Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM SEDERHANA


Oleh :
tenobella anggraini
Pembimbing:
dr. fajar

BAGIAN/SMF REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA/RSUD DORIS SYLVANUS
2019
PENDAHULUAN

• Kejang demam adalah bangkitan kejang yang


terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
lebih dari 38°C) akibat suatu proses ekstra
kranial.
• Terkait dengan gejala demam dan usia, serta
tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun
kelainan lain di otak.
• Pendapat para ahli, kejang demam terbanyak
terjadi pada waktu anak berusia antara 3
bulan sampai dengan 5 tahun.1
• Lebih dari 90% kasus kejang demam terjadi
pada anak berusia di bawah 5 tahun.
…pendahuluan
• Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi
kejang demam berkisar 2%-5%.
• Di Asia prevalensi kejang demam
meningkat dua kali lipat bila dibandingkan
di Eropa dan di Amerika.
• Di Indonesia sendiri mencapai 2-4% tahun
2008 dengan 80% disebabkan oleh infeksi
saluran pernafasan.
…pendahuluan
• Kejang demam dikelompokkan menjadi
dua, yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks.
• Faktor-faktor yang berperan da lam risiko
kejang demam yaitu, faktor demam, usia,
dan riwayat keluarga, dan riwayat prenatal
(usia saat ibu hamil), riwayat perinatal
(asfiksia, usia kehamilan, dan bayi berat
lahir rendah). 1
• Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah
laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat
akademik.
• Prognosis kejang demam baik, namun bangkitan kejang
demam cukup mengkhawatirkan
• Sehingga penanganan yang tepat dan cepat sangat
diperlukan dalam mengatasi anak dengan kejang demam
setiap kejangnya mempengaruhi sel-sel neuron di
otak  mengganggu tumbuh kembang anak.
• Keterlambatan dan kesalahan prosedur bisa
mengakibatkan gejala sisa pada anak, bahkan bisa
menyebabkan kematian3
LAPORAN KASUS

• PRIMARY SURVEY : An. P, 2 tahun 6 bulan


• Vital Sign:
– Tekanan Darah :-
– Nadi : 120 x/menit, regular, kuat angkat
– Respirasi : 30 x/menit, regular,
pernapasan torakoabdominal
– Suhu : 38,2o C
…primary survey

• Airway : bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas


• Breathing : spontan, 30 x/menit, pernapasan
torakoabdominal
• Circulation : nadi 120 x/menit, regular, kuat angkat.
CRT <2 detik
• Disability : gerakan tidak aktif pasien tampak lemas
• Exposure : Tampak lemas
…primary survey
• Evaluasi masalah:
Kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam
priority sign karena pasien dibawa kerumah sakit
karena baru saja mengalami kejang dimana harus
segera mendapatkan pemeriksaan dan
pengobatan. Pasien kemudian ditempatkan di
ruang non bedah dan diberi label warna kuning.
Tatalaksana awal :
Tata laksana awal pada pasien ini adalah
memposisikan pasien, oksigenasi 2 liter permenit
dan memasang IV line.
Identitas Pasien

• Nama : An. P
• Usia : 2 tahun 5 bulan
• Jenis kelamin: laki - laki
• Alamat : Jl. Kalimantan, Palangka Raya
Anamnesis
• Dilakukan Alloanamnesis kepada orang tua pasien di ruang IGD
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
• Keluhan Utama : Kejang
• Riwayat Penyakit Sekarang :
• Ayah pasien mengatakan bahwa pasien mengalami kejang ± 30
menit SMRS. Ini adalah kejang pertama pasien. Pasien kejang
dengan mata kearah atas, tangan dan kaki bergerak – gerak.
Kejang berlangsung selama ±10 menit.Setelah kejang pasien
langsung menangis. Kejang didahului dengan demam. Pasien
demam diakui oleh ayahnya sejak ± 1hari SMRS. Demam tinggi
mendadak dan terus menerus meskipun sudah diberikan obat
penurun panas.
• Pasien juga muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah isi makanan dan
air. Lendir (-), darah (-). Muntah ± 4-5 kali dalam sehari sebanyak
½ gelas aqua. Pasien batuk (+), pilek (+),Pasien tidak mau makan
dan minum.
…anamnesis

