Anda di halaman 1dari 17

Nama : Dadan

434334022015272

MANAJEMEN A

MSDM LANJUTAN
PENGUKURAN KINERJA DAN SEKTOR PUBLIK & KINERJA MSDM KARYAWAN
Pengukuran Kinerja dan Sektor Publik

Penilaian kinerja bertujuan untuk memptivasi karyawan, dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam
memetuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang
diinginkan. Penilaian kinerja dilakukan untuk menetkan perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan
balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik atau ekstrinsik. Pengukuran
kinerja merupakan alat untuk menilai kesuksesan organisasi. Dalam konteks organisasi sektor publik,
kesuksesan organisasi itu akan digunakan untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan publik. Sistem
pengukuran Kinerja Sektor Publik dikemukakan oleh Mardiasmono, Merupakan suatu sistem yang bertujuan
untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial.
Pengukuran kinerja meliputi aktivitas penetapan serangkaian ukuran atau indikator kinerja yang
memberikan informasi sehingga memungkin bagi unit kinerja sektor publik untuk memonitor kinerjanya dalam
menghasilkan output dan outcome terhadap masyarakat
Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, yaitu:
1. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemenrintah.
Ukuran kinerja dimaksudkan untuk membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran unit
kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik
dalam pemberian pelayan publik.
2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan
keputusan.
3. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggung jawaban publik dan
memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Menurut Sony Yuwono, Edi Sukarno, & Muhammad Ichsan ( Balanced Scorecard Menuju Organisasi
Yang Berfokus Pada Strategi, 2004:28 ), mengemukakan bahwa: Suatu sistem pengukuran kinerja yang
efektif, paling harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1. Didasarkan pada masing-masing aktifitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai perspektif
pelanggan;
2. Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang customer valiadated;
3. Sesuai dengan seluru aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan, sehingga menghasilkan
penilian yang komperhensif;
4. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi mengenai masalah-masalah yang
ada kemungkinan perbaikan.
Dapat disimpulkan bahwa suatu pengukuran kinerja tidak hanya diukur dari suatu sisi saja, akan tetapi
suatu sistem pengukuran kinerja yang baik dapat dinilai apabila sistem pengukuran kinerja tersebut dapat
memenuhi syarat-syarat suatu pengukuran kinerja dapat dikatakan baik.
Selain beberapa syarat tersebut diatas, Mc. Mann & Nanni sebagaimana diterjemahkan pula oleh Sony
Yuwono, Edy Sukarno, dan Muhammad Ichsan mengemukakan bahwa:
“24 (dua puluh empat) Atribut lain bagi suatu sistem pengukuran kinerja yang baik suatu sitem
pengukuran kinerja dikatakan baik, adalah sebagai berikut: Relevan dan mendukung strategi;Sederhana
untuk diimplementasikan; Tidak kompleks; Digerakan oleh pelanggan; Integral dengan seluruh fungsi dalam
organisasi; Sesuai dengan keseluruhan tingkatan organisasi; Sesuai dengan lingkungan eksternal;
Mendorong kerjasama dalam organisasi baik secara horizontal naupun vertikal; Hasil pengukurannya dapat
dipertanggung jawabkan; Jika memungkinkan; dikembangkan dengan menggabungkan pendekatan top
dwon dan bottom up; Dikomunikasikan keseluruh bagian yang relevan dalam organisasi; Dapat dipahami;
Disepakati bersama; Realistik; Berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dan membuat “sebuah
perbedaan”; Terhubung denag aktivitas sehingga hubungan yang jelas terlihat antara sebab dan akibat;
Difokuskan lebih pada pengelolaan sumber daya, ketimbang biaya yang sedrhana; Dimanfaatkan untuk
memberi “real time feedback; Digunakan untuk memberi “action oriented feedback”; Jika diperlukan, suatu
tolak ukur bisa ditambahkan lintas fungsional dan lintas level manajemen; Mendukung bagi pembelajaran
individu dan organisasi; Mendorong perbaikan secara continyu dan tiada henti; Secara kontinyu dinilai
relevansinya terhadap 24 atribut di atas dan dibuang jika kegunaannya hilang atau ada tolak ukur yang baru
atau lebih relevan ditemukan.
Dapat disimpulkan bahwa secara umum, suatu sistem pengukuran kinerja yang baik harus terdiri dari
sekumpulan tolak ukur yang mengkombinasikan antara matriks keuangan dan non keuangan, yang terdiri
dari 24 atribut diatas. Jika suatu sistemem tolak ukur organisasi jauh dari karakteristik atau atribut diatas
maka saatnya untuk menguji kembali kegunaan tolak ukur kinerja yang ada dan mencari tolak ukur yang
baru.
Pengukuran kinerja merupakan bagian penting dari proses pengendalian manajemen, baik organisasi publik maupun
swasta. Namun karena sifat dan karakteristik organisasi sektor publik berbeda dengan swasta, penekanan dan
orientasi pengukuran kinerjanyapun terdapat perbedaan.
Menurut Mahmudi, mengemukakan bahwa; Tujuan dilakukan penilaian kinerja sektor publik adalah:
1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi;
2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai;
3. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya;
4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian penghargaan (rewers) dan
hukuman (punishment);
5. Memotivasi karyawan;
6. Menciptakan akuntabilitas public.
Pengukuran kinerja berfungsi sebagai tonggak yang menunjukan tingkat ketercapaian tujuan dan juga
menunjukan apakah organisasi berjalan sesuai arah atau menyimpang dari tujuan yang ditetapkan. Proses
