Anda di halaman 1dari 31

Lahan Pasang

surut
PUAN HABIBAH
1920242005
PENDAHULUAN
luas lahan rawa di Indonesia menurut Badan Litbang Pertanian (2017)
Luas lahan rawa di Indonesia diperkirakan 33,36 juta ha, yang tersebar di
Sumatera7,15 juta ha, Kalimantan 5,94 juta ha, Sulawesi 0,37 juta ha,
Maluku dan Nusa Tenggara 0,24 juta ha, dan Irian Jaya 6,42 juta ha.
Lahan tersebut terdiri atas lahan rawa pasang surut 20,11 juta ha dan
rawa lebak (non-pasang surut) 13,26 juta ha.
Lahan rawa pasang surut di Indonesia mulai memperoleh perhatian,
kajian dan garapan secara serba cukup (comprehensive) sebagai potensi
cukup besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian berbasis
tanaman pangan dan hortikultura dalam menunjang ketahanan pangan
nasional.
Pengertian Lahan Pasang
Surut
Lahan pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak pada wilayah sekitar pantai,
yang ditandai dengan adanya pengaruh langsung limpasan air dari pasang surutnya air
laut ataupun hanya berpengaruh pada muka air tanah. Sebagian besar Jenis tanah
rawa pasang surut terdiri dari tanah gambut dan tanah sulfat masam. Lahan pasang
surut jika dikembangkan secara optimal akan meningkatkan fungsi dan manfaatnya
maka akan menjadi lahan yang potensial untuk dijadikan lahan pertanian.
Jenis Lahan Pasang Surut
1. Lahan Potensial

Lahan potensial adalah lahan yang paling kecil kendalanya dengan ciri:
lapisan pirit (2 %) berada pada kedalaman lebih dari 30 cm,
tekstur tanahnya liat,
kandungan N dan P tersedia rendah,
kandungan pasir kurang dari 5%,
kandungan debu 20 %
derajat kemasaman 3,5 hingga 5,5.
Lahan potensial yaitu lahan pasang surut yang tanahnya termasuk tanah sulfat masam
potensial dengan lapisan pirit berkadar 2% terletak pada kedalaman lebih dari 50 cm dari
permukaan tanah (Jumberi).
(Manwan, I. dkk.1992).
2. Lahan Sulfat Masam

Lahan sulfat masam adalah lahan yang lapisan piritnya berada pada kedalaman
kurang dari 30 cm dan berdasarkan tingkat oksidadinya lahan sulfat masam ini dibagi
lagi
1.lahan sulfat masam potensial yaitu lahan sulfat masam yang belum mengalami
oksidasi
2. lahan sulfat masam aktual yaitu lahan sulfat masam yang telah mengalami oksidadi.
(Manwan, I. dkk.1992).
Lahan sulfat masam ini dibedakan lagi menjadi :
a) lahan sulfat masam potensial, yaitu apabila lapisan piritnya belum teroksidasi
b) lahan sulfat masam aktual, yaitu apabila lapisan piritnya sudah teroksidasi yang
dicirikan oleh adanya horizon sulfurik dan pH tanah < 3,5.
3. Lahan Gambut
lahan gambut/bergambut adalah lahan yang mempunyai lapisan gambut. umumnya
lahan gambut terdiri dari beberapa unsur hara mikro yang ketersediaannya sangat
penting untuk pertumbuhan dan pekermbangan tanaman (Manwan, I. dkk.1992). lahan
gambut ini dibagi lagi menjadi :
(a) lahan bergambut bila ketebalan lapisan gambut 20-50 cm
(b) gambut dangkal bila ketebalan lapisan gambut 50-100 cm
(c) gambut sedang bila ketebalan lapisan gambut 100-200 cm
(d) gambut dalam bila ketebalan lapisan gambut 200-300 cm dan
(e) gambut sangat dalam bila ketebalan lapisan gambut > 300 cm
4. Lahan Salin
Lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat intrusi air laut, sehingga
mempunyai daya hantar listrik 4 MS/cm, kandungan Na dalam larutan tanah 8 – 15 %
(Manwan, I. dkk.1992). Lahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat
pengaruh atau intrusi air garam dengan kandungan Na dalam larutan tanah sebesar >
8% selama lebih dari 3 bulan dalam setahun, sedangkan lahannya dapat berupa lahan
potensial, sulfat masam dan gambut.
Permasalahan Pada Lahan Pasang Surut
Kendala fisik
a.Rendahnya kesuburan tanah
b.pH tanah rendah
c.Adanya zat beracun Fe danAl,
d.Genangan air
e.Tingkat kematangan dan ketebalan gambut
Kendala biologi seperti hama dan penyakit
 Kendala sosial ekonomi, yaitu keterbatasan petani dalam penguasaan teknologi dan
permodalan
Padi tergolong cocok ditanam di lahan rawa pasang
surut karena didukung oleh :
1. Kondisi rawa yang berlimpah air hampir
sepanjang tahun dengan muka air tanah yang
dangkal
2. Topografi lahan datar,
3. Kondisi tanah bertekstur liat dan lunak, dan
4. Warisan budaya sebagai petani padi

(Noor dan Jumberi 2008).


Tipe luapan air pasang surut
Tipe luapan A bila lahan selalu terluapi air baik pada waktu pasang besar maupun pasang kecil
dan Lahan bertipe luapan A selalu terluapi air pasang, baik pada musim hujan maupun musim
kemarau
Tipe luapan B bila lahannya hanya terluapi oleh air pasang besar. lahan bertipe luapan B hanya
terluapi air pasang pada musim hujan saja
Tipe luapan C tidak terluapi air pasang tetapi kedalaman muka air tanahnya kurang dari 50 cm
Tipe luapan D bila lahannya tidak terluapi oleh air pasang baik pasang besar maupun pasang
kecil, tetapi permukaan air tanahnya berada pada kedalaman lebih dari 30 cm dari permukaan
tanah.
Tata Air
Pada lahan bertipe lupan air A diatur dalam system aliran satu arah sedangkan pada
lahan bertipe luapan air B diatur dengan system satu arah dan tabat, karena air pasang
pada musim kemarau sering tidak masuk kepetakan lahan.
Sistem tata air pada tipe luapan air C dan D ditujukan untuk menyelamatkan air, karena
sumber air hanya berasal dari air hujan.
Oleh karena itu saluran air pada system tata air di lahan bertipe luapan air C dan D
perlu ditabat dengan pintu air stoplog unuk menjaga permukaan air tanah agar sesuai
dengan kebutuhan tanaman serta memungkinkan air hujan tertampung dalam saluran
tersebut
Pengelolaan lahan rawa pasang
surut
PENGELOLAAN TEPAT JIKA SALAH KELOLA

 meningkatkan produktivitasnya,  Berakibat fatal dan memerlukan


melestarikan kesuburan tanah biaya dan waktu yang lama untuk
sehingga pertanian berkelanjutan memperbaikinya, gagalnya panen
dapat tercapai rusaknya tanah, serta kerusakan
lingskungan.
4 jenis penataan Padi

Sistem Sawah Sawah Surjan

Sawah Tekungan Tegalan/kebun


Sistem Sawah Surjan
Penataan lahan dengan sistem Sawah Surjan dianjurkan pada lahan baik tipe luapan A, B, dan
C dengan catatan memiliki kedalaman pirit > 60 cm. Surjan dibuat dengan cara meninggikan
sebagian lahan dengan menggali atau mengeruk tanah di sekitarnya. Bagian lahan yang
ditinggikan disebut tembokan (raise beds), sedang wilayah yang digali atau di bawah disebut
tabukan (sunkens beds).
Sistem Sawah Tukungan
Sistem sawah-tukungan dianjurkan untuk lahan tipe B atau C Tukungan dibuat dengan
ukuran 1 x 1 m dengan tinggi 60×75 cm, kemudian setiap tahun diperlebar sedikit demi
sedikit setiap habis panen sehingga lambat laun akan terlihat seperti surjan. Penggalian
tanahnya tidak boleh sampai mengangkat lapisan pirit ke permukaan tanah.
Keuntungan membuat sistem tukungan adalah dapat menghemat tenaga dibandingkan
sistem surjan, walaupun kemudian sistem tukungan ini lambat laun akan dirubah
umumnya secara bertahap menjadi sistem surjan.
Sistem Tegalan/kebun
Dianjurkan pada lahan dengan tipe luapan C atau D
karena lahan ini umumnya tidak terluapi oleh air
pasang, namun jika dikehendaki lahan ini juga dapat
ditata sebagai lahan sawah tadah hujan.
Penerapan sistem tata air satu arah pada lahan tipe luapan A
dan B dapat dilakukan dengan menggunakan pintu air
otomatis pada tingkat saluran sekunder/ tersier yang berfungsi
untuk memisahkan fungsi saluran antara sekunder/tersier
untuk saluran irigasi dan untuk saluran drainase.
Pada lahan dengan tipe C dan D pengelolaan air dilakukan dengan
sistem konservasi dengan menggunakan Tabat.
 Pada awal musim penghujan, tabat dibiarkan terbuka dengan tujuan
agar air hujan yang jatuh setempat akan mendorong racun-racun hasil
oksidasi besi selama musim kemarau.
Setelah puncak musim hujan tabat dipasang agar air hujan insitu dapat
dipertahankan pada tingkat lahan maupun pada saluran dan watertable
(muka air tanah) dapat dipertahankan tinggi agar oksidasi lapisan pirit
dapat dicegah.
(1) Tabat dari beton pada tingkat saluran sekunder/tersier;
(2) Tabat sederhana dari Kayu Ulin pada tingkat saluran tersier/kuarter
Selain tanaman padi pada bagian sawah atau tabukan, dengan sistem
surjan tanaman palawija seperti jagung, kedelai, kacang tanah, kacang
hijau dan umbi-umbian bisa dikembangkan pada bagian surjan.
Manfaat Lahan Pasang Surut
Pemanfaatan lahan pasangan surut terutama tipe A dan tipe B yaitu sistem persawahan
karena sistem ini paling tepat dan aman terutama terhadap kendala yang ditimbulkan akibat
sifat fisik dan kimia tanah.
Sistem sawah akan membuat tanah tetap dalam keadaan reduksi dan pada keadaan ini pirit
tetap stabil di dalam tanah sehingga tidak membahayakan bagi tanaman padi (Widjaya-Adhi
et al., 1992). Berhubungan dengan sistem ini maka pemilihan varietas yang sesuai,
pengelolaan air dan pemanfaatan vegetasi alami merupakan kunci utama dalam
memperoleh hasil yang optimal. Kendala dan Upaya Pemanfaatan Lahan Pasang Surut
Lahan pasang surut biasanya dicirikan oleh kombinasi beberapa kendala seperti (Anwarhan
dan Sulaiman, 1985):
1. Ph rendah
2. Genangan yang dalam
3.Akumulasi zatzat beracun ( besi dan aluminium)
4. Salinitas tinggi, kekurangan unsur hara
5. Serangan hama dan penyakit
6. Tumbuhnya gulma yang dominan.
Konsep Pengelolaan lahan
berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan
1.Penerapan teknologi ramah lingkungan.
2. Pengendalian air secara menyeluruh dengan pembuatan saluran-saluran air.
3. Pemakaian benih sunggul sesuai lahan sasaran
4. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu
5. Pemakaian pupuk ramah lingkungan
6. Menguragi penggunaan bahan-bahan kimia
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai