Anda di halaman 1dari 45

TRAUMA

MUSKOLOSKELETAL

Kelompok 2
Anni Pangestuti
Anis Khairunnisa
Ary Andreanto
Ayu Kartika Meylani
FRAKTUR

Fraktur adalah diskontinuitas/terganggunya kesinambungan


jaringan tulang dan atau tulang rawan karena adanya trauma.
Fraktur terjadi bila daya traumanya lebih besar dari daya lentur
tulang. Fraktur dapat terjadi karena peristiwa trauma tunggal,
tekanan yang berulang-ulang atau kelemahan abnormal pada
tulang fraktur patologis (Hardisman, 2014)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan


trauma atau tenaga fisik dan menimbulkan nyeri serta gangguan
fungsi.
Klasifikasi
1. Tempat: Fraktur Humerus, Tibia, Klavikula, Ulna, Radius, dst.
2. Komplit dah ketidak komplitan fraktur
3. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma: Fraktur Transvers
al, Fraktur Oblik, Fraktur Spiral, Fraktur Kompresi, Fraktur Afulsi
4. Bentuk dan jumlah garis patah: Fraktur komunitif, Fraktur segmental, Fraktur multi
pel
5. Posisi fragmen: Fraktur Undisplaced (tidak bergeser), Fraktur displaced (bergeser)
6. Sifat fraktur (luka yang ditimbulkan): Fraktur tertutup, Fraktur terbuka
7. Posisi Fraktur: fraktur 1/3 proksimal, fraktur 1/3 medial, fraktur 1/3 distal
8. Fraktur Kelelahan: akibat tekanan yang berulang-ulang.
9. Fraktur Patologis: diakibatkan karena proses patologis tulang.
Etiologi

 Trauma langsung: fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut


mendapat ruda paksa (misalnya benturan dan pukulan yang
mengkibatkan patah tulang).
 Trauma tidak langsung: Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam
keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan.
 Trauma ringan: Terjadi bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko
terjadinya penyakit yang mendasari yang biasanya disebut dengan
fraktur patologis.
 Kekerasan akibat tarikan otot: Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekanan, dan penarikan.
Manifestasi Klinis

 Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen


tulang dimobilisasi.
 Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang
 Teraba adanya krepitasi
 Pembengkakkan dan perubahan warna lokal pada kulit. Tanda
ini dapat terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
WOC
CLICK
Komplikasi awal fraktur antara
1 lain: syok, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan
Komplikasi arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.

Komplikasi dalam waktu lama atau


2 lanjut fraktur antara lain: mal
3 union, delayed union, dan non union
Pemeriksaan Penunjang

1 Pemeriksaan Rongent

2 Scan tulang, tomogram,


4 Arteriogram
scan CT/MRI

3 Pemeriksaan Darah
Lengkap
5 Kreatinin

6 Profil Koagulasi
Penatalaksanaan

1 Menghilangkan rasa nyeri

2 Menghasilkan dan Mempertahankan


Posisi yang Ideal dari Fraktur

3 Penyatuan tulang kembali

4 Mengembalikan fungsi seperti semula


Prinsip 4R pada Fraktur

Recognisi Retensi
(pengenalan) (Immobilisasi)

Reduksi Rehabilitasi
(Manipulasi/reposisi)
DISLOKASI

Dislokasi adalah keluarnya bongkol sendi dari mangkuk sendi.


Biasanya disebabkan trauma berat pada sendi dan sering
disertai fraktur. Tempat tersering terjadinya dislokasi ini
adalah sendi bahu, sendi siku, jari, ibu jari, panggul dan
rahang (Hardisman, 2014).
Klasifikasi
1. Berdasarkan bagian yang keluar dari mangkuk sendi: Dislokasi, Sublukasi
2. Berdasarkan lokasi terjadinya: Dislokasi sendi rahang, Dislokasi sendi jari, Disloka
si sendi bahu, Dislokasi sendi panggul
Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada
beberapa faktor predisposisi, diantaranya :
1. Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
2. Trauma akibat kecelakaan
3. Trauma akibat pembedahan ortopedi
4. Terjadi infeksi di sekitar sendi
Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. Perubahan kontur sendi
3. Perubahan panjang ekstremitas
4. Kehilangan mobilitas normal
5. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. Deformitas
7. Kekakuan
WOC
CLICK
Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto X-ray
2. Foto rontgen
3. Pemeriksaan radiologi
4. Pemeriksaan laboratorium
Sindrom Kompartemen
Sindrom Kompartemen merupakan suatu kondisi yang bisa mengakibatkan kecacatan
hingga mengancam jiwa akibat terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah r
uangan terbatas yakni kompartemen osteofasia yang tertutup. Sebagian besar terjadi p
ada daerah lengan bawah dan kaki. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jar
ingan dan tekanan oksigen jaringan.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya:
1. Sindrom kompartemen Intrinsik: merupakan sindrom kompartemen yang berasal
dari dalam tubuh, seperti: pendarahan fraktur.
2. Sindrome kompartemen ekstrinsik: merupakan sindrome kompartemen yang bera
sal dari luar tubuh: gift, penekanan lengan terlalu lama.
Etiologi

1. Penurunan volume kompartemen


2. Peningkatan tekanan eksternal
3. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman
Tanda dan Gejala
1. Pain (nyeri)  
2. Pallor (pucat)
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis
WOC
CLICK
Komplikasi
1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
2. Kontraktur volkman
3. Trauma vascular
4. Gagal ginjal akut
5. Sepsis
6. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pemeriksaan Diagnostik
1. Kreatinin ginjal : sebagai penentu tingkat kerusakan jaringan.
2. Blood urea nitrogen (BUN) 
3. Pemeriksaan darah lengkap
4. Pemeriksaan urin
5. Laboratorium
6. Imaging
• Rontgen : pada ekstremitas yang terkena.
• USG: USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam memvisualisasi
• Deep Vein Thrombosis  (DVT)
Langkah Penanganan
1. Singkirkan semua tekanan dari luar.
2. Hilangkan hal-hal yang mengganggu sirkulasi
3. Hindarkan penggunaan kompres es,karena akan mengakibatkan vasokontr
iksi.
4. Hindarkan meninggikan ekstermitas : bisa memperburuk aliran arteri.
5. Siapkan dan bantu hal-hal yang dapat meminimalisasi fraktur jika diindika
sikan.
6. Berikan analgetik bila diinstruksikan.
7. Siapkan untuk oprasi faciotomi untuk memperbaiki fungsi neuromuscular.
8. Berikan pengetahuan pada pasien dan keluarga.
Amputasi
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.Amput
asi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh
bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi p
ilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mu
ngkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi orga
n dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubu
h yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.(Daryadi,2012)
Penyebab
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6. Deformitas organ.
Jenis Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi menurut (Brunner & Suddart 2001), dibedakan men
jadi:
• Amputasi Elektif/Terencana
• Amputasi Akibat Trauma
• Amputasi Darurat

Jenis amputasi secara umum menurut (Daryadi,2012), adalah :


• Amputasi Terbuka
• Amputasi tertutup
Manifestasi Klinis
1. Nyeri akut
2. Keterbatasan fisik
3. Pantom snydrome
4. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman
5. Adanya gangguan citra tubuh mudah marah , cepat tersinggung pasien cenderung
berdiam diri
Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto rongent
2. CT scan
3. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah
4. Kultur luka
5. Biopsy
6. Led
7. Hitung darah lengkap
Menurut (Daryadi,2012)
WOC
CLICK
Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan infeksi dan kerusakan kulit.Karena da pem
buluh darah besar yang dipotong dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi merupakan i
nfeksi pada semua pembedahan dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka
setelah amputasi traomatika resiko infeksi meningkat peyembuhan luka yang buruk d
an iritasi akibat protesis dapat menyebabkan kerusakan kronik.
Strain
Strain adalah regangan atau robekan pada otot atau tendon yang terjadi akibat stress
yang berlebihan. Tendon adalah jaringan penyambung yang menghubungkan otot den
gan tulang. Strain terjadi kalau otot atau tendon teregang secara berlebihan atau dipak
sa berkontraksi melebihi batas rentangnya. Contohnya strain pada otot-otot paha bagi
an depan, strain pada otot-otot betis (Hardisman, 2014).
Klasifikasi
1. Derajat I/Mild Strain (Ringan): Terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai
terjadi robekan pada jaringan otot maupun tendon.
2. Derajat II/Moderate Strain (sedang): Terdapat robekan pada otot maupun tendon.
Tahap ini menimbulkan rasa nyeri dan sakit sehingga terjadi penurunan kekuatan
otot.
3. Derajat III/Strain Severe (Berat): Terjadi rupture muskulotendinous secara keselur
uhan dengan atau tanpa retraksi dari otot yang rusak. Biasanya ini terjadi akibat k
ontraksi yang tiba-tiba terhadap benturan. Retraksi dari serat dapat berakibat efek
pada palpasi atau masa pada jaringan lunak disekitarnya.
Etiologi dan Faktor Risiko
1. Sebagai penyebabnya adalah persendian tulang dipaksa melakukan suatu gerak ya
ng melebihi jelajah sendi atau range of movement normalnya. Trauma langsung k
e persendian tulang, yang menyebabkan persendian bergeser ke posisi persendian
yang tidak dapat bergerak.
2. Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak Pada strain kronis : Terjadi s
ecara berkala oleh karena penggunaaan yang berlebihan/tekanan berulang-ulang,
menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).
WOC
CLICK
Pemeriksaan Diagnostik
1. CT scan
2. MRI
3. Artroskopi
4. Elektromiografi
Tindakan pada Strain
• Tindakan Pertama (RICE): R (Rest), I (Ice), C (Compression), E (Elevation)
• Untuk pemulihan otot yang mengalami cedera:
Pemberian NSAID
Pemberian IGF-1: mempercepat proliferasi sel satelit
Perlakuan rehabilitasi medic berupahan excercise
Sprain
Sprain adalah kekoyakan pada otot, ligament atau tendon yang dapat bersifat sedang
atau parah.
Sprain ialah regangan atau robekan dari ligament atau secara umum sudah terkilir ata
u keseleo.
Tingkatan Sprain
1. Sprain ringan / tingkat 1: Merupakan robekan dari beberapa ligament akan tetapi t
idak menghilangkan dan menurunkan fungsi sendi tersebut.
2. Sprain sedang / tingkat 2: Dimana terjadi kerusakan ligamen yang cukup lebih bes
ar tetapi tidak sampai terjadi putus total. Terjadi rupture pada ligament sehingga
menibulkan penurunan fungsi sendi.
3. Sprain tingkat 3: Terjadi rupture komplit dari ligament sehingga terjadi pemisahan
komplit ligament dari tulang.
Tanda dan Gejala
1. Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
2. Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
3. Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
4. Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan
WOC
CLICK
Penatalaksanaan Sprain

Rest (istirahat): Kurangi aktifitas sehari-hari sebisa mungkin. Jangan menaruh beban pada tempat yang cede
ra selama 48 jam. Dapat digunakan alat bantu seperti crutch (penopang/penyangga tubuh yang terbuat dari k
ayu atau besi) untuk mengurangi beban pada tempat yang cedera.
Ice (es): Letakkan es yang sudah dihancurkan kedalam kantung plastik atau semacamnya. Kemudian letakka
n pada tempat yang cedera selama maksimal 2 menit guna menghindari cedera karena dingin.
Compression (penekanan): Untuk mengurangi terjadinya pembengkakan lebih lanjut, dapat dilakukan pene
kanan pada daerah yang cedera. Penekanan dapat dilakukan dengan perban elastik. Balutan dilakukan denga
n arah dari daerah yang paling jauh dari jantung ke arah jantung.
Elevation (peninggian): Jika memungkinkan, pertahankan agar daerah yang cedera berada lebih tinggi darip
ada jantung. Sebagai contoh jika daerah pergelangan keki yang terkena, dapat diletakkan bantal atau guling
dibawahnya supaya pergelangan kaki lebih tinggi daripada jantung. Tujuan daripada tindakan ini adalah agar
pembengkakan yang terjadi dapat dikurangi.
Penanganan Sprain Menurut klasifikasi
1.      Sprain tingkat satu (first degree)
Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada tingkat ini cukup diberikan istirahat saja kar
ena akan sembuh dengan sendirinya.
2.      Sprain tingkat dua (Second degree).
Pemberian pertolongan dengan metode RICE
Tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang cedera tidak dapat dige
rakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs. Biasanya istirahat selama 3-6 minggu.
3.      Sprain tingkat tiga (Third degree).
Pemberian pertolongan dengan metode RICE
Dikirim kerumah sakit untuk dijahit/ disambung kembali
THANK Y
OU

Anda mungkin juga menyukai