Anda di halaman 1dari 42

PENATALAKSANAAN IBU HAMIL

PDP COVID-19 DI FASKES


PRIMER DAN RUJUKAN

Disusun oleh :
Andy Faisal 22010119220202
Rona Ayu Hanifah 22010119220196
Mila Niqi Itami 22010119220195
M Yudhistira S N 22010119220208
Veramita Augusta A 22010119220026
Adrina Nur Saffira 22010119220158
Shafira Maharani Malik 22010119220074
Aulia Rosma Pramudani 22010119220165
PENDAHULUAN

• Pada 31 Desember 2019, WHO China


Country Office melaporkan kasus
pneumonia yang tidak diketahui
etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi
Hubei, Cina. Pada 7 Januari 2020, Cina
mengidentifikasi pneumonia diakibatkan
oleh jenis baru coronavirus (coronavirus
disease, COVID-19).

Sumber: Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi Ke-4 –
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) adalah penyakit
jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi
sebelumnya pada manusia
yang disebabkan oleh virus
yang dinamakan SARS-CoV-2.

Sumber: Rekomendasi Penanganan Infeksi Virus Corona (Covid-19) pada Maternal (Hamil, Bersalin Dan Nifas) - POKJA INFEKSI SALURAN
REPRODUKSI PERKUMPULAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI INDONESIA TAHUN 2020
Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala

ringan,sedang atau berat. Gejala klinis utama yang

muncul adalah demam (suhu>38C), batuk dan

kesulitan bernafas. Selain gejala utama diatas, dapat

juga pasien mengalami gejala yang lain, yaitu sesak

memberat, fatigue, myalgia (nyeri otot), gejala

gastrointestinal seperti diare. Beberapa dari pasien

akan timbul sesak dalam waktu 1 minggu. Pada

kasus berat akan mengalami perburukan sangat

cepat dan progresif, seperti Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS), syok septik, asidosis

metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau

disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari.

Beberapa pasien ada yang gejala muncul ringan,

bahkan tidak disertai dengan demam. Prognosis

COVID-19 kebanyakan baik, tetapi sebagian kecil

dalam kondisi kritis hingga meninggal.


•Beberapa kasus COVID-19 pada ibu hamil, dipercaya bahwa Ibu memiliki

resiko lebih tinggi untuk terjadinya penyakit berat, morbiditas dan mortalitas

dibandingkan dengan populasi umum.

•Efek samping COVID-19 pada janin berupa persalinan preterm. Tetapi

informasi ini sangat terbatas dan belum jelas apakah komplikasi ini

mempunyai hubungan dengan infeksi pada ibu.

•Dalam dua laporan yang mengurai 18 kehamilan dengan COVID-19, semua

terinfeksi pada trimester ketiga ditemukan klinis pada ibu hamil mirip

dengan orang dewasa yang tidak hamil. Gawat janin dan persalinan

premature ditemukan pada beberapa kasus.

•Ada beberapa laporan bahwa bayi pada pemeriksaan didapatkan hasil positif

dengan adanya virus COVID-19 setelah lahir, tetapi belum jelas apakah

infeksi COVID-19 dapat melewati rute transplasenta menuju bayi atau

postnatal.
•Oleh karena tidak ada bukti akan
terjadinya kematian janin intra uterin
akibat infeksi COVID-19, maka kecil
kemungkinan akan adanya infeksi
kongenital virus terhadap perkembangan
janin.

•Terdapat laporan kasus pada persalinan


prematur pada wanita dengan COVID-19,
namun tidak jelas apakah persalinan
prematur ini iatrogenik atau spontan.
Persalinan iatrogenik disebabkan
persalinan karena indikasi maternal yang
berhubungan dengan infeksi virus,
meskipun terdapat bukti adanya
perburukan janin dan KPD preterm pada
satu laporan kasus.
Dokter dan petugas medis lainnya sebaiknya
melakukan anamnesis tentang riwayat perjalanan
seorang ibu hamil dengan gejala demam dan infeksi
saluran pernapasan atas mengikuti panduan sesuai
dengan Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi
Infeksi Novel Coronavirus 2019 nCoV yang
dikeluarkan oleh Direktoral Jendral Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit, Januari 2020, dan buku
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Pneumonia COVID-19 yang dikeluarkan oleh
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2020.
Dokter dan petugas kesehatan lainnya juga harus
memberitahu petugas penanggung jawab infeksi di
rumah sakitnya sendiri (Komite Pencegahan dan
pengendalian infeksi / PPI) untuk penanganan kasus di
tempat penemuan dan petugas di rumah sakit rujukan
dan Departemen Kesehatan di daerahnya.
PDP (PASIEN DALAM PENGAWASAN)

1. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu


demam (≥38oC) atau riwayat demam; disertai salah satu
gejala/tanda penyakit pernapasan seperti: batuk/sesak
nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat#
DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis
yang meyakinkan DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal*.
PDP (PASIEN DALAM PENGAWASAN)

2. Orang dengan demam (≥380C) atau riwayat


demam atau ISPA DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak
dengan kasus konfirmasi COVID-19.
3. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat** yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit DAN
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran
klinis yang meyakinkan.
TAMBAHAN

**ISPA berat atau pneumonia berat:

• Pasien remaja atau dewasa dengan demam atau dalam pengawasan infeksi saluran
napas, ditambah satu dari: frekuensi napas >30 x/menit, distress pernapasan
berat, atau saturasi oksigen (SpO2) <90% pada udara kamar.
• Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernapas, ditambah setidaknya satu dari
berikut ini:
• sianosis sentral atau SpO2 <90%;
• distres pernapasan berat (seperti mendengkur, tarikan dinding dada yang berat);
• tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi atau
penurunan kesadaran, atau kejang.
• Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada, takipnea :<2 bulan,
≥60x/menit; 2–11 bulan, ≥50x/menit; 1–5 tahun, ≥40x/menit;>5 tahun,
≥30x/menit.
TABEL RINCIAN KATEGORI PDP
ODP (ORANG DALAM PENGAWASAN)

1. Orang yang mengalami demam (≥380C) atau riwayat demam; atau gejala gangguan
sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN tidak ada penyebab
lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah
yang melaporkan transmisi lokal*.

2. Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan


seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak
dengan kasus konfirmasi COVID-19.
TABEL RINCIAN KATEGORI ODP
KASUS KONFIRMASI

Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes


positif melalui pemeriksaan PCR.
DETEKSI DINI DAN RESPON DI
WILAYAH

Kegiatan penemuan kasus COVID-19 wilayah dilakukan melalui penemuan orang sesuai definisi
operasional. Penemuan kasus dapat dilakukan di puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan
(fasyankes) lain
BILA FA S Y AN K ES ME NE M UK A N O R A N G YA NG ME M E NU HI K RITE R I A PDP MA K A PE R L U ME LA K UK A N K E GIATA N
S E BA GA I B ERIK U T:

1) Tatalaksana sesuai kondisi pasien:


- Gejala ringan: Isolasi diri di rumah
- Gejala sedang: Rujuk ke RS Darurat
- Gejala berat: Rujuk ke RS Rujukan dengan menggunakan ambulans penyakit
infeksi dengan menerapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
2) Memberikan komunikasi risiko mengenai penyakit COVID-19
3) Fasyankes segera melaporkan dalam waktu ≤ 24 jam ke Dinkes Kab/Kota
setempat. Selanjutnya Dinkes Kab/Kota melaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi
yang kemudian diteruskan ke Ditjen P2P melalui PHEOC. Menggunakan formulir
laporan harian data kasus COVID-1
4) Melakukan penyelidikan epidemiologi menggunakan formulir penyelidikan
epidemiologi mengidentifikasi kontak erat dan pemantauan kontak erat
5) Dilakukan pengambilan spesimen berkoordinasi dengan Dinkes setempat untuk
pengiriman dengan menyertakan formulir pengiriman spesimen
BILA ME M E N U HI KRITE R I A ODP MA K A D ILA K UK A N:

