KELOMPOK
1. Adis Dwi A
2. Anisa fitria
3. Clarita Octavia
4. Reza Dhita
5. Siti Kamilah
Sistem peranapasan (Respirasi)
Saluran nafas bawah terdiri atas trakea, bronkus utama, bronkus sekunder
(percabangan bronkus), bronkiolus dan bronkiolus terminalis. Struktur ini
merupakan ruang hampa anatomik dan hanya berfungsi sebagai lintasan untuk
mengalirkan udara ke dalam serta ke luar paru-paru. Disebelah distal setiap
bronkuolus respatorik, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris. Bronkiolus
serta duktus berfungsi sebagai salurang pengahantar, dan alveoli merupakan
unit utama pertukaran gas. Pembagian akhie percabangan beonkus akan
membntuk lobulus, unit fungsional paru-paru.
Saluran nafas atas yang terususun atas rongga hidung, mulut, faring, dan
laring, memungkinkan udara mengalir ke dalam paru – paru. Daerah yang
bertanggung jawab atas penghangatan, pelembaban (humidifikasi), serta
penyaringan udara dan dengan demikian melindungi saluran nafas bawah
terhadap benda asing.
Tenggorokan ( trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di
leher dan sebagian di rongga dada. Dinding tenggorokan tipis dan kaku,
dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga
bersilia. Silia silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang
masuk ke saluran pernapasan.
Asma berasal dari kata yunani yang artinya terengah engah. Dan
berarti serangan nafas pendek. Perubahan patologis yang
menyebabkkan obstruksi saluran nafas terjadi pada bronkus ukuran
sedang dan bronkiolus dengan diameter sebesar 1 mm. Asma terdiri dari
2 kategori yaitu;
2. Asma intrinsik atau idiopatik faktor faktor non spesifik, seperti flu
biasa, latihan fisik terlalu berat, atau emosi.
PENYEBAB ASMA
1) Infeksi seperti sinusitis, pilek, dan flu.
2) Alergen seperti serbuk sari, spora jamur, bulu hewan
peliharaan, dan tungau debu.
3) Iritan seperti bau yang kuat dari parfum atau larutan
pembersih, dan polusi udara.
4) Asap tembakau.
5) Olahraga (dikenal sebagai asma yang diinduksi oleh olahraga).
6) Cuaca; perubahan suhu dan / atau kelembaban, udara dingin.
7) Emosi yang kuat seperti kecemasan, tawa atau menangis,
stres.
8) Obat-obatan, seperti asma sensitif aspirin.
GEJALA
Gejala umum termasuk:
5. Spetum
6. Hemoptisis
7. Dispnea
CONTOH KASUS
Kasus Pasien anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan 12 kg, datang dengan keluhan sesak
nafas sejak 1 hari yang lalu. Keluhan disertai batuk dan muntah 5 kali berupa makanan yang
dimakan sebanyak ¼ gelas belimbing. Batuk tidak disertai dahak, darah, dan tidak terdengar suara
whoop di ujung batuk dan tidak dipengaruhi posisi. Sesak nafas terjadi sampai bibir berwarna
kebiruan, disertai suara mengi. Batuk dan sesak dirasakan terutama bila udara dingin atau bila
pasien kelelahan karena terlalu aktif atau banyak beraktivitas. Sesak dan batuk dirasakan semakin
memberat pada malam hari terutama saat udara dingin, serta berkurang setelah diberikan obat
sirup batuk pilek. Sebelumnya pasien juga sering mengalami sesak nafas terutama pada malam
hari pada usia 1 tahun.
Pasien sempat dirawat di rumah sakit, dikatakan menderita radang paru, kemudian sembuh.
Sekitar 3 bulan setelah keluar dari rumah sakit, keluhan batuk dan sesak kembali timbul, namun
pasien hanya dibawa berobat ke bidan dan mendapat obat sirup batuk pilek, kemudian pasien
kembali sembuh. Pada 5 bulan lalu, keluhan batuk dan sesak nafas kembali timbul, pasien hanya
diberi obat sirup batuk pilek dan sembuh. Saat ini keluhan sesak nafas dan batuk kembali timbul,
namun karena sesak nafas disertai bibir kebiruan, akhirnya pasien dibawa ke rumah sakit.
Terdapat riwayat alergi dingin pada pasien. Riwayat asma, alergi debu dan dingin pada keluarga
ada, yaitu pada ibu dan nenek pasien. Riwayat merokok pada keluarga tidak ada.
PEMERIKSAAN FISIK
keadaan umum tampak sesak nafas, compos mentis, nadi 120x/menit, pernafasan
konjungtiva ananemis, sklera anikterik, telinga dalam batas normal, hidung simetris,
napas cuping hidung tidak ada, bibir sianosis. Pada leher tampak trakea di tengah dan
dada cepat, taktil fremitus simetris kanan dan kiri, perkusi hipersonor, dan auskultasi
terdengar vesikuler menurun serta wheezing meningkat pada akhir ekspirasi pada
kedua lapang paru. Pada cor dan abdomen dalam batas normal. Pada ekstremitas tidak
terdapat edema dan tidak ada sianosis. Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
DIAGNOSA
Diagnosis kerja pada pasien adalah asma bronkial derajat ringan episodik
jarang, dengan penatalaksanaan secara nonmedikamentosa dilakukan edukasi
agar menghindari alergen berupa udara dingin dan membatasi aktivitas fisik
berlebihan, dan secara medikamentosa yaitu dengan nebulisasi ventolin 1,25
mg dengan NaCl 0.9%, ampicillin 400 mg/8 jam, dan ranitidin 6,25mg/12
jam. Prognosis pasien ini secara umum baik selama pasien menghindari faktor
pencetus timbulnya asma
PEMBAHASAN
Berdasarkan teori, didapatkan serangan berulang (episodik), timbul dan
memberat pada malam hari (nokturnal), terdapat pencetus berupa udara dingin, dan
adanya riwayat asma serta atopi pada ibu dan nenek pasien. Pada pemeriksaan fisik
pasien asma sering ditemukan perubahan cara bernapas, dan terjadi perubahan
bentuk anatomi thoraks. Pada inspeksi dapat ditemukan napas cepat, kesulitan
bernapas, menggunakan otot napas tambahan di dada (retraksi subcostal). Pada
auskultasi dapat ditemukan mengi (wheezing), ekspirasi memanjang. Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa diagnosis dari kasus adalah asma
bronkial.
Berdasarkan penilaian PNAA didapatkan frekuensi serangan pada pasien kurang dari 1 bulan dengan
lama serangan kurang dari 1 minggu (pada pasien serangan timbul 2 kali dalam 1 tahun dan serangan
berlangsung 1-3 hari), tidak adanya gejala diantara serangan, tidur dan aktivitas tidak terganggu, dan
pemeriksaan fisik diluar serangan tidak ada kelainan, dan selama ini pasien tidak memakai obat pengendali
asma. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa frekuensi serangan asma pasien adalah asma
episodik jarang.
Menurut GINA yaitu sesak pada pasien tidak mengganggu aktivitas pasien (makan, minum, menyusu),
sesak juga tidak dipengaruhi posisi, bicara tidak terganggu, kesadaran baik, ada sianosis namun cepat
menghilang setelah dilakukan nebulisasi, suara mengi hanya pada saat ekspirasi, retraksi dangkal tanpa ada
nafas cuping hidung, dan frekuensi nafas takipneu. Setelah dilakukan penilaian berdasarkan klasifikasi
PNAA dan GINA, maka diagnosis pada pasien ini adalah asma derajat ringan episodik jarang.
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah pemberian β2-agonis kerja cepat dengan
penambahan larutan NaCl 0,9% secara nebulisasi yang diberikan sebanyak 1 kali.
Tatalaksana awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis, yaitu untuk menentukan
derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan
terhadap timbulnya infeksi yang dapat memperberat keluhan dan ranitidin injeksi
6,25mg/12 jam sebagai anti emetik terhadap pasien. Setelah dilakukan nebulisasi dan
pemberian obat, keluhan sesak pada pasien semakin berkurang dan keadaan pasien
berangsur baik, sehingga satu hari setelah dirawat pasien dapat dipulangkan.
Pada pasien ini setelah dilakukan nebulisasi pertama, keluhan sesak mulai
berkurang, kemudian dilakukan observasi selama 20 menit, dan keluhan mengi
berangsur hilang. Sehingga pemberian nebulisasi ke dua tidak diberikan. Pemberian
antibiotik dan antiemetik pada pasien ini kurang tepat. Pada pasien tidak ditemukan
tanda-tanda infeksi baik dari gejala maupun tanda klinis. Keluhan muntah pada pasien
terjadi karena adanya batuk. Pada anak dengan gejala batuk, dalam paru-paru akan
memproduksi lendir berlebih. Lendir kemudian akan masuk ke dalam saluran cerna
dan dikeluarkan melalui muntah. Karena penjelasan di atas, maka penggunaan
antiemetik pada kasus kurang tepat. Untuk keluhan batuk sebaiknya diberikan terapi
mukolitik untuk pengeluaran lendir, yaitu ambroxol dengan dosis 1,5 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis.
KAPASITAS DAN VOLUME PARU-PARU