Anda di halaman 1dari 58

GANGGUAN SARAF

OTONOM

dr. Aida Fitri, Sp.S


Dept. Neurologi FK USU – RSHAM
SUSUNAN SARAF OTONOM

mengurus proses tubuh  involunter &


reflektorik:
•vasodilatasi – vasokonstriksi
•bronkodilatasi – bronkokonstriksi
•peristaltik
•berkeringat
•merinding, dsb

2
SUSUNAN SARAF OTONOM

• pengaruh/manifestasi susunan saraf otonom 


diluar kemauan
•  korteks serebri memberi pengarahan secara
reflektorik dengan mekanisme neuronal

3
SUSUNAN SARAF OTONOM
sentral:
• korteks serebral
• sistem limbik
• hipotalamus & jaras2nya yg menghubungkan
kolumna intermediolateralis medula spinalis
perifer:
• sepasang rantai neuron2 = ganglion
paravertebralis
• juluran aferen & eferennya yg berhubungan dgn
4
neuron2 di organ2 dalam
SUSUNAN SARAF OTONOM

secara anatomik & fisiologik:


• komponen simpatis &
• parasimpatis
• impuls dihantarkan oleh neurotransmiter yang
diproduksi neuron2 SSO

5
SUSUNAN SARAF OTONOM

• pembagian antara simpatis & parasimpatis yang


tegas hanya dapat dilihat di bagian perifer
susunan saraf otonom
• bagian sentral: kelompok simpatis &
parasimpatis berbauran & sukar dibedakan
secara tegas

6
SIMPATETIK

pre ganglion simpatis:


• di semua segmen Th & L 1, 2
• menduduki kornu lateral substansia grisea
medula spinalis = kolumna intermediolateralis

7
SIMPATETIK

• ganglion di kedua sisi tulang belakang = ganglion


paravertebralis
• ganglion yang di dekat organ dalam = ganglion
prevertebralis
• menjulurkan serabut2 post ganglion
• serabut pre ganglion mempunyai mielin
• serabut post ganglion tidak bermielin

8
PARASIMPATETIK

• = bagian kraniosakral susunan saraf otonom


karena serabut2 pre ganglion berinduk pada
neuron2 di batang otak & bagian sakral medula
spinalis

9
PARASIMPATETIK

• bagian kranial serabut pre ganglion parasimpatis


berasal dari inti2 dekat inti n. III, VII, IX, & X
•  keluar dari batang otak bersama2 dengan
saraf2 otak tsb
• n. X yang mengandung serabut pre ganglion
parasimpatis terbanyak & berakhir di ganglion
intramuralis & ganglion post ganglion

10
11
12
SUSUNAN SARAF OTONOM

asetilkolin (kolinergik):
• parasimpatis (pre & post ganglion)
• pre ganglion simpatis
• post ganglion simpatis kelenjar keringat
• ujung saraf motorik perifer yang bersinaps di motor
end plate

norepinefrin (adrenergik):
• simpatis (post ganglion) 13
14
RESEPTOR ADRENERGIK

tdd:
• α reseptor
• β reseptor

norepinefrin  α reseptor, menimbulkan:


• vasokonstriksi
• glikogenolisis di hepar
• penurunan produksi insulin
15
RESEPTOR ADRENERGIK

• norepinefrin = noradrenalin dipecah oleh enzim &


terbentuklah:
epinefrin = adrenalin  β reseptor:
• dilatasi bronkus
• peningkatan produksi insulin

16
RESEPTOR KOLINERGIK

• bersifat muskarinik atau nikotinik


muskarinik:
• otot polos
• kelenjar endokrin
• nodus SA & AV jantung

nikotinik:
• sel ganglion otonom
17
• motor end plate
SUSUNAN SARAF OTONOM

komponen simpatis pengaktif:


• berbagai proses
• fight or flight

komponen parasimpatis mengatur proses:


• anabolik
• sekretorik
• reproduksi
18
DISFUNGSI SSO

19
HIPOTENSI ORTOSTATIK
gejala:
• oyong
• pandangan gelap
• kesadaran secara bertahap menurun setelah
beberapa menit berdiri/berjalan
= syncope
 defek terdapat pada sistem simpatis perifer