1) Tatalaksana sesuai kondisi pasien


2) Komunikasi risiko mengenai penyakit COVID-19
3) Pasien melakukan isolasi diri di rumah tetapi tetap dalam pemantauan petugas
kesehatan puskesmas berkoordinasi dengan Dinkes setempat
4) Fasyankes segera melaporkan secara berjenjang dalam waktu ≤ 24 jam
• ke Dinkes Kabupaten/Kota/Provinsi untuk selanjutnya dilaporkan ke
 

• PHEOC
 

5) Pengambilan spesimen di fasyankes atau lokasi pemantauan

Bila kasus tidak memenuhi kriteria definisi operasional maka dilakukan:

1) Tatalaksana sesuai kondisi pasien

6) Komunikasi risiko kepada pasien


JIKA DILAPORKAN KASUS NOTIFIKASI DARI IHR NATIONAL FOCAL
POINT NEGARA LAIN MAKA INFORMASI AWAL YANG DITERIMA
OLEH DIRJEN P2P AKAN DITERUSKAN KE PHEOC UNTUK
DILAKUKAN PELACAKAN.

1. Bila data yang diterima meliputi: nama, nomor paspor, dan angkutan keberangkatan
dr negara asal menuju pintuk masuk negara (bandara, pelabuhan, dan PLBDN) maka dilakukan:
• PHEOC meminta KKP melacak melalui HAC atau jejaring yg dimiliki KKP
• tentang identitas orang tersebut sampai didapatkan alamat dan no. telpon/HP.
• Bila orang yang dinotifikasi belum tiba di pintu masuk negara maka KKP segera menemui orang
tersebut kemudian melakukan tindakan sesuai SOP
• Bila orang tersebut sudah melewati pintu masuk negara maka KKP
• melaporkan ke PHEOC perihal identitas dan alamat serta no. telpon/HP yang dapat dihubungi
• PHEOC meneruskan informasi tersebut ke wilayah (Dinkes) dan KKP setempat untuk
dilakukan pelacakan dan tindakan sesuai SOP.
2. BILA DATA YANG DITERIMA HANYA BERUPA
NAMA DAN NOMOR PASPOR MAKA DILAKUKAN:

• PHEOC menghubungi contact person (CP) di Direktorat Sistem Informasi dan Teknologi
Keimigrasian (dapat langsung menghubungi direktur atau eselon dibawahnya yang telah
diberi wewenang) untuk meminta data identitas lengkap dan riwayat perjalanan.
• Setelah PHEOC mendapatkan data lengkap, PHEOC meneruskan ke wilayah (Dinkes)
dan KKP setempat untuk melacak dan melakukan tindakan sesuai SOP.
Gambar 2.1 Alur Deteksi Dini dan Respon di Pintu Masuk dan Wilayah
Deteksi di wilayah juga perlu memperhatikan adanya kasus kluster yaitu
bila terdapat dua orang atau lebih memiliki penyakit yang sama, dan
mempunyai riwayat kontak yang sama dalam jangka waktu 14 hari.
Kontak dapat terjadi pada keluarga atau rumah tangga, rumah sakit,
ruang kelas, tempat kerja dan sebagainya.
Upaya deteksi dini dan respon di wilayah melibatkan peran berbagai sektor, yang dijelaskan pada tabel berikut: Tabel 2.2
Kegiatan Deteksi Dini dan Respon di Wilayah
     
    RESPON
     
INSTANSI DETEKSI
PDP ODP OTG

Puskesmas • Melakukan surveilans • Tatalaksana sesuai • Tatalaksana sesuai • Melakukan pendataan


