Anda di halaman 1dari 24

Tugas Kelompok Hukum Asuransi

“Pengaturan Hukum Asuransi Deposito”

Nama NPM TTD


Ilyas Fadillah 17.4301.253
Virgan Geraldy 17.4301.262
Lidia Amalina Waznah 17.4301.264
Farhan Anzilan 17.4301.265
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Pengaturan Asuransi Deposito.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandung, 26 Juni 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
BAB I...........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................7
BAB II.........................................................................................................................................8
ANALISIS...............................................................................................................................8
A. Penerapan Prinsip dan Praktek Asuransi Deposito.....................................................8
a. Insurable Risk...............................................................................................................8
b. Insurable Interest..........................................................................................................9
c. Hukum Bilangan Besar...............................................................................................10
d. Dasar Pengenaan Premi..............................................................................................11
e. Utmost Good Faith.....................................................................................................12
f. Reasuransi dan Koasuransi.........................................................................................13
g. Idemnitas....................................................................................................................14
h. Syarat dan Kondisi.....................................................................................................15
B. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan Asuransi
Deposito di Indonesia...........................................................................................................15
a. Premi..........................................................................................................................16
b. Penanggung................................................................................................................16
c. Kerahasiaan Bank.......................................................................................................17
d. Belum Meratanya Tingkat Kesehatan Bank...............................................................17
e. Ganti Kerugian...........................................................................................................18
BAB III PENUTUP..................................................................................................................20
A. Simpulan.......................................................................................................................20
B. Saran.............................................................................................................................20
Daftar Pustaka..........................................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari risiko, baik menyangkut


jiwa maupun harta benda. Munculnya risiko mengenai bentuk dan kapan risiko itu
terjadi tidak dapat diduga sebelumnya. Terhadap risiko yang muncul seseorang
bisa menghindari, menghadapi, mengalihkan maupun membaginya terhadap
orang atau lembaga lain. Konsep pengalihan risiko (risk transfering) dan
pembagian risiko (risk sharing) inilah yang melahirkan lembaga
pertanggungan, atau yang lebih dikenal dengan asuransi. Dalam konteks
Indonesia, mengenai lembaga pertanggungan (asuransi) sudah diatur sejak sebelum
kemerdekaan, yaitu dalam Burgerlijke Wetboek (BW) atau lebih kita kenal
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Kemudian
secara khusus mengenai pertanggungan, diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD).1

Asuransi dalam bahasa belanda disebut verzekering yang berarti


pertanggungan atau asuransi dalam bahasa inggris disebut inssurance. Asuransi
berasal dari bahasa inggris “assure” yang berarti menanggung dan “assurance”
yang berarti tanggungan.

Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang
mempergunakan istilah hukum pertanggungan, dalam bahasa belanda disebut
Verzekering Recht, dan dalam istilah bahasa Inggris disebut Insurance
Law,sedangkan dalam praktek-praktek sejak zaman Hindia Belanda sampai
sekarang banyak dipakai orang istilah Asuransi (Asurantie).

Ada dua pihak yang terlibat dalam asuransi, yaitu penanggung sebagai
pihak yang sanggup menjamin serta menanggung pihak lain yang akan
1
Khotibul Umam, Memahami dan Memilih Produk Asuransi, (Yogyakarta; Pustaka Yustisia,
2011) Hal 1

1
mendapat suatu penggantian kerugian yang mungkin akan dideritanya sebagai
suatu akibat dari suatu perististiwa yang belum tentu terjadi dan pihak
tertanggung akan menerima ganti kerugian, yang mana pihak tertanggung
diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak penanggung.2

Dalam perjanjian asuransi terdapat dua pihak yang mana pihak pertama
sanggup menanggung atau menjamin bahwa pihak kedua atau pihak lainnya akan
mendapat penggantian suatu kerugian yang bisa saja akan diderita akibat
adanya suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi atau belum dapat
ditentukan kapan terjadinya. Pihak kedua atau pihak yang ditanggung
tersebut wajib membayar sejumlah uang kepada pihak pertama. Uang akan
tetap menjadi milik penanggung apabila dikemudian hari ternyata kejadian yang
dimaksud itu terjadi.

Menurut Subekti, dalam bukunya memberikan definisi mengenai asuransi


yaitu, asuransi atau pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang termasuk dalam
golongan perjanjian untung-untungan (kansovereenkomst). Suatu perjanjian
untung-untungan ialah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan
pada suatu kejadian yang belum tentu terjadi, kejadian mana akan
menentukan untung ruginya salah satu pihak.

Perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1774 Kitab Undang-Undang


Hukum Perdata (KUHPerdata). Di dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa
suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak,
tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti. Yaitu persetujuan
pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.

Jika kita kembali memperhatikan bunyi Pasal 1774 Kitab Undang-Undang


Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek, dapat disimpulkan bahwa perjanjian
asuransi ini dikategorikan sebagai perjanjian untung-untungan (kans
overeenkomst). Menurut Pasal 1774 tersebut selain perjanjian asuransi yang
2
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta; Intermasa, 2001) hal 217-218.

2
termasuk dalam perjanjian untung-untungan, juga adalah bunga cagak hidup
(liferente) dan perjudian serta pertaruhan (spel en weddingschap).