TDS ↓ 20mmHg atau TDD ↓ 10 mmHg  3’ saat


berdiri dibandingkan saat berbaring atau duduk 20
Patofisiologi
• Respon hemodinamik normal terhadap
perubahan posisi  memerlukan fungsi normal
kardiovaskuler & sistem saraf otonom
• Saat berdiri: gravitasi menyebabkan darah
berkumpul di ekstremitas bawah

21
•  mengaktifkan jaras simpatis  meningkatkan
resistensi vaskuler perifer, venous return, &
cardiac output  membatasi penurunan TD

• Etiologi: dehidrasi, kelainan jantung, endokrin,


gangguan sistem saraf

22
GANGGUAN SEKRESI KERINGAT

• infark serebral  hiperhidrosis unilateral 


hemisfer serebral, hipotalamus, pons, & medula
spinalis

• penyakit-penyakit saraf perifer yang mengganggu


serabut post ganglion simpatis  anhidrosis pada
area kulit terbatas

23
• Hiperhidrosis: stressor psikologis, neuropati
perifer, lesi medulla spinalis, stroke

• Hipohidrosis & anhidrosis: parkinson, stroke,


neuropati perifer, kelainan kulit, obat-obatan
(antidepresan trisiklik, THP)

24
DISFUNGSI OTONOM PADA LESI
MEDULLA SPINALIS
• lesi komplit setinggi C 4, 5, atau Th atas (di atas Th
6)  memutuskan seluruh kontrol
suprasegmental dari sistem simpatis

• lesi Th bawah & L  terganggu kontrol


parasimpatis sakral

penyebab:
• trauma
• tumor
25
• myelitis
NEUROPATI OTONOM
DIABETIK
klinis:
• impotensi
• disfungsi vesika urinaria
• disfungsi gastrointestinal
• gangguan refleks kardiovaskuler
 kerusakan pada neuron2 post ganglion simpatis
& parasimpatis
 hilangnya aksonal perifer & demielinisasi
segmental 26
SINDROM HORNER
• dilatasi pupil  simpatis
• konstriksi pupil  parasimpatis

• miosis
• ptosis
• anhidrosis

 manifestasi blokade simpatis

28
29
30
NEUROGENIC
BLADDER
AUTONOMIC BLADDER INNERVATION
Efferent innervation
SYMPATHETIC PARA SYMPATHETIC
T 11
Detrusor muscle
T 12
L1
L2 Inferior hypogast
ganglion
Hypogastric plexus
S2
BLADDER
S3
S4

Function :
Pudendal nerves Detrusor musc contract
Internal sphinc relax
SOMATIC EFFERENT
Function : Origin : ant horn cell S 2,3,4 32
Detrusor musc relax
Internal sphinc contract
CORTICAL CONTROL
33
Mekanisme Miksi
KK penuh

Peregangan m.detrusor

Aferen parasimpatis

Lintasan ascenden (Traktus spinothalamikus)

Korteks serebri  kesadaran KK penuh


34
Tergantung situasi  miksi dimulai
35
36
37
MIKSI
• parasimpatis (mengaktifkan otot detrusor vesika
& melemaskan otot sphincter internus)
• simpatis (inhibisi komponen parasimpatis)

• disfungsi traktus urinaria


• kongenital atau acquired
• tidak dapat disembuhkan, namun dapat diobati
• beberapa kasus  diobati dengan obat2an &
kateterisasi intermiten
38
• spina bifida • diabetes mellitus
• multipel sklerosis • keracunan logam berat
• parkinson disease • infeksi akut
• sindrom cauda equina • tumor medulla spinalis
• sindrom paralisis • sifilis
• komplikasi stroke • BPH
• trauma kepala
• trauma medulla
spinalis

39
40
MIKSI
gangguan:
• overflow incontinence
rasa miksi hilang  bila vesika urinaria
penuh  melimpah ke luar

• automatic bladder
vesika urinaria dapat dikosongkan dengan
perangsangan daerah sekitar os pubis &
41
lipatan inguinal
MIKSI
• atonic bladder
pengosongan vesika urinaria hanya dapat
dilakukan dengan penekanan suprapubik
secara terus menerus

• automatic bladder & atonic bladder


merupakan kelanjutan dari retensio uri
42
GANGGUAN MIKSI
• UNINHIBITED NEUROGENIC BLADDER  bayi
Inhibisi korteks serebri hilang, kontrol
volume terganggu, tonus, & sensasi
normal, pengosongan KK sempurna
Dapat timbul pada lesi serebral difus, lesi
inkomplet di atas S2

43
44
GANGGUAN MIKSI
• REFLEKS NEUROGENIK BLADDER
Traktus ascenden & descenden terputus di atas
konus medularis, lesi komplet di atas S2
 Peran kortikal ( - )
 Tidak bisa memulai & menghentikan
miksi yang normal

45
GANGGUAN MIKSI
• AUTONOMOUS NEUROGENIK BLADDER
KK tanpa persarafan sama sekali
Pengosongan ( - ) ok otot detrusor
tidak dapat kontraksi seluruhnya
KK kapasitas kecil, residu urin besar
jika KK penuh menetes
mengedan, meninggikan tekanan rongga
intraabdomen  pengosongan KK
dijumpai pada lesi konus medularis, kauda
equina, S2 – S4 46
GANGGUAN MIKSI
• SENSORIK PARALYTIK BLADDER
Kesadaran KK penuh ( - )
Inisiatif untuk miksi ( - )
Kontraksi KK ( - )  atonik neurogenic bladder
Kapasitas KK & residu air seni besar
menetes
Pengosongan dengan menekan
Lesi : S2 – S4 & kolumna post. medulla spinalis

47
GANGGUAN MIKSI
• MOTOR PARALYTIK BLADDER
KK distensi & dekompensasi
Otot detrusor kontraksi ( - )
Sensasi normal
Pasien merasa sangat sakit, tidak bisa mulai
miksi
Kausa: polio, poliradikuloneuritis, trauma,
neoplasma, bawaan lahir

48
gejala:
• infeksi saluran kemih
• terdapat batu
• inkontinensia
• demam
• menggigil
• hematuria
• kelainan ginjal

49
manifestasi klinis:
• frekuensi
• urgensi
• inkontinensia, overflow
• infeksi saluran kemih
• retensi

50
• hiperrefleks
• hiporefleks
• arefleks

komplikasi:
• sepsis
• hidronefrosis
• gagal ginjal

51
PENATALAKSANAAN
• antikolinergik
• α adrenergik
• kateterisasi intermiten
• pembedahan
• bladder training
• stimulasi elektrik
• injeksi botox

52
DEFEKASI
• fungsi otonom dengan mekanisme otomatis yang
terintegrasi
• defekasi: kegiatan susunan parasimpatis
• bila defekasi tidak dapat dikelola oleh kemauan
 inkontinensia alvi

kerusakan pada:
• integritas serabut aferen & eferen S2, 3, 4
• lintasan asenden & desenden spinal nya
53
• Saraf yang terlibat: parasimpatis, simpatis, &
somatik
• Saraf vagus: parasimpatis  inervasi segmen atas
traktus gastrointestinal
• Saraf pelvic splanchnic: parasimpatis  S2-4 –
kolon & rektum
• Inervasi simpatis  saraf mesenterik superior &
inferior (T9-12) & saraf hipogastrik (T12-L2)
• Saraf hipogastrik  menuju kolon bawah, rektum,
& sphincter
• Saraf pudendal somatik (S2-4)  menginervasi
54
dasar pelvis & sphincter anal external
• Di dalam usus besar, fecal didorong oleh gerakan
periodik & defekasi diinisiasi oleh peristaltik
involunter ke rektum
• Kesadaran untuk defekasi  girus frontal superior
& cingulate anterior korteks cerebral
• Fecal disimpan di rektum sampai penuh 
stimulasi reseptor di dasar pelvis  memicu
refleks inhibitori rectoanal  mengakibatkan
relaksasi sphincter anal internal
• Sphincter eksternal berkontraksi secara volunter
 relaksasi  defekasi
55
KESIMPULAN
• disfungsi sistem saraf otonom tidak selalu
merupakan suatu kesatuan penyakit yang berdiri
sendiri
• lebih sering merupakan suatu bagian dari suatu
gambaran penyakit lainnya seperti pada diabetes
mellitus
56
KESIMPULAN
• disfungsi sistem otonom masih banyak
etiologinya yang tidak diketahui secara pasti,
masih banyak hal yang harus dipelajari
• pengenalan anatomi & fisiologi sistem saraf
otonom akan banyak membantu dalam
mempelajari etiopatogenesis & gejala klinis dari
suatu disfungsi otonom 57
58

Anda mungkin juga menyukai