Anda di halaman 1dari 168

Jenis Penggeledahan

• Rumah
• Pakaian
• Badan
Penggeledahan Rumah
Pasal 1 angka 17

Penggeledahan rumah adalah


tindakan penyidik untuk memasuki
rumah tempat tinggal dan tempat
tertutup lainnya untuk melakukan
tindakan pemeriksaan dan atau
penyitaan dan atau penangkapan
Penggeledahan Badan

Pasal 1 angka 18
Penggeledahan badan adalah tindakan
penyidik untuk mengadakan pemeriksaan
badan dan atau pakaian tersangka untuk
mencari benda yang didup keras ada pada
badannya atau dibawanya serta, untuk
disita.
Prosedur Penggeledahan
Pasal 33
• Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat
penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan
penggeledahan yang diperlukan.
• Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari
penyidik, petugas kepolisian negara Republik Indonesia
dapat memasuki rumah.
• Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua
orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni
menyetujuinya.
• Setiap kali memasuki rumnah harus disaksikan oleh kepala
desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam
hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir.
• Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau
-menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan
turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni
rumah yang bersangkutan.
Penggeledahan tanpa surat izin
Pasal 34
• Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana
penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk
mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi
ketentuan Pasal 33 ayat (5) penyidik dapat melakukan
penggeledahan :
• pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan
yang ada di atasnya;
• pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada;
• di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya;
• di tempat penginapan dan tempat umum lainnya.
Tempat yang tidak boleh dilakukan
penggeledahan
Pasal 35
• Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan
memasuki :
• ruang di mana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat ,
Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
• tempat di mana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan;
• ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.
Penyitaan
• Pasal 1 angka 16
• Penyitaan adalah serangkaian tindakan
penyidik untuk mengambil alih dan atau
menyimpan di bawah penguasaannya
benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud untuk
kepentingan pembuktian dalam
penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Prosedur Penyitaan
Pasal 38
• Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.
• Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana
penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk
mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dapat melakukan
penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib
segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat
guna memperoleh persetujuannya.
Yang dapat dilakukan penyitaan
• Pasal 39

• Benda hasil tindak pidana;


• Benda yang telah dipergunakan melakukan tindak
pidana;
• benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana;
• benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan
melakukan tindak pidana;
• benda lain yang mempunyai hubungan langsung
dengan tindak pidana yang dilakukan.
Pasal 40
• Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat
yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk
melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai
barang bukti.
Pasal 44
• Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan
benda sitaan negara.
• Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada
pada pejabat yang berwenang sesuai dengan
tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan
benda tersebut di larang untuk dipergunakan oleh-
siapapun juga.
Pasal 45
• Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang
dapat lekas rusak atau yang membahayakan,
sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai
putusan pengadilan terhadap perkara yang
bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap
atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan
menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan
persetujuan tersangka atau kuasanya dapat
diambil tindakan sebagai berikut :
• apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau
penuntut umum,. benda tersebut dapat dijual lelang atau
dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum,
dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya;
• apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka
benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh
penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan
perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.
• Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai
sebagai barang bukti.
• Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian
dari benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
• Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan,
tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk
dimusnahkan.
PRAPERADLAN
Pasal 77 – 83 KUHAP

• Rechter Commissaris (di Belanda)


• Judge d’ Instruction (di Perancis)
Pasal 77
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus,
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini
tentang :
• sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan
atau penghentian penuntutan;
• ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara
pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Pasal 79
Permintaan pemeriksaan tentang sah
atau tidaknya suatu penangkapan atau
penahanan diajukan oleh tersangka,
keluarga atau kuasanya kepada ketua
pengadilan negeri dengan
menyebutkan alasannya.
tentang sah atau tidaknya suatu
penangkapan atau penahanan

• tersangka,
• keluarga atau
• kuasanya
Pasal 80

Permintaan untuk memeriksa sah


atau tidaknya suatu penghentian
penyidikan atau penuntutan dapat
diajukan oleh penyidik atau penuntut
umum atau pihak ketiga yang
berkepentingan kepada ketua
pengadilan negeri dengan
menyebutkan alasannya.
Permintaan untuk memeriksa sah
atau tidaknya suatu penghentian
penyidikan atau penuntutan

• penyidik atau
• penuntut umum atau
• pihak ketiga yang berkepentingan
Pasal 81

Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak


sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya
penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh
tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada
ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya.
Permintaan ganti kerugian dan
atau rehabilitasi
• tersangka atau
• pihak ketiga yang berkepentingan
• Dipimpin oleh hakim tunggal (Pasal 78 (2))
• Dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya
tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan
putusannya (Pasal 82 (1) c)
• Putusan praperadilan tidak dapat dimintakan
banding (Pasal 83 (1))
• Kecuali putusan praperadilan yang menetapkan
tidak sahnya penghentian penyidikan atau
penuntutan, dapat minta banding (Pasal 83 ayat
(2))
PRAPENUNTUTAN
Pengertian
Pasal 14 b
mengadakan prapenuntutan apabila ada
 
kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat
(3) dan ayat (4), dengan memberi
petunjuk dalam rangka penyempurnaan
penyidikan dari penyidik
and so ...
• Tindakan PU untuk memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan
penyidikan oleh penyidik.
• HIR = penyidikan lanjutan
Pasal 110

1) Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib


segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum.

2) Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut


ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan
berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi.

3) Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk


dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai
dengan petunjuk dari penuntut umum.

4) Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari
penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila
sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang
hal itu dari penuntut umum kepada penyidik.
1 7 Hari (138 ayat 1) Mempelajari /Meneliti

Penyidik PU
14 Hari (138 ayat 2) 3

Waktu Prapenuntutan = 21 Hari


Kalo lewat 21 hari ? ..................
Penghentian
Penyidikan
Pasal 109 ayat (2)
Apabila Tidak Terdapat Cukup Bukti
Atau Peristiwa Tersebut Bukan Peristiwa Pidana
Atau Penyidikan Dihentikan Demi Hukum

Penyidik mengeluarkan Surat Penetapan Penghentian


Penyidikan dan memberitahukan hal itu kepada :
1. Penuntut Umum,
2. Tersangka atau Keluarganya.
PENUNTUTAN
Penuntutan adalah tindakan penuntut
umum untuk melimpahkan perkara pidana
ke pengadilan negeri yang berwenang
dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini dengan
permintaan supaya diperiksa dan
diputuskan oleh hakim disidang pengadilan
Jaksa dan Penuntut Umum
• Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini
untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
• Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-
undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim.
Penuntut umum mempunyai
wewenang
• menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari
penyidik atau penyidik pembantu;
• mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada
penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3)
dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka
penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
• memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan
atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan
setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
• membuat surat dakwaan;
• melimpahkan perkara ke pengadilan;
• menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang
ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai
surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi,
untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;
• melakukan penuntutan;
• menutup perkara demi kepentingan hukum;
• mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung
jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-
undang ini;
• melaksanakan penetapan hakim.
Asas Legalitas Dalam Penuntutan
Jerman : Deusche Strafprozessodnung

Pasal 15
• Penuntut umum menuntut perkara tindak pidana yang terjadi dalam daerah
hukumnya menurut ketentuan undang-undang
Pasal 137
• Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang
didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan
melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.
Artinya .....
• Wewenang penuntutan dipegang oleh Penuntut
Umum sebagai monopoli, artinya tiada badan lain
yang boleh melakukan wewenang tersebut.
• Ini disebut dominus litis di tangan Penuntut Umum
atau Jaksa. Dominus berasal dari bahasa latin, yang
artinya pemilik.
• Hakim tidak dapat meminta supaya delik (tindak
pidana) diajukan kepadanya, hakim hanya menunggu
saja penuntutan dari Penuntut Umum
Ada 2 (dua) macam keputusan tidak
menuntut yang dibenarkan KUHAP

• penghentian penuntutan karena alasan


teknis.
• penghentian penuntutan karena alasan
kebijakan.
Penghentian Penuntutan
Pasal 140
• tidak terdapat cukup bukti
• peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak
pidana
• perkara ditutup demi hukum
Asas Oportunitas
(opportuniteits beginsel)
• Jaksa berwenang menuntut dan tidak menuntut suatu perkara ke
pengadilan, baik dengan syarat maupun tanpa syarat

Pasal 35 C Undang-Undang No.16 Tahun 2004


• Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang
menyampingkan perkara demi kepentingan umum
Penjelasan
• “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan
negara dan atau kepentingan masyarakat luas.
• mengesampingkan perkara merupakan pelaksanaan
asas oportunitas yang hanya dapat dilakukan oleh
Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan
pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang
mempunyai hubungan dengan masalah tersebut. Hal
ini berarti kewenangan mengesampingkan perkara
hanya ada pada Jaksa Agung dan bukan pada Jaksa di
bawah Jaksa Agung
Franken
• wewenang untuk mengesampingakan perkara
berdasarkan asas oprtunitas itu meliputi wewenang :
• tidak menuntut atau tidak melanjutkan penuntutan
• membatasi penuntutan atau penuntutan lebih lanjut
tersebut
• tidak menuntut atau tidak melanjutkan penuntutan secara
bersyarat.
SURAT DAKWAAN
(Acte van Verwijzing)
Pengertian
• A. Karim Nasution
Suatu surat atau akta yang memuat suatu
perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan,
yang sementara dapat disimpulkan dari surat-
surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan
dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan
yang bila ternyata cukup terbukti, terdakwa dapat
dijatuhi hukuman
R.Achmad Soemadipradja

• Surat tuduhan adalah suatu surat atau akte yang


memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang
dituduhkan yang sementara dapat disimpulkan dari
surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan
dasar dari hakim untuk melakukan pemeriksaan yang
bila ternyata cukup bukti dapat dijatuhkan
hukuman”
Wirjono Prodjodikoro
• ”Surat tuduhan adalah dasar dari pemeriksaan perkara selanjutnya,
kalau yang disebutkan dalam surat tuduhan itu tidak terbukti atau
tidak merupakan kejahatan atau pelanggaran maka terdakwa harus
dibebaskan dari tuduhan”
M. Yahya Harahap
• Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan
tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang
disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan dan
merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemerisaan
di muka sidang pengadilan
Andi Hamzah
• Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena
berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu, hakim akan memeriksa
perkara pemeriksaan didasarkan kepada surat dakwaan
Syarat-syarat Sahnya SD
• Syarat Formal (Pasal 143 ayat (2) a)
Identitas Lengkap Terdakwa
• Syarat Materiil (Pasal 143 ayat (2) b)
uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak
pidana dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana
Syarat Formal

• Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia No. KEP-


518/A/J.A/11/2001 tanggal 01 November 2001 tentang Administrasi
Perkara Tindak Pidana di samping identitas terdakwa tersebut juga
dilengkapi dengan pendidikan, yaitu untuk acara biasa dengan bentuk
P-29 dan acara singkat dengan P-30.
• dicantumkannya tanggal dan tanda tangan diperlukan
untuk memenuhi syarat sebagai suatu akta untuk
menghindari Error In Persona.
• Tidak dipenuhinya syarat formal tidaklah
menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum,
tetapi surat dakwaan tersebut dapat dibatalkan atau
dinyatakan batal sebagaimana Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia No.41 K/Kr/1973 tanggal 25
Januari 1975
Darwan Prinst
• Cermat, yaitu ketelitian penuntut umum dalam membuat surat
dakwaan yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku
serta menghindari hal-hal yang akan berakibat bahwa dakwaan
itu menjadi batal atau dapat dibatalkan.
• Jelas, yaitu bahwa penuntut umum harus merumuskan unsur-
unsur dari delik yang didakwakan sekaligus mengadukan
dengan uraian perbuatan material atau fakta yang dilakukan
oleh terdakwa dalam surat dakwaan.
• Lengkap, yaitu surat dakwaan harus mencakupi semua unsur
yang ditentukan oleh undang-undang dengan baik dan benar.
Moeljatno menyarankan agar pembuatan surat dakwaan
itu berisikan dua hal sebagaimana juga yang berlaku di
Negara-Negara Anglo Saxon, yaitu:

• Particulare of offence, yaitu lukisan atau uraian


tentang perbuatan terdakwa dengan kata-kata yang
mudah di mengerti.
• Statement of offence, yaitu pernyataan tentang
aturan-aturan atau pasal-pasal yang dilanggar
terdakwa .
Jonkers
• Yang harus dimuat ialah selain dari perbuatan yang sungguh-sungguh
dilakukan yang bertentangan dengan hukum pidana, juga harus
memuat unsur-unsur yuridis kejahatan yang bersangkutan
Surat Dakwaan tidak cermat, jelas,
dan lengkap

• SD tidak jelas dan terang (kabur/obscurum


libelium)
• Tidak ada bestanddelen (bagian-bagian delik)
• Terdapat pertentangan antara satu dengan yang
lain
Pasal 143
tidak memenuhi syarat materiil :

batal demi hukum


(van rechtswege nietig)
Putusan Mahkamah Agung RI
No.104 K/Kr/1971

• ”Putusan Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi


harus dibatalkan karena tuduhan merupakan
Obscuur Libel yang hanya mengemukakan
rumusan delik Pasal 378 KUHP, tanpa
mengkhususkan tentang perbuatan-perbuatan
tertuduh yang dianggap menipu dalam arti Pasal
378 KUHP”.
Putusan Mahkamah Agung RI No. 74 K/Kr/1973

• Tindak Pidana penggelapan secara prinsipil


berbeda dengan tindak pidana penipuan. Ia harus
tegas dirumuskan dalam tuduhan dan tidak cukup
menunjuk kepada tuduhan primair saja
Putusan Mahkamah Agung RI No.41 K/Kr/1973

• bahwa dalam tuduhan kedua diatas, ternyata


disebutkan semua unsur delik Pasal 378 KUHP dan
meskipun disebutkan waktu dan tempat perbuatan
dilakukan, tetapi tidak dengan jelas dan tepat
dilukiskan hal ikhwal perbuatan terdakwa
Putusan Mahkamah Agung RI No.600 K/Pid/1982

• dalam surat dakwaan kumulasi yang diajukan


penuntut umum tidak jelas corak kumulasinya,
apakah concursus idealis atau concursus realis,
serta sangat sulit untuk memahami dalam tindak
pidana mana para terdakwa dikumulasikan dan
dalam tindak pidana pula mereka berdiri sendiri
Putusan Mahkamah Agung RI No.808/K/Pid/ 1984

• Dakwaan tidak cermat, kurang jelas, dan tidak lengkap harus


dinyatakan batal demi hukum
Perubahan SD
• sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan
tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak
melanjutkan penuntutannya
• dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh
hari sebelum sidang dimulai.
Apa yang diubah ?
HIR, yurisprudensi dan doktrin, perubahan ini yang
meliputi:
• perubahan menentukan waktu dan tempat terjadinya dalam
surat dakwaan.
• perbaikan kata-kata atau redaksi surat dakwaan sehingga
mudah dimengerti dan disesuaikan dengan perumusan delik
dalam undang-undang pidana.
• perubahan dakwaan yang tunggal menjadi dakwaan alternatif
asal mengenai perbuatan yang sama.
Penggabungan Perkara (voeging)
Pasal 141 KUHAP:
• “ Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan
membuatnya dalam satu surat dakwaan,  apabila dalam waktu yang
sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa bekas perkara.”
Suatu tindak pidana dianggap mempunyai sangkut paut satu
dengan yang lain apabila tindak pidana tersebut dilakukan:

• oleh lebih dari seorang yang bekerja sama dan dilakukan


pada saat yang bersamaan;
• oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda,
akan tetapi merupakan pelaksanaan dari pemufakatan jahat
yang dibuat oleh mereka sebelumnya;
• oleh seorang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat
yang akan dipergunakan untuk melakukan tindak pidana lain
atau menghindarkan diri dari pemidanaan karena tindak
pidana lain.
Pemisahan Perkara (splitsing).
• Pasal 142 KUHAP
• Dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang
memuat beberapa  tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa
tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan pasal 141 KUHAP, ia
dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing tersangka
secara terpisah.
Bentuk-bentuk SD
• Tunggal
• Alternatif
• Berlapis/Bertingkat/Subsidair/Bersusun
• Kumulatif
• Gabungan
Dakwaan Tunggal
• Terdakwa melakukan 1 Bahwa ia terdakwa
perbuatan ……………………………………………
• JPU merasa yakin …
• Ada resiko terdakwa Perbuatan terdakwa melanggar
bebas/lepas apabila tidak Pasal ….
terbukti
Dakwaan Alternatif

• Terdakwa melakukan 1 perbuatan • Pertama


• Ada keragu-raguan JPU,
perbuatan apa yang dilakukan atau
• Hakim bebas, dakwaan mana yang • Kedua
akan dibuktikan terlebih dahulu
• Apabila dakwaan pertama tidak
atau
terbukti, dakwaan berikutnya • Ketiga
dapat dibuktikan dan seterusnya
• Sebaliknya apabila dakwaan atau
pertama, dakwaan selanjutnya • dst
tidak perlu dibuktikan lagi, karena
terdakwa melakukan 1 perbuatan
Van Bemmelen
• PU tidak mengetahui secara pasti perbuatan mana
dari ketentuan hukum pidana sesuai dakwaan
nantinya akan terbukti di persidangan (misalnya
suatu perbuatan apakah merupakan pencurian atau
penipuan)
• PU ragu terhadap peraturan hukum pidana mana
akan diterapkan hakim atas perbuatan yang menurut
pertimbangan telah nyata terbukti
Dakwaan Berlapis
• Terdakwa melakukan 1 perbuatan • Primair
• Disusun menurut urutan dengan ancaman
pidana tertinggi • Subsidair
• Primair harus dibuktikan terlebih dahulu • Lebih Subsidair
• Apabila Primair tidak terbukti, dakwaan • Lebih Subsidair Lagi
selanjutnya dibuktikan
• Sebaliknya apabila dakwaan Primair • Lebih-lebih Subsidair Lagi
terbukti, dakwaan selanjutnya tidak perlu
dibuktikan lagi. • dst
Dakwaan Kumulatif
• Terdakwa melakukan dua atau lebih • KESATU
perbuatan dan
• Seluruh dakwaan harus dibuktikan • KEDUA
• Pemidanaan harus mengacu pada dan
ajaran concursus
• KETIGA
dan
• KEEMPAT
dan
• dst
Dakwaan Gabungan

• Kesatu
• Pertama
atau
• Kedua
• Kedua
• Primair
• Subsidair
KEJAKSAAN REPUBLIK
INDONESIA
Istilah

• Kerajaan Majapahit : Dhyaksa,


Adhyaksa, dan Dharmadhyaksa
• Dhyaksa diberi tugas untuk menangani
masalah-masalah peradilan
• Belanda : Openbaar Ministerie.

• Lembaga ini yang menitahkan pegawai-pegawainya


berperan sebagai Magistraat dan Officier van
Justitie di dalam sidang Landraad (Pengadilan
Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi )
dan Hooggerechtshof (Mahkamah Agung )
dibawah perintah langsung dari Residen / Asisten
Residen.
• Istilah Kejaksaan secara resmi digunakan oleh Undang-Undang
pemerintah jaman pendudukan tentara Jepang No. 1/1942 yang
kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944 dan
No.49/1944.
Sejarah Perundang-undangan
• Undang-undang balententara pendudukan Jepang nomor 1
tahun 1942
• Osuma Seirei nomor 3 tahun 1942, nomor 2 tahun 1944
dan nomor 9 tahun 1944
• Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kejaksaan RI.
Kejaksaan sebagai alat revolusi dan menempatkan
kejaksaan dalam struktur organisasi derpatemen
• Undang-Undang Nomor 16 tahun 1961 tentang
Pembentukan Kejaksaan Tinggi
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia.
• Keputusan Presiden No. 55 tahun 1991 susunan organisasi serta tata
cara institusi Kejaksaan
• Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. mengatur tugas dan
wewenang Kejaksaan (Pasal 30), yaitu :

• Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:


• Melakukan penuntutan;
• Melaksanakan penetapan hakim dan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap;
• Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan keputusan bersyarat;
• Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana
tertentu berdasarkan undang-undang;
• Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu
dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
• Di bidang perdata dan tata usaha negara,
Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak
di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan
atas nama negara atau pemerintah
• Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum,
Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
• Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
• Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
• Pengamanan peredaran barang cetakan;
• Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat
membahayakan masyarakat dan negara;
• Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan
agama;
• Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.
Pasal 38 UU No. 16 Tahun 2004

• “untuk meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan, Presiden dapat


membentuk sebuah komisi yang susunan dan kewenangannya diatur
oleh Presiden”.

• Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan RI


ACARA PEMERIKSAAN PERKARA

• APP Biasa
• APP Singkat
• APP Cepat
 APP Tindak Pidana Ringan
 APP Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
APP
Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
Pasal 211 KUHAP
perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan
lalu lintas jalan.

• UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan


• Peraturan Pelaksanaannya
Ketentuan APP PLLAJ
• Penyidik (Polisi) bertindak sebagai penuntut atas nama PU
• tidak diperlukan berita acara pemeriksaan
• Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang
• Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan perkara
dilanjutkan.
• Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa
pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan perlawanan
APP Tindak Pidana Ringan
Pasal 205 (1) KUHAP
• perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan
paling lama tiga bulan dan atau
• denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan
• penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP = 4 bulan)
Ketentuan APP Tipiring

• Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam


tujuh hari untuk mengadili perkara dengan acara
pemeriksaan tindak pidana ringan
• Penyidik atas kuasa penuntut umum
• Tidak dibuat dakwaan
• Pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada
tingkat pertama dan terakhir
• Terdakwa tidak dapat minta banding, kecuali dalam
hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan
• Saksi tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali
hakim menganggap perlu
• Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan
perkara
• Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali
jika dalam pemeriksaan tersebut temyata ada hal yang
tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang
dibuat oleh penyidik.
Acara Pemeriksaan Singkat
Pasal 203 (1) KUHAP
• perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan
Pasal 205 dan
• Menurut penuntut umum :
pembuktian serta penerapan hukumnya
mudah dan sifatnya sederhana
Ketentuan APS

• penuntut umum memberitahukan dengan lisan dari


catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana
yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan
waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana
itu dilakukan
• pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang
dan merupakan pengganti surat dakwaan
• putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat
dalam berita acara sidang;
Acara Pemeriksaan Biasa
• Perkara diluar Pasal 211, 205 (1) dan 203 (1) KUHAP
• Berlaku ketentuan Asas-asas peradilan pidana
• Berlaku ketentuan Pasal 152 – 202 KUHAP
PROSES PERSIDANGAN
• Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan
secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi.
• hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum
kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.
Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut mengakibatkan batalnya putusan demi hukum
• Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa
anak yang belum mencapai umur tujuh belas
tahun tidak diperkenankan menghadiri sidang
• Hakim ketua sidang memerintahkan supaya
terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam
tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas.
• Pada permulaan sidang, hakim ketua sidang menanyakan
kepada terdakwa tentang identitasnya serta mengingatkan
terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang
didengar dan dilihatnya di sidang.
• Sesudah itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut
umum untuk membacakan surat dakwaan
• Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada
terdakwa apakah ia sudah benar-benar mengerti, apabila
terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut umum atas
permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan
yang diperlukan.
Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan
keberatan bahwa :
• pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau
• dakwaan tidak dapat diterima atau
• surat dakwaan harus dibatalkan,
 maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk
menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan
tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.
• Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu
tidak diperiksa lebih lanjut,
• Sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal
tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang
dilakukan.
• Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap
keputusan tersebut, maka ia dapat mengajukan
perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui
pengadilan negeri yang bersangkutan.
• Dalam hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa
atau penasihat hukumnya diterima olah pengadilan
tinggi, maka dalam waktu empat belas hari,
pengadilan tinggi dengan surat penetapannya
membatalkan putusan pengadilan negeri dan
memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang
untuk memeriksa perkara itu.
KONEKSITAS
Pasal 89
• Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang
termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan
militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan
peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan
dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu
harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer.
• Penyidikan perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan polisi militer Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia dan oditur militer atau oditur militer
tinggi sesuai dengan wewenang mereka masing-masing menurut
hukum yang berlaku untuk penyidikan perkara pidana.
• Tim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibentuk dengan surat
keputusan bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Menteri
Kehakiman.
Pasal 90
• Untuk menetapkan apakah pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum yang akan mengadili perkara pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), diadakan penelitian bersama
oleh jaksa atau jaksa tinggi dan oditur militer atau oditur militer
tinggi atas dasar hasil penyidikan tim tersebut pada Pasal 89
ayat (2).
• Pendapat dari penelitian bersama tersebut dituangkan dalam
berita acara yang ditandatangani oleh para pihak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
• Jika dalam penelitian bersama itu terdapat persesuaian pendapat
tentang pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut,
maka hal itu dilaporkan oleh jaksa atau jaksa tinggi kepada Jaksa
Agung dan oleh oditur militer atau oditur militer tinggi kepada
Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pasal 91
• Jika menurut pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) titik
berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada
kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus diadili oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, maka perwira penyerah
perkara segera membuat surat keputusan penyerahan perkara yang
diserahkan melalui oditur militer atau oditur militer tinggi kepada penuntut
umum, untuk dijadikan dasar mengajukan perkara tersebut kepada
pengadilan negeri yang berwenang.
• Apabila menurut pendapat itu titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh
tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan militer sehingga perkara
pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer,
maka pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) dijadikan
dasar bagi Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk
mengusulkan kepada Menteri Pertahanan dan Keamanan, agar dengan
persetujuan Menteri Kehakimaan dikeluarkan keputusan Menteri Pertahanan
dan Keamanan yang menetapkan, bahwa perkara pidana tersebut diadili
oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
• Surat keputusan tersebut pada ayat (2) dijadikan dasar bagi perwira
penyerah perkara dan jaksa atau jaksa tinggi untuk menyerahkan perkara
tersebut kepada mahkamah militer atau mahkamah militer tinggi.
Pasal 92
• Apabila perkara diajukan kepada pengadilan
negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91
ayat (1), maka berita acara pemeriksaan yang
dibuat oleh tim sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 89 ayat (2) dibubuhi catatan oleh
penuntut umum yang mengajukan perkara,
bahwa berita acara tersebut telah diambil alih
olehnya.
• Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berlaku juga bagi oditur militer atau oditur
militer tinggi apabila perkara tersebut akan
diajukan kepada pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer.
Pasal 93

• Apabila dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal


90 ayat(l) terdapat perbedaan pendapat antara penuntut umum
dan oditur militer atau oditur militer tinggi, mereka masing-
masing melaporkan tentang perbedaan pendapat itu secara
tertulis, dengan disertai berkas perkara yang bersangkutan
melalui jaksa tinggi, kepada Jaksa Agung dan kepada Oditur
Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
• Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia bermusyawarah untuk mengambil keputusan guna
mengakhiri perbedaan pendapat sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
• Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan
Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
pendapat Jaksa Agung yang menentukan.
Pasal 94

• Dalam hal perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) diadili oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan umum atau lingkungan peradilan militer, yang
mengadili perkara tersebut adalah majelis hakim yang terdiri dari sekurang-kurangnya
tiga orang hakim.
• Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili perkara
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), majelis hakim terdiri dari hakim
ketua dari lingkungan peradilan umum dan hakim anggota masing-masing ditetapkan
dari peradilan umum dan peradilan militer secara berimbang.
• Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan militer yang mengadili perkara
pidana tersebut pada Pasal 89 ayat (1), majelis hakim terdiri dari, hakim ketua dari
lingkungan peradilan militer dan hakim anggota secara berimbang dari masing-masing
lingkungan peradilan militer dan dari peradilan umum yang diberi pangkat militer
tituler.
• Ketentuan tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pengadilan tingkat
banding.
• Menteri Kehakiman dan Menteri Pertahanan dan Keamanan secara timbal balik
mengusulkan pengangkatan hakim anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat
(3) dan ayat (4) dan hakim perwira sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4).
SENGKETA KEWENANGAN MENGADILI
Sengketa kewenangan
mengadili absolut

Peradilan Umum/ Peradilan Agama/ Peradilan Militer/ PTUN/


Pengadilan Negeri Pengadilan Agama Pengadilan Militer Pengadilan TUN
Sengketa kewenangan mengadili
relatif

Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri


Terjadinya Sengketa
Kewenangan Mengadili Relatif
Tempat tindak pidana (Locus Delicti)
- Teori Perbuatan Materiil
- Teori Instrumen
- Teori Akibat
Tempat tinggal terdakwa dan tempat kediaman
sebagian besar saksi
Terjadi beberapa tindak pidana dalam wilayah
hukum beberapa Pengadilan Negeri
Keberatan Terhadap
Penetapan PN

Kejaksaan Negeri Pelmpahan Pengadilan Negeri


Perkara

Keberatan

Pengadilan Tinggi
Pemutus Sengketa

PN SUMEDANG


PT
BANDUNG

PN SUBANG
MAHKAMAH AGUNG

PN BANDUNG PN BOGOR PT BANDUNG

  

PA BANDUNG PA JAKSEL PT JAKARTA


PEMBUKTIAN
OLEH

H.SUJASMIN, SH. MH.


