Anda di halaman 1dari 78

MANUAL KAPASITAS JALAN

INDONESIA

BAB 3. PERSIMPANGAN TAK BERSINYAL


I. PENDAHULUAN
1.1. LINGKUP DAN TUJUAN
Simpang tak bersinyal berlengan 3 dan 4 yang
secara formal dikendalikan oleh aturan Beri jalan
pada kendaraan dari kiri
Kinerja geometrik, lingkungan dan lalu lintas
- Kapasitas
- Derajat kejenuhan
- Tundaan
- Peluang antrian
1.2. DEFINISI DAN ISTILAH
Kondisi Geometrik

LENGAN
Bagian persimpangan jalan dengan pendekat masuk
atau keluar
SIMPANG-3 DAN SIMPANG-4
Persimpangan jalan dengan 3 dan 4 lengan

3 lengan 4 lengan
PENDEKAT (A, B, C, D)
Tempat masuknya kendaraan dalam suatu lengan persimpangan
LEBAR MASUK PENDEKAT X (Wx) (m)
Lebar dari bagian yang diperkeras, diukur di bagian tersempit
yang digunakan oleh lalu lintas yang bergerak.Apabila pendekat
tersebut sering digunakan parkir, lebar yang ada harus dikurangi
2 m.
LEBAR RATA-RATA SEMUA PENDEKAT X (WI) (m)
Lebar efektif rata-rata dari semua pendekat pada persimpangan
jalan
LEBAR RATA-RATA PENDEKAT MINOR/UTAMA (WAC/WBD) (m)
Lebar rata-rata pendekat pada jalan minor (A-C) atau jalan utama
(B-D).
TIPE SIMPANG (IT)
Kode untuk jumlah lengan simpang dan jumlah lajur pada jalan
minor dan jalan utama simpang tersebut
JUMLAH LAJUR
Jumlah lajur, ditentukan dari lebar rata-rata pendekat minor/utama

Gambar 1.2:2 Penentuan


Jumlah Lajur
2. METODOLOGI
2.1. Prinsip Umum :
Perilaku lalu-lintas rata-rata hampir 2/3 seluruh
kendaraan dari jalan minor melintasi simpang dengan
tidak menunggu celah dan lama celah kritis yang
kendaraan tidak memaksa lewat yaitu sekitar 2 detik

a. Kapasitas :
C = C0 x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI
Tabel 2.1:1 Ringkasan Variabel Masukan Model Kapasitas
Tipe variabel Uraian Variabel Nama Faktor
Masukan Model
Tipe Simpang IT
Geometri Lebar rata-rata pendekat WI FW
Tipe median utama M FM
Kelas ukuran kota CS FCS
Lingkungan Tipe lingkunan jalan RE
Hambatan samping SF
Rasio kend. Tak bermotor pUM FRSU
Rasio belok kiri pLT FLT
Lalu Lintas Rasio belok kanan pRT FRT
Rasio arus jalan minor QMI/QTOT FMI
b. Derajat Kejenuhan :

DS = QSMP / C

Dimana :
QSMP = QKEND x FSMP
FSMP = (empLV x LV% + empMC x LV%)/100
C = kapasitas (smp/jam)
c. Tundaan :
1. Tundaan Lalu Lintas (DT), ditentukan dari kurva tundaan
empiris dengan derajat kejenuhan sebagai variabel bebas
2. Tundaan Geometrik (DG), dihitung dengan rumus:
Untuk DS < 1,0:
DG  (1  DS)  (p T  6  (1  p T )  3)  DS  4

Untuk DS  1,0:
DG = 4
Dimana:
DS = Derajat kejenuhan
PT = Rasio arus belok terhadap arus total
6 = Tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang tak
terganggu (detik/smp)
4 = Tundaan geometrik normal untuk kendaraan belok yang
terganggu (detik/smp)
Tundaan lalu-lintas simpang tak bersinyal berdasarkan anggapan sbb:
Kecepatan referensi 40 km/jam
Kecepatan belok kendaraan tak terhenti 10 km/jam
Tingkat percepatan dan perlambatan 1,5 m/det2
Kendaraan terhenti mengurangi kecepatan untuk menghindari
tundaan perlambatan, sehingga hanya menimbulkan tundaan
percepatan

 Kapasitas ditentukan sebagai total simpang dimana tundaan lalu-


lintas rata-rata melebihi 15 detik/smp.
 Nilai tundaan yang didapat dengan cara ini dapat digunakan
bersama dengan nilai tundaan dan waktu tempuh dari fasilitas
lalu-lintas lain, dalam manual ini, untuk mendapatkan waktu
tempuh sepanjang rute jaringan jika tundaan geometrik dikoreksi
dengan kecepatan ruas sesungguhnya.
d. Peluang antrian QP%
Peluang antrian ditetapkan dari kurva empiris antara
peluang antrian dengan derajat kejenuhan
2.2. JENIS PENERAPAN
PERENCANAAN
Untuk merencanakan ukuran geometrik yang memenuhi
sasaran yang ditetapkan pada kondisi lalu lintas rencana
tersebut, umumnya berhubungan dengan suatu jam
puncak
PERANCANGAN
Perancangan berbeda dengan perencanaan hanya dalam
skala waktu. Data lalu lintas umumnya dalam bentuk
LHRT, yang kemudian dikonversikan ke dalam jam puncak
rencana.
ANALISA OPERASIONAL
Analisa operasional umumnya dikerjakan dengan tujuan
untuk memperkirakan ukuran kinerja simpang untuk
denah, lingkungan dan situasi tertentu.
2.3. PANDUAN REKAYASA LALU LINTAS
2.3.1. Tujuan
2.3.2. Definisi Jenis Simpang
2.3.3. Pemilihan Tipe Simpang
a. Umum
b. Pertimbangan Ekonomi
c. Perilaku Lalu Lintas
d. Pertimbangan Keselamatan Lalu Lintas
e. Pertimbangan Lingkungan
2.3.4. Perencanaan Rinci
Gambar 2.3.2:1 Ilustrasi Tipe Simpang Tak-Bersinyal
Gambar 2.3.2:1 Ilustrasi Tipe Simpang Tak-Bersinyal
Tabel 2.3.2:1 Definisi Tipe Simpang yang digunakan
Dalam Bagian Panduan
2.4. RINGKASAN PROSEDUR PERHITUNGAN

Kapasitas dan Perilaku lalu lintas lainnya yaitu Derajat


Kejenuhan, Tundaan (det/smp), dan Peluang Antrian
dihitung untuk kondisi geometrik, lingkungan dan lalu
lintas tertentu sebagai berikut, Lihat Gambar 2.4.1.
3. PROSEDUR PERHITUNGAN
LANGKAH A : DATA MASUKAN
1. Kondisi Geometrik
2. Kondisi Lalu Lintas
• arus lalu lintas per jam terklasifikasi, atau
• arus lalu lintas per jam dan komposisi lalu lintas
keseluruhan (%), atau
• arus lalu lintas dalam AADT
3.Kondisi Lingkungan :
• ukuran kota
• tipe lingkungan jalan
• kelas hambatan samping
A.1. Kondisi Geometrik
A.2. Kondisi Lalu Lintas (1/2)
A.2. Kondisi Lalu Lintas (2/2)
A.3. Kondisi Lingkungan (1/3)
Tabel A-3:1 Kelas Ukuran Kota

Ukuran Kota Jumlah Penduduk (juta)


CS
Sangat kecil < 0.1
Kecil 0.1 - 0.5
Sedang 0.5 - 1.0
Besar 1.0 -3.0
Sangat besar > 3.0
A.3. Kondisi Lingkungan (2/3)
Tabel A-3.2 Tipe Lingkungan Jalan
Komersial Tata guna lahan komersial (mis. Pertokoan, rumah
makan, perkantoran) dengan jalan langsung masuk
bagi pejalan kaki dan kendaraan

Permukiman Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk


langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan

Akses Tanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung terbatas


Terbatas (mis. Karena adanya penghalang fisik, jalan samping
dsb)
A.3. Kondisi Lingkungan (3/3)
Hambatan samping menunjukkan pengaruh aktivitas
samping jalan di daerah simpang pada arus berangkat lalu
lintas, misalnya pejalan kaki berjalan atau menyeberangi
jalur, angkutan kota dan bus berhenti untuk menaikkan
dan menurunkan penumpang, kendaraan masuk dan
keluar halaman dan tempat parkir di luar jalur.
Hambatan samping ditentukan secara kualitatif dengan
pertimbangan teknik lalu lintas sebagai:
- Tinggi
- Sedang
- Rendah
LANGKAH B : KAPASITAS
C = C0 x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI
Dimana :
C = Kapasitas sesungguhnya
C0 = Kapasitas dasar
FW = Faktor penyesuaian lebar pendekat
FM = Faktor penyesuaian median jalan utama
FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU = Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan,
hambatan samping dan Kendaraan tak bermotor
FLT = Faktor penyesuaian belok kiri
FRT = Faktor penyesuaian belok kanan
FMI = Faktor penyesuaian rasio arus jalan simpang
JUMLAH LAJUR
Jumlah lajur, ditentukan dari lebar masuk jalan
tersebut.

Lebar rata-rata Jumlah lajur


pendekat minor/utama, (total untuk kedua arah)
WAC, WBD (m)
Median pada lengan B
WBD= (b+d/2)/2 < 5,5 2
 5,5 4
Tanpa median
WAC = (a/2 + c/2)/2 2
 5,5 4

Gambar 1.2:2 Penentuan Jumlah Lajur dan lebar rata-rata Pendekat Minor dan
Utama
c. Tipe Simpang (IT)
Kode untuk jumlah lengan simpang dan jumlah lajur dalam
Jalan simpang dan jalan utama.
LANGKAH C : PERILAKU LALU LINTAS

LANGKAH C-1 : DERAJAT KEJENUHAN


DS = QTOT / C

Dimana:
DS = Derajat kejenuhan
QTOT = Arus total sesungguhnya (smp/jam)
C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam)

Anda mungkin juga menyukai