Anda di halaman 1dari 22

PREEKLAMSIA

1. Bela Trisnawati (P27224019111)


2. Febi Widia F (P27224019121)
3. Zakiah nanda A (P27224019158)
 Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi
spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem
organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama.
Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah
sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik.

Tensimeter yang digunakan sebaiknya menggunakan tensimeter


air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan
tensimeter jarum atau tensimeter otomatis yang sudah divalidasi.
Laporan terbaru menunjukkan pengukuran tekanan darah
menggunakan alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih
rendah (ACOG,2013 ; POGI, 2016).
Berdasarkan American
Society of Hypertension

Ibu diberi kesempatan duduk tenang dalam 15 menit sebelum


dilakukan pengukuran tekanan darah pemeriksaan

Pengukuran dilakukan pada posisi duduk posisi manset


setingkat dengan jantung, dan tekanan diastolik diukur dengan
mendengar bunyi korotkoff V (hilangnya bunyi)

Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi


kronik harus dilakukan pada kedua tangan, dengan
menggunakan hasil pemeriksaan yang tertinggi (ACOG, 2013;
Tranquilli AL,et. al., 2014 ; POGI, 2016).
Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan
preeklampsia atau preklampsia berat POGI (2016) :

Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg


diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
Edema Paru
Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).
Superimposed preeklampsia pada hipertensi
kronik :

 Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada


sebelum usia kehamilan 20 minggu)
 Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan
>20 minggu.
Eklampsia :

 Kejang umum dan/ atau koma


 Ada tanda dan gejala preeklampsia
 Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya
epilepsy, perdarahan subarachnoid, dan
meningitis).
Tatalaksana
Tatalaksana umum :

Pencegahan dan tatalaksana kejang


 Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan
sirkulasi ( cairan
 intravena). Jika pasien kejang (Eklampsia) Baringkan pada satu sisi,
tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit untuk mengurangi
kemungkinan aspirasi sekret, muntahan atau darah Bebaskan jalan
nafas Pasang spatel lidah untuk menghindari tergigitnya lidah Fiksasi
untuk menghindari pasien jatuh dari tempat tidur
 MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia
(sebagai tatalaksana kejang) dan Preeklampsia berat (sebagai
pencegahan kejang).
 Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang
pada eklampsia.
Cara pemberian :
 Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan
seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk
ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
 Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera
ke fasilitas dan segera kirim ibu ke ICU (bila tersedia)
yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.
 
Cara pemberian MgSO4 :
 Berikan dosis awal 4 g MgSO4 sesuai prosedur untuk
mencegah kejang atau kejang berulang.
 Sambil menunggu rujukan , mulai dosis rumatan 6 g
MgSO4 dalam 6 jam sesuai prosedur.
Syarat pembesian MgSO4 :
 Tersedia Ca Glukonas 10%
 Ada refleks patella
 Jumlan urin minimal 0,5 ml/kgBB/Jam

Cara pemberian dosis awal


Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan
 MgSO4 40 %) dan larutkan dengan 10 ml

kuades
Berikan larutan tersebut secara perlahan IV

selama 20 menit
Jika akses intravena sulit, berikan masing-

masing5 gMgS)4 912,5 ml larutan MgSO4 40


%) IM bokong kiri dan kanan.
Cara pemberian Dosis rumatan :
 Ambil 6 g MgSo4 (15 ml larutan MgSO4 40 %)dan larutkan dalam
500 ml larutan Ringer laktat/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV
dengan kecepatan 28 tete/menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24
jam setelah persalinan atau kejang berakhir (bila eklampsia).
 Lakukan Pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi
nadi, frekuensi pernapasan, refleks patella dan jumlah urin.
 Bila frekuensi penapasan <16 x/menit, dan / atau tidak didapatkan
refleks tendon patella dan/atau terdapat oliguria (produksi urin <0,5
ml/kg BB/jam), segera hentikan pemberian MgSO4.
 Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1 g IV (10 ml larutan
10%) bolus dalam 10 menit.
 Selama ibu dengan preeklampsia dan eklampsia dirujuk, pantau dan
nilai adanya perburukan preeklampsia. Apabila terjadi eklampsia,
lakukan penilaian awal dan tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan
kembali MgSO4 2 g IV perlahan (15-20 menit). Bila setelah
pemberian MgSO4 ulangan masih terdapat kejang, dapat
dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit.
Rekomendasi :
 Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai terapi lini pertama eklampsia
 Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap eklampsia
pada pasien preeklampsia berat Level evidence I, Rekomendasi A
 Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia berat
dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya
kejang/eklampsia atau kejang berulang
 Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia berat
dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya
kejang/eklampsia atau kejang berulang Level evidence Ia, Rekomendasi A
 Dosis penuh baik intravena maupun intramuskuler magnesium sulfat
direkomendasikan sebagai prevensi dan terapi eklampsia Level evidence II,
Rekomendasi A
 Evaluasi kadar magnesium serum secara rutin tidak direkomendasikan Level
evidence I, Rekomendasi C
Pemberian Diasepam Untuk Preeklampsia Dan
Eklampsia :

