Anda di halaman 1dari 25

BERADA PADA DUA PILIHAN

“DESENTRALISASI VS SENTRALISASI”
Imam Ghozali, S. Ag. MA.
Desentralisasi
 Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
pusat kepada daerah otonom (untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan) dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Sentralisasi
 Memusatkan seluruh wewenang kepada pemerintah
pusat (sejumlah kecil orang) yang menempati posisi
puncak struktur politik.
 Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana
seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan
oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat,
sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan
sesuatu menjadi lama.
Otonomi
 Otonomi (Yunani) berasal dari kata autos dan namos.
Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau
undang-undang.
 Sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau
kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus
rumah tangga sendiri.
 Otonomi(kemandirian/berdaya)dalam perencanaan
dan pengambilan keputusan secara mandiri tentu
sesuai dengan perundangan.
 Tidak bisa diartikan “semaunya sendiri” dalam
mengelola dan mengatur pemerintah daerah.
Arus Pemikiran
 UUD 1945 pasal 18 membagi wilayah Indonesia (daerah
besar dan kecil tanpa mengenal sistem bertingkat).
 Sejak tahun 1999 (4 Mei 1999: diundangkan UU 22 1999)
Indonesia memiliki “semangat” perubahan dari
pemerintahan yang sentralistik ke desentaralisasi, dimana
negara pemerintah pusat, privinsi, kabupaten dan kota
berdiri sendiri-sendiri (otonom) dalam bingkai NKRI.
 Otonomi daerah bukan pengalaman pertama bagi
Indonesia, karena model pemerintahan ini pernah
diterapkan pada masa Orde Lama “setengah hati”
semangatnya ada implementasinya ada kendala.
Model Implementasi Desentralisasi
di Indonesia
 Otonomi Daerah ada kesungguhan dari
pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan
atau pendelegasian sebagai keharusan
desentralisasi dan demokrasi yang dijalankan:
Dekonsentrasi, delegasi, devolusi dan tugas
pembantuan (Medebewind)
1. Dekonsentrasi
 Pembagian kewenangan dan tanggung jawab
administrasi antara pemerintah (departemen) pusat
dengan pejabat birokrasi pusat di daerah (pergeseran
bukan pelimpahan) kewenangan.
 Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
daerah atau instansi vertikal di wilayah tertentu.
2. Delegasi
 Pelimpahan tugas dan kewenangan
manajerial dan tugas secara khusus kepada
organisasi yang tidak secara langsung
berada di bawah pengawasan pemerintah
pusat.
3. Devolusi
 Pelaksanaan tugas dan kewenangan dengan
membentuk satuan-2 kerja untuk
dilaksanakan secara mandiri (BNN, BNPB)
4. Privatisasi
 Pemberian kewenangan dari pemerintah kepada
badan-2 sukarela / swasta.
Medebewind
 Medebewind(tugas pembantuan): pemberian tugas
dari pemerintah lebih atas ke pada yang lebih rendah
untuk menyelenggarakan tugas dan urusan rumah
tangga.
Perundangan Desentralisasi
Pasca Kemerdekaan
 UU No. 1 tahun 1945 tentang pembentukan Komite Nasional Daerah.
Undang-undang ini belum terlaksana, tapi sudah mengidealkan
tentang adanya desentralisasi pemerintahan kepada daerah. Daerah
otonom ada karesidenan, kabupaten dan kota.
 UU No. 22 tahun 1948 tetang Pokok-Pokok pemerintah Daerah,
dimana di kenal ada istilah otonomi biasa dan otonomi khusus, dengan
tiga daerah otonom, provinsi, kabupaten/kota dan desa.
 UU No. 44 tahun 1950 tentang Pemerintah Daerah Indonesia Timor.
 UU No. 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah
 UU No. 6 tahun 1959 tentang Pemerintah Daerah.
 UU No. 18 tahun 1960 tentang DPRD Gotong-Royong dan Sekretariat
Daerah.
 UU No. 18 tahun 1965 tentang Pokok-Pokok pemerintah Daerah.
 UU No. 19 tahun 1965 tentang Desa praja
Perundangan Desentralisasi
Orde Baru
 UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintah Daerah. Adanya otonomi seluas-luasnya,
namun cenderung dekonsentrasi pelaksanaan.
 Kepala daerah sekaligus kepala wilayah (gubernur dan
bupati identik dengan militer pada waktu itu).
Perundangan Desentralisasi
Pasca Reformasi
 UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
(revisi) cenderung desentralisasi pelaksanaanya.
 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(direvisi)
 UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).
Catatan pentingnya, dominasi eksekutif makin kuat
dan menonjolnya soal politik di daerah.
Otonomi Daerah
 Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
NKRI
Konseptualisasi Otonomi Daerah
 Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan
Ruang Lingkup Otonomi Daerah
 Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi
dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja
dengan tidak melanggar ketentuan perundang-
undangan.
Tujuan Otda
 Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.
 Pengembangan kehidupan demokrasi.
 Keadilan nasional.
 Pemerataan pembangunan pada wilayah daerah.
 Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
 Mendorong pemberdayaaan masyarakat.
 Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan
peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi
DPRD.
Otda Tidak Menjangkau:
 Bidang politik luar negeri
 Pertahanan dan keamanan.
 Peradilan.
 Moneter dan fiskal.
 Agama serta kewenangan bidang lain.
 Kewenangan bidang lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional, dan
pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan
keuangan, sistem administrasi negara san lembaga
perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan
sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam
serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan
standardisasi nasional.
Dana Alokasi
 Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
(otonom) untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi. Jumlah Dana
Perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam
APBN.
 Dana alokasi khusus (dana yang dialokasikan karena
merupakan hal sangat penting dan vital untuk
diwujudkan), sehingga pemerintah pusat memandang
perlu didanai.
 Dana optimalisasi daerah. Dana ini diarahkan untuk
mengejar ketertinggalan dan mengoptimalkan sebuah
potensi daerah.
Optimalisasi Otda
 Kesiapan pemerintah daerah.
 Kesiapan masyarakat di daerah.
 Kesiapan pelaku bisnis di daerah.
 Kesiapan politisi di daerah.
 Kesiapan partai politik.
Problematika Otda
 Watak korup yang menggejala di sejumlah daerah.
 Otonomi daerah tidak ditunjang dengan desentralisasi
dalam bidang politik. Maka aneh, pemerintahan
sudah desentralisasi, politiknya masalah sentralistik.
 Dalam pelaksanaan demokrasi dan sirkulasi elit,
membutuhkan biaya tinggi.
 Merebaknya praktik-praktik korupsi di sejumlah
daerah
Apa yang Mesti Dilakukan Dengan
Otda?
 Efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan
pemerintahan.
 Pendidikan politik harus ditingkatkan, agar kesadaran
politik meningkat, sehingga demokrasi lokal berjalan.
 Melakukan fungsi kaderisasi politik.
 Stabilisasi politik di daerah.
 Akuntabilitas publik.
 Pengembangan potensi daerah dalam bebagai bidang:
budaya, pendidikan, kesenian, potensi sumber daya
alam dll...
Anda Harus Melakukan Apa...?
 Semua potensi sudah ada di daerah, tentu banyak hal
yang bisa kita diskusikan untuk menemukan esensi
dari sebuah implementasi Otonomi Daerah.
 Manfaat Otda ada di tangan kita, kita mau apa tidak
mengambilnya....
 Agenda ke depan, terbuka untuk kita rumuskan
Sampun Cekap
 Selamat berkarya dan daerah menunggu potensi dan
kreatifitas anda.

Anda mungkin juga menyukai