pengukuran dan penilaian kinerja akan menjadi sarana pembelajaran bagi semua pegawai organisasi melalui;
7. Refleks terhadap kinerja masa lalu;
8. Evaluasi kinerja saat ini;
9. Identifikasi solusi terhadap permasalahan kinerja saat ini dan membuat keputusan-keputusan untuk perbaikan
kinerja yang akan datang.
Penerapan sistem pengukuran kinerja dalam jangka panjang bertujuan untuk membentuk budaya
berprestasi (achivement cultre) di dalam organisasi. Budaya kinerja atau budaya berprestasi dapat diciptakan
apabila sistem pengukuran kinerja mampu menciptakan atmosfir organisasi yang dalam penciptaannya
diperlukan perbaikan kinerja secara terus menerus sehingga setiap orang dalam organisasi dintuntut untuk
berprestasi.
Pengukuran kinerja bertujuan untuk meningkatkan motivasi pegawai. Dengan adanya pengukuran
kinerja yang dihubungkan dengan manajemen kompensasi, maka pegawai yang berkinerja tinggi akan
memperoleh rewerd. Pengukuran kinerja juga mendorong manajer untuk memahami proses motivasi,
bagaimana individu membuat pilihan tindakan berdasarkan pada prefensi,rewerd, dan prestasi kerjanya.
Pengukuran kinerja merupakan salah satu alat untuk mendorong terciptanya akuntabilitas publik.
Pengukuran kinerja menunjukkan seberapa besar kinerja menejerial dicapai, seberapa bagus kinerjka
finansial organisasi dan kinerja lainnya yang menjadi dasar penilaian akuntabilitas. Kinerja tersebut harus
diukur dan dilaporkan dalam bentuk laporan kinerja.
Dengan adanya pengukuran kinerja sektor publik memberikan manfaat yang pasti terhadap jalannya
kinerja pemerintah.
Menurut Mardiasmo, Mengemukakan bahwa; Manfaat pengukuran kinerja sektor publik antara lain.
1. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen;
2. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan;
3. Untuk memonitor dan mengavaluasi pencapaian kinerja kinerja dan membandingkannya dengan target
kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja;
4. Sebagi dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara objektif atas pencapaian prestasi
yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati;
5. Sebagai alat komunikasi antara bahawan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi;
6. Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi;
7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah;
8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
Dapat disimpulkna bahwa; Suatu pengukuran kinerja dapat bermanfaat sebagai ukuran yang dapat
digunakan dalam menilai suatu kinerja seseorang juga memberikan arahan terhadap target yang diharapkan,
dapat juga membantu memahami berbagai kegiatan pemerintah dan mengidentifikasi berbagai pemborosan
sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangannya. Hasil dari suatu pengukuran kinerja dapat digunakan
sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik
dimana perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
Menurut Sumantri (2001:64), untuk mengukur prestasi/hasil kerja dapat digunakan tiga cara, yaitu
dapat diukur dari:
1. Ukuran yang objektif, yang merupakan ukuran dari output, jumlah unit yang dikerjakan, jumlah yang
dapat dijual, jumlah keuntungan.
2. Penaksiran terhadap keberhasilan pekerja oleh pekerja lain, atasan langsung atau oleh manajernya.
3. Penaksiran keberhasilan kerja oleh pekerja itu sendiri.
Untuk melakukan pengukuran ini harus diperhatikan mengeni jenis pekerjaan, dimana Schultz, (1973;
dalam Sumantri,2001:64) membagi dua jenis sebagai berikut:
4. Production Job
Jenis pekerjaan yang menghasilkan keluaran tertentu yang secara kuantitatif dapat dibuat standar yang
objektif untuk melihat keberhasilan pelaksanaan kegiatan seorang pekerja. Penilaian untuk jenis pekerjaan
selain dilihat dari segi kuantitasnya, juga segi kualitasnya. Beberapa contoh,misalnya:
- Kuantitas hasil kerja, yaitu jumlah unit yang dihasilkan dalam waktu tertentu.
- Kualitas hasil kerja, yaitu jumlah unit kesalahan yang dilakukan.
- Kecelakaan, yaitu beberapa kali kecelakaan terjadi dan jenis atau tingkat kecelakaan.
- Kemangkiran, yaitu beberapa jumlah hari yang mangkir.
2.Non Production Job
Hasil pekerjaan ditentukan secara kualitatif, penilaian berdasarkan human judgement atau
pertimbangan subyektif, oleh karena itu harus diusahakan agar terdapat standar penilaian yang obyektif.
Penilaian haasil / prestasi kerja dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Menurut Mondy
& Noe (1990:404), metode yang dapat digunakan antara lain Metode Skala Rating (Rating Scales).
Dengan menggunakan metode ini hasil penilaian kinerja karyawan dicatat dalam suatu skala. Skala
itu dibagi dalam tujuh atau lima kategori dan karena konsep yang akan dinilai bersifat kualitatif, maka
kategori yang digunakan bersifat kualitatif, yaitu dari sangat memuaskan sampai dengan sangat tidak
memuaskan. Cara ii banyak digunakan karena sangat sederhana dan dapat digunkan untuk menilai lebih
banyak orang dalam waktu yang relatif singkat.
Faktor yang dinilai dapat dikelompokan kedalam dua kelompok, yaitu yang berkaitan dengan pekerjaan
dan yang berkaitan dengan karakteristik pekerjaan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan [ekerjaan terdiri
atas kuantitas pekerjaan, apakah standar kuantitas yang telah ditetapkan dapat dicapai. Sedangkan yang
berkaitan dengan karakteristik pekerjaan mencakup kemampuan untuk bertanggung jawab, inisiatif,
kemampuan beradaptasi dan kerja sama.
Setiap faktor itu dijelakan dengan cermat untuk menghindari kesalahpahaman dari pihak penilai
maupun dari pihak yang dinilai.
Kinerja MSDM Karyawan