Manusia di dalam hidupnya pasti akan menemui atau menghadapi risiko. Risiko
tersebut bisa terjadi pada dirinya maupun benda yang dimilikinya. Risiko yang
terjadi terhadap suatu benda tentu akan berkurangnya atau hilangnya nilai
benda tersebut. Oleh sebab itu banyak cara yang dilakukan manusia untuk
mengatasi risiko tersebut agar berkurangnya nilai dari benda yang dimilikinya
dapat dicegah.

Menurut Sri Rejeki Hartono, asuransi atau pertanggungan adalah suatu


guna menanggu langi adanya risiko. Dari pengertian tersebut berarti bahwa
secara luas siapapun pasti mengandung dan mempunyai risiko. Pertanggungan
mempunyai tujuan yang utama yaitu mengalihkan risiko yang ditimbulkan

Asuransi atau pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi
bagi masyarakat Indonesia, dimana sebagian besar masyarakat Indonesia sudah
melakukan perjanjian asuransi dengaii perusahaan asuransi, baik perusahaan
asuransi milik negara maupun milik swasta nasional.

Menurut H.M.N Purwosutjipto: “Pertanggungan adalah perjanjian timbal balik


antara penanggung dengan penutup asuransi, dimana penanggung mengikatkan diri
untuk mengganti kerugian, dan atau membayar sejumlah uang (santunan) yang
ditetapkan pada waktu penutupan perjanjian, kepada penutup asuransi atau orang
lain yang ditunjuk, pada waktu terjadinya evenement, sedangkan penutup asuransi
mengikatkan diri untuk membayar uang premi”.3

Sementara itu, dalam KUHD Pasal 246 menyatakan bahwa: Asuransi atau
pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada tertaggung, dengan menerima suatu premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau

3
H. M. N. Purwosutjipto, 1986, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 6 Hukum
Pertanggungan, Jakarta: Djambatan, Hal. 10.

3
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang tak tertentu.

Manfaat asuransi sangat penting dan besar artinya pada masa sekarang ini,
diantaranya:

a. Asuransi dapat memberikan rasa terjamin atau rasa aman dalam


menjalankan usaha. Hal ini karena seseorang akan terlepas dari
kekhawatiran akan tertimpa kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak
diharapkan, sebab walaupun tertimpa kerugian akan mendapat ganti rugi
dari perusahaan asuransi.
b. Asuransi dapat menaikan efisiensi dan kegiatan perusahaan, sebab dengan
memperalihkan risiko yang lebih besar kepada perusahaan asuransi,
perusahaan itu akan mencurahkan perhatian dan pikirannya pada
peningkatan usahanya.
c. Asuransi cenderung kearah perkiraan penilaian biaya yang layak. Dengan
adanya perkiraan akan suatu risiko yang jumlahnya dapat dikira-kira
sebelumnya, maka suatu perusahaan akan memperhitungkan adanya ganti
rugi dari asuransi didalam ia menilai biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan.
d. Asuransi merupakan dasar pertimbangan pemberian suatu kredit. Apabila
seseorang meminjam kredit bank, maka biasanya meminta kepada debitur
untuk menutup asuransi benda jaminan,
e. Asuransi dapat mengurangi timbulnya kerugian-kerugian. Dengan
ditutupnya perjanjian asuransi, maka risiko yang mungkin dialami seseorang
dapat ditutup oleh perusahaan asuransi.
f. Asuransi merupakan alat untuk membentuk modal pendapatan atau untuk
harapan masa depan. Dalam hal ini fungsi menabung dari asuransi terutama
dalam asuransi jiwa.
g. Asuransi merupakan alat pembangunan. Dalam hal ini premi yang
terkumpul dalam perusahaan asuransi dapat dipakai sebagai dana investasi
dalam pembangunan bantuan kredit jangka pendek, menengah maupun

4
jangka panjang, bagi usaha-usaha pembangunan. Pada akhirnya dapat
memperluas kesempatan dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat banyak.4

Asuransi sebagai lembaga pelimpahan risiko. Dalam keadaan wajar biasanya


seseorang atau suatu badan usaha itu secara pribadi selalu harus menanggung semua
kemungkinan kerugian yang dideritanya yang disebabkan karena peristiwa apapun
juga. Biasanya sifat dan jumlah kerugian itu tidak dapat dengan mudah diperkirakan
sebelumnya, apakah akan berakibat yang sangat fatal atau tidak. Apakah akan
menimbulkan kerugian yang kira-kira mampu ditanggulangi sendiri atau tidak.
Guna menghadapi segala kemungkinan termaksud di atas maka orang berasaha
melimpahkan semua kemungkinan kerugian yang timbul kepada pihak lain yang
kiranya bersedia menggantikan kedudukannya. Cara untuk melakukan pelimpahan
risiko dapat ditempuh dengan jalan mengadakan suatu perjanjian. Perjanjian mana
mempunyai tujuan bahwa pihak yang mempunyai kemungkinan menderita kerugian
(lazim disebut tertanggung) itu melimpahkan kepada pihak lain yang bersedia
membayar ganti rugi (lazim disebut penanggung). Apabila terjadi kerugian.
Perjanjian kemudian itu lazim disebut sebagai perjanjian pertanggungan (asuransi).5