• Riwayat Penyakit Dahulu :


• Kejang ini merupakan kejang pertama
pasien.Pasien tidak pernah mengalami
kejang sebelumnya.
• Riwayat Penyakit Keluarga :
• Tidak ada anggota keluarga yang
mempunyai sakit serupa
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum
• Kesan sakit : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : gerakan tidak aktif,pasien
tampak lemas.
• Berat badan : 12 kg
• Vital sign
– Tekanan Darah :-
– Nadi : 120 x/menit, regular, kuat angkat
– Respirasi : 30x/menit, regular, pernapasan
torakoabdominal
– Suhu : 38,2o C
…pemeriksaan fisik
• Kepala : Normocephal, ubun-ubun sudah menutup
• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor. mata cekung (-)
• Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-), darah (-)
• Leher : Kaku kuduk (-), KGB dan tiroid tidak teraba membesar.
Tonsil T2/T2 hiperemis. Faring hiperemis (+)
• Thorax
• Cor :
– Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
– Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V linea midclavicula sinistra
– Auskultasi: SI-SII tunggal reguler, Murmur (-), Gallop (-).
• Pulmo :
– Inspeksi : Simetris (+/+), Massa (-), Retraksi (-/-)
– Palpasi : Massa (-), Krepitasi (-)
– Perkusi : Sonor (+/+) dikedua lapang paru
– Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki Basah (-/-), Wheezing (-/-)
…pemeriksaan fisik
• Abdomen
• Inspeksi : datar, Massa (-), Jejas (-),
• Auskultasi : Bising Usus (+)
• Perkusi : Timpani
• Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba.
• Turgor kulit cepat kembali

• Ekstermitas: Akral hangat, CRT <2 detik. Ptekie


(-)
Pemeriksaan Penunjang
Parameter Hasil Nilai Interpretasi
rujukan
Hemoglobin 12,5 g/dl 11-16 g/dl Normal

Leukosit 13.690 /uL 4000- Meningkat


10.000/uL

Trombosit 204.000/uL 100000- Normal


300000/uL

Hematokrit 338.3% 37-54% Normal

GDS 74 mg/gl <200 mg/dl Menurun


Diagnosis

• DIAGNOSIS
• Diagnosis Klinis : Kejang Demam
• Diagnosis Etiologi: Tonsilo faringitis akut.
• Diagnosis Kerja : Kejang Demam Sederhana ec
Tonsilo faringitis akut.
Penatalaksanaan di IGD

• Posisikan pasien
• Oksigenasi 2 liter permenit
• Pasang IV line dengan cairan D5 ¼ NS
• Inj. Cefotaxime 3 x 400 mg IV (ST)
• Inj. Phenobarbital 75 mg (IM) ekstra
• Po: Paracetamol 3xI cth
• Observasi kejang berulang, keadaan umum
dan tanda vital anak.
Prognosis
• Quo ad vitam : ad bonam
• Quo ad functionam : ad bonam
• Quo ad sanationam : ad bonam
PEMBAHASAN

• Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang


paling sering terjadi pada anak, kelompok usia kasus
diketahui sebagian besar adalah kurang dari dua
tahun.
Pembahasan
• Patofisiologi
• Sumber energi otak  glukosa  melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
• Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipid dan permukaan luar
yaitu ionik.
• Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi
ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebalikya.
Pembahasan

• Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di


dalam dan di luar sel,  terdapat perbedaan
potensial membran Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.
Pembahasan
• Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
– Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
– Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
– Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan.

• Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu  perubahan


keseimbangan dari membran sel neuron dalam
waktu yang singkat t terjadi difusi ion kalium listrik.
• Lepas muatan listrik ini demikian besarnya  meluas
ke seluruh sel maupun ke membran dengan bantuan
neurotransmitterterjadilah kejang.
Pembahasan
• Pada keadaan otak belum matang kadar
Corticotropin releasing hormon (CRH) di
hipokampus tinggi, berpotensi untuk terjadi
bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam.

• Satu dari dua puluh lima anak akan mengalami


satu kali kejang demam.
• Hal ini dikarenakan, anak yang masih berusia
dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap berbagai
penyakit disebabkan system kekebalan tubuh
belum terbangun secara sempurna.
• Serangan kejang demam pada anak yang satu
dengan yang lain tidaklah sama, tergantung
nilai ambang kejang masing-masing.
• Oleh karena itu, setiap serangan kejang harus
mendapat penanganan yang cepat dan tepat,
apalagi kejang yang berlangsung lama dan
berulang.
• Keterlambatan dan kesalahan prosedur bisa
mengakibatkan gejala sisa pada anak, bahkan
bisa menyebabkan kematian.2,3
• Kejang yang berlangsung lama biasanya
disertai apneu (henti nafas) yang dapat
mengakibatkan terjadinya hipoksia
(berkurangnya kadar oksigen jaringan)
sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler  mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak.
• Apabila anak sering kejang, akan semakin banyak sel
otak yang rusak dan mempunyai risiko menyebabkan
keterlambatan perkembangan, retardasi mental,
kelumpuhan dan juga 2-10% dapat berkembang
menjadi epilepsy. 2
• Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15%
dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%.
• sehingga dengan adanya peningkatan suhu akan
mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukosa dan
oksigen. Pada demam tinggi akan mengakibatkan
hipoksia jaringan termasuk jaringan otak. 2
• Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda
dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang
seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tubuh tertentu. 2
Klasifkasi kejang
• Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus
badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu :
kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.4

Kejang Tonik
• Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan
rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi
dengan komplikasi prenatal berat.
• Bentuk klinis pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik
umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai
deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi.
Kejang Klonik
• Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral
• Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik,
terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran
dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik.
• dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal
pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati
metabolik.

Kejang Mioklonik
• Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan
fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan
terjadinya cepat yang menyerupai reflek moro.
• Merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang
luas dan hebat.
• Pada pasien, tidak diketahui termasuk dalam
klasifikasi kejang yang mana karena saat dirumah
sakit pasien sudah tidak kejang lagi.
Adapun klasifikasi menurut IDAI
yaitu: 3
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam sederhana berlangsung singkat, kurang


dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri.
• Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa
gerakan fokal.
• Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
• Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara
seluruh kejang demam.
• Kejang demam kompleks Kejang demam dengan
salah satu ciri berikut ini:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kriteria Livingstone

• Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun


• Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit
• Kejang bersifat umum
• Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya
demam
• Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
• Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu
sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan
• Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak
melebihi empat kali.
• Pada pasien ini,pasien masuk kedalam kriteria ini
dimana usia pasien adalah 2 tahun, kejang pada
pasien menurut ayah pasien berlangsung sekitar 10
menit. Ini merupakan kejang pertama pasien dalam 1
tahun.
• PENGOBATAN FASE AKUT
• Anak yang sedang mengalami kejang,
prioritas utama adalah menjaga agar jalan
nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan,
posisi anak dimiringkan untuk mencegah
aspirasi.2
• Pada saat di IGD, pasien datang dengan
suhu 38,2oC, maka dari itu sesuai literatur
pasien pertama harus diberikan oksigen
karena pada kenaikan 1oC akan terjadi
hipoksia jaringan termasuk jaringan otak
karena kebutuhan oksigen akan meningkat
sampai 20%, pada pasien ini diberikan
oksigen sebanyak 2 lpm.
• Selanjutnya, diperlukannya anitpiretik untuk
mengatasi demam, berdasarkan Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam menurut IDAI
bawah bukti penggunaan antipiretik mengurangi
risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan.
• Pada pasien ini diberikan paracemamol. Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10 –15
mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih
dari 5 kali.
• Pada pasien ini keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan
elektrolit harus diperhatikan sehingga pada pasien ini juga harus
diberikan cairan infus D5 ¼ NS.
• Hal ini untuk memberikan kebutuhan glukosa, cairan, dan
elektrolit pada pasien yang saat demam, tidak terpenuhi
asupannya.
• Cairan diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan anak perharinya.
Dimana kebutuhan total cairan per hari seorang anak dihitung
dengan formula berikut:
– 100 ml/kgBB untuk 10 kg pertama,
– 50 ml/kgBB untuk 10 kg berikutnya,
– 20 ml/kgBB untuk setiap tambahan kg BB-nya.