 Dosis awal
 Diasepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
 Dosis pemeliharaan
 Jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai dosis
awal Diasepam 40 mg dalam 500 ml larutan Ringer
laktat melalui infus Depresi pernafasan ibu baru
mungkin akan terjadi bila dosis > 30 mg/jam Jangan
berikan melebihi 100 mg/jam
Antihipertensi
 Pemberian Antihipertensi pada Preeklampsia Berat
Rekomendasi:
 Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia
dengan hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥
160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg
 Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160
mmHg dan diastolik < 110 mmHg
 Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah
nifedipin oral short acting, hidralazine dan labetalol
parenteral.
 Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah
nitogliserin, metildopa, labetalol.
Persalinan
 Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam,
sedangkan pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia
timbul Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi
dalam 12 jam (pada eklampsia), lakukan bedah Caesar Jika bedah
Caesar akan dilakukan, perhatikan bahwa: Tidak terdapat
koagulopati. Koagulopati kontra indikasi anestesi spinal. Anestesia
yang aman/terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia dan
spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi
terlalu tinggi.

 Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan


Oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml Dekstrose 10 tetes/menit atau dengan
cara pemberian prostaglandin/misoprostol (Santoso, Budi Iman )
(POGI, 2016)
JURNAL
Menurut Sarma N. Lumbanraja Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of
Medicine University of Sumatera Utara Medan, Indonesia, 2018

Bahwa pencegahan dan manajemen pada pre eklamsia yaitu pencegahan primer,
sekunder, tersier(tatalaksan). Pencegahan primer pre-eklamsia Pemeriksaan
antenatal care dilakukan secara rutin untuk deteksi awal faktor-faktor resiko.
Berdasarkan pengumpulan beberapa studi pada PNPK tahun 2016 didapatkan
17 faktor yang terbukti meningkatkan risiko pre-eklamsia yang sebenarnya bisa
dinilai pada kunjungan antenatal pertama, umur >40 tahun, nulipara, multipara
dengan riwayat preeklampsia sebelumnya, multipara dengan kehamilan oleh
pasangan baru, multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih,
riwayat pre-eklamsia pada ibu atau saudara perempuan, kehamilan multiple, IDDM
(Insulin Dependent Diabetes Melitus), Hipertensi Kronik, Penyakit Ginjal, Sindrom
antifosfolipid, kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio,
obesitas sebelum hamil; serta didapatkannya indeks massa tubuh >35, tekanan
darah diastolic >80 mmHg, proteinuria (dipstick >+1 pada 2 kali pemeriksaan
berjarak 6 jam atau secara kuantitatif 300 mg/24 jam) pada pemeriksaan fisik.
Pecegahan tersier pre eklamsia yaitu Agen antitrombotik :
aspirin dosis rendah 60 mg per hari diberikan pada awal
kehamilan pada pasien dengan resiko tinggi.Aspirin dosis rendah
sebagai prevensi pre-eklamsia sebaiknya mulai digunakan
sebelum usia kehamilan 20 minggu. Penggunaan aspirin dosis
rendah dan suplemen kalsium direkomendasikan sebagai
prevensi pre-eklamsia pada wanita dengan risiko tinggi
terjadinya pre-eklamsia
• Manajemen Pre-eklamsia
Selama etiologi pre-eklamsia masih tidak jelas, pengobatan pre-
eklamsia secara umum masih berdasarkan pengobatan empirik dan
simptomatik. Sementara pengukuran secara langsung melalui
pengobatan edema dan hipertensi belum ada terapi spesifik untuk
proteinuria yang secara otomatis berkurang dengan mengontrol
hipertensi.3Pengelolaan kehamilan menurut HKFM (Himpunan
Kedokteran Fetomaternal) terbagi menjadi dua, yaitu :Manajemen
aktif .Manajemen aktif / agresif dilakukan jika usia kehamilan >37
minggu, kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa
untuk stabilisasi ibu.
Manajemen ekspektatif.Manajemen ekspektatif / konservatif
dilakukan jika usia kehamilan <37 minggu, maka kehamilan selama
mungkin dipertahankan dengan memberikan terapi
medikamentosadengan syarat kondisi ibu dan janin yang stabil.
Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif pre-eklamsia
berat, pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk
membantu pematangan paru janin
Sumber

 Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K).Preeklamsia- Eklamsia. Diunduh pada 24/01/2020 pukul 16.54 WIB. Dept.

Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

 Task Force on Hypertension in Pregnancy, American College of Obstetricians and Gynecologist. Hypertension

in Pregnancy. Washington: ACOG. 2013


 Canadian Hypertensive Disorders of Pregnancy Working Group, Diagnosis, Evaluation, and Management of

the Hypertensive Disorders of Pregnancy: Executive Summary. Journal of Obstetrics Gynecology Canada.

2014: 36(5); 416-438

 Tranquilli AL, Dekker G, Magee L, Roberts J, Sibai BM, Steyn W, Zeeman GG, Brown MA. The

classification, diagnosis and management of the hypertensive disorders of pregnancy: a revised statement from

the ISSHP. Pregnancy Hypertension: An International Journal of Women;s Cardiovascular Health 2014:

4(2):99-104.
 POGI. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis Dan Tata Laksana Pre-Eklamsia.
 Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. AIPKIND
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai