Anda di halaman 1dari 9

ASPEK LEGAL ETIK

DALAM PELAYANAN
KESEHATAN LANSIA

ekarudypurwana@gmail.com
KEBIJAKAN PEMERINTAH
 Undang-undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi
Orang Jompo (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1965 nomor
32 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2747).
Salah satu pasalya berbunyi “seseorang dapat dinyatakan orang jompo
atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun,
tidak mempunyai pekerjaan atau tidak mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain”.
 Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok
Mengenai Tenaga Kerja.
 Undang-undang Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kesejahteraan Sosial.
 Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
 Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
nasional.
 Undang-undang Nomor 2 tahun 1982 tentang Usaha Perasuransian.
 Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.
 Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan
dan Pemukiman.
 Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
keluarga Sejahtera.
 Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana
Pensiun.
 Undang-undang Nomor 23 tentang Kesehatan.
 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994 tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1994 tentang
Pengelolaan Perkembangan Kependudukan.
 Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia (Tambahan lembaran Negara nomor 3796), sebagai pengganti
undang-Undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi
Orang jompo.

Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 ini berisikan antara lain :


 Hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan
kelembagaan.
 Upaya pemberdayaan.
 Uaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia potensial dan tidak
potensial.
 Pelayanan terhadap Lanjut Usia.
 Perlindungan sosial.
 Bantuan sosial.
 Koordinasi.
 Ketentuan pidana dan sanksi administrasi.
 Ketentuan peralihan.
PERMASALAHAN YANG TERJADI DALAM KEBIJAKAN
TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN LANSIA

 Sosialisasi UU, Keputusan, Peraturan, kebijakan yang


terkait Lansia  minim.
 Implementasi  UU No. 13/98 di pusat maupun di daerah
masih terbatas.
 Implementasi UU No. 40/2004 tentang SJSN dan UU No. 11
Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial  masih menunggu
penerbitan PP nya.
 Koordinasi dan  keterpaduan lintas sektor (antara unsur
pemerintah, swasta dan masyarakat ) belum efektif
khususnya dalam perencanaan program yang terkait
penanganan Lansia
 Pelayanan dan pemberdayaan Lansia oleh unsur
pemerintah, masih dihadapkan berbagai keterbatasan.
 Peran Komda Lansia belum sepenuhnya efektif,
perlu fungsionalisasi dan penguatan peran
kelembagaan.
 Penanganan Lansia masih banyak bersandar kepada
keluarga dan upaya yang berbasis masyarakat.
 Monitoring dan evaluasi  pelaksanaan bantuan 
kepada Lansia terlantar (JSL dan Jamkesmas) masih
terbatas.
 Pemberdayaan Lansia dibidang sosial, ekonomi,
diklat, dan lain-lainnya belum optimal
PRINSIP ETIKA PELAYANAN
KESEHATAN PADA LANSIA
 Yang harus dan yang ”jangan” : prinsip ini
sering dikemukakan sebagai non-maleficence
dan beneficence
 Otonomi
 Keadilan

Kesungguhan Hati, Empati


ISSUE TERKAIT AUTONOMI DAN
SELF DETERMINASI
 Assisted dying
 Do Not Resuscitate Orders
 Advance directives
 End of life decision making
 Organ donation

PERAN PERAWAT
Aspek etika pada pelayanan geriatric berdasarkan
prinsip otonomi kemudian di titik beratkan pada
berbagai hal sebagai berikut :

 penderita harus ikut berpartisipasi dalam proses


pengambilan keutusan dan pembuatan keputusan
pengambilan keputusan harus bersifat sukarela.
 keputusan harus telah mendapat penjelasan cukup
tentang tindakan atau keputusan yang akan diambil
secara lengkap dan jelas.
 keputusan yang diambil hanya dianggap sah bila
penderita secara mental dianggap kapabel.

Anda mungkin juga menyukai