin B6 1x 10 Tidak ada gejala peripheral
samping obat samping pemakaian obat
tidak muncul mg neuropati
pyrazinamid peripheral anti tuberculosis
neuropati
Memberikan
Berkurangnya
obat penekan Codein Gejala batuk berkurang Batuk mereda Setiap hari
gejala batuk
batuk
Monitoring dan Evaluasi Terapi
KEBERHASILAN TERAPI : EFEK SAMPING OBAT :
• Pemeriksaan sputum setelah 2 bulan terapi • Asam Urat  ESO “Z”, tetap dilanjutkan tx
fase intensif seharusnya BTA menjadi OAT. Cek kadar SUA setelah 2 bulan tx
negatif • Hepatotoksik  nilai SGOT/SGPT apabila 3x
• Peningkatan BB (kg) dari nilai normal dan timbul gejala (jaundice),
hentikan ! “restart”
• Peningkatan nafsu makan
• Gangguan penglihatan  stop “E”. Cek
• Tidak sesak setelah 2 minggu terapi
penglihatan (buta warna )
• Nyeri dada berkurang
• Gagal Ginjal  stop “R”. Cek kadar BUN dan
• Sesak pernafasan berkurang SCr

KIE : Tx NONFARMAKOLOGI :
• PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat)
• Ventilasi rumah mendapat cahaya yang cukup
• Hindari dan berhenti merokok
• Mengatur kepadatan anggota keluarga
• Jangan meludah dan batuk sembarangan
• Px dan keluarga Px wajib menggunaan masker
• Mengkonsumsi makanan seimbang dan bergizi
• Mengingatkan Px untuk rutin mengkonsumsi OAT sesuai dosis. Jangan sampai lupa!
Daftar Pustaka
• Aditama, T. 2002. Tuberkulosis Paru: Masalah dan Penanggulanganya. Edisi
IV. Cetakan Ke-1. Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta
• Alfian, U. 2005. Tuberkulosis. Binarupa Aksara, Jakarta
• Begum V, de Colombani P, Das Gupta S, et al. Tuberculosis and patient
gender in Bangladesh: sex differences in diagnosis and treatment outcome.
Int J Tuberc Lung Dis 2001; 5: 604–610.
• Depkes RI, 1994. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang
Pendidikan Kesehatan. Jakarta
• Dipiro, J.T., R.T. Talbert, G.C. Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and L.M.
Posey. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach 7th Edition.
New York: Mc Graw-Hill.
• Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Tuberkulosis. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
• Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2015. Tuberkulosis.
Pusdatin. Jakarta.
• WHO. 2009. Global Tuberculosis in Control, Surveillance, Planning, and
Financing.
• WHO, 2012. World Health Statistic.
(www.who.int/gho/publications/world_health_statistics) [diakses tanggal 26
April 2016]
• Widoyono, 2005. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasan Penyakit Menular. Erlangga Medical (EMS). Semarang
• A Marie, et al.2008. Pharmacotherapy : Principles & Practice. USA : McGraw Hill
Company
• Asbroek, A.H.A.T., M.W. Borgdroff, N.J.D. Nagelkerke, M.M.G.G. Sebek, W. Deville,
J.D.A.V. Embden, et al. Estimation of Serial Interval and Incubation Period of
Tuberculosis Using DNA Fingerprinting. The International Journal of Tuberculosis and
Lung Disease (1999); 3(5):414–420.
• Bellamy, R. Genetic Susceptibility to Tuberculosis. Clin Chest Med 26 (2005): 233-246.
• Borgdorff, M.W., Sebek, M., Geskus, R.B., Kremer, K., Kalisvaart, N., Soolingen, D. The
Incubation Period Distribution of Tuberculosis Estimated with a Molecular
Epidemiological Approach. International Journal of Epidemiology (2011); 40: 964-970.
• Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik. Jakarta
• Depkes RI. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis pada Anak. Jakarta
• Dipiro, J., Talbert, R. L., Yee, G.C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M. 2008.
Pharmacotherapy APatophysiologic Approach. Seventh Edition. New York: The
McGraw-Hill Companies.
• drugs.com. (Online) Diakses tanggal 21 September 2014.
• Health protection surveillance centre. 2010. Guidelines on the Prevention and control of
Tuberculosis in Ireland. Ireland : National TB Advisory Committee
• Hu BJ, Wei L, Zhang XZ, Tang YC, Ni y, et al. 2005. A retrospective cohort study of the
• influence of time of hospital-acquired pneumonia onset on pathogen constitution.
Zhonghua Jie, 28(2): 112-6.
• Kessler H.H. 2010. Molecular Diagnostics of Infectious Diseases. Jerman: Walter
de Gruyter.
• Knechel, Nancy A. Tuberculosis :Pathophsyology, Clinical Features, and
Diagnosis. Crit Care Nurse 2009, 29:34-43
• Leung CC, Lam TH, Chan WM, Yew WW, Ho KS, Leung G, et al. Lower risk of
tuberculosis in obesity. Arch Intern Med. Jun 25 2007;167(12):1297-304.
• Ortiz-Ruiz G, Vetter N, Isaacs, Carides A, Wood AG, Friedland. 2004. Ertapenem
versus ceftriaxone for the treatment of community-acquired pneumonia in adults:
combined analysis of two multicentre randomized, double-blind studies. J
Antimicrob Chemother. 53 Suppl 2: 59-66.
• Peloquin CA. 2008. Dalam: Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG
et al. Pharmacotherapy. A Pathophysiologic Approach. Seventh Edition. The
McGraw-Hill Companies.
• Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2006. TUBERKULOSIS: Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta
• Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2007. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Tuerkulosis di Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia
• Public Health Agency of Canada, 2007. Canadian Tuberculosis Standards, 6th
Edition. Reproduced with the permission of the Minister of Public Works and
Government Services,2009. Available at www.phac-aspc.gc.ca/tbpc-
latb/pubs/pdf/tbstand07_e.pdf
• Qureshi, W., et al. Hyperuricemia and Arthralgias During Pyrazinamide therapy in
patient with Pulmonary Tuberculosis. Lab Med 2007; 38 (8): 495-497
• Slama K, Chiang CY, Enarson DA, Hassmiller K, Fanning A, Gupta P, et al.
Tobacco and tuberculosis: a qualitative systematic review and meta-analysis. Int J
Tuberc Lung Dis. Oct 2007;11(10):1049-61.
• Sukandar, Elin Y ,dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT.ISFI Penerbitan
• Verhagen LM, van den Hof S, van Deutekom H, Hermans PW, Kremer K,
Borgdorff MW, et al. Mycobacterial factors relevant for transmission of
tuberculosis. J Infect Dis. May 2011;203(9):1249-55.
• Werdhani,Retno Asti.2007.Patofisiologi,Diagnosis dan Klasifikasi
Tuberkulosis.Jakarta : FKUI Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas,
Okupasi,dan Keluarga.

Anda mungkin juga menyukai