Influenza Like Illness kondisi: kondisi pasien kontak erat (OTG)
(ILI) dan pneumonia - Ringan: Isolasi diri di • Notifikasi kasus dalam menggunakan formulir
melalui Sistem rumah waktu 1x24 jam ke Dinkes (lampiran 13)
Kewaspadaan Dini dan - Sedang: Rujuk ke Kab/Kota menggunakan • Notifikasi kasus dalam
Respon (SKDR) RS Darurat formulir (lampiran 4 dan 5) waktu 1x24 jam ke
termasuk kluster - Berat: Rujuk ke RS • Melakukan penyelidikan Dinkes Kab/Kota
pneumonia Rujukan epidemiologi menggunakan formulir
• Melakukan surveilans • Saat melakukan rujukan berkoordinasi dengan (lampiran 4 dan 5)
aktif/pemantauan berkoordinasi dengan Dinkes Kab/Kota • Melakukan
terhadap pelaku RS • Melakukan pemantauan pemantauan (cek
perjalanan dari • Rujukan pasien (cek kondisi kasus setiap kondisi kasus setiap
wilayah/negara memperhatikan prinsip hari, jika terjadi hari, jika terjadi
terjangkit selama 14 hari PPI perburukan segera rujuk perburukan segera
sejak kedatangan ke • Notifikasi 1x24 jam RS darurat/rujukan) rujuk RS
secara berjenjang • Mencatat dan melaporkan darurat/rujukan)
wilayah berdasarkan
informasi dari Dinkes menggunakan formulir hasil pemantauan secara • Mencatat dan
setempat (menunjukkan (lampiran 4 dan 5) rutin menggunakan melaporkan hasil
• Melakukan penyelidikan formulir (lampiran 2 dan 3) pemantauan secara
HAC)
• Melakukan komunikasi epidemiologi berkoordinasi • Edukasi pasien untuk rutin menggunakan
risiko termasuk dengan Dinkes isolasi diri di rumah. Bila formulir (lampiran 2 dan
penyebarluasan media Kab/Kota gejala mengalami 3)
• Mengidentifikasi kontak perburukan segera ke • Edukasi pasien untuk
KIE mengenai COVID-
19 kepada masyarakat erat yang berasal dari fasyankes isolasi diri di rumah.
  • Membangun dan masyarakat maupun • Melakukan komunikasi Bila gejala mengalami
memperkuat jejaring kerja petugas kesehatan risiko, keluarga dan perburukan segera ke
surveilans dengan • Melakukan pemantauan masyarakat fasyankes
pemangku kewenangan, PDP yang isolasi rumah • Pengambilan spesimen • Melakukan komunikasi
lintas sektor dan tokoh • Mencatat dan dan berkoordinasi dengan risiko, keluarga dan
masyarakat melaporkan hasil Dinkes setempat terkait masyarakat
pemantauan kontak pengiriman spesimen. • Pengambilan spesimen
secara rutin dan berkoordinasi
menggunakan formulir dengan Dinkes setempat
(lampiran 2 dan 3) terkait pengiriman
• Edukasi PDP ringan spesimen.
untuk isolasi diri di rumah.
Bila gejala mengalami
perburukan segera ke
fasyankes
• Melakukan komunikasi
risiko baik kepada
pasien, keluarga dan
masyarakat
• Pengambilan spesimen
pada PDP ringan
berkoordinasi dengan
Dinkes setempat terkait
pengiriman spesimen
Fasyankes • Melakukan • Tatalaksana sesuai • Tatalaksana sesuai • Melakukan pendataan
lain (RS, pemantauan dan kondisi: kondisi pasien kontak erat (OTG)
Klinik) analisis kasus ILI dan - Ringan: Isolasi diri di • Notifikasi kasus dalam menggunakan form
pneumonia dan ISPA rumah waktu 1x24 jam ke (lampiran 13)
Berat - Sedang: Rujuk ke Dinkes Kab/Kota • Notifikasi kasus dalam
• Mendeteksi kasus RS Darurat menggunakan formulir waktu 1x24 jam ke
dengan demam dan (lampiran 4 dan 5) Dinkes Kab/Kota
  gangguan pernafasan - Berat: Rujuk ke RS • Melakukan komunikasi menggunakan formulir
serta memiliki riwayat Rujukan risiko baik kepada (lampiran 4 dan 5)
bepergian ke • Saat melakukan rujukan pasien, keluarga dan • Melakukan