Dalam masyarakat yang sudah maju dan sadar akan nilai kegunaan lembaga
asuransi atau pertanggungan sebagai lembaga pelimpahan risiko, setiap
kemungkinan terhadap bahaya menderita kerugian itu pasti diasuransikan atau
dipertanggungkan. Hampir setiap gerak dan aktivitas baik pribadi atau badan-badan
usaha itu selalu dilindungi oleh suatu peganjian pertanggungan yang mereka adakan,
atau dengan perkataan lain setiap kemungkinan risiko itu selalu dipertanggungkan;
jadi semakin orang merasa makin tidak aman, semakin pula orang selalu berusaha
mengasuransikan segala kemungkinan risiko yang mungkin timbul makin banyak
yang merasa tidak aman makin banyak yang mengalihkan risiko kepada pihak lain,
berarti makin banyak peganjian asuransi ditutup. Selanjutnya makin banyak pula

4
Endang, M. Suparman Sastrawidjaja, 1993, Hukum Asuransi (Perlindungan Tertanggung
Asuransi Deposito Usaha Peransuransian), Bandung: Alumni, Hal 59.
5
Santoso Poedjosoebroto, 1996, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan Jiwa di
Indonesia, Jakarta: Bharata, Hal 82.

5
dana yang diserap oleh perusahaan sebagai pembayaran atas kesedianya mengambil
alih risiko pihak tertanggung.6

Polis merupakan bukti adanya perjanjian asuransi antara pihak penanggung dan
pihak tertanggung sebagai penutup asuransi. Karena polis adalah surat yang bernilai
uang, maka penggadaian sepucuk polis itu hanya bisa terjadi dalam hubungan
hukum, khususnya mengenai pinjaman uang, yang dilakukan oleh
tertanggung/penutup asuransi kepada penanggung. Polis yang akan digadaikan itu
harus memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh pelaksanaan asuransi jiwa yang
bersangkutan. Polis ini harus polis perorangan yang telah memiliki harga tunai dan
tidak menunggak pembayaran preminya.7

Perjanjian dengan jaminan gadai polis asuransi ini hanya dapat terjadi pada
pertanggungan jiwa. Jadi pemegang polis pada perusahaan asuransi jiwa mempunyai
hak untuk meminjam sejumlah uang pada perusahaan asuransi dengan cara
menggadaikan polis. Namun tidak semua polis dapat dijadikan sebagai jaminan
untuk meminjam uang. Perusahaan asuransi jiwa memberikan batasan, dengan
memenuhi persyaratan suatu polis dapat dijadikan sebagai jaminan. Polis yang
dijadikan jaminan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh
perusahaan asuransi, yaitu polis yang telah memiliki harga tunai dan tidak ada
tunggakan dalam pembayaran preminya. Pada hakekatnya perjanjian dengan
jaminan gadai polis asuransi oleh perusahaan asuransi kepada para pemegang polis
dengan jaminan polis asuransi itu sendiri juga dapat menimbulkan sedikit hambatan
bagi para pemegang polis yang melakukan kredit dengan cara gadai. Meskipun
dengan prosedur yang mudah dan biaya yang murah, pihak tertanggung juga harus
membayar angsuraran pinjaman ditambah bunga setiap bulan sebagai kewajibannya
dan juga masih harus membayar premi pertanggungan sebagai orang yang
mengadakan perjanjian pertanggungan dengan perusahaan asuransi tersebut.
Menurut Hartono Hadisaputro, dengan demikian apabila benda bergerak dijadikan
jaminan dalam suatu perjanjian hutang (kredit), maka benda bergerak tersebut harus
6
Ibid hal 82
7
Purwosutjipto H. M. N. 1987. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 7 Hukum Surat
Berharga, Jakarta: Djambatan, hal. 190

6
dipindahkan atau diperalihkan dari tangan debito kepada pihak kreditur atau
pemegang gadai.8

B. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang ada serta


mempermudah pembahasan agar lebih terarah dan mendalam sesuai dengan sasaran
maka penulis merumuskan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan prinsip dan praktik Asuransi Deposito?


2. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan Asuransi
Deposito di Indonesia?

8
Ibid hal. 58

7
BAB II
ANALISIS
A. Penerapan Prinsip dan Praktek Asuransi Deposito

Merujuk pada KUH Perdata, penjaminan merupakan perjanjian 3 pihak yakni:


penjamin, terjamin, dan penerima jaminan, yang disebut juga dengan terminologi
"penanggungan". Sedangkan asuransimerupakan perjanjian 2 pihak antara
penanggung dan tertanggung yang dalam UU Usaha Perasuransian dan KUH
Dagang disebut dengan terminologi "pertanggungan".

a. Insurable Risk

Dalam asuransi, risiko yang dapat diasuransikan harus merupakan risiko


murni (pure risk) dan bersifat independen. Risiko murni bilamana terjadi akan
menyebabkan kerugian dan jika tidak terjadi tidak akan menimbulkan
keuntungan. Berbeda dengan risiko spekulatif yang memungkinkan timbulnya
keuntungan.9

Sedangkan independen berarti besarnya risiko yang dihadapi satu


tertanggung tidak dipengaruhi besarnya risiko tertanggung lain. Risiko asuransi
harus merupakan peristiwa insidentil (fortuitous), serta terjadinya di luar kendali
tertanggung.

Dalam penjaminan simpanan, risiko yang dipertanggungkan adalah risiko


kegagalan bank dalam memenuhi kewajibannya kepada nasabah penyimpan
karena dicabut izinnya.

Pencabutan izin bank tidak selalu bersifat insidentil karena umumnya


didasarkan pada permasalahan kesehatan bank yang kronis dan menahun, serta
dipengaruhi tingkat toleransi pengawas terhadap kondisi bank (regulatory
forbearance) yang mungkin berbeda antara satu bank dengan bank lainnya.

9
Hari Prasetya, “Penjaminan Simpanan itu Bukan Asuransi Deposito”, diakses dari
https://www.kompasiana.com/hariprasetya/5ab20d34cbe5230ccd276b43/penjaminan-simpanan-
itu-bukan-asuransi-deposito, pada tanggal 22 Maret 2018 Pukul 05.31.

8
Risiko kegagalan bank, sering disebut sebagai bagian dari risiko pengawasan
(supervisory risk), tidak bersifat independen karena adanya potensi efek berantai
kegagalan satu bank kepada bank lainnya yang dapat menimbulkan kerugian
yang bersifat katastropik dan sistemik.

Kegagalan bank selama ini banyak disebabkan oleh fraud pengurus atau
pemilik bank. Dalam asuransi komersial, apabila tertanggung menjadi penyebab
terjadinya risiko yang dipertanggungkan, misalnya membakar rumah sendiri
(arson) atau melakukan bunuh diri, klaim asuransinya tidak akan dibayar.

Dalam penjaminan simpanan, LPS akan membayar klaim penjaminan


simpanan pada bank yang dicabut izinnya karena sebab apapun, termasuk bank
yang dirampok oleh pemiliknya sendiri, kecuali bank yang melakukan self
liquidation.

b. Insurable Interest

Setiap penerbitan polis asuransi mensyaratkan adanya kepentingan keuangan


(insurable interest) atas obyek yang akan diasuransikan. Seseorang dikatakan
memiliki insurable interest apabila orang tersebut akan menderita kerugian jika
terjadi musibah (risiko) atas obyek yang diasuransikan. Insurable interest dapat
berasal dari hubungan hukum, kontrak, atau undang-undang.

Pernikahan menjadi dasar insurable interest antara suami, istri, dan anak-
anaknya. Pemilik mobil memiliki insurable interest atas mobilnya, kreditur
memiliki insurable interest atas debitur terkait pinjamannya, trustee memiliki
insurable interest atas dana milik pihak lain yang dikelolanya.

Hubungan persaudaraan atau pertemanan tidak menimbulkan insurable


interest, sehingga kita tidak dapat mengasuransikan rumah milik saudara atau
teman kita.

Perusahaan asuransi akan memastikan adanya insurable interest sebelum


menerbitkan polis, karena polis yang diterbitkan tanpa adanya insurable interest
dianggap tidak berlaku (void) bahkan melanggar hukum (illegal). Untuk

9
asuransi kerugian, insurable interest harus dimiliki pemegang polis pada saat
polis diterbitkan dan pada saat klaim terjadi. Sedangkan pada asuransi jiwa,
insurable interest harus dimiliki pemegang polis pada saat polis diterbitkan.

Nasabah penyimpan memiliki insurable interest terhadap simpanannya,


begitu pula bank memiliki insurable interest atas simpanan yang ditempatkan
padanya. Dalam hal nasabah membuka rekening yang dinyatakan secara tertulis
diperuntukkan bagi kepentingan pihak lain (beneficiary), maka saldo rekening
tersebut diperhitungkan sebagai saldo rekening pihak lain tersebut.

Dalam ketentuan penjaminan, beneficiary tidak dipersyaratkan harus


memiliki insurable interest atas rekening simpanan tersebut agar simpanannya
dijamin terpisah.

Apabila insurable interest dipersyaratkan bagi rekening yang dinyatakan


untuk kepentingan pihak lain, perlu ada mekanisme untuk membuktikan setiap
beneficiary memiliki insurable interest pada rekening yang dibuka untuk
kepentingannya.

Selain itu, perlu pula diatur kapan beneficiary harus memiliki insurable
interest, pada saat pembukaan rekening dan/atau pada saat bank dicabut izinnya.

c. Hukum Bilangan Besar

Pertanggungan pada asuransi dinilai layak dilakukan apabila terdapat cukup


banyak tertanggung yang mempunyai risiko sejenis (law of large numbers).
Dengan jumlah tertanggung yang besar, maka prediksi kerugian akan semakin
mendekati jumlah kerugian yang sebenarnya (actual loss). Dengan dipenuhinya
hukum bilangan besar tersebut akan membantu penetapan tarif premi yang
wajar.

Penjaminan simpanan dirancang sebagai unsur jaring pengaman sistem


keuangan yang memberikan perlindungan terhadap simpanan dan berkontribusi
terhadap stabilitas sistem perbankan.

10
Berdasarkan rancangan tersebut, penjaminan simpanan tetap dapat
diterapkan walaupun prasyarat hukum bilangan besar tidak terpenuhi. Banyak
negara yang menerapkan sistem penjaminan simpanan meski dalam negara
tersebut terdapat kurang dari 20 bank peserta.

Dengan jumlah peserta penjaminan yang tidak memenuhi hukum bilangan


besar, ditambah kejadian kegagalan bank yang relatif jarang, penjaminan
simpanan akan menghadapi kesulitan menetapkan tarif premi yang wajar.

Oleh karenanya, pada awal beroperasi umumnya diterapkan tarif premi yang
sama (flat rate premium) untuk semua bank peserta dengan konsekuensi dapat
terjadi under-charge atau over-charge atas premi yang dibayar bank.

Seiring berjalannya waktu, flat rate premium tersebut dapat diubah menjadi
berbeda antara satu bank dengan bank lainnya (sistem premi diferensial/SPD).
Penerapan SPD diharapkan dapat memberi perlakuan yang lebih adil, sekaligus
penyesuaian ke tarif premi yang lebih wajar.

d. Dasar Pengenaan Premi

Pengenaan premi penjaminan dapat didasarkan pada jumlah aset, kewajiban,


simpanan, atau simpanan yang dijamin. Di Indonesia, perhitungan premi
penjaminan didasarkan pada jumlah total simpanan, bukan simpanan yang
dijamin.

Banyak pihak membandingkan dasar pengenaan premi tersebut dengan yang


diterapkan pada asuransi komersial yang didasarkan pada uang pertanggungan.

Penetapan dasar pengenaan premi LPS dapat dijelaskan dengan 2


pendekatan, teoritis dan praktis. Secara teoritis, LPS memiliki mandat untuk
menjamin simpanan nasabah dan melakukan penyelamatan bank gagal.

Dalam penyelamatan bank gagal, yang memperoleh manfaat bukan hanya


nasabah penyimpan yang dijamin saja, melainkan seluruh nasabah penyimpan,
bahkan termasuk kreditur bank. Untuk itu, premi LPS pada dasarnya

11
mengandung 2 alokasi, untuk menutup biaya penjaminan simpanan dan biaya
penyelamatan bank gagal.

Secara praktis, perhitungan jumlah simpanan yang dijamin tidak mudah


dilakukan. Dengan penjaminan simpanan per nasabah per bank, untuk
mendapatkan jumlah simpanan yang dijamin, bank secara periodik harus
melakukan identifikasi seluruh rekening yang dimiliki setiap nasabah,
menjumlahkan saldonya, menetapkan jumlah simpanan yang dijamin untuk
nasabah tersebut, dan menghitung simpanan yang dijamin pada bank yang
bersangkutan.

Dalam proses identifikasi rekening simpanan tersebut harus pula


dipertimbangkan kepemilikan rekening tunggal, rekening gabungan, rekening
untuk kepentingan pihak lain, dan sertifikat deposito yang dapat dipindah-
tangankan. Belum lagi jika tingkat bunga simpanan juga ikut diperhitungkan.

Pada saat penyusunan RUU LPS, single identity number atau customer
information file (CIF) belum banyak digunakan bank umum apalagi BPR. Saat
itu banyak bank terutama BPR juga belum memiliki sistem informasi dan IT
yang memadai. Dengan mempertimbangkan kendala-kendala tersebut, dalam
UU LPS ditetapkan total simpanan sebagai dasar pengenaan premi.

e. Utmost Good Faith

Dalam asuransi berlaku prinsip utmost good faith. Tertanggung dipandang


paling tahu mengenai obyek yang dipertanggungkan. Apabila tertanggung tidak
mengungkapkan fakta material yang mempengaruhi terjadinya risiko atas obyek
yang dipertanggungkan, polis dianggap batal demi hukum atau klaim tidak akan
dibayar. Prinsip tersebut dipersyaratkan untuk mengatasi adanya
ketidakseimbangan informasi (asymmetric information) antara tertanggung dan
perusahaan asuransi.

Dalam penjaminan simpanan, tidak dipersyaratkan adanya prinsip utmost


good faith. Dengan kata lain, jika bank peserta tidak mengungkapkan atau
mengungkapkan secara tidak benar mengenai permasalahan permodalan,

12
kualitas aset, atau likuiditas yang dihadapinya, penjamin simpanan tetap
diwajibkan membayar klaim jika bank tersebut tiba-tiba dicabut izinnya.

Bagi penjaminan simpanan yang bermandat paybox, ketiadaan informasi


kondisi bank tidak menjadi masalah karena fungsinya hanya membayar klaim
penjaminan ketika bank ditutup. Namun bagi penjaminan simpanan yang
bermandat loss minimizer seperti LPS, dalam rangka meminimalkan biaya
kegagalan bank perlu melakukan identifikasi permasalahan bank lebih dini dan
memonitor kondisi bank tersebut, termasuk melakukan intervensi dan resolusi
tepat waktu.

f. Reasuransi dan Koasuransi

Perusahaan asuransi akan mencari dukungan reasuransi sebagai sarana untuk


mempertanggung-ulangkan sebagian risiko yang dihadapinya. Dalam sistem
penjaminan simpanan, mekanisme reasuransi belum lazim digunakan. Dalam
kajian FDIC, penyebabnya antara lain potensi kerugian atas kegagalan bank
yang sangat besar sementara kapasitas perusahaan reasuransi masih terbatas.