PEMBUKTIAN

•Ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan


dan pedoman tentang cara-cara yang
dibenarkan UU membuktikan kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa
PENGERTIAN
Menurut Prof. Soepomo
• Dalam arti luas membuktikan berarti membenarkan hubungan
hukum yaitu memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat – syarat
bukti yang sah.
• Dalam arti terbatas berarti hanya diperlukan jika apa yang
dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat, dan apa
yang tidak dibantah oleh tergugat tidak perlu dibuktikan. Artinya
kebenaran yang tidak dibantah tidak perlu dibuktikan.
Menurut Prof. Soebekti
• Meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil – dalil yang
dikemukakan dalam suatu persengketaan.
Tujuan Pembuktian
• untuk menentukan hubungan hukum yang
sebenarnya terhadap pihak-pihak yang
berperkara, atau
• pembuktian dimaksudkan untuk mencapai suatu
kebenaran yang sesungguhnya dan didasarkan
pada bukti-bukti
Pedoman
 PU sebagai aparat yang berwenang mengajukan upaya membuktian
kesalahan terdakwa
 Terdakwa berhak untuk melemahkan pembuktian oleh PU, misalnya
berupa saksi yang meringankan (a decharge) maupun alibi
Teori (sistem) Pembuktian

1. Sistem pembuktian keyakinan belaka (bloot gemoed lijke


overtuinging, conviction intime).
2. Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan
yang logis (laconviction raisonnee).
3. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif
(positief wettwlijke bewijs theorie).
4. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif
(negatief wettwlijke bewijs theorie).
Pembuktian berdasarkan keyakinan
hakim

• Pemidanaan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam uu, karena aliran ini
didasarkan semata-mata atas keyakinan hakim belaka dan tidak terikat kepada
aturan-aturan tentang pembuktian dan menyerahkan segala sesuatu kepada
kebijaksanaan sehingga ada anggapan hakim bersifat subjektif.
• Dalam sistem ini pula hakim dapat menurut keyakinan hakim yang menentukan
wujud kebenaran dalam sistem pembuktian ini perasaan belaka dalam
menentukan apakah keadaan harus dianggap telah terbukti.
• keyakinan hakim yang menentukan wujud kebenaran sejati dalam sistem
pembuktian ini
Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim
atas alasan yang logis

• Muncul sebagai jalan tengah


• Hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan
keyakinannya
• Keyakinan tersebut didasarkan pada pembuktian disertai dengan
suatu kesimpulan yang logis
• Sistem ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas
menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrije bewijstheorie)
Pembuktian menurut uu positif

• sistem ini apabila alat-alat bukti sudah dipakai secara yang


ditetapkan undang-undang maka hakim harus menetapkan keadaan
sudah terbukti, walaupun hakim mungkin berkeyakinan bahwa
yang harus dianggap terbukti itu tidak benar
• hakim tetap menyatakan terdakwa tidak terbukti, walaupun
mungkin hakim berkeyakinan bahwa terdakwa itu melakukan
tindak pidana.
• Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan
kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada
sebelumnya (ps.1 ayat (1) KUHPid)
Pendukung:
• D. Simons bahwa sistem positief wettelijk Eropa dipakai
pada waktu masih berlakunya HAP yang bersifat
inkuisitor.
• Andi Hamzah, bahwa sistem atau teori pembuktian
berdasar undang-undang secara positif untuk
menghindari pertimbangan subjektif hakim.
Kelemahan
• Yahya Harahap dalam sistem pembuktian ini keyakinan
hakim tidak ikut ambil bagian dalam membuktikan
kesalahan terdakwa.
• Wirjono Projodikoro bahwa sistem ini bertentangan
dengan prinsip, bahwa dalam acara pidana suatu
putusan hakim harus berdasar atas kebenaran.
Pembuktian menurut UU secara negatif

• perpaduan antara sistem pembuktian menurut undang-


undang secara positif dan sistem pembuktian keyakinan
hakim belaka .
• negatief wettelijk stelsel: “salah tidaknya seorang
terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang
didasarkan pada cara dan dengan alat-alat bukti yang
sah menurut UU”
Martiman Prodjohamidjojo

• wettelijk, sesuai dgn alat-alat bukti yang sah yang


ditetapkan oleh undang;
• negatief, oleh karena dengan alat-alat bukti yang sah
dan ditetapkan undang-undang saja belum cukup
untuk membuat hakim pidana menganggap bukti
sudah diberikan, akan tetapi masih dibutuhkan adanya
keyakinan hakim.
Mr. Kwee Oen Goan

• Hakim harus memakai alat-alat bukti yang sah,


ditentukan oleh UU.
• Apabila Hakim tidak yakin tentang kesalahan
terdakwa, maka ia tidak wajib menjatuhkan
hukuman.
Pasal 183 KUHAP

• Prinsip Minimum Pembuktian


• Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Pembuktian dalam perkara pidana berbeda
dengan pembuktian dalam perkara perdata.

Pidana• Mencari kebenaran material Perdata


• Hakimnya bersifat aktif • Mencari kebenaran formal
• Alat buktinya bisa berupa keterangan • Hakim bersifat pasif
saksi, keterangan ahli, surat, • didasarkan pada bukti-bukti yang dibawa di
petunjuk, keterangan terdakwa. pengadilan.
• Alat buktinya berupa: surat, saksi, sangkaan,
pengakuan dan sumpah
ALAT-ALAT BUKTI YANG SAH
Pasal 184 ayat (1)

a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.

Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan

Notoir feit
Saksi dan Keterangan Saksi

Saksi Keterangan saksi


• kepentingan penyidikan, • salah satu alat bukti berupa
penuntutan dan peradilan keterangan dari saksi
• ia dengar sendiri, ia lihat • yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri. sendiri dan ia alami sendiri dengan
menyebut alasan dari
pengetahuannya itu.
• apa yang saksi nyatakan di sidang
pengadilan (Pasal 185 ayat (1)
KUHAP)
unus testis nullus testis
185 ayat (2)

• Unus = satu
• Tesitis = keterangan saksi
• Nullus = tidak ada (0)
tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri
sebagai saksi
Pasal 168 ayat (1)

a. keluarga sedarah atau semanda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah
sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa;
b. saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara
ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena
parkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
c. suami atau isteri terdakwa maupun sudah bercerai atau yang bersama-sama
sebagai terdakwa.
Memberi keterangan tanpa sumpah
Pasal 171

a. anak yang umurnya belum cukup lima belas


tahun dan belum pernah kawin;
b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun
kadang-kadang ingatannya baik kembali.
Sumpah/janji
Waktu : Gradasi/tingkatan :
• Sumpah promissoris • Sumpah biasa
• Sumpah assertoris • Sumpah berat
 Islam : sumpah pocong
 Kong Hu Chu : di kelenteng
dengan memotong seekor ayam
putih

• Islam : dengan Al Qur’an di atas kepala


• Kristen : menunjukkan dua jari ke atas
• Hindu : di muka penanda
• Kong Hu Chu : sambil membakar dua batang hio
• ......

Bohong/tidak benar : Pasal 242


KUHP
Macam-macam Saksi

• Saksi a decharge : saksi yang menguntungkan


• Saksi a charge ; saksi yang memberatkan
menilai kebenaran keterangan seorang saksi

a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;


b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi
keterangan yang tertentu;
d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada
umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya
Keterangan Ahli

Keterangan ahli adalah keterangan yang


diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan
Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang
seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan
187
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :

a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan
yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan;
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;
d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian
yang lain.
Petunjuk : Pasal 188
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau
keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara
yang satu dengan yang lain, maupun dengan
tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah
terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya
Petunjuk hanya dapat diperoleh dari :

• keterangan saksi;
• surat;
• keterangan terdakwa.
Pasal 189

1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang


perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk
membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh
suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan
kepadanya.
3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah
melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai
dengan alat bukti yang lain.
Pasal 177 RUU KUHAP
(1) Alat bukti yang sah mencakup:
a. barang bukti ;
b. surat-surat;
c. bukti elektronik;
d. keterangan seorang ahli;
e. keterangan seorang saksi;
f. keterangan terdakwa; dan.
g. pengamatan Hakim.
(2) Alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
diperoleh secara tidak melawan hukum.
(3) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan
(ps.177)
Pasal 180 RKUHAP

(1) Keterangan saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 ayat (1) huruf e
sebagai alat bukti adalah segala hal yang dinyatakan oleh saksi di sidang
pengadilan.
(2) Dalam hal saksi tidak dapat dihadirkan dalam pemeriksaan di sidang
pengadilan, keterangan saksi dapat diberikan secara jarak jauh melalui alat
komunikasi audio visual dengan dihadiri oleh penasihat hukum dan penuntut
umum.
(3) Keterangan 1 (satu) orang saksi tidak cukup untuk membuktikan bahwa
terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku apabila
keterangan seorang saksi diperkuat dengan alat bukti lain.
Lanjutan ....
(5) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau
keadaan dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah.
(6) Keterangan beberapa saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus saling
berhubungan satu sama lain sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau
keadaan tertentu.
(7) Pendapat atau rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran belaka bukan merupakan
keterangan saksi.
(8) Dalam menilai kebenaran keterangan saksi, hakim wajib memperhatikan :
a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain;
c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan tertentu;
d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat
mempengaruhi dipercayanya keterangan tersebut; dan/atau
e. keterangan saksi sebelum dan pada waktu sidang.
Lanjutan ....
(9) Keterangan saksi yang tidak disumpah yang sesuai satu dengan
yang lain, walaupun tidak merupakan alat bukti, dapat
dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah apabila
keterangan tersebut sesuai dengan keterangan dari saksi yang
disumpah.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan syarat
pemberian kesaksian secara jarak jauh sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 181 RKUHAP
(1) Keterangan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 ayat (1)
huruf f adalah segala hal yang dinyatakan oleh terdakwa di dalam sidang
pengadilan tentang perbuatan yang dilakukan atau diketahui sendiri atau
dialami sendiri.
(2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang pengadilan dapat
digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang pengadilan,
dengan ketentuan bahwa keterangan tersebut didukung oleh suatu alat
bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.
Lanjutan ps.181

(3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan


terhadap dirinya sendiri.
(4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa terdakwa bersalah melakukan
perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan
harus disertai dengan alat bukti yang sah lainnya.
Pengamatan Hakim (ps.182):

1) Pengamatan hakim selama sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal


177 ayat (1)huruf g adalah didasarkan pada perbuatan, kejadian, keadaan,
atau barang bukti yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu
dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri yang
menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
(2) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu pengamatan hakim selama
siding dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana, setelah hakim
mengadakan pemeriksaan dengan cermat dan seksama berdasarkan hati
nurani.
Alat Bukti Negara lain (ps.183)

(1) Alat bukti yang diberikan oleh pemerintah, orang, atau perusahaan negara
lain dipertimbangkan sebagai bukti yang sah apabila diperoleh secara sah
berdasarkan peraturan perundang-undangan negara lain tersebut.
(2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga
dipertimbangkan jika terdapat perbedaan prosedur untuk mendapatkan alat
bukti tersebut antara peraturan perundangundangan yang berlaku di
Indonesia dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara
tempat alat bukti tersebut diperoleh, sepanjang tidak melanggar peraturan
perundang-undangan atau perjanjian internasional.
Beban Pembuktian (ps.4):
• Acara pidana yang diatur dalam Undang-Undang ini
dilaksanakan secara wajar dan perpaduan antara sistem hakim
aktif dan para pihak berlawanan secara berimbang.
Pasal 173
(1) Sesudah kesaksian dan bukti disampaikan oleh kedua belah
pihak, Penuntut Umum dan penasihat hukum diberi
kesempatan untuk menyampaikan keterangan lisan yang
menjelaskan tentang bukti yang diajukan di persidangan
mendukung pendapat mereka mengenai perkara tersebut.
RKUHAP:negatief wettelijk stelsel

Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa,


kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan dengan
sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah
yang bersalah melakukannya (ps.176)
Saksi Mahkota (ps.198 RKUHAP)

(1) Salah seorang tersangka atau terdakwa yang peranannya paling ringan dapat
dijadikan Saksi dalam perkara yang sama dan dapat dibebaskan dari
penuntutan pidana, apabilaSaksi membantu mengungkapkan keterlibatan
tersangka lain yang patut dipidana dalam tindak pidana tersebut.
(2) Apabila tidak ada tersangka atau terdakwa yang peranannya ringan dalam
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka tersangka atau
terdakwa yang mengaku bersalah berdasarkan Pasal 197 dan membantu
secara substantif mengungkap tindak pidana dan peran tersangka lain dapat
dikurangi pidananya dengan kebijaksanaan hakim pengadilan negeri.
(3) Penuntut Umum menentukan tersangka atau terdakwa sebagai saksi
mahkota.
PEMBUKTIAN

dalam
Hukum Acara Pidana
PENDAHULUAN

PENGERTIAN TUJUAN PEMBUKTIAN

 ARTI SEMPIT: DEPAN  TINDAK PIDANA APA


PERSIDANGAN YANG DILAKUKAN?
 BAGAIMANA TINDAK
 ARTI LUAS: SEJAK PIDANA DILAKUKAN?
PENYIDIKAN  SIAPA YANG
MELAKUKAN?
 APAKAH PELAKU
BERSALAH?
SISTEM / TEORI PEMBUKTIAN

Positive Wettelijk Bewijs Theory


Conviction intime
Conviction La Raisonne
Negative Wettelijk Bewijs Theory (yang dianut
KUHAP)
BEBAN PEMBUKTIAN

 BEBAN PEMBUKTIAN BIASA


 BEBAN PEMBUKTIAN BERIMBANG/TERBATAS

 BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK


UU No.31 tahun 1999
Penjelasan UU PTPK: jaksa penuntut umum aktif
dalam membuktikan dakwaannya dan terdakwa juga
dibebani kewajiban untuk membuktikan bahwa
dakwaan penuntut umum tidaklah benar.
UU 20 th 2001 ttg GRATIFIKASI
 Setiap Gratifikasi PN= Suap, bila berhubungan dengan
jabatan/berlawanan dengan kewajiban/tugasnya:
1. Nilai >= 10 juta, pembuktian oleh penerima gratifikasi.
2. Nilai <10 juta, pembuktian oleh PU.

 Syarat: di depan persidangan


 Pengecualian: Lapor KPK
UU MONEY LAUNDERING

Pasal 35 :
“Terdakwa wajib membuktikan bahwa harta
kekayaan bukan merupakan hasil tindak pidana”
BARANG BUKTI
Pengertian: Merujuk kepada Pendapat para sarjana dan KUHAP

Hubungan dengan Alat Bukti:


Merupakan Pendukung Data Formil
 
Kategori
1.B. yang digunakan untuk melakukan TP
2.B. yang digunakan untuk membantu melakukan TP
3.B. yang tercipta dari suatu TP
4.B. yang merupakan tujuan satu TP
5.Informasi dalam Arti Khusus
AB KETERANGAN SAKSI (1)
• Pengertian: Pasal 1 butir 26-27, 185 (1)

• Syarat Sahnya:
• 1. Syarat Formil (160 , 171)
• 2. Syarat Materil (ps.1 bt.26- 27)

• Pengecualian:
• 1. Absolut (ps.171)
• 2. Relatif (ps. 168 dan 170)
Pengecualian Relatif:
• A_____________B

• C_________D E________F
• G H
• Derajat kekeluargaan:
• A dan B dengan C atau E adalah derajat kesatu (hubungan
darah).
• A dan B dengan D atau F adalah derajat kesatu (hubungan
semenda).
• A dan B dengan G atau H adalah derajat kedua.
• C dengan E atau F adalah derajat kedua (hubungan semenda).
• C dengan H adalah derajat ketiga.
• G dengan H adalah derajat keempat.
AB KETERANGAN SAKSI (2)

Macam2 Saksi
1.Saksi A Charge
2.Saksi Ade Charge
3.Saksi Korban
4.Saksi Pelapor
5.Saksi Mahkota
6.Saksi Berantai
7.Saksi T. Auditu
AB KETERANGAN AHLI
 - Pengertian: Pasal 1 butir 28, pasal 120, Ps. 133,
Pasal 179 KUHAP.

 Syarat Keterangan Ahli


1. S. Materiil (Pasal 1 angka 28) 2. S. Formil
(Pasal 160 ayat 4)
 Macam/ Kategori
a. Deskundige: Arsitek, Ahli ekonomi
b. Getuige Deskundige (saksi ahli): Forensik
c. Zaakundige: Ahli Meracik Racun/bom
ALAT BUKTI SURAT
 Pengertian: Pasal 187 KUHAP
 Kategori
1. Resmi: Pasal 187 a, b, c.
2. Tak Resmi: Pasal 187 d.

 Kekuatan Pembuktian?
ALAT BUKTI PETUNJUK

• Pengertian: Pasal 188 ayat (1) KUHAP

• Sumber Petunjuk: Pasal 188 ayat (2).

• Penilaian Alat Bukti Petunjuk: Pasal 188 ayat (3)


AB KETERANGAN TERDAKWA
A. Pengertian: Pasal 189 ayat (1)
B. Isi K. Tdw:
Sangkalan (Sebagian atau seluruhnya) Pengakuan (sebagian
atau seluruhnya)

C. Syarat Keterangan Terdakwa: Ps. 189 (1)


D. K. Terdakwa di Luar Sidang: Ps.189 (2)
E. Pengakuan Terdakwa: Ps.189 (3) & (4)

Anda mungkin juga menyukai