Kinerja menurut Sulistyani (2003:223) Merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan
kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kinerjanya.
Menurut Bernandin dan Russel dalam Sulistyani (2003:223) Menyatakan bahwa kinerja
merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang
dilakukan selama periode waktu tertentu.
Kinerja suatu perusahaan atau organisasi adalah akumulasi kinerja semua individu yang bekerja
didalamnya. Dengan kata lain, upaya peningkatan kinerja perusahaan adalah melalui peningkatan
kinerja masing-masing individu
Anwar (2007:9) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Mengemukakan
pengertian kinerja sebagai berikut.
“Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya”.
Supaya organisasi berfungsi secara efektif, orang-orangnya mestilah dibujuk/dipikat agar masuk
dan bertahan didalam organisasi, mereka harus memberikan kontribusi spontan dan perilaku inovatif
yang berada diluar tugas formal mereka.
Tujuan evaluasi kerja adalah bentuk untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi
melalui peningkatan kinerja dari sumber daya manusia organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari
evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Mangkunegara (2007:20).
1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat
yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan
meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan yang dikembangkannya
sekarang.
4. Mendifinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi
untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan,
khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak hal-hal yang perlu
dibutugkan.
Aspek-aspek standar kinerja menurut Mangkunegara (2007:19), terdiri aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.

1. Aspek kuantitatif meliputi: 2. Aspek kualitatif meliputi:


a. Proses kerja dan kondisi a. Ketetapan kerja dan dan kualitas
pekerjaan. pekerjaan.
b. Waktu yang dipergunakan atau b. Tingkat kemampuan dalam bekerja.
lamanya melaksanakan pekerjaan.
c. Kemampuan menganalisis
c. Jumlah kesalahan dalam data/informasi,
melaksanakan pekerjaan. kemampuan/kegagalan
menggunakan mesin/peralatan.
d. Jumlah dan jenis pemberian
pelayanan dalam bekerja. d. Kemampuan mengevakuasi
(keluhan/keberatan konsumen).
Prinsip Dasar Penilaian Kinerja
Menurut Anwar (2008:13), secara singkat dapat disimpilkan bahwa prinsip dasar penilaian kinerja
sebagai berikut:
a. Fokusnya adalah membina kekuatan untuk menyelesaikan setiap persoalan yang timbul dalam
pelaksanaan kinerja. Jadi bukan semata-mata menyelesaikan persoalan itu sendiri, namun
pimpinan dan karyawan mampu menyelesaikan persoalannya dengan baik setiap saat, setiap ada
persoalan baru. Jadi yang penting adalah kemampuannya.
b. Didasarkan atas suatu pertemuan pendapat, misalnya dari hasil diskusi anatar karyawan dengan
pelayanan langsung, suati diskusi yang kontruktif untuk mencari jalan terbaik dalam meningkatkan
mutu dan baku yang tinggi.
c. Suatu proses manajemen yang alami, namun dimasukan secara sadar kedalam yang hanya
setahun sekali atau kegiatan yang dilakukan jika manajer ingat saja.
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja
Menurut Anwar (2008:13-14), faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah :
1. Faktor Kemampuan (Ability)
2. Faktor Motivasi (Motivation)
Aspek-aspek standar pekerjaan dan kinerja
Menurut Melayu yang dikutif oleh Anwar (2008:17) aspek-aspek yang mencakup sebagai
berikut:
1. Kesetiaan 1. Kepemimpinan
2. Hasil Kerja 2. Kepribadian
3. Kejujuran 3. Prakarsa
4. Kedisiplinan 4. Kecakapan
5. Kreativitas
5. Tanggung Jawab
6. Kerjasama