wilayah/negara terjangkit berkoordinasi dengan pengunjung lainnya komunikasi risiko baik
dalam waktu RS • Edukasi pasien untuk kepada pasien, keluarga
14 hari sebelum sakit • Rujukan pasien isolasi diri di rumah. Bila dan pengunjung lainnya
(menunjukkan HAC) memperhatikan prinsip gejala mengalami • Edukasi pasien untuk
• Melakukan komunikasi PPI perburukan segera ke isolasi diri di rumah. Bila
risiko termasuk • Notifikasi 1x24 jam ke fasyankes gejala mengalami
penyebarluasan media Puskesmas/Dinkes • Pengambilan spesimen perburukan segera ke
KIE mengenai COVID- Kesehatan Setempat dan berkoordinasi dengan fasyankes
19 kepada pengunjung menggunakan formulir Dinkes setempat terkait • Pengambilan
(lampiran 4 dan 5) pengiriman spesimen spesimen dan
• Mengidentifikasi kontak berkoordinasi dengan
erat yang berasal dari Dinkes setempat terkait
pengunjung maupun pengiriman spesimen.
petugas kesehatan
• Berkoordinasi dengan
puskesmas/ dinkes setempat
terkait pemantauan kontak
erat
• Mencatat dan
melaporkan hasil
pemantauan kontak
secara rutin harian
menggunakan formulir
(lampiran 2 dan 3)
• Melakukan komunikasi
risiko baik kepada pasien,
keluarga dan
pengunjung
Rumah • Melakukan surveilans • Tatalaksana sesuai • Tatalaksana sesuai • Melakukan pendataan
Sakit ISPA Berat dan kluster kondisi pasien kondisi pasien kontak erat (OTG)
Darurat/ pneumonia • Isolasi pasien • Notifikasi 1x24 jam ke menggunakan form
Rujukan • Mendeteksi kasus • Notifikasi 1x24 jam ke Dinas Kesehatan (lampiran 13)
dengan demam dan Dinas Kesehatan Setempat terkait • Notifikasi kasus dalam
gangguan pernafasan Setempat menggunakan pemantauan pasien waktu 1x24 jam ke Dinas
serta memiliki riwayat formulir (lampiran 4 dan menggunakan formulir Kesehatan Setempat
bepergian ke 5) (lampiran 4 dan 5) terkait pemantauan
wilayah/negara terjangkit • Pengambilan spesimen • Melakukan komunikasi pasien menggunakan
dalam waktu dan berkoordinasi risiko baik kepada formulir (lampiran 4 dan
14 hari sebelum sakit dengan Dinkes pasien, keluarga, dan 5)
(menunjukkan HAC) setempat terkait pengunjung • Melakukan
• Melakukan komunikasi pengiriman spesimen • Edukasi pasien untuk komunikasi risiko baik
risiko termasuk • Melakukan komunikasi isolasi diri di rumah. Bila kepada pasien, keluarga
penyebarluasan media risiko baik kepada gejala mengalami dan pengunjung lainnya
KIE mengenai COVID- pasien, keluarga dan perburukan segera ke • Edukasi pasien untuk
19 kepada pengunjung pengunjung fasyankes isolasi diri di rumah. Bila
• Melakukan pemantauan • Pengambilan spesimen gejala mengalami
kontak erat yang dan berkoordinasi dengan perburukan segera ke
berasal dari keluarga Dinkes setempat terkait fasyankes
pasien, pengunjung, pengiriman • Pengambilan
petugas kesehatan spesimenPengambilan spesimen dan
• Mencatat dan spesimen dan berkoordinasi dengan
melaporkan hasil berkoordinasi dengan Dinkes setempat terkait
pemantauan kontak Dinkes setempat terkait pengiriman spesimen.
secara rutin harian pengiriman spesimen.
menggunakan form
(lampiran 2 dan 3)
PRINSIP MANAJEMEN COVID-19 PADA
KEHAMILAN
• Isolasi awal
• Prosedur pencegahan infeksi sesuai standar
• Terapi O2
• Hindari kelebihan cairan
• Pemberian antibiotik empiris
• Pemeriksaan SARS-CoV 2 dan infeksi pernyerta lain
• Pemantauan janin & kontraksi uterus
• Ventilasi mekanis (apabila ada gangguan nafas progresif)
• Perencanaan persalinan
• Pendeketan tim dengan multidisiplin
Rekomendasi
Ante Natal Care (ANC)

1.Wanita hamil yang termasuk PDP harus segera


dirawat di RS di ruangan isolasi khusus.
2.Cek laboratorium rutin (tes darah dan urinalisis)
tetap dilakukan
3.Pemeriksaan USG sementara dapat ditunda
sampai ada rekomendasi periode isolasi berakhir
4.Pemberian pengobatan di luar penelitian harus
mempertimbangkan analisis risk-benefit (melihat
potensi keuntungan bagi ibu dan kemanan janin)
5. Apabila wanita hamil datang dengan gejala
yang memburuk dan diduga/terkonfirmasi
COVID-19:
Pembentukan tim multidisiplin yang melibatkan
konsultan spesialis penyekit infeksi (apabila
tersedia); dokter kandungan, bidan yang
bertugas dan dokter anestesi yang akan
membahas :
- Prioritas utama perawatan medis ibu
- Lokasi perawatan yang tepat (co: ICU,
ruang isolasi)
- Evaluasi kondisi ibu dan janin
- Terapi suportif standar untuk menstabilkan
kondisi ibu
Pertimbangan khusus untuk ibu hamil :
• Pemeriksaan radiografi harus dengan
perlindungan terhadap janin
• Frekuensi dan jenis pemantauan DJJ dengan
mempertimbangkan usia kehamilan dan kondisi
ibu
• Stabilisasi ibu merupakan prioritas utama
sebelum persalinan & apabila ada kelainan
penyerta
• Pertimbangkan keputusan melakukan persalinan
(persalinan akan membantu efektifitas
resusitasi ibu atau karena kondisi janin yang
mengharuskan dilakukan persalinan segera)
• Pemberian kortikosteroid untuk pematangan
paru janin harus sesuai indikasi
6. Konseling perjalanan ibu hamil
Sebaiknya tidak melakukan perjalanan
keluar negri dengan mengikuti anjuran
perjalanan yang dikeluarkan
pemerintah.
7. Vaksinasi
Saat ini belum ada vaksin untuk
mencegah COVID-19.
REKOMENDASI PERSALINAN