Selain itu, industri reasuransi meminta beberapa persyaratan, antara lain:


menerima reasuransi hanya untuk pertanggungan-ulang bank-bank tertentu
(cherry picking), adanya deductible dan premi reasuransi yang tinggi, serta
syarat lain yang sulit dipenuhi penjamin simpanan. Dalam penjaminan
simpanan, umumnya Pemerintah memberikan dukungan pendanaan dan
bertindak sebagai guarantor of last resort, terutama dalam kondisi krisis.

Sarana pengalihan risiko lain yang dikaji, yakni: penerbitan Catastrophic


Bond, yakni obligasi yang imbal hasilnya dikaitkan dengan besarnya biaya
penjaminan simpanan. Semakin besar biaya penjaminan simpanan pada periode
tertentu, semakin kecil imbal hasil yang diperoleh investor. Bahkan apabila
terjadi kegagalan sistemik sehingga biaya penjaminan simpanan melebihi
threshold tertentu, pemegang obligasi dapat kehilangan pokok investasinya.
Namun jika biaya penjaminan pada periode tertentu lebih rendah dari perkiraan,
investor akan mendapat imbal hasil yang lebih tinggi daripada obligasi biasa.

13
Dalam asuransi komersial, koasuransi diartikan sebagai dua atau lebih
perusahaan asuransi yang secara bersama-sama menutup satu obyek
pertanggungan, dengan menerbitkan satu polis atau masing-masing perusahaan
menerbitkan polis. Dalam penjaminan simpanan, koasuransi dimaksudkan
sebagai bentuk pembagian risiko antara penjamin simpanan dan nasabah
penyimpan.

Untuk mengurangi moral hazard bagi nasabah penyimpan dalam penempatan


dananya, penjaminan hanya diberikan sebesar persentasi tertentu, misalnya
penjaminan sebesar 90% untuk simpanan sampai Rp 2 milyar. Artinya simpanan
yang dijamin untuk seorang nasabah hanya sebesar 90% dari saldo simpanan
nasabah tersebut, dan paling tinggi Rp 1,8 milyar.

g. Idemnitas

Prinsip asuransi lainnya yakni indemnitas, yang berarti perusahaan asuransi


kerugian akan mengembalikan posisi keuangan tertanggung seperti sesaat
sebelum kerugian atau risiko yang dipertanggungkan terjadi. Sebagai pelengkap
prinsip indemnitas diberikan hak subrogasi bagi perusahaan asuransi untuk
menggantikan posisi tertanggung dalam hal terdapat pengajuan tuntutan kepada
pihak lain. Tertanggung tidak boleh mendapat keuntungan atas terjadinya risiko
yang dipertanggungkan dengan mendapat pembayaran klaim atau kompensasi
dari 2 pihak dan/atau melebihi jumlah kerugian aktualnya.

Penjamin simpanan tidak memberikan indemnitas kepada bank dengan


mengembalikan kondisi keuangan bank seperti sesaat sebelum bank dicabut
izinnya. Penjamin simpanan juga tidak memberikan indemnitas kepada nasabah
penyimpan karena hanya membayar simpanan nasabah sampai jumlah yang
dijamin.

Dengan pembayaran klaim, penjamin simpanan memiliki hak subrogasi


menggantikan posisi nasabah penyimpan yang dibayar penjaminannya atas
pembagian hasil likuidasi bank. Di beberapa negara, hak subrogasi penjamin
simpanan memiliki prioritas yang sama dengan nasabah penyimpan yang tidak

14
dijamin dan unsecured kreditur (pari passu). LPS dirancang memiliki hak
mendahulu (prioritas) dibandingkan nasabah penyimpan yang tidak dijamin dan
kreditur lain agar mendapat tingkat pengembalian (recovery rate) yang lebih
baik sehingga dapat menekan biaya penjaminan.

h. Syarat dan Kondisi

Dalam polis asuransi terdapat syarat dan kondisi berlakunya polis, termasuk
pengecualiannya. Syarat dan kondisi tersebut biasanya ditulis di balik polis
dengan huruf kecil sehingga sulit dibaca apalagi dipahami.

Ketidakpahaman atas syarat dan kondisi tersebut dapat menimbulkan


perselisihan ketika tertanggung mengajukan klaim. Program penjamin simpanan
LPS juga memiliki syarat dan kondisi agar klaim penjaminan simpanan
dikategorikan layak dibayar, yakni: simpanan harus tercatat, tingkat bunga tidak
melebihi tingkat bunga penjaminan, dan nasabah tidak melakukan tindakan yang
merugikan bank atau memiliki kredit macet.

Keberadaan syarat dan kondisi penjaminan simpanan tersebut juga belum


dipahami semua nasabah, sehingga ketika bank dicabut izinnya dan
simpanannya dinyatakan tidak layak dibayar, beberapa nasabah mengajukan
keberatan kepada LPS. Sebagai upaya untuk terus mengurangi porsi simpanan
yang tidak layak dibayar, LPS gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat
mengenai manfaat dan keterbatasan, termasuk syarat dan kondisi penjaminan
simpanan tersebut.

B. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan


Asuransi Deposito di Indonesia

Perbankan sebagai Lembaga keuangan mempunyai peranan yang cukup besar


dalam menunjang pembangunan nasional. Peranan perbankan tersebut antara lain
sebagai sumber pembiayaan sektor – sektor pembangunan. Sektor – sektor
pembangunan tidak akan berjalan lancer tanpa pembiayaan yang cukup dan lancar.

15
Di samping sebagai pembiayaan sektor – sektor pembangunan, perbankan juga
merupakan tempat menyimpan dana masyarakat yang paling praktis dan aman,
serta dapat memberikan keuntungan berupa bunga, daripada dana masyarakat
tersebut mengendap dengan tidak menghasilkan sesuatu apapun, bahkan terancam
bahaya hilang, misalnya dicuri.

Dalam menyediakan dana yang cukup untuk membiayain sektor - sektor


pembangunan, perbankan berusaha semaksimal mingkin mengerahkan dana
masyarakat. Pengerahan dana tersebut diperoleh melalui giro, deposito dan
tabungan lainnya yang disimpan masyarakat pada perbankan. Akan tetapi dana
masyarakat yang disimpan pada perbankan tidak mendapat jaminan dari perbankan
bahwa simpanannya benar – benar terjamin dar berbagai risiko. Oleh karena itu
untuk semakin menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap dunia usaha
perbankan, terutama setelah adanya Pakto 1988 yang cenderung adanya persaingan
antar bank yang mengarah kepada persaingan yang kurang sehat sehingga tidak
menutup kemungkinan terdapat bank – bank pailit karena kalah bersaing, maka
sudah saatnya dibentuk asuransi deposito.

Pengembangan asuransi deposito di Indonesia masih terdapat beberapa masalah.


Adapun masalah – masalah tersebut antara lain :

a. Premi

Dalam asuransi deposito, sebagai perjanjian timbal balik sudah tentu premi
merupakan syarat mutlak, karena merupakan kontra prestasi atas kewajiban
memberikan ganti kerugian bagi penanggung. Masalahnya adalah siapa yang
berkewajiban membayar premi tersebut, apakah pihak bank tertanggung atau
deposan tertanggung. Apabila deposan yang harus membayar premi, berarti akan
mengurangi bunga yang akan diperolehnya, apalagi setelah bunga depostio
dikenakan pajak penghasilan.

b. Penanggung

16
Dalam asuransi deposito, risiko yang harus dijamin sangat besar sekali,
sehingga siapa yang sanggup untuk dapat mengatasi risiko yang demikian besar
tersebut. Di lain pihak, keterbukaan bank akan tingkat kesehatan Indonesia ini
belum mapan, sehingga sulit bagi penanggung untuk mengetahui apakah yang
bersangkutan itu sehat atau tidak. Sering terjadi pengumuman yang dilakukan
oleh bank-bank mengenai neracanya hanya merupakan pemikat, kepada
masyarakat bahwa seolah-olah bank itu sehat padahal kenyataannya tidak
(window dressing)

c. Kerahasiaan Bank

Seperti diketahui bahwa perbankan dijamin kerahasiaan oleh Undang-


Undang. Begitu pun deposan harus dijamin bahwa simpanannya tidak akan
diketahui pihak lain, termasuk perusahaan asuransi, kecuali untuk kepentingan
Bank Indonesia (Pasal 30 jo. Pasal 1 Butir 16 Undang-Undang No. 7 Tahun
1992). Di lain pihak, yang mengetahui keadaan kesehatan seluruh bank itu
hanyalah Bank Indonesia selaku bank sentral. Sebaliknya, perusahaan asuransi
menghendaki pihak bank selaku tertanggung untuk memberikan keterangan
mengenai kesehatan deposannya.

d. Belum Meratanya Tingkat Kesehatan Bank

Asuransi deposito sebagai lembaga keuangan yang dapat mengatasi risiko


nasabah bank (deposan). Diperlukan apabila bank bersangkutan benar-benar
insolvensi atas pengembalian uang deposan pada waktu tanggal jatuh tempo. Di
Indonesia dewasa ini, jumlah bank yang pailit masih relatif sedikit. Hal ini juga
terjadi hanya pada bank-bank kecil seperti Bank Dwi Manda dan Bank Pasar
Gunung Palasari. Sedangkan yang menimpa bank-bank besar antara lain, Bank
Summa. Akan tetapi walaupun begitu untuk menjaga kemungkinan bank-bank
yang pailit lebih besar lagi, maka sudah saatnya dirintis lembaga Asuransi
Deposito. Menurut Mochtar Riyady (info bank, 1989: 30) bahwa kemungkinan
bank-bank umum akan keberatan kalau asuransi deposito itu mengikutsertakan
bank-bank perkreditan rakyat, sebab selain risikonya tinggi juga sering terkena

17
krisis likuiditas itu adalah bank-bank pengkreditan rakyat, tapi bukan berarti
bank umum tidak pernah kesulitan likuiditas, buktinya sampai awal Januari ini,
Bank Pertiwi ini masih belum diperkenankan kliring, yang krisisnya cukup
serius.

