2
Anamnesis
■ KU : kelemahan kedua tungkai
■ RPS :
Pasien datang ke IGD RSD dr. Soebandi dengan keluhan kelemahan
kedua tungkai sejak H-1 SMRS. Pasien awalnya mengeluh nyeri
punggung secara tiba-tiba, semakin lama semakin memberat.
Kemudian diikuti dengan kelemahan kedua tungkai, hingga tidak
bisa digerakkan. Riwayat batuk disertai sesak yang hilang timbul,
pada 3 minggu yang lalu. Riwayat bab cair, mual, muntah, jatuh dan
nyeri leher disangkal.
■ RPD : disangkal
■ RPO : disangkal
3
Pemeriksaan fisik
A. Keadaan umum
• Kesadaran
• Kualitatif : Compos mentis
• Kuantitatif : GCS 4-5-6
• Vital sign
• Tekanan darah : 110/80 mmHg
• Nadi : 100x/min, reguler, kuat angkat
• RR : 24 x/min, reguler, dengan O2 nasal
• Suhu : 36,6 oC
4
B. Kepala D. Thorax
• Bentuk : Normochepal, bulat Jantung
• Dahi : lipatan dahi (-/-) • Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
• Mata • Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Sklera : ikterik (-/-) • Perkusi
Konjungtiva : anemis (-/-) Batas kiri atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Lagophthalmus : (-/-) Batas kiri bawah : ICS V L. midclavicularis sinistra
• Telinga/ hidung : sekret (-), perdarahan (-) Batas kanan atas : ICS II L.Parasternalis dextra
• Mulut : sianosis (-) Batas kanan bawah : ICS IV L.Parasternal dextra
• Auskultasi: S1S2 Tunggal, reguler, gallop (-), murmur (-)
C. Leher Paru
• Struma : (-)
• Bendungan vena : (-) • Inspeksi : simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-)
• Pembesaran KGB : (-) • Palpasi : fokal fremitus (+/+)
• Perkusi : sonor (+/+)
• Auskultasi : vesikuler (+/+), whezzing (-/-), ronkhi (-/-)
5
Abdomen
Ekstremitas
Akral hangat (+), edema (-) pada keempat ekstremitas
6
Status Neurologi
• Keadaan Umum
• Kesadaran
• Kualitatif : compos mentis
• Kuantitatif : GCS 4-5-6
7
1. Pemeriksaan Neurologis
Kaku Kuduk : negatif
Kernig : negatif
Brudzinski I : negatif
Brundzinski II : negatif
Lasseque Test : negatif
Bragard test : negatif
Sicard test : negatif
8
PEMERIKSAAN NERVUS KRANIALIS
• N.I KIRI KANAN
Hypo/anosmia negatif negatif
parosmia negatif negatif
halusinasi negatif negatif
KIRI KANAN
10
Pupil
KIRI KANAN
Bentuk Reguler (bulat) Reguler (bulat)
Lebar 3 mm 3 mm
Perbedaan lebar - -
Refleks cahaya langsung + +
11
N. V
KIRI KANAN
Cabang motorik
Otot maseter Normal Normal
Otot temporal Normal Normal
Otot pterygoideus med/lat Normal Normal
Cabang sensorik
I dbn dbn
II dbn dbn
III dbn dbn
12
N. VII Kanan Kiri
Kerutan dahi (-) (-)
Angkat alis Dapat Dapat
Menutup kedua mata Dapat Dapat
13
N VIII (Vestibulo-kokhlearis)
KANAN KIRI
Suara berbisik dbn dbn
Detik arloji dbn dbn
Rinne test dbn dbn
Weber test dbn dbn
Swabach test dbn dbn
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
14
N IX, X
◦ Bagian motorik
Suara biasa/parau/tak bersuara : suara biasa
Kedudukan arcus pharynx : simetris
Kedudukan uvula : di tengah
Pergerakan arcus pharynx/uvula : simetris
Menelan : normal (disfagia -)
Bising usus : normal (10x/menit)
◦ Bagian sensorik
◦ Pengecapan 1/3 belakang lidah : tidak dilakukan
◦ Reflek-refleks
Refleks muntah : tidak dilakukan
Refleks palatum-molle : tidak dilakukan
15
• N.XI
KIRI KANAN
Mengangkat bahu + +
Memalingkan kepala + +
• N.XII
Kedudukan lidah
- Waktu istirahat : simetris
- Waktu gerak : simetris
- Atrofi : (-/-)
- Fasikulasi/tremor : (-/-)
- Kekuatan lidah pada bagian dalam pipi : dbn
16
Motorik
Kekuatan otot
Lengan Kanan
Kiri
- M. Deltoid (abduksi lengan atas) : 5 5
- M. Biceps (flexi lengan bawah) : 5 5
- M. Triceps (ekstensi lengan bwh) : 5 5
- Flexi sendi pergelangan tangan : 5 5
- Extensi sendi pergelangan tangan : 5 5
- Membuka jari-jari tangan : 5 5
- Menutup jari-jari tangan : 5 5
Tonus otot : dbn dbn
Refleks fisiologis :
BPR : (+) (+)
TPR : (+) (+)
Refleks patologis : Hoffman : (-) (-)
Tromner : (-) (-)
17
Sensibilitas
Kanan
Kiri
Eksteroseptik
- Rasa nyeri superfisial : Normal Normal
- Rasa suhu(pns/dingin) : Tdl Tdl
- Rasa raba ringan : Normal Normal
Propioseptik
- Rasa getar : Normal Normal
- Rasa tekan : Normal Normal
- Rasa nyeri tekan : Normal Normal
- Rasa gerak & posisi : Normal Normal
Enteroseptik
- Referred pain : (-) (-)
INFERIOR
Inspeksi : atrofi (-), hipertrofi (-), deformitas ( -)
Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi kenyal (+)
Perkusi : miotonik ; -/-, mioedema ; -/-
Kekuatan otot
Tungkai Kanan Kiri
Flexi articulatio coxae (tungkai atas): 2 2
Extensi articulatio coxae (tungkai atas):2 2
Flexi sendi lutut (tungkai bawah) : 2 2
Extensi sendi lutut (tungkai bawah) : 2 2
Flexi plantar kaki : 2 2
Extensi dorsal kaki : 2 2
Gerakan jari-jari : 2 2
Kanan Kiri
Tonus otot : lemah lemah
Refleks fisiologis:
KPR : (-) (-)
APR : (-) (-)
Refleks patologis:
Babinsky : (-) (-)
Chaddok : (-) (-)
Openheim : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Scaeffer : (-) (-)
20
Sensibilitas
Kanan Kiri
Eksteroseptik
- Rasa nyeri superfisial : Terganggu T10-S2 Terganggu T10-S2
- Rasa suhu (panas/ dingin) : Tdl Tdl
- Rasa raba ringan : Terganggu T10-S2 Terganggu T10-S2
Propioseptik
- Rasa getar : Terganggu T10-S2 Terganggu T10-S2
- Rasa tekan : Terganggu T10-S2 Terganggu T10-S2
- Rasa nyeri tekan : Normal Normal
- Rasa gerak dan posisi : Normal Normal
Enteroseptik
- Referred pain : (-) (-)
Diagnosis
Klinis : paraparese inferior, onset akut, refleks fisiologis (-), refleks patologis (-),
riwayat ISPA 3 minggu yang lalu, mati rasa
Topis : Radiks anterior L1-S2 dan Radiks Posterior T10-2
Etiologis : Guillain Barre Syndrome
22
Terapi
■ Terapi Umum
o B1 (Breath)
• Oksigenasi : nasal kanul
o B2 (Blood)
• Inf NS 20 tpm
o B3 (Brain)
o B4 (Bowel)
o B5 (Bladder)
• Kateter urin
o B6 (Bone, Body, Skin)
• Mencegah dekubitus
• Fisioterapi kedua ektremitas bawah
23
Terapi
■ Terapi Khusus
1. Inf.IVIG 5gram/6 jam IV
2. Inj antrain 500mg/ 8 jam IV K/P
3. Inj mecobalamin 500 ug/8 jam IV
4. Inj neurobion 5000 1 amp/ 24 jam IV
24
LABORATORIUM Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksan
21/02/2020
Hb 14,1
Leukosit 6,1
HCT 39,9
Trombosit 367
Na 137,9
Kalium 4,07
Chlorida 107,2
25
Definisi
■ Penyakit pada susunan saraf yang yerjadi secara akut dan menyeluruh, terutama
mengenai radiks dan saraf tepi, kadang-kadang mengenai saraf otak yang didahului
oleh infeksi
■ Merupakan penyakit autoimun
■ Kelumpuhan dimulai pada bagian distal ekstremitas bawah dan dapat naik ke arah
kranial (Ascending Paralysis)
Sumber: Ainindita T et al. 2010. Buku Ajar Neuruologi. Jakarta: Badan Penerbit FK UI
26
Etiologi
■ Proses inflamasi akibat reaksi autoimun. Kuman yan sering dianggap sebagai penyebab:
Campylobacter jejuni.
– Infeksi virus: Cytomegalovirus (CMV), EBV, HIV, enterovirus
– Infeksi bakteri: C. jejuni, M. pneumonia
– Pasca pembedahan dan vaksinasi
– 50% kasus terjadi sekitar 1-3 minggu pasca ISPA atau infeksi saluran cerna
Sumber: Ainindita T et al. 2010. Buku Ajar Neuruologi. Jakarta: Badan Penerbit FK UI
27
Patofisiologi
■ 2/3 kasus GBS didahului oleh infeksi pada saluran pernapasan atas atau gastrointestinal
dengan keluhan umum berupa demam (52%), batuk (48%), nyeri tenggorokan
(39%, pilek (30%), dan diare (27%).
■ Adanya infeksi menjadi dasar patofisiologi GBS berupa proses antibodi mimikri.
■ Terjadi kemiripan struktur antigen patogen dengan struktur yang terdapat pada
dinding sel tubuh, sehingga antibodi yang dibentuk oleh tubuh menyerang jaringan
tubuh itu sendiri
■ Protein Mimikri pada susunan protein gangliosida (axolemmal atau schwann) saraf
tepi -> reaksi autoimum -> kerusakan lapisan myelin dan akson serabut saraf tepi
Sumber: Ainindita T et al. 2010. Buku Ajar Neuruologi. Jakarta: Badan Penerbit FK UI
28
Patofisiologi
Sumber: Ainindita T et al. 2010. Buku Ajar Neuruologi. Jakarta: Badan Penerbit FK UI
29
Gejala Klinis
■ Riwayat infeksi 1-2 minggu sebelumnya (ISPA, diare)
■ Motorik : Kelumpukan mendadak (acute polyneuropati LMN) yang sifat ascending dan
simetris
– Arefleksia atau hiporefleksia
– Anggota tubuh bagian inferior yang terkena terlebih dulu sebelum ke ekstremitas superior
– Otot proksimal terkena lebih dahulu
– Sesak napas dapat terjadi akibat kelemahan otot bantu napas
■ Sensorik : gejala biasanya ringan. Mengeluh parastesia, mati rasa, kesemutan, dll. Gejala
sensorik sering mendahului dari gejala motorik. Dimulai dari ujung jari tapi tidak melebar
lebih dari pergelangan.
■ Bulbar : disfagia, disartria, bilateral facial palsy tipe perifer, oftalmoplegia, diplopia
■ Otonom : retensi urin, dismotilitas usus, sinus takitardi, aritmia, postural hipotensi facial
flushing
■ Gejala memberat pada minggu ke-2 atau minggu ke-4
Sumber: Ainindita T et al. 2010. Buku Ajar Neuruologi. Jakarta: Badan Penerbit FK UI
30
Gejala Klinis
Sumber: Ainindita T et al. 2010. Buku Ajar Neuruologi. Jakarta: Badan Penerbit FK UI
31
Diagnosis
■ Gejala klinis, kelemahan akut progresif pada ekstremitas inferior dan superior disertai
arefleksia atau hiporefleksia.
Kriteria diagnostik menurut National Institut of Neurological and Communicative
Disorders and Stroke (NINCDS):
– Tanda minimal : Kelemahan progresif pada kedua lengan dan tungkai,
hiporefleksia atau arefleksia
– Tanda yang memperkuat diagnosis : Perburukan gejala, pola distribusi defisit
neurologis yang simetris, gangguan sensorik minimal, gangguan nervus cranial,
disfungsi saraf autonom, nyeri, peningkatan protein pada LCS, gambaran
elektrodiagnostik khas sesuai dengan kriteria GBS
Sumber: Ainindita T et al. 2010. Buku Ajar Neuruologi. Jakarta: Badan Penerbit FK UI
32
Pemeriksaan Penunjang
■ EMNG (Elektromioneurografi) : mengetahui kecepatan hantar saraf untuk
mengklasifikasikan tipe GBS. Hasil penurunan kecepatan hantar saraf.
1. Tipe AMAN (Acute Motor Axonal Neuropathy) : murni lesi aksonal pada serabut
saraf motorik, progresif cepat
2. Tipe ASMAN (Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy) : lesi aksonal pada
serabut sarat motorik dan sensorik.
3. Tipe AIDP (Acute Inflammation Demyelinating Polineuropathy) : lesi
dimyelinasi serabut saraf motork, prognosis lebih baik
4. Sindrom Miller Fisher : mengenai saraf cranial
■ Antibodi gangliosida
Sumber: Ainindita T et al. 2010. Buku Ajar Neuruologi. Jakarta: Badan Penerbit FK UI 35
Diagnosis Banding
Sumber: Ainindita T et al. 2010. Buku Ajar Neuruologi. Jakarta: Badan Penerbit FK UI 36
Tatalaksana
Sumber: A. K. Meena. 2011. Treatment guidelines for Guillain–Barré Syndrome. Annals of indian academy of neurology. 14:71-81
37
Prognosis
■ Prognosis baik apabila ditangani pada fase akut, 80% dapat hidup mandiri setelah KRS
■ Mortalitas pada fase akut <5%
■ Kurang dari 20% akan mengalami disabilitas meskipun dengan penanganan standar
Sumber: Ainindita T et al. 2010. Buku Ajar Neuruologi. Jakarta: Badan Penerbit FK UI 38