Metode penilaian kinerja


Menurut Namawi (2008:269),Berbagai jenis metode penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
1. Metode Uraian Ringkasan
2. Metode Ranking
3. Metode Daftar Cek
4. Metode distribusi
5. Metode Grafik Skala Nilai
6. Metode Pencatatan Kejadian Penting
7. Manajemen berorientasi Pada Nilai
8. Metode Penyusunan dan Review Perencanaan Kerja
Indikator-indikator kinerja
Beberapa indikator untuk mengukur sejauh mana pegawai mencapai suatu kinerja secara individual. Menurut Bernadin
(1993 dalam Crimson 2005:198) adalah sebagai berikut:
a,. Kualitas
Tingkat dimana hasil aktifitas yang dilakukan mendekati sempurna dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari
penampilan aktivitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.
b. Kuantitas
Jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus aktifitas yang diselesaikan.
c. Ketepatan Waktu
Tingkat suatu aktifitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output
serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktifitas lain.
d. Efektifitas
Tingkat penggunaan sumber daya manusia, organisasi dimaksimalkan dengan maksud menaikan keuntungan atau
mengurangi kerugian dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
e. Kemandirian
Tingkat dimana seorang pegawai dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa minta bantuan bimbingn dari pengawas untuk
menghindari hasil yang merugikan.
f. Komitmen Organisasi
Tingkat dimana pegawai mempunyai komitmen kerja dengan organisasi dan tanggung jawab pegawai terhadap
organisasi.
Studi kasus

PT. Rajawali Nusantara Indonesia (Holding Company)


Sebagai sebuah perusahaan Agro Industri, Farmasi & Alat Kesehatan dan Perdagangan, keberadaan PT
Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) yang lebih dikenal dengan PT RNI tidak lepas dari nama sebuah
perusahaan perdagangan hasil bumi yang didirikan oleh Oei Tjien Sien dengan nama NV Handel My Kian
Gwan bertempat di Semarang – Jawa Tengah pada 1 Maret 1863. Perkembangan selanjutnya perusahaan
tersebut diturunkan kepada putranya bernama Oei Tiong Ham. Ditangan putranya ini perusahaan terus
berkembang menjadi perusahaan holding. Bidang usahanya meliputi; perdagangan, industri gula, perkebunan
karet, industri farmasi, jasa keuangan, properti dan lain – lain.
Dalam perkembangannya, PT RNI sebagai Induk Perusahaan dan pemegang saham senantiasa
melakukan kajian terhadap kinerja seluruh anak perusahaan sehingga perseroan dapat melakukan upaya
peningkatan kesehatan bisnisnya secara berkelanjutan. Anak Perusahaan yang tidak memberikan prospek
positif di divestasi. Sebaliknya, anak perusahaan yang terbukti kinerjanya selalu meningkat akan semakin
dikembangkan dan dibesarkan. Strategi ini yang memungkinkan PT RNI pada 2011 menjadi sebuah induk
perusahaan investasi dengan jumlah asset lebih dari Rp. 5,09 triliun (per 31 Desember 2011) dan Jaringan
usaha tersebar di seluruh nusantara melalui 13 Anak Perusahaan dan tujuh afiliasi, mengoperasikan 48 Kantor
Cabang dan 18 Unit produksi terdiri dari 10 Pabrik Gula, dua Pabrik Alkohol, satu Pabrik Farmasi, dua Pabrik
Alat Kesehatan, dua Perkebunan Sawit serta satu perkebunan teh yang didukung oleh lebih dari 7.401
Karyawan tetap.

Anda mungkin juga menyukai