e. Ganti Kerugian

Masalah ini, menjadi persoalan dalam hubungannya dengan asuransi


deposito, apakah nilai ganti ruginya akan menutup akan menutup seluruh
kerugian deposan ataukah akan digunakan sampai limit tertentu seperti halnya
asuransi di Amerika Serikat.10

Menurut pendapat penulis ada beberapa cara untuk mengatasi masalah-masalah


tersebut di atas, yaitu:11

1. Menyelenggarakan oleh pemerintah sebagai lembaga tersendiri

Dalam hal demikian asuransi deposito harus merupakan suatu intrupsi dari
tingkat pusat sehingga menyeluruh bagi setiap bank secara nasional. Dengan
demikian penangannya oleh lembaga tersendiri dari pemerintah seperti halnya
Asuransi Kredit Indonesia.

2. Penyelenggaran Suatu Unit Usaha dari Bank Indonesia

Apabila penyelenggaraan satu unit dari Bank Indonesia, maka dapat


mengetahui tingkat kesehatan bank. Tetapi, dapat menimbulkan masalah lagi
yaitu, pengelolaan premi yang terkumpul demikian besar tidak mungkin oleh
Bank Indonesia secara profesional dikelola menjadi komersil.

3. Penanggung Konsorsium

Dalam hal demikian, bank-bank menjadi anggota suatu perkumpulan


kemudian memberikan iuran kepada perkumpulan. Iuran tersebut sebagai premi
asuransi deposito. Adapun yang menjadi penanggung adalah konsorsium bank
10
Endang, M. Suparman Sastrawidjaja, op. Cit. hlm. 113.
11
Ibid, hlm. 113

18
itu sendiri. Hal ini dilakukan karena harus semua bank menutup asuransi
deposito, karena kalau ada bank yang menutup asuransi deposito dapat
menimbulkan anggapan bahwa yang menutup asuransi adalah bank yang tidak
sehat.

4. Ganti Ruginya Memakai Limit atau Tidak

Asuransi deposito di Indoensai dapat memakai limit tertentu. Misalnya uang


deposan seratus juta rupiah, maka nilai ganti rugi deposito ditutup adalah tujuh
puluh lima juta rupiah. Hal ini kerugian tidak ditutup sepenuhnya oleh bank
supaya masih dapat bertanggungjawab terhadap usahanya untuk tidak merugikan
deposan, sehingga masih melakukan upaya pengelola bank secara profesional,
karena kalaupun deposan dirugikan tidak akan diganti sepenuhnya.

19
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Ada beberapa prinsip yang terkandung didalam Asuransi Deposito
diantaranya yaitu Utmost Good faith, Prinsip Idemnitas, Insurable interest
dan sebagainya. Untuk proses klaim Asuransi Deposito juga memiliki
beberapa syarat, yakni: simpanan harus tercatat, tingkat bunga tidak melebihi
tingkat bunga penjaminan, dan nasabah tidak melakukan tindakan yang
merugikan bank atau memiliki kredit macet.
2. Asuransi deposito di Indonesia perlu diperhatikan dikarenakan asuransi
deposito di Indonesia itu sangat berpengaruh bagi pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam asuransi
deposito yang tercantum sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas itu
adalah hal yang utama dan perlu mendapat perhatian khusus secepatnya dari
pemerintah.
B. Saran
1. Prinsip – prinsip yang terkandung didalam Asuransi Deposito harus dijaga
dan dilaksanakan dengan benar, meskipun prinsip – prinsip itu terkandung
dalam Asuransin Deposito namun kenyataannya masih ada saja pihak –
pihak yang mencari keuntungan sendiri.maka dari itu harus ada instrumen
hukum yang mengawasinya dengan khusus sehingga pelanggaran –
pelanggaran yang sering terjadi dalam Asuransi Deposito dapat terhindarkan.
2. Seharusnya Asuransi deposito diselenggarakan oleh pemerintah sebagai
lembaga sendiri, dengan demikian Asuransi Deposito harus merupakan suatu
intrupsi dari tingkat pusat sehingga menyeluruh bagi setiap bank secara
nasional. Dengan demikian penangannya oleh lembaga tersendiri dari
pemerintah seperti halnya Asuransi Kredit Indonesia.

20
Daftar Pustaka

Umam, Khotibul. 2011. Memahami dan Memilih Produk Asuransi. Yogyakarta :


Pustaka Yustisia

Subekti. 2001. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta : Intermasa

Purwosutjipto H. M. N. 1986. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 6


Hukum Pertanggungan, Jakarta: Djambatan

Endang, M. Suparman Sastrawidjaja. 1993. Hukum Asuransi (Perlindungan


Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Peransuransian). Bandung: Alumni

https://www.kompasiana.com/hariprasetya/5ab20d34cbe5230ccd276b43/penjaminan-
simpanan-itu-bukan-asuransi-deposito?page=all

Poedjosoebroto, Santoso. 1996. Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan Jiwa


di Indonesia. Jakarta: Bharata

Purwosutjipto H. M. N. 1987. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 7


Hukum Surat Berharga. Jakarta: Djambatan

21

Anda mungkin juga menyukai