1. Penanganan dengan tim multidisiplin meliputi dokter paru/penyakit dalam, dokter


kandungan, anestesi, bidan, dokter neonatologi dan perawat neonatal.
2. Minimalkan jumlah staff yang memasuki ruangan
3. Hanya satu orang anggota keluarga yang menemani pasien serta diinformasikan akan
risiko penularan dan dengan memakai APD yang sesuai
4. Jaga saturasi oksigen ibu > 94%
5. Lakukan pemantauan janin secara kontinyu selama persalinan
6. Belum ada bukti klinis kuat rekomendasi cara persalinan sehingga persalinan sesuai
dengan indikasi obstetri dengan perhatikan keinginan ibu dan keluarga
7. Bila ada indikasi induksi persalinan pada ibu hamil dengan PDP/terkonfirmasi COVID-
19 , evaluasi urgency
- Apabila memungkinkan, tunda sampai infeksi terkonfirmasi/ keadaan akut teratasi
- Bila ditunda dianggap tidak aman, lakukan persalinan di ruang isolasi
8. Bila ada operasi terencana ibu hamil dengan PDP/terkonfirmasi COVID-19, evaluasi
urgency
- Apabila memungkinkan, tunda sampai infeksi terkonfirmasi/ keadaan akut teratasi
- Apabila operasi tidak dapat ditunda, maka operasi sesuai prosedur standar dan
APD lengkap
PENATALAKSANAAN PASIEN DI RS
RUJUKAN
Terapi Suportif
• Suplementasi Oksigen
Diberikan pada pasien ISPA berat dan distress pernapasan, hipoksemia, atau syok. Pemberian
5L/menit dengan nasal kanul dengan target SpO2 ≥ 92-95% (ibu hamil)
• Antibiotik Empirik
Diberikan pada pasien dengan pneumonia komunitas, pneumonia nosocomial, atau sepsis (khusus
sespsis diberikan dalam 1 jam). Terapi empiris dapat di de-ekskalasi apabila terdapat hasil
pemeriksaan mikrobiologis atau penilaian klinis
• Kortikosteroid
Jangan diberikan secara rutin -> efek samping berupa infeksi oportunistik, nekrosis avascular, infektsi
baru bakteri, replikasi virus. Pada ibu hamil dengan COVID-19, pemberian kortikosteroid lebih besar
manfaat daripada resikonya (untuk kasus resiko preterm birth [24-34 minggu] dapat diberikan
apabila tidak terdapat infeksi pada ibu, persalinan yang memadai, serta perawatan bayi baru lahir
yang memadai). Pemberian kortikosteroid harus didiskusikan dengan pasien terlebih dahulu.
• Antipiretik
1) Gagal Napas Hipoksemi dan ARDS
• Pemberian oksigen dengan sungkup tutup muka dengan kantong reservoir bag 10-15
L/menit, Fraksi oksigen (FiO2) antara 0,60 dan 0,95
• Tindakan intubasi endotrakeal pada ibu hamil harus dilakukan preoksigenasi sebelum
intubasi dengan FiO2 100% selama 5 menit melalui sungkup muak dengan kantong
udara, bag-valve mask, HFNO, atau NIV. Setelah itu dapat dilakukan intubasi
• Ventilasi mekanik menggunakan volume tidal yang rendah (4-8 ml/kg prediksi berat
badan) dan tekanan inspirasi rendah (tekanan plateau <30 cmH2O. Posisi yang
disarankan pada ibu hamil yaitu lateral decubitus position
2) Syok Septik
• Tanda syok septik : Hipotensi (walaupun sudah resusitasi cairan), membutuhkan
vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg, dan kadar laktat serum > 2
mmol/L
• Resusitasi cairan syok : cairan kristaloid isotonic (salin normal atau ringer laktat) 30
ml/kg dengan target perfusi MAP >65 mmHg, produksi urin >0,5 ml/kg/jam,
menghilangnya mottled skin, perbaikan waktu pengisian kembali kapiler, pulihnya
kesadaran, turunnya kadar laktat
• Apabila tanda kelebihan cairan (distensi vena jugularis, ronki basah halus, gambaran
edema paru pada foto toraks), maka kurangi atau hentikan pemberian cairan
• Vasopresor (norepinefrin, epinefrin, vasopressin, dopamine) diberikan melalui kateter
vena sentral maupun vena perifer
3) Terapi Antiviral  apabila terkonfirmasi COVID-19
• 2 kapsul Lopinavir/Ritonavir (200mg/50mg per kapsul) per oral + nebulasi α-interferon (5 juta
IU dalam 2 mL air steril untuk injeksi) 2 kali sehari. Terapi ini digunakan di China
• Remdesivir
Menginhibisi replikasi virus dengan terminasi premature transkripsi dari RNA dan aktivitas in-
vitro pada SARS-CoV-2.
• Hydroxychloroquine dan Chloroquine
Memiliki aktivitas in-vitro pada SARS-CoV, SARS-CoV-2, dan virus corona lainnya, dimana
hydroxychloroquine memiliki potensi yang lebih tinggi untuk SARS-CoV-2.
Di China, chloroquine di rekomendasikan sebagai antiviral untuk COVID-19.
DAFTAR PUSTAKA

1. POKJA INFEKSI SALURAN REPRODUKSI PERKUMPULAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


INDONESIA. 2020. Rekomendasi Penanganan Infeksi Virus Corona (Covid-19) pada Maternal
(Hamil, Bersalin Dan Nifas). Surabaya : POKJA ISR PP POGI.
2. KEMENKES RI. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-
19). Revisi Ke-4. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
3. Centers for Disease Control and Prevention. Therapeutic Options for Patients with COVID-
19. https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/therapeutic-options.html. Published
2020. Accessed March 30, 2020
4. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory infection
(SARI) when COVID-19 disease is suspected. World Health Organization; 2020
5. Liang H and Acharya, G. Novel corona virus disease (COVID-19) in pregnancy: What clinical
recommendations to follow. Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica.
2020;doi:10.1111aogs/13836

Anda mungkin juga menyukai