Pasien mempunyai berat 12 kg, sehingga kebutuhan


cairan perharinya
adalah I (10 x 100) = 1000 ml per hari, II (2x50) + 100 ml,sehingga
kebutuhan perharinya adalah 1100ml/24 jam.
• Saat datang ke Rumah sakit pasien ini tidak lagi
mmengalami kejang sehingga diperlukan jenis
antikonvulsan untuk pengobatan rumat yaitu
pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap
hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya
kejang , pemebrian fenobarbital diberikan dengan
dosis 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.

• Pada pasien ini pemberian inj. Fenobarbital 75 mg IM


sudah cukup tepat sebagai pengobatan kejang demam
faseakut, sesuai dengan literatur,
• pemberian suntikan intra muscular fenobarbital
diberikan dengan dosis awal 30 mg untuk neonatus, 50
mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia
lebih dari 1 tahun.3
• Pada pasien ini diberikan antibiotik karena
dicurigai penyebab demamnya adalah infeksi
pada tonsil dan faring oleh bakteri yang
didukung dari hasil pemeriksaan fisik berupa
faring yang tampak hiperemis dan tonsil
hiperemis T2-T2 serta hasil laboratorium yang
menunjukan leukositosis (leukosit : 13.690/ul)
,
• sehingga untuk mengatasi demamnya selain
diberikan obat penurun panas berupa
parasetamol juga diberikan antibiotik
cefotaksim.
• Tidak adanya kaku kuduk, rangsang meningeal,
refleks patologis menunjukkan penyebab kejang
demam pada pasien tidak disebabkan oleh proses
intrakranial walaupun hal ini harus dipastikan lebih
lanjut.
• Pasien kemudian dikonsulkan kebagian anak dan
dirawat inap.
Kesimpulan

• Telah dilaporkan An. P usia 2 tahun 5 bulan dating dibawa


kedua orangtuanya dengan keluhan kejang yang didahului
dengan demam. Berdasark ananamnesis menurut kriteria
Livingston, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan diagnosis pasien mengarah ke kejang demam
sederhana dengan etilogi sumber infeksi tonsilofaringitis akut.
Penatalaksanaan yang diberikan pada anak adalah dengan
memposisikan pasien, oksigenasi 2 lpm dan pemasangan IV
line.Anak kemudian diberikan antibiotic, antipiretik dan anti
konvulsa yaitinjeksi Phenobarbital IM. Penatalaksanaan
kejang demam pada anak harus dilakukan dengan tepat dan
cepat karena keterlambatan prosedur penanganan kejang
dapat menyebabkan gejala sisa pada anak dan mengganggu
tumbuh kembang anak dikemudian hari.
Daftar pustaka
• Fuadi. Bahtera T. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada
Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas
Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi Semarang. Vol. 12, No. 3,
Oktober 2010
• Melda D. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak Tata Laksana
Kejang Demam pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
Universitas Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi Semarang. Vol. 12,
No. 3, Oktober 2010
• Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI: Jakarta.
2006. Hal. 1 – 12.
• World Health organization. Accessed
athttp://www.who.int/childgrowth/standards/chart_catalogu
e/en/. Accessed at 12 Sep 2016

Anda mungkin juga menyukai