2
1.Subyektif : Keluhan pasien
2.Obyektif
A. Inspeksi
• Periksa kedua lubang hidung
• Yakinkan jalan pernafasan & mukosa baik.
B. Identifikasi:
1. Pasien diberitahu bahwa daya penciumannya hendak
diperiksa.
2. Tutup mata pasien.
3. Pasien mengidenfikasi apa yang tercium olehnya bila
suatu zat didekatkan pada lubang hidungnya.
4. Hidung diperiksa satu persatu
3
Interpretasi :
Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai misalnya minyak kayu
putih tercium sebagai bau bawang goreng.
Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak menyenangkan, tapi bau yang memuakan
seperti bacin , pesing dsb, maka digunakan istilah lain yaitu kakosmia.
Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan olfaktorik merupakan suatu kenyataan,
hanya pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya
perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau ini adalah halusinasi, yaitu halusinasi halusinasi
penciuman.
4
3. Inspeksi pupil (ukuran dan
bentuk)
Pemeriksaan : Interpretasi Kelainan :
‐ Observasi bentuk, ukuran Normal : Pintpoin pupil
pupil & posisi pupil Bentuk pupil : bulat reguler Bentuk ireguler
‐ Perbandingan pupil kanan Ukuran pupil : 3 mm – 5 mm Anisokor dengan
dan kiri kelainan reflek cahaya
Posisi pupil : ditengah-tengah
Isokor Pupil argyll robertson
Pupil adie
5
2. Inspeksi lebar celah palpebra
Pemeriksaan :
‐ Penderita memandang lurus kedepan
‐ Perhatikan kedudukan kelopak mata thd pupil & iris.
Interpretasi
‐ Normal : simetris kanan-kiri
‐ Kelainan :
1. Celah kelopak mata menyempit: Ptosis, Enoftalmus & blefarospasmus
2. Celah kelopak mata melebar : Eksoftalmus & proptosis
6
4. Reaksi pupil terhadap
cahaya
‐ Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan pada satu pupil,
dan perhatikan pupil sisi yang lain.
7
5. Reaksi pupil terhadap
obyek dekat
Refleks akomodasi.
‐ caranya : pasien diminta untuk melihat telunjuk pemeriksa pada jarak yang cukup
jauh, kemudian dengan tiba – tiba dekatkanlah pada pasien lalu perhatikan reflek
konvergensi pasien dimana dalam keadaan normal kedua bola mata akan berputar
kedalam atau nasal.
‐ Reflek akomodasi yang positif pada orang normal tampak dengan miosis pupil.
8
6. Penilaian gerakan bola mata
7. . Penilaian diplopia
8. penilaian nistagmus
10
Nistagmus adalah gerak bolak-balik mata yang involunter dan ritmik.
‐ Penderita disuruh melirik terus ke satu arah (misalnya ke kanan, ke
kiri, ke atas) selama jangka waktu 5 atau 6 detik. Nistagmus akan
terlihat dalam jangka waktu tersebut.
‐ Jika ada nistagmus, harus diperiksa jenis gerakannnya, bidang
gerakannya, frekuensinyam amplitudnya, arah gerakannya,
derajatnya dan lamanya.
‐ Selidiki apakah nistagmusnya fisiologis, kongenital atau didapat,
vestibuer, atau nistagmus sikap.
11
9. Refleks kornea
Refleks kornea ( asal dari sensorik Nervus V).
Kornea disentuh dengan
Vestibulum congue Vestibulum kapas,
congue bilaVestibulum
normal congue Vestibulum congue
12
10, pemeriksaan funduskopi
13
14
11. Penilaian kesimetrisan wajah
15
12. Penilaian kekuata otot temporal
dan masseter
NERVUS KRANIALIS V (N. TRIGEMINUS)
MOTORIK
16
- Lakukan palpasi m.temporalis dan m.maseter secara
bergantian
18
14. Penilaian pergerakan wajah
Observasi otot wajah dlm keadaan istirahat
Pasien diminta mengerutkan dahi
Pasien diminta mengangkat kedua alis matanya
Pasien disuruh menutup mata erat – erat, sementara pemeriksa
berusaha membukanya
Pasien diminta memperlihatkan gigi atas dan bawah
Pasien diminta menggembungkan pipinya
Pasien diminta tersenyum
19
15. Penilaian indra pengecapan
20
Interpretasi :
• Ageusia : hilangnya pengecapan
• Pargeusia : Rasa tidak enak terhadap apupun yang masuk ke
dalam mulut
• Hipogeusia : Sensitivitas rasa berkurang
• Disgeusia : perubahan pada indra pengecapan yang digambarkan
sebagai rasa logam, busuk, tengik
21
16. Penilaian indra pendengaran
Pemeriksaan N. Kokhlearis.
Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.
a. Pemeriksaan Weber.
Maksud nya membandingkan transportasi melalui tulang ditelinga
kanan dan kiri pasien.Garpu tala ditempatkan didahi pasien, pada
keadaan normal kiri dan kanan sama keras ( pasien tidak dapat
menentukan dimana yang lebih keras ).
22
23
Pemeriksaan N. Kokhlearis.
b. Pemeriksaan Rinne.
Maksudnya membandingkan pendengaran melalui tulang
dan udara dari pasien.
Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara
didengar lebih lama dari pada melalui tulang.
Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid sampai
pasien tidak dapat mendengarnya lagi. Kemudian garpu
tala dipindahkan kedepan meatus eksternus. Jika pada
posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test
positip.
Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada ”
Conduction deafness ” test Rinne negatif.
24
25
Pemesiksaan Schwabach.
Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan
pendengaran pemeriksa yang dianggap normal. Garpu tala
dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat telinga pasien.
Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala
ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi
oleh pemeriksa, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek
( untuk konduksi udara ). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan
pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid pasien. Disuruh ia
mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak mendengar lagi maka
garpu tala diletakkan ditulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa
masih mendengarkan bunyinya maka dikatakan Schwabach ( untuk
konduksi tulang ) lebih pendek.
26
Rinne Test Schwabach
Weber Test
Test Pendengaran dengan garputala 512 MHz
Normal Tuli Konduktif Kiri Tuli Sensorik Kiri
** **
Rinne Udara > Tulang Tulang > Udara Tulang & Udara **
(+) (-) (-)
28
** Terganggu
17. Penilaian kemampuan
menelan
‐ Apakah terdapat kesulitan menelan?
‐ Gangguan menelan (disfagia) paralisis n. IX dan n. X
29
Minta penderita minum air
Perhatikan mampu minum air atau air masuk ke hidung
Interpretasi:
Normal : mampu minum air dg baik.
Kelainan : air akan masuk ke hidung pd lesi n.IX
bilateral
30
18. Inspeksi palatum
31
Normal Oropharynx
33
20. Penilaian ototsternomastoid
dan trapezius
Pemeriksaan Fungsi M.Sternokleidomastodius
– Pasien memutar kepala ke sisi yg sehat.
‐ Pemeriksa meraba M. sterno
kleidomastoideus sisi kontralateral.
‐ Interpretasi :
‐ Normal : Kontraksi +
‐ Kelainan : Kontraksi -
34
2. Pemeriksaan Fungsi M.Trapezius
A.Saat Istirahat
B.Saat bahu digerakkan
‐ Interpretasi :
‐ Normal : simetris
‐ Kelainan :
Asimetris
kelemahan pd
bahu yg sakit
35
21. lidah, inspeksi saat istirahat
36
22. lidah, isnspeksi dan penilaian
sistem motorik
‐ Inspeksi lidah saat dijulurkan . Pada parese
satu sisi, lidah mencong ke sisi yang
lumpuh. Jika terdapat lesi di nervus VII,
mulut mencong, sehingga sulit menentukan
apakah lidah mencong. Oleh karena itu bisa
dilihat garis di antara kedua gigi seri
(insisivus) sebagai patokan.
‐ Nilai apakah ada tremor lidah atau fasikulasi lidah
‐ Padakelumpuhan 2 sisi, biasanya lidah tidah dapat digerkkan atau
dijulurkan. Terdapat disartria (pelo) dan kesulitan menelan. Selaian
itu juga kesulitan bernapas karena lidah jatuh.
‐ Pasien menggerakkan ke segala jurusan dan mendorong lidah ke
pipi, dinilai kekuatan otot lidah dengan menekan jari kita pada pipi
sebelah luar. Jika terdapat parese lidah kiri, lidah tidak dapat
ditekan ke pipi sebelah kanan tetapi ke sebelah kiri bisa.
38
Terima kasih
39