Anda di halaman 1dari 8

LogoType

LAPORAN AKHIR KUL


TUR SEL
KELOMPOK 10

http://www.free-powerpoint-templates-design.com
Mengapa kultur jaringan dianggap sebagai
solusi untuk pengembangan rumput laut di
1 Indonesia? Mengapa tidak dikembangkan
secara konvensional?
Kultur Jaringan dianggap sebagai solusi karena:

• Menghasilkan bibit yang seragam dalam jumlah banyak


• Bibit yang dihasilkan dapat ditentukan sifatnya oleh pembudidaya
• Tidak mengancam keberadaan rumput laut di alam
• Tidak membutuhkan lahan yang luas karena proses kultur jaringan
dilakukan di laboratorium
• Bibit hasil kultur jaringan dapat tertelusuri umur, asal, dan spesiesnya
(Mulyaningrum dan Daud, 2014)
Perbandingan Teknik Kultur Jaringan dengan Teknik Lainnya

Terdapat tiga cara yang biasa digunakan pembudidaya


untuk mendapatkan bibit rumput laut (Suryati dkk., 2007):

• Bibit dari Alam


Mengambil bibit secara langsung dari alam. Jika bibit
yang diambil tidak dari penangkaran, dapat
mengancam populasi rumput laut. Keberadaan bibit
tergantung musim.

• Bibit Hasil Budidaya


Didapat dari sisa budidaya sebelumnya untuk dipakai
dalam budidaya selanjutnya. Mungkin terjadi
penurunan kualitas rumput laut dan mutunya tidak
dapat diperbaiki (Ask dan Azanza, 2002)
Perbandingan Teknik Kultur Jaringan dengan Teknik Lainnya

• Bibit hasil Kultur Jaringan


Jaringan rumput laut dikembangkan dan
dilipatgandakan dalam skala laboratorium, dan setelah
terbentuk plantlet dikembangkan menjadi bibit.
Perbandingan Hasil Rumput Laut dengan Budidaya
Kultur Jaringan dan Konvensional
• Laju pertumbuhan rumput laut 1,5-1,8 kali lebih cepat (Reddy dkk., 2003)
• Pertumbuhan yang lebih stabil di kondisi perairan berbeda, kandungan agar lebih
tinggi (Mulyaningrum dan Daud, 2014)
• Yield karagenan lebih tinggi (Yong dkk., 2014)

Sumber: Sulistiani, 2019


Referensi

• Ask, E.I., & Azanza, R.V. (2002). Advance in cultivation technology of commercial eucheumatoid species: a
review with suggestion for future research. Aquaculture, 206, pp.257-277.
• Mulyaningrum, S. and Daud, R. (2014). PENGEMBANGAN BIBIT RUMPUT LAUT Gracilaria sp. HASIL
KULTUR JARINGAN. Media Akuakultur, 9(1), pp.13-18.
 Reddy, C. R. K., Kumar, G. R. K., Siddhanta, A. K., Tewari, A., & Eswaran, K. (2003). IN VITRO SOMATIC
EMBRYOGENESIS AND REGENERATION OF SOMATIC EMBRYOS FROM PIGMENTED CALLUS OF
KAPPAPHYCUS ALVAREZII (DOTY) DOTY (RHODOPHYTA, GIGARTINALES) 1. Journal of
phycology, 36(3), pp.610-616.
 Sulistiani, E. (2019). Plantlet rumput laut Kotoni (Kappaphycus alvarezii) kultur jaringan.
 Suryati, E., Rosmiati, Parengrengi, A. and Tenriulo, A. (2007). KULTUR JARINGAN RUMPUT LAUT
(Gracillaria sp.) DARI SUMBER TALLUS YANG BERBEDA LOKASI. Jurnal Riset Akuakultur, 2(2), pp.143-
147.
 Yong, W. T. L., Chin, J. Y. Y., Thien, V. Y., & Yasir, S. (2014). Evaluation of growth rate and semi ‐refined
carrageenan properties of tissue ‐cultured Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales). Phycological
research, 62(4), pp.316-321.
Thank you
Insert the title of
your subtitle Here

Anda mungkin juga menyukai