Anda di halaman 1dari 11

Failure Mode and Effects

Analysis
(FMEA)
Failure Mode and Effects Analysis

Teknik Failure Mode & Effect Analysis (FMEA)


pertama kali dikembangkan pada tahun 1949 oleh militer
amerika dengan tujuan untuk menganalisa kegagalan yang
dapat terjadi yang membawa impak terhadap keberhasilan
misi dan keselamatan individu (Soehatman, 2011).
Teknik ini ditujukan untuk menilai potensi
kegagalan dalam produk atau proses. Metoda ini juga
dapat digunakan untuk melakukan manajemen risiko.
FMEA membantu memilih langkah perbaikan untuk
mengurangi dampak kumulatif dari konsekuensi (risks)
kegagalan sistem (fault). Proses dasar dari FMEA adalah
dengan membuat daftar semua bagian dari sistem dan
kemudian melakukan analisa apa saja dampak jika sistem
tersebut gagal berfungsi. Kemudian dilakukan evaluasi
dengan menetapkan konsekuensinya
Manfaat dari FMEA

1. Dapat memberikan gambaran mengenai tingkat kerawanan


dari suatu komponen atau sub sistem dapat membantu
dalam menentukan skala prioritas dalam program
pemeliharaan, penyediaan komponen, dan pengoperasian
suatu alat.
2. Menekan biaya operasi pemeliharaan fasilitas
3. Membantu pihak operator atau pengelola dalam
mengoperasikan suatu fasilitas atau alat
Langkah-langkah melakukan
FMEA
1. Tentukan unit, alat atau bagian yang akan dianalisa,
misalnya sebuah mobil atau kendaraan roda empat.
2. Uraian unit atas sistem-sistem yang saling terkait satu dengan
lainnya. Sebuah mobil terdiri atas berbagai sistem misalnya
sistem pengapian, sistem bahan bakar, sistem pengereman,
sistem kemudi, dan lainnya.
3. Analisa masing-masing sistem dengan menguraikannya atas
sub sistem. Sebagai contoh, sistem bahan bakar terdiri atas sub
sistem tangki bahan bakar, pipa bahan bakar, saringan minyak,
pompa, dan karburator
4. Selanjutnya lakukan analisa untuk masing-masing sub
sistem. Kaji apa saja kegagalan yang dapat terjadi pada
masing-masing komponen sub sistem. Misalnya kegagalan
pada tangki bahan bakar dapat berupa kebocoran pada
badan tangki, pelampung tidak berfungsi, kotoran,
kontaminasi air, tutup rusak, dan lainnya.
5. Untuk masing-masing faktor kegagalan tersebut
tentukan apa dampak atau akibat yang dapat ditimbulkan
dan sistem pengaman yang sudah ada.
6. Tentukan tingkat risiko untuk masing-masing kegagalan
Kriteria kemungkinan (likelihood)

1. Sangat jarang terjadi


2. Pernah terjadi misalnya satu tahun yang lalu
3. Sering terjadi lebih dari 1 kali dalam setahun
4. Sangat sering artinya dapat terjadi setiap saat atau lebih 1 kali
dalam 6 bulan
Kriteria Keparahan (severity)

1. Tidak memiliki dampak signifikan baik terhadap manusia


maupun terhadap aset atau bisnis perusahaan atas kerugian
dibawah Rp 1 juta
2. Menimbulkan kerugian ringan, cedera ringan, dan dampak
yang tidak besar terhadap organisasi, misalnya kerugian tidak
lebih dari Rp 1 juta
3. Dampak signifikan, menimbulkan cedera serius atau kerugian
besar bagi organisasi, misalnya kerugian materi lebih dari Rp
10 juta sampai Rp 100 juta
4. Dampak sangat serius, jika kejadian dapat menimbulkan
korban jiwa atau kerusakan parah yang dapat mengganggu
jalannya perusahaan dengan nilai kerugian lebih dari Rp 100
juta
Kriteria tingkat risiko (risk rating)

Tingkat risiko didapat dengan hasil perkalian dari kriteria kemungkinan


dengan kriteria keparahan dengan demikian didapat tingkat risiko sebagai
berikut:

Risiko rendah, dengan nilai risiko antara 1-4


Risiko sedang, dengan nilai risiko antara 5-11
Risiko tinggi, dengan nilai risiko antara 12-16

7.Tentukan rekomendasi untuk mencegah terjadinya


